Abstrak
Abstract
This study aims to review and analyze how the legal protection of registered
trademarks and also why protection of registered trademarks can end.
Trademarks or brand for producers is an image as well as a good name for the
company, beside that it is also a part of the business strategy. There is no
producer who does not use the brand as an identity for the goods they produced
or the services they provided. The identity which is embodied in the mark is an
identifier and at the same time becomes a differentiator to the others. This is
why disputes often occurs against the brand. The research method uses a
normative juridical. the results of this study that the registration of a mark may
end due to the expiry of the validity period of the mark, the deletion of the mark
due to request of the owner, the deletion of the registered mark at the initiative
of the Minister after obtaining a recommendation from the Trademark Appeals
Commission, and the deletion of the mark due to a lawsuit from a third party.
The existence of trademark protection starts from the registration of the mark,
protection of the mark during the period of the registration of the mark for 10
(ten) years and can be extended with the same period of time, there is legal
action both in civil lawsuits, criminal prosecution and administrative steps in
the form of refusal of trademark registration and deletion of brand..
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengertian merek sebagai bagian dari Hak Milik Intelektual tidak terlepas
dari pemahaman bahwa hak merek diawali dari temuan-temuan dalam bidang
Hak Kekayaan Intelektual lainnya, misalnya hak cipta. Pada merek ada unsur
ciptaan, misalnya design logo atau huruf. Ada hak cipta dalam bidang seni,
namun dalam hak merek bukan hak cipta dalam bidang seni yang dilindungi
tetapi mereknya itu sendiri dan hak merek itu terbatas hanya pada penggunaan
atau pemakaiannya pada produk-produk yang dipasarkan dan mengandung nilai
ekonomis.1 Merek bagi produsen merupakan citra sekaligus nama baik bagi
perusahaan, selain itu juga merupakan bagian dari stategi bisnis. Tidak ada
seorang produsen yang tidak menggunakan merek sebagai identitas atas barang
yang diproduksinya atau jasa yang diberikan. Identitas yang diwujudkan dalam
merek tersebut merupakan pengenal dan sekaligus pembeda antara merek suatu
perusahaan tertentu dengan merek perusahaan yang lainnya.
Hak atas merek adalah hak yang bersifat khusus (exclusive) yang
diberikan oleh negara kepada pemiliknya untuk menggunakan sendiri merek
tersebut atau memberikan izin pada orang lain untuk menggunakannya.
Pemberian hak khusus oleh negara tersebut, membawa konsekuensi bahwa
untuk mendapatkannya harus melalui mekanisme pendaftaran, sehingga sifat
pendaftaran adalah wajib (compulsory). Agar hak merek tersebut mendapat
perlindungan dan pengakuan dari negara, maka pemilik merek harus
mendaftarkannya pada negara. Jika suatu merek tidak didaftarkan, maka merek
tersebut tidak akan dilindungi oleh negara. Konsekuensinya merek tersebut
dapat digunakan oleh setiap orang.2 Perbedaan artikel ini dibandingkan dengan
penelitian sebelumnya adalah artikel ini mengkaji dan menganalis bagaimana
perlindungan pendaftaran merek dapat berakhir dan bagaimana perlindungan
terhadap merek terdaftar. Hal apa saja yang bisa menyebabkan perlindungan
merek terdaftar dapat berakhir yang sesuai dengan Undang-Undang No 20
Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis. Selama ini penelitian yang
ada hanya fokus pada pendaftaran merek, perlindungan merek, dan sengketa
merek. Bahkan beberapa penelitian sebelumnya masih mengkaji dengan
menggunakan Undang-Undang No 15 Tahun 2001 Tentang Merek.
Sekarang ini dalam strategi bisnis tidak lagi memecahkan persoalan
tentang bagaimana memasarkan suatu produk barang atau jasa dengan baik atau
1
Sulastri, Satino, Yuliana Yuli W, “Perlindungan Hukum Terhadap Merek (Tinjauan Terhadap Merek
Dagang Tupperware Versus Tulipware)”, Jurnal Yuridis Vol. 5 No. 1 Juni 2018, Fakultas Hukum
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta, 2018, Jakarta, hal 162.
2
Agung Sujatmiko, “Tinjauan Filosofis Perlindungan Hak Milik Atas Merek”, Jurnal Media Hukum
Vol 18 No 2 Desember 2011, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2011, Yogyakarta,
hal 177.
menentukan kualitas yang memiliki standar yang tepat, tetapi juga bagaimana
suatu merek barang atau jasa dapat diproteksi dari kompetitor lainnya. Oleh
karena itu kompetisi dalam bisnis tidak hanya berupaya bagaimana merebut
konsumen, tetapi juga berkompetisi untuk segera mengajukan pendaftaran
merek atas setiap produk barang atau jasa. Merek dengan nama yang menarik,
mudah dikenal dan diingat tentunya sangat diminati oleh para produsen agar
produk barang/jasa miliknya juga mudah diingat dan dikenali oleh konsumen.
Sebagai isu internasional, merek berkembang dengan pesat. Bahkan,
merek dari masyarakat cenderung dijadikan pembicaraan terus-menerus, baik
ditingkat nasional maupun internasional. Sayangnya pelanggaran merek masih
saja terus terjadi. Oleh karena itu, harus disadari oleh kita semua bahwa merek
merupakan kreasi olah pikir manusia yang perlu diberi perlindungan hukum. 3
Perkembangan dalam dunia bisnis yang menyangkut masalah merek seperti
tersebut diatas, hal tersebut sebenarnya sangat memerlukan perhatian besar dari
pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum. Salah satu wujud
perlindungan hukum yang dapat diberikan adalah pengaturan yang memadai
tentang merek. Wujud lain perlindungan hukum dapat juga diperoleh dalam
proses penegakan hukum. Jaminan yuridis juga bisa diberikan untuk mencegah
terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap hak atas merek milik perusahaan
yang telah dimintakan pendaftaran.
Pelanggaran terhadap merek terdaftar tidak hanya dilakukan dengan
modus memalsukan barang yang menyerupai aslinya baik itu barang/jasa
melainkan juga terhadap nama merek terdaftar. Sebagai contoh pemalsuan baju
merek “Hammer” dilakukan dengan membuta baju dan merek persis dengan
produk asli milik “Hammer”. Sekarang ini pelanggaran merek lebih kepada
pemboncengan merek atau pemboncengan reputasi, modus ini dilakukan dengan
membuat produk barang/jasa yang menyerupai merek terdafta aslinya sehingga
konsumen atau masyarakat dapat terkecoh akibat tindakan pemboncengan ini.
Perbuatan ini tidak hanya merugikan masyarakat dan konsumen tetapi juga
merugikan produsen asli nerek terdaftar tersebut.
“Dalam sistem hukum common law, pemboncengan merek (passing off)
ini merupakan suatu tindakan persaingan curang (unfair competition),
dikarenakan tindakan ini mengakibatkan pihak lain selaku pemilik merek yang
telah mendaftarkan mereknya dengan itikad baik mengalami kerugian dengan
adanya pihak yang secara curang membonceng atau mendompleng merek
miliknya untuk mendapatkan keuntungan finansial”.4
3
Sudaryat, Sudjana, Rika Ratna Permata, “Hak Kekayaan Intelektual, Memahami Prinsip Dasar, Cakupan, Dan
Undang-undang Yang Berlaku”, Oase Media, 2010, Bandung, hal 5.
Nur Hidayati, “Perlindungan Hukum Pada Merek Yang Terdaftar”,Ragam Jurnal Pengembangan
4
Humaniora Vol. 11 No 3 Desember 2011, Politeknik Negeri Semarang, 2011, Semarang, hal 180.
Bagi merek yang sudah didaftarkan oleh pemiliknya, itu saja masih bisa
ditiru oleh orang lain apalagi jika merek itu belum didaftarkan. Sehingga apabila
ada merek yang sudah terdaftar kemudian muncul merek baru yang mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek yang sudah terdaftar,
kadang-kadang merek yang baru itupun juga terdaftar resmi di Direktorat
Jenderal Kekayaan Inteletual (DJKI). Jika terjadi hal yang demikian kemudian
pemilik merek yang pertama mengetahui, dia dapat mengajukan gugatan kepada
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual bahwa merek yang baru muncul itu
mempunyai persamaan dengan mereknya. Apabila hal itu memang terbukti
biasanya perlindungan terhadap hak atas merek terdaftar yang terakhir akan
berakhir. Hal tersbut yang mendasari penelitian ini berjudul “Perlindungan
Hukum Terhadap Merek Terdaftar”.
B. Perumusan Masalah
Mengingat begitu luasnya masalah mengenai merek, maka dalam
penelitian ini hanya membatasi mengenai berakhirnya perlindungan hukum
terhadap hak atas merek terdaftar..
1. Mengapa perlindungan hukum terhadap hak atas merek terdaftar dapat
berakhir?
2. Bagaimana upaya perlindungan hukum yang dapat diberikan terhadap
merek terdaftar ?
C. Metodelogi Penelitian
Metode penelitian yang dipakai adalah yuridis normatif, yaitu suatu cara
pendekatan terhadap masalah-masalah yang akan diteliti dengan cara meninjau
dari segi perundang–undangan yang berlaku, serta melihat yang sesungguhnya
yang terdapat dalam praktek atas kenyataan.
Sifat penelitian ini sesuai dengan masalah yang diajukan dipergunakan
penelitian yang bersifat deskriptif analistis, yaitu penelitian yang
menggambarkan atau melukiskan secara sistematis faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta tertentu tentang masalah-masalah yang akan diteliti.
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini :
1. Sumber data utama, yaitu data sekunder, dimana data ini diperoleh dari
penelitian kepustakaan dan didukung atau dilengkapi dengan data-data yang
diperoleh dari penelitian lapangan.
2. Sumber data pendukung adalah data primer, yaitu data yang diperoleh dari
penelitian lapangan.
II. PEMBAHASAN
A. Perlindungan Hukum Hak Atas Merek Terdaftar Berakhir
Merek mempunyai fungsi untuk memberi tanda pengenal barang, guna
membedakan barang seseorang atau perusahaan dengan barang orang atau
perusahaan lain. Disamping itu ada tujuan-tujuan lain dilihat dari pihak
5
Ahmadi Miru, “Hukum Merek : Cara Mudah Mempelajari Undang-undang Merek”, PT. Raja
Grafindo Persada, 2005, Jakarta, hal. 5.
Syahriyah Semaun, “Perlindungan Hukum Terhadap Merek Perdagangan Barang Dan Jasa”, Jurnal
6
Hukum Diktum Vol 14 No 1, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pare Pare, 2016, Pare Pare, hal 109-110.
pendaftaran, artinya hak eksklusif atas sesuatu merek diberikan karena adanya
pendaftaran. Sistem konstitutif, pendaftaran merek merupakan hal yang mutlak
dilakukan. Merek yang tidak didaftar otomatis tidak akan mendapatkan
perlindungan hukum.
Dengan sistem konstitutif ini, yang berhak atas suatu merek adalah pihak
yang telah mendaftarkan mereknya. Pendaftaran itu menciptakan suatu hak atas
merek tersebut, pihak yang mendaftarkan, dialah satu–satunya yang berhak atas
suatu merek dan pihak ketiga harus menghormati haknya pendaftar sebagai hak
mutlak.7 Sistem ini mengaharuskan para pemilik merek untuk mendaftarkan
merek nya jika ingin mendapatkan perlindungan hukum atas merek.
Penggunaan sistem konstitutif ini lebih melindungi pemilik merek dan
menjamin kepastian hukum.
Sistem deklaratif yang mendasarkan pada perlindungan hukum bagi
Mereka yang menggunakan Merek terlebih dahulu, selain kurang menjamin
kepastian hukum juga menimbulkan persoalan dan hambatan dalam dunia
usaha. Seperti dikatakan bahwa, perlindungan Merek terdaftar mutlak diberikan
oleh pemerintah kepada pemegang dan pemakai hak atas Merek untuk
menjamin terhadap kepastian berusaha bagi produsen.8
Adanya perubahan sistem pendaftaran yang dianut oleh Indonesia dari
semula menganut sistem deklaratif menjadi sistem konstitutif yang mulai
diterapkan dengan berlakunya Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek,
dinilai lebih mempunyai kepastian hukum. Merek yang sudah didaftarkan akan
mempunyai perlindungan hukum sejak tanggal penerimaan pendaftaran merek.
Konsekuensi dari merek yang telah didaftar adalah harus dipergunakan
dengan permintaan pendaftarannya. Undang Undang Merek menghendaki
pemilik merek bersikap jujur dalam menggunakan mereknya, artinya merek
yang telah didaftar dipergunakan sesuai kelas barang atau jasa yang didaftarkan
juga harus sama bentuknya dengan merek yang dipergunakan. Apabila merek
yang telah didaftarkan tidak dipergunakan sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan dalam undang-undang, akan mengakibatkan pendaftaran merek yang
bersangkutan dihapuskan.9
Pengaturan pendaftaran merek itu sendiri diatur dalam pasal 20, 21 dan 22
Undang-Undang No 20 Tentang Merek dan Indikasi Geografis. Suatu merek
tidak boleh bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-
undangan, moralitas, agama, kesusilaan, ketertiban umum, memiliki kesamaan
7
Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intelektual Property Right), PT. Raja Grafindo
Persada, 1995, Jakarta, hal. 175.
8
Hery Firmansyah, “Perlindungan Hukum Terhadap Merek”, Panduan Memahami Dasar Hukum
Penggunaan Dan Perlindungan Merek, Pustaka Yustisia, 2011,Yogyakarta, hal. 38.
9
Jisia Mamahit, “Perlindungan Hukum Atas Merek Dalam Perdagangan Barang Dan Jasa”, Jurnal
Lex Privatum Vol I No.3, Universitas Sam Ratulangi, 2013, Manado, hal 92.
10
Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No.20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
11
Yudhitiya Dyah Sukmadewi, “Pendaftaran Merek Asosiasi Sebagai Merek Kolektif (Kajian Terhadap
Asosiasi Rajut Indonesia Wilayah Jawa Tengah)”, Jurnal Ius Constituendum Vol 2 No 1 April 2017,
Magister Hukum Universitas Semarang, Semarang, 2017, Semarang, hal 110. DOI : 10.26623/jic.v2i1.547
12
Pasal 35 Undang-Undang No.20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
13
Pasal 36 Undang-Undang No.20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
14
Pasal 72 ayat 6 dan 7 Undang-Undang No.20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
15
Pasal 74 Undang-Undang No.20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
16
Nourma Dewi, Tunjung Baskoro, “Kasus Sengketa Merek Prada S.A Dengan PT. Manggala Putra
Perkasa Dalam Hukum Perdata Internasional”, Jurnal Ius Constituendum Vol 4 No 1 April 2019, Magister
Hukum Universitas Semarang, 2019, Semarang, hal 20. DOI : 10.26623/jic.v4i1.1531
17
https://dgip.go.id/sejarah-perkembangan-perlindungan-kekayaan-intelektual-ki, diunduh tanggal 20
Januari 2020 pukul 11.20 WIB.
18
Fajar Nurcahya Dwi Putra, “Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Atas Merek Terhadap
Perbuatan Pelanggaran Merek”, Mimbar Keadilan, Jurnal Ilmu Hukum, Edisi: Januari-Juni 2014, Fakultas
Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, 2014, Surabaya hal. 98-99.
19
Tommy Hendra Purwaka, “Perlindungan Merek”, (Cetakan Pertama) Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2017, Jakarta, hal 39-40.
20
Haryono, “Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terdaftar”, Jurnal Ilmiah CIVIS Vol II No 1
Januari 2012, Universitas PGRI Semarang, 2012, Semarang, hal. 241.
21
Pasal 21 ayat 1 huruf a, b dan c Undang-Undang No.20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi
Geografis.
22
Edy Santoso, “Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Merek Dagang Melalui Peran Kepabeanan
Sebagai Upaya Menjaga Keamanan dan Kedaulatan Negara”, Jurnal Rechtsvinding Vol 5 No.1 April 2016,
Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2016, Jakarta, hal. 124.
warna, bila permohonan menggunakan unsur warna. Begitu pun nama negara
dan tanggal permintaan merek, serta uraian jenis produk barang atau jasa dan
dilampiri label merek juga bukti pembayaran biaya. 26
Salah satu contoh sengketa merek terjadi apada awal September 2015, PT
Phapros yang merupakan perusahaan lokal berasal dari Semarang mengajukan
permohonan kasasi melawan Merck KGaA yang merupakan perusahaan farmasi
multinasional berasal dari Jerman dengan nomor permohonan 409 K/Pdt.Sus-
HKI/2015. Kasus ini berawal pada Januari 2015, dimana Merck mengajukan
gugatan kepada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan
perkara No. 52/Pdt.Sus/MEREK/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst. Pemilik Merck menilai
bahwa PT Phapros telah menggunakan nama merek Bioneuron tanpa
sepengetahuannya yang memiliki kesamaan bentuk, ucapan dan bunyi. Hal
tersebut dianggap dapat membuat konsumen keliru dalam membedakan
perusahaan pemilik merek yang bersangkutan. Berkaitan dengan hal ini, PT
Phapros sebagai tergugat menganggap bahwa gugatan tersebut mengada-ada
sehingga tidak dapat dibenarkan. Majelis Hakim dalam pengadilan tingkat
pertama memutuskan bahwa pihak Merck sebagai penggugat dapat menguatkan
dalil-dalilnya sehingga pada tingkat pertama, pihak Merck dimenangkan. Tidak
terima dengan keputusan Majelis Hakim pada tingkat pertama, PT Phapros
mengajukan permohonan kasasi karena merasa bahwa Majelis Hakim dalam
pengadilan tingkat pertama terkesan memihak. Majelis hakim menolak
permohonan kasasi tersebut dengan menyatakan bahwa majelis hakim pada
pengadilan tingkat pertama tidak salah dalam menerapkan hukum. “Setelah
meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 29 Januari 2015 dan kontra
memori kasasi tanggal 25 Februari 2015 dihubungkan dengan pertimbangan
judex facti, dalam hal ini Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat tidak salah menerapkan hukum,” demikian pernyataan majelis hakim pada
putusan perkara nomor 409 K/Pdt.Sus-HKI/2015. 27
Kasus sengketa antara Merck dengan PT. Phapros pada akhirnya
mengabulkan gugatan dari Merck karena Bioneuron mempunyai persamaan
pada pokoknya yaitu Bioneuron dibuat dengan dominasi warna biru dan putih
serta bentuk dan logo menyerupai orang yang miliknya Merck, dan komposisi
yang terkandung dalam Bioneuron sama persisi dengan milik Merck yang terdiri
Fandi H. Kowel, “Pelindungan Hukum Terhadap Penerima Lisensi Merek Di Indonesia”, Jurnal
26
Lex et Societatis Vol V No. 3 Mei 2017, Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, 2017, Manado, hal.
55.
27
https://kliklegal.com/lima-kasus-merek-terkenal-di-pengadilan-indonesia/, diunduh pada tanggal 9
Maret 2020 jam 13.05 Wib.
.
dari B1, Vitamin C6 dan Vitamin B12. Dikabulkannya gugatan tersebut oleh
Mahkamah Agung maka merek Bioneuron dihapuskan dari daftar umum merek.
III. PENUTUP
Berakhirnya perlindungan hukum atas merek terdaftar ditinjau dari
Undang-undang No. 20 Tahun 20016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis
dapat terjadi karena Merek yang telah terdaftar pada Direktorat Jenderal
Kekayaan Inteletual tersebut dihapus dari daftar umum merek karena telah
berakhirnya masa berlakunya pendaftaran merek, penghapusan merek karena
permintaan sendiri dari pemilik merek, penghapusaan merek terdaftar atas
prakarsa dari Menteri Hukum san Hak Asasi Manusia setelah mendapatkan
rekomendasi dari Komisi Banding Merek, dan penghapusan merek karena
adanya gugatan dari pihak ketiga. Perlindungan merek tidak hanya sebagai
perlindungan negara terhadap mpemilik merek terdaftar tetapi juga bentuk
perlindungan terhadap masyarakat selaku konsumen agar mendapatkan barang
sesuai dengan aslinya dan keinginannya dalam mendapatkan kepastian hukum
atas barang yang dibeli di masyarakat. Bentuk perlindungan merek antara lain
dengan melakukan pendaftaran merek, perlindungan merek selama masa jangka
waktu terdaftarnya merek selama 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang
dengan jangka waktu yang sama, adanya penindakan baik gugatan secara
perdata, penuntutan secara pidana maupun langkah administratif berupa
penolakan pendaftaran merek dan penghapusan merek.
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual dapat segera menghapus merek
dari daftar umum merek apabla telah memenuhi ketentuan merek tersebut telah
memenuhi syarat dihapusnya dari daftar umum merek, dengan dihapusnya
merek tersebut maka perlindungan atas merek berakhir. Pemilik merek yang
terdaftar dan beriktikad baik agar mendapatjkan perlindungan hukum sesuai
undang-undang, dan para pihak yang melakukan pelanggran terhadap merek
terdaftar dikenai sanksi yang tegas sesuai aturan yang berlaku baik itu pidana
maupun administrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ahmadi Miru, “Hukum Merek : Cara Mudah Mempelajari Undang-Undang Merek”, PT.
Raja Grafindo Persada, 2005, Jakarta.
A. Zen Umar Purba dalam Anne Gunawati, “Perlindungan Merek Terkenal Barang dan
Jasa Tidak Sejenis Terhadap Persaingan Usaha Tidak Sehat”, PT. Alumni, 2015,
Bandung
Hery Firmansyah, “Perlindungan Hukum Terhadap Merek, Panduan Memahami Dasar
Hukum Penggunaan Dan Perlindungan Merek”, Pustaka Yustisia, 2011,Yogyakarta.
Philipus M. Hadjon, “Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia”, PT. Bina Ilmu, 1987,
Surabaya.
Saidin, “Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intelektual Property Right)”, PT. Raja
Grafindo Persada, 1995, Jakarta.
Sudaryat, Sudjana, Rika Ratna Permata, “Hak Kekayaan Intelektual, Memahami Prinsip
Dasar, Cakupan, Dan Undang-Undang Yang Berlaku”, Oase Media, 2010,
Bandung.
Tommy Hendra Purwaka, “Perlindungan Merek”, (Cetakan Pertama) Yayasan Pustaka
Obor Indonesia, 2017, Jakarta.
Jurnal
Agung Sujatmiko, Tinjauan Filosofis Perlindungan Hak Milik Atas Merek, Jurnal Media
Hukum Vol 18 No 2 Desember 2011, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta, 2011, Yogyakarta.
Edy Santoso, “Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Merek Dagang Melalui Peran
Kepabeanan Sebagai Upaya Menjaga Keamanan dan Kedaulatan Negara”, Jurnal
Rechtsvinding Vol 5, No.1 April 2016, Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2016,
Jakarta.
Fajar Nur Cahya Dwiputra, “Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Atas Merek
Terhadap Perbuatan Pelanggaran Merek”, Mimbar Keadilan, Jurnal Ilmu Hukum,
Edisi: Januari - Juni 2014, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya,
2014, Surabaya.
Fandi H. Kowel, “Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Lisensi Merek Di Indonesia”,
Jurnal Lex et Societatis Vol V No. 3 Mei 2017, Fakultas Hukum Universitas Sam
Ratulangi, 2017, Manado.
Haryono, “Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terdaftar”, Jurnal Ilmiah CIVIS Vol II,
No 1 Januari 2012, Universitas PGRI Semarang, 2012, Semarang.
Jisia Mamahit, “Perlindungan Hukum Atas Merek Dalam Perdagangan Barang Dan
Jasa”, Jurnal Lex Privatum, Vol. I No.3, Universitas Sam Ratulangi, 2013,
Manado.
Nourma Dewi, Tunjung Baskoro, “Kasus Sengketa Merek Prada S.A Dengan PT.
Manggala Putra Perkasa Dalam Hukum Perdata Internasional”, Jurnal Ius
Constituendum Vol 4 No 1 April 2019, Magister Hukum Universitas Semarang,
2019, Semarang.
DOI : 10.26623/jic.v4i1.1531
Nur Hidayati, “Perlindungan Hukum Pada Merek Yang Terdaftar”, Ragam Jurnal
Pengembangan Humaniora Vol. 11 No 3 Desember 2011, Politeknik Negeri
Semarang, 2011, Semarang.
Rakhmita Desmayanti, “Tinjauan Umum Perlindungan Merek Terkenal Sebagai Daya
Pembeda Menurut Prespektif Hukum Di Indonesia”, Jurnal Cahaya Keadilan Vol. 6.
No. 1 April 2018, Universitas Putera Batam, 2018, Batam.
DOI: https://doi.org/10.33884/jck.v6i1.874
Syahriyah Semaun, “Perlindungan Hukum Terhadap Merek Perdagangan Barang Dan
Jasa”, Jurnal Hukum Diktum Vol 14 No 1, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Pare Pare, 2016, Pare Pare. DOI https://doi.org/10.35905/diktum.v14i1
Sulastri, Satino, Yuliana Yuli W, Perlindungan Hukum Terhadap Merek (Tinjauan
Terhadap Merek Dagang Tupperware Versus Tulipware) Jurnal Yuridis Vol. 5 No.
1 Juni 2018, Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jakarta, 2018, Jakarta
Yudhitiya Dyah Sukmadewi, “Pendaftaran Merek Asosiasi Sebagai Merek Kolektif
(Kajian Terhadap Asosiasi Rajut Indonesia Wilayah Jawa Tengah), Jurnal Ius
Constituendum Vol 2 No 1 April 2017, Magister Hukum Universitas Semarang,
2017, Semarang.
DOI : 10.26623/jic.v2i1.547
Undang-Undang
Internet
https://dgip.go.id/sejarah-perkembangan-perlindungan-kekayaan-intelektual-ki
https://kliklegal.com/lima-kasus-merek-terkenal-di-pengadilan-indonesia/