Anda di halaman 1dari 21

PENGGUNAAN DISFEMIA PADA KOLOM KOMETAR WARGANET DI

UNGGAHAN INSTAGRAM FOLKATIVE

NAMA : ALFIRA PRAMUDITA

NIM : N1D119001

KELAS : A (GANJIL)

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERTAS HALU OLEO

KENDARI

2022
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................ii

BAB 1 : PENDAHULUAN..........................................................................1

1.1....................................................................................................Latar
Belakang...................................................................................1
1.2....................................................................................................Rumus
an Masalah...............................................................................4
1.3....................................................................................................Tujuan
Penelitian...................................................................................4
1.4....................................................................................................Manfa
at Penelitian...............................................................................4
1.5....................................................................................................Definis
i Operasional.............................................................................5

BAB 2 : KAJIAN PUSTAKA......................................................................6

2.1. Penelitian Relevan..................................................................6

2.2. Landasan Teori........................................................................10

2.2.1. Bahasa...........................................................................10

2.2.2. Semantik.......................................................................11

2.2.3. Makna...........................................................................13

2.2.4. Disfemia........................................................................14

BAB 3 : METODE PENELITIAN.............................................................15

3.1. Metode dan Jenis Penelitian...................................................15

3.2. Data dan Sumber Data...........................................................15

ii
3.3. Instrumen Penelitian..............................................................16

3.4. Teknik Pengumpulan Data.....................................................17

3.5. Teknik Analisis Data..............................................................17


DAFTAR PUSTAKA...................................................................................18
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Komunikasi sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia, karena dengan

adanya komunikasi kita dapat menyampaikan gagasan, informasi, dan pesan

kepada orang lain. Komunikasi akan terjalin dengan baik apabila seorang penutur

dan mitra tutur menggunakan bahasa yang komunikatif dan mudah dipahami.

Berkomunikasi bukan hanya dapat dilakukan secara langsung, namun di

era saat ini berkomunikasi juga dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu

melalui media sosial. Tidak berbeda dengan komunikasi langsung, berkomunikasi

melalui media sosial juga memungkinkan seseorang untuk menyampaikan

informasi, gagasan, dan pesan kepada orang lain. Dengan adanya media sosial

penyebaran informasi tidak lagi terbatas oleh jarak dan waktu. Adapun instrumen

utama dalam berkomunikasi ialah bahasa. Dengan adanya bahasa, manusia akan

lebih mudah dalam berkomunikasi.

Bahasa adalah hal terpenting dalam berkomunikasi, agar dalam

menyampaikan informasi, gagasan, dan pesan yang diutarakan oleh seorang

penutur dapat dimengerti dan diterima dengan baik oleh mitra tutur. Bahasa itu

iii
sendiri memiliki banyak variasi, mulai dari jenis bahasa yang digunakan hingga

pemilihan kata yang sesuai untuk menggambarkan sesuatu yang ingin penutur

utarakan mitra tutur.

Ketika menggunakan bahasa, seseorang dapat menghasilkan berbagai kata

dan frasa yang berbeda. Kata-kata yang dikeluarkan oleh penutur tersebut dapat

berupa kata yang mengandung makna halus atau makna kasar. Tuturan yang

mengandung makna lebih halus disebut eufemisme atau Eufemia, sedangkan

untuk tuturan yang mengandung makna lebih kasar disebut disfemisme atau

disfemia. Makna dianggap sebagai bagian dari bahasa yang merupakan cabang

ilmu linguistik dalam kajian semantik.

Penggunaan eufemia atau disfemia sepenuhnya bergantung pada penutur

itu sendiri, ia cenderung memilih kata yang memiliki makna halus atau kata yang

kasar untuk diucapkan. Adapun hal yang biasanya mendorong penggunaan

eufemia dan disfemia adalah emosi yang dirasakan oleh seorang penutur. Apabila

perasaan atau emosi yang dia rasakan sedang baik maka kata-kata yang diucapkan

akan bermakna halus, sebaliknya apabila perasaan atau emosi yang dia rasakan

sedang tidak baik maka ucapannya akan bermakna kasar. Hal seperti ini juga

sering kita jumpai pada komentar-komentar yang ada pada media sosial, salah

satunya Instagram.

- Pada salah satu unggahan di akun Instagram Folkative mengundang

beberapa komentar yang bermakna kasar atau biasa disebut disfemia. Dalam

unggahan tertulis dengan jelas bahwa Eks koruptor bisa jadi calon anggota DPR

iv
di Pemilu 2024. Di ikuti dengan keterangan di bawahnya yaitu ”Menurut UU No.

7 tahun 2017, tidak ada larangan bagi mantan koruptor yang ingin menjadi staf

DPR, selama menyatakan situasinya kepada Publik saat pengumuman

berlangsung. Pada 2019, KPU membuat peraturan yang melarang mantan

koruptor bergabung sebagai DPR, DPD, dan DPRD, meskipun Mahkamah

Konsitusi membatalkannya. Bagaimana menurutmu?” Unggahan tersebut cukup

membuat warganet geram karena dianggap memberikan peluang bagi mantan

koruptor untuk mengulangi perbuatannya dalam hal ini korupsi, sedangkan masih

banyak calon-calon lainnya yang tidak memiliki riwayat korupsi sebelumnya.

Walaupun hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa eks koruptor tersebut tidak

akan mengulangi perbuatannya namun masyarakat tetap tidak menyetujui

peraturan tersebut.

Tidak sedikit warganet meninggalkan komentarnya pada unggahan

tersebut. Sebagian besar bahkan hampir dari semua komentar yang ada berisi

kata-kata yang bermakna kasar yang ditujukan kepada para pemerintah yang

mengeluarkan peraturan tersebut. Seperti yang kita ketahui bersama kata-kata

tersebut termasuk ke dalam contoh dari penggunaan disfemia. Berdasarkan uraian

tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian tentang menganalisis penggunaan

disfemia yang terdapat pada komentar di akun Instagram Folkative pada

unggahannya ”Eks Koruptor Bisa Jadi Calon Anggota DPR di Pemilu 2024”.

Akun Instagram Folkative dipiih dalam penelitian ini karena akun ini merupakan

penyedia informasi yang bermanfaat dan terpercaya untuk menambah

v
pengetahuan serta banyak diminati oleh semua kalangan sebab penyajian

informasinya yang kreatif dan sesuai dengan selera generasi milenial.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Apa sajakah bentuk-bentuk disfemia yang terdapat pada komentar di akun

Instagram Folkative unggahannya ”Eks Koruptor Bisa Jadi Calon Anggota

DPR di Pemilu 2024”?

2) Apa fungsi dari penggunaan disfemia yang terdapat pada komentar di akun

Instagram Folkative pada unggahannya ”Eks Koruptor Bisa Jadi Calon

Anggota DPR di Pemilu 2024”?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dilakukan penelitian

ini adalah sebagai berikut :

1) Mendeskripsikan bentuk-bentuk disfemia apa saja yang terdapat pada

komentar di akun Instagram Folkative pada unggahannya ”Eks Koruptor

Bisa Jadi Calon Anggota DPR di Pemilu 2024”.

vi
2) Mendeskripsikan fungsi dari penggunaan disfemia yang terdapat pada

komentar di akun Instagram Folkative pada unggahannya ”Eks Koruptor

Bisa Jadi Calon Anggota DPR di Pemilu 2024”.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan ilmu

pengetahuan tentang bentuk-bentuk disfemia yang digunakan di media sosial,

dalam hal ini khususnya mengenai bentuk ungkapan dan fungsi disfemia pada

komentar di akun Instagram Folkative pada unggahannya ”Eks Koruptor Bisa Jadi

Calon Anggota DPR di Pemilu 2024”. Juga menentukan bentuk kebahasaan yang

tepat sehingga berita dapat dipahami kalangan masyarakat dan menafsirkan

dengan tepat makna yang terkandung dalam penggunaan disfemia. Sehingga dapat

mendorong seseorang agar lebih berhati-hati dalam menggunakan kata-kata di

media sosial.

1.5. Definisi Operasional

1. Bahasa yang saya maksud di sini adalah lambang bunyi dan alat untuk

berkomunikasi manusia yang diucapkan melalui alat ucap manusia yang

terkontrol dalam keadaan sadar.

2. Semantik yang saya maksud di sini adalah menelaah lambang-lambang

atau tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu

dengan yang lain, dan pengaruhnya terhadap manusia dan masyarakat.

Oleh karena itu semantik mencakup makna-makna kata,

perkembangannya, dan perubahannya.

vii
3. Disfemia yang saya maksud di sini adalah kegiatan mengubah ungkapan

halus menjadi ungkapan kasar dan digunakan untuk mengungkapan rasa

tidak senang.

4. Instagram adalah sosial media berbasis gambar yang memberikan layanan

berbagi foto atau video secara online.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Relevan

Listiana (2018) melakukan penelitian berjudul “Pemakaian Disfemia pada

Rubrik Bola Nasional pada Tabloid Bola”. Hasil yang ditemukan ada tiga.

Pertama, bentuk kebahasaan disfemia yang ditemukan berupa kata, bentuk

kebahasaan berupa kata terbagi menjadi empat yaitu ,kata dasar, kata berimbuhan,

kata ulang, dan kata majemuk. Kedua, nilai rasa yang ditemukan di dalamnya ada

lima yaitu, menyeramkan, menakutkan, mengerikan, menjijikan, menguatkan

untuk menunjukkan kekasaran. Ketiga, tujuan penggunaan disfemia adalah untuk

menunjukkan usaha, menunjukkan perilaku, menunjukkan kejengkelan, dan

menguatkan makna.

Rifa‟i (2012) meneliti “ Analisis Disfemia dalam Tajuk Kencana Koran

Kompas edisi Januari 2011 serta Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa

Indonesia di SMA”. Penelitian Rifa‟i bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk

viii
perubahan makna disfemia dalam tajuk kencana Kompas edisi Januari 2011. Hasil

penelitian dinilai memiliki relevansi yang baik sebagai bentuk implikasi dalam

kegiatan Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA. Penelitian ini menggunakan

kualitatif deskriptif. Data yang diperoleh dianalisis dan dideskripsikan dengan

mengacu pada teori- teori perubahan disfemia. Penulisan menggunakan metode

triangulasi untuk menhuji keabsahan data. Hasil penelitian membuktikan bahwa

bentuk - bentuk disfemia dalam tajuk kecana terdiri dari bentuk kata, frasa dan

ungkapan. Hasil penelitian ini juga mempunyai implikasi positif terhadap

pembelajaran. Hal ini didasari kriteria yang ada di dalam penelitian ini sudah

sejalan dengan kompetensi dasar yang terdapat pada Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan. Penelitian ini dengan penelitian Rifa‟i memiliki persamaan, yaitu

meneliti dengan fokus penelitian disfemia mengenai bentuk disfemia. Perbedaan

penelitian ini dengan peneliti Rifa‟i, yaitu penelitian Rifa‟i meneliti tentang

bentuk disfemia pada taiuk kencana koran Kompas dan implikasinya pada

pembelajaran di SMA.

Penelitian lainnya yang menganalisis penggunaan disefemia adalah

penelitian dari Ricky Galih Prasetyo dengan judul “Disfemia dalam Kolom

Komentar Netizen di Line Today. Bentuk kebahasaan disfemia yang ditemukan

terdiri atas : (a) kata, (b) frasa (c) dan klausa. Dari semua bentuk kebahasaan

disfemia yang paling sering digunakan dalam komentar netizen adalah bentuk

disfemia kata. Sebanyak 62 kata dari 105 bentuk kebahasaan yang ada komentar

netizen berdisfemia berbentuk kata. Artinya sekitar 59,04% dari data yang

diperoleh adalah komentar berdisfemia berbentuk kata. Komentar berdisfemia

ix
berbentuk frasa sebanyak 23 frasa atau sekitar 21,90% dari data yang diperoleh.

Dan komentar berdisfema berbentuk klausa sebanyak 20 klausa atau sekitar

19,04% dari data yang diperoleh. Selain bentuk kebahasaan disfemia yang sudah

disebutkan, disfemia juga mengandung nilai rasa. Dalam penelitian ini ditemukan

dua bentuk nilai rasa. Yang pertama nilai rasa emotif yang terbagi atas : (a) nilai

rasa menyeramkan, nilai rasa mengerikan, nilai rasa menakutkan, nilai rasa

menjijikkan dan nilai rasa menguatkan. Kedua yaitu nilai rasa ketabuan yang

terbagi atas : (a) nilai rasa ketabuan yang membandingkan manusia dengan hewan

secara umum melalui tingkah laku, (b) mengucapkan hal atau kata-kata tabu yang

mencakup organ-organ tubuh berupa fisik maupun kata-kata yang mengarah

kepada kehidupan seksual. (c) menyebutkan kekurangan fisik maupun kekurangan

mental seperti idiot, bodoh, tolol dan sebagainya. Mulai dari nilai rasa emotif,

nilai rasa yang sering dijumpai adalah nilai rasa emotif menguatkan. Jadi bisa

disimpulkan bahwa para netizen menggunakan komentar berdisfemia ini

bertujuan untuk menguatkan suatu argument atau pendapat. Kemudian nilai rasa

ketabuan dari data yang diperoleh yang sering muncul adalah nilai rasa ketabuan

yang mengucapkan mengucapkan hal atau kata-kata tabu yang mencakup organ-

organ tubuh berupa fisik maupun kata-kata yang mengarah kepada kehidupan

seksual.

Putri Kurniasari (2019) melakukan penelitian berjudul “Bahasa Disfemia

dalam Tayangan Film Rekonstruksi di Trans7: Kajian Semantik”. Setelah penulis

melakukan hasil penelitian dan menganalisis temuan penelitian, maka dapat

disimpulkan bahwa dalam tayangan film rekonstruksi di Trans7 banyak

x
menggunakan bahasa disfemia. Pada tayangan film rekonstruksi terdapat tiga

bentuk kebahaasaan disfemia yaitu kata, frasa dan klausa. Bentuk kata terdapat

pada kata terdapat dalam penulisan kata “becus”. Disfemia bentuk frasa terdapat

dalam penulisan frasa “wanita jalang” dan bahasa disfemia dalam bentuk klausa

terdapat dalam penulisan “ Mati kau”.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Nurul Mutmainnah dengan

judul “Analisis Penggunaan Disfemia dalam Wacana Tajuk Olahraga pada Koran

Fajar Makassar”. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat

disimpulkan bentuk kebahasaan dalam surat kabar harian fajar terdapat bentuk

kebahasaan disfemia dibagi menjadi tiga yaitu, disfemia berupa kata, disfemia

berupa frasa, dan disfemia berupa ungkapan. Disfemia berupa kata dalam surat

kabar harian fahar terdapat. 16 kata diantaranya kata kebobolan, Sokongan,

tersaji, Pejudo, hengkang, menggilas, Bertengger, menyetop, membekuk, kendur,

tandukan, menggocek, menjajaki, girang, pelecut, menuding. Disfemia berupa

frasa dalam surat kabar harian fajar terdapat 6 frasa diantaranya muluk-muluk,

pelipur lara, Sapu bersih, Menyapu Bersih, karut-marut, bertubi-tubi. Sedangkan,

disfemia berupa ungkapan dalam surat kabar harian fajar terdapat 6 ungkapan

diantara tendangan bebas, menjebol gawang, penuntasan dendam, melorot,

mengejar defisit, dan Sepak terjang.

Kelima penelitian tersebut relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh

peneliti sehingga dapat dijadikan sebagai acuan peneliti. Pertama, subjek yang

diteliti sama, yaitu kalimat yang mengandung kata, frasa, dan klausa disfemia. Hal

yang membedakan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah pada

xi
penggunaan media penelitian. Penelitian pertama menggunakan media Rubrik

Bola Nasional pada Tabloid Bola. Penelitian kedua menggunakan media Tajuk

Kencana Koran Kompas edisi Januari 2011 serta Implikasinya dalam

Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA. Penelitian ketiga menggunakan media

sosial LINE, yaitu Line Today. Selanjutnya pada penelitian keempat menggunakan

media Tayangan Film Rekonstruksi di Trans7. Dan penelitian kelima

menggunakan media Wacana Tajuk Olahraga pada Koran Fajar Makassar.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama

menganalisis makna disfemia. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian

sebelumnya terletak pada sumber dan kajian penelitian. Sumber penelitian

sebelumnya menggunakan surat kabar, media sosial berupa LINE, dan film.

Sedangkan penelitian ini menggunakan media sosial Instagram sebagai kajiannya.

Sumber penelitian ini adalah media sosial Instagram yang kajiannya

difokuskan pada analisis bentuk kebahasaan disfemia yang berupa kata, frasa, dan

yang terdapat dalam unggahan akun Instagram Folkative “Eks Koruptor Bisa Jadi

Calon Anggota DPR di Pemilu 2024”.

2.2. Landasan Teori

Penelitian ini difokuskan kajiannya pada ungkapan yang mengandung

disfemia dalam komentar para warganet di akun Instagram Folkative pada

unggahannya ”Eks Koruptor Bisa Jadi Calon Anggota DPR di Pemilu 2024”.

Dalam melakukan sebuah penelitian dibutuhkan beberapa teori untuk mendukung

dan membantu peneliti dalam mengkaji penelitiannya. Oleh karena itu, penelitian

xii
ini menggunakan beberapa teori untuk memudahkan penelitian yang dilakukan.

Berikut ini adalah penjelasan dan penjabaran tentang teori-teori tersebut.

2.2.1. Bahasa

Bahasa merupakan elemen penting dalam kehidupan manusia. Karena

bahasa merupakan alat komunikasi untuk berinteraksi dengan satu sama lain.

Itulah mengapa bahasa menjadi beberapa faktor krusial dalam kehidupan

masyarakat. Ada beberpa pengertian bahasa menurut para ahli.

Syamsuddin (2017:5) bahasa memiliki dua pengertian. 12 Pertama, bahasa

ialah alat yang dipakai untuk membentuk pikiran serta perasaan, keinginan, dan

perbuatan-perbuatan, alat yang dipakai untuk memengaruhi serta dipengaruhi.

Kedua, bahasa ialah tanda yang jelas dari kepribadian yang baik ataupun yang

buruk, tanda yang jelas dari keluarga serta bangsa, tanda yang jelas dari budi

kemanusiaan. Tarigan (2013:7) beliau memberikan dua defenisi bahasa. Pertama

bahasa ialah suatu sistem yang sistematis, barangkali juga sistem generatif. Kedua

bahasa ialah seperangkat lambang – lambang mana suka ataupun simbil-simbol

arbirter.

Jadi dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan lambang bunyi dan alat

untuk berkomunikasi manusia yang diucapkan melalui alat ucap manusia yang

terkontrol dalam keadaan sadar.

2.2.2. Semantik

xiii
Semantik merupakan istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang

mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang

ditandainya. Atau dengan kata lain semantik adalah bidang studi dalam linguistik

yang mempelajari tentang makna atau arti. Semantik Mengandung studi tentang

makna yang merupakan bagian dari linguistik. Menurut Lehrer (via Pateda, 2001:

6), semantik adalah studi tentang makna. Semantik merupakan bidang kajian yang

sangat luas karena turut menyinggung aspek-aspek struktur dan fungsi bahasa

sehingga dapat dihubungkan dengan psikologi, filsafat, dan antropologi.

Kata semantik berasal dari bahasa Yunani, Sema (nomina) yang berarti

tanda atau lambang, dan verba Samaino yang bisa disebut sebagai menandai atau

melambangkan. Semantik merupakan cabang linguistik yang mempelajari makna

yang terkandung dalam bahasa. Berdasarkan pengertian dan asal istilah

sebagaimana dikemukakan di atas, semantik dapat dipahami sebagai bidang

linguistik yang mengkaji makna bahasa; mengkaji antara hubungan tanda

(signifiant) dan yang ditandai (signifie). Pendapat lain menyatakan, semantik

semula berasal dari bahasa Yunani yang mengandung makna to signify atau

memaknai. Semantik mengandung pengertian “studi tentang makna”. Seperti

halnya bunyi dan tata bahasa, komponen makna dalam hal ini juga menduduki

tingkatan tertentu.

Berdasarkan defenisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa semantik

adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang makna kata dan makna

kalimat serta sebagai alat dalam memberikan simbol pengetahuan pada kosakata

dari suatu bahasa dan strukturnya untuk mengembangkan arti yang lebih

xiv
terperinci sehingga dapat dikomunikasikan dalam bahasa. Semantik pada

dasarnya sanagat bergantung pada dua kecenderungan. Pertama, makna bahasa

dipengaruhi oleh konteks diluar bahasa, benda, objek dan peristiwa yang ada di

dalam semsta. Kedua, kajian makna bahasa ditemukan oleh konteks bahasa, yakni

oleh aturan kebahasaan suatu bahasa. Semantik merupakan cabang linguistik yang

mengkaji tentang makna suatu bahasa yang digunakan oleh manusia dalam sebuah

kehidupan. Semantik ini lebih khusus menelaah tentang makna sebuah kata serta

hubungan antara penanda dan petanda.

2.2.3. Makna

Makna ialah hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah

disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti.

Makna adalah segi yang menimbulkan reaksi dalam pikiran pendengaran atau

pembaca karena ransangan aspek. Aspek bentuk adalah segi yang dapat diserap

dengan pancaindera yaitu melihat atau mendengar. Pada waktu seseorang

berteriak “tolong” timbul reaksi dalam fifkiran kita “ada seseorang yang

membutuhkan pertolongan”. Jadi bentuknya adalah “tolong” dan maknanya

adalah “reaksi seseorang yang mendengar”. Hal ini senada dengan makna dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2014:703) makna diartikan (1) arti; (2) pembaca

atau penulis; (3) pengertian yang diberikan kepada bentuk kebahasaan. Makna itu

sendiri berada di balik kata, tetapi dari tataran Morfologi lebih merupakan studi

untuk menmukan kesatuan artibukan mempelajari makna itu sendiri.

xv
Berdasarkan berbagai pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa makna

adalah sesuatu yang terkandung dalam sebuah ujaran yang bersifat umum dan

berdasarkan kesepakatan para pemakai bahasa. Makna adalah maksud pembicara

atau penulis yang diberikan kepada bentuk berupa kata, gabungan kata, maupun

satuan yang lebih besar lainnya berdasarkan konteks pemakaian, situasi yang

melatari, dan intonasi.

2.2.4. Disfemia

Disfemisme berasal dari bahasa Yunani dys atau dus (bad, abnormal,

difficult dalam bahasa Inggris) yang berarti “buruk”, adalah kebalikan dari

eufemisme, disfemia berarti menggunakan kata-kata yang bermakna kasar atau

mengungkapkan sesuatu yang bukan sebenarnya. Disfemia merupakan kebalikan

dari eufemia ialah pengasaran, yaitu penggunaan kata atau ungkapan yang lebih

kasar dari pada kata atau ungkapan tertentu. Usaha atau gejala pengasaran ini

biasanya dilakukan oleh orang dalam situasi yang tidak ramah atau untuk

menunjukkan kejengkelan. Chaer (2007:315), menyatakan penggunaan disfemia

sengaja dilakukan untuk mencapai efek pembicaraan menjadi lebih tegas.

Disfemia dipakai karena berbagai alasan, biasanya digunakan untuk menunjukan

kejengkelan atau dilakukan orang dalam situasi yang tidak ramah.

Kesimpulan dari beberapa pengertian tentang disfemia adalah bahwa

disfemia merupakan penggunaan kata-kata kasar dan bernilai rasa kurang sopan,

menyakitkan, vulgar, tabu, dan tidak senonoh. Penggunaan kata-kata tersebut

xvi
untuk mengganti ungkapan-ungkapan yang bernilai rasa lebih halus. Kata-kata

berdisfemia ini biasanya muncul dalam situasi yang tidak ramah, biasanya untuk

mengungkapkan kekesalan atau kejengkelan.

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Metode dan Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif

adalah penelitian dengan data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan

bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-

kutipan data yang sesuai dengan penelitian. Penelitian kualitatif adalah prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan.

Bedasarkan sumber dan data yang digunakan, metode penelitian ini dilakukan

dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis.

3.2. Data dan Sumber Data

3.2.1.Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah komentar yang berupa

kata dasar, kata turunan atau jadian, kata majemuk, dan kata ulang yang

xvii
terindikasi sebagai bentuk disfemia berdasarkan kata. Bentuk-bentuk disfemia

yang terdapat dalam komentar para warganet ini berdasarkan kriteria bentuk

disfemia. Bentuk difemia yang menjadi fokus dalam penelitian ini diantaranya

berupa ungkapan yang terdapat dalam komentar para warganet. Untuk

menentukan sebuah bentuk termasuk disfemia atau bukan dibutuhkan sebuah

kriteria kedisfemiaan. Kriteria tersebut adalah ungkapan yang mempunyai nilai

rasa kasar, tidak sopan, dan tidak layak dilakukan pada manusia. Nilai rasa kasar,

tidak sopan, dan tidak layak dilakukan pada manusia pada sebuah bentuk

kebahasaan disfemia ditentukan oleh konteks kalimat dan adanya kata yang

mempunyai nilai rasa lebih netral. Hal ini berguna untuk menentukan suatu

bentuk bermakna kasar atau halus dengan cara memisahkan mana yang termasuk

dalam data disfemia dan mana yang bukan termasuk data disfemia.

3.2.2.Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini berupa dokumen dari komentar-komentar

warganet yang terdapat dalam kolom komentar di akun Instagram Folkative pada

unggahannya ”Eks Koruptor Bisa Jadi Calon Anggota DPR di Pemilu 2024”

berupa kata yang mengandung disfemia sebagai ungkapan kebencian, kemarahan,

atau sekedar penegasan.

3.3. Instrumen Penelitian

Instrumen atau alat penelitian dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu

sendiri, sehingga instrumen utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah

human instrument (Moloeng, 1989: 121). Dalam penelitian ini digunakan

xviii
instrumen berupa human instrument. Human instrument yaitu manusia sebagai

peneliti dengan pengetahuannya menjaring data berdasarkan kriteria-kriteria yang

dipahami tentang disfemia dalam komentar warganet. Hasil akhir yang hendak

dicapai dari penelitian ini yaitu menentukan bentuk disfemia.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik

dengan baca dan catat. Pertama-tama dilakukan proses membaca secara

keseluruhan komentar warganet yang terdapat dalam kolom komentar di akun

Instagram Folkative pada unggahannya ”Eks Koruptor Bisa Jadi Calon Anggota

DPR di Pemilu 2024”. Setelah membacanya, perlu dilakukan pencatatan data

yang dianggap relevan dengan penelitian berupa kata-kata yang termasuk

disfemia.

3.5. Teknik Analisis Data

Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam mengnalisis data adalah

peneliti membaca secara keseluruhan komentar warganet yang terdapat dalam

kolom komentar di akun Instagram Folkative pada unggahannya ”Eks Koruptor

Bisa Jadi Calon Anggota DPR di Pemilu 2024” untuk menemukan data yang

dapat digunakan sebagai bahan penelitan. Kemudian mencatatnya dan

xix
menganalisis jenis kata tersebut hingga akhirnya menarik kesimpuan dari hasil

penelitian yang telah dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Andriani Fitri. 2020. ANALISIS STILISTIKA CERPEN TERBITAN SURAT


KABAR ANALISA EDISI APRIL 2020. Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara.

Ardania Chulud Ayu. 2020. Bentuk Disfemia dalam Kolom Komentar Warganet
di Berita Babe Pada Rubrik Pemilu 2019. Universitas Muhammadiyah
Jember.

Asmani, Nur. 2016. Bahasa sebagai Alat Komunikasi, Citra Pikiran, dan
Kepribadian. Jurnal Bastra Vol.1,No.1.

Erlianti, Dewi. 2016. PENGGUNAAN DISFEMIA DALAM KOMENTAR


PARA NETIZEN DI SITUS ONLINE KOMPAS.COM PADA RUBRIK
“POLITIK”. Universitas Negeri Yogyakarta
Kamaruddin, Andi Sosila. 2020. PENGGUNAAN BENTUK KEBAHASAAN
DISFEMIA PADA BERITA POLITIK DALAM SURAT KABAR
FAJAR. Universitas Muhammadiyah Makassar.
Noermanzah. 2019. Bahasa sebagai Alat Komunikasi, Citra Pikiran, dan

xx
Kepribadian. Universitas Bengkulu.

Nurul Mutmainnah. 2019. ANALISIS PENGGUNAAN DISFEMIA DALAM


WACANA TAJUK OLAHRAGA PADA KORAN FAJAR MAKASSAR.
Universitas Muhammadiyah Makassar.

Putri Kurniasari. 2019. BAHASA DISFEMIA DALAM TAYANGAN FILM


REKONSTRUKSI DI TRANS7: KAJIAN SEMANTIK. Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara.

Ricky Galih Prasetyo. 2018. DISFEMIA DALAM KOLOM KOMENTAR


NETIZEN DI LINE TODAY. Universitas Negeri Jakarta.

xxi

Anda mungkin juga menyukai