Anda di halaman 1dari 9

MAKNA SYAHADAT

TUJUAN MATERI
Melalui materi ini, peserta dapat:
1. Memahami makna syahadat dengan segala konsekuensinya.
2. Meningkatkan kualitas keimanan kepada Allah SWT.

INTISARI MATERI
Pada pembahasan materi ini, kita akan mempelajari dan membahas tentang
makna syahadat secara bahasa, konsekuensi yang harus dilakukan, serta kebaikan dan
buah yang didapat saat seseorang istiqamah dengan syahadatnya.

MODUL
Dalam keseharian kita sering mendengar kata saksi dan kesaksian. Saksi
dalam pernikahan, saksi dalam pengadilan, saksi dalam kerjasama, saksi dalam
hutang piutang dan kesaksian lain. Melihat kesaksian selalu digunakan dalam agenda-
agenda penting kita paham betapa pentingnya sebuah kesaksian.
Kesaksian dan menjadi saksi mengandung konsekuensi sehingga tidak semua
orang siap untuk melaksanakannya. Menjadi saksi dalam pernikahan, orang masih
siap. Akan tetapi, menjadi saksi di pengadilan, tidak semua orang akan bersedia.
Kesaksian adalah pengawal terhadap terlaksananya sebuah komitmen. Dengan
kesaksian, seseorang akan lebih bertanggung jawab, tidak mudah mengabaikan
amanah, dan konsisten dalam janjinya. Kedustaan atas nama kesaksian membuat
tatanan kehidupan rusak.
Syahadat atau kesaksian dalam Islam juga dalam rangka mengawal konsistensi
seseorang dalam kebenaran, mengokohkan eksistensi seorang Muslim baik secara
pribadi maupun komunitas. Syahadat menjadi penjamin terhadap baik atau buruknya
seseorang atau komunitas dalam kehidupan di dunia dan akhirat.

1. Makna Syahadat
Secara bahasa (َ‫َبدَة‬َٙ‫ )ش‬berasal dari kata (َ‫ذ‬ِٙ ‫)ش‬. Syahida memiliki banyak
arti, antara lain hadir, mendegar, melihat langsung, mengakui, mengabarkan,
bersumpah, dan sebagainya. Berikut di antara makna syahadat.
َْ ‫ذ‬ِٙ ‫َش‬ٚ
َ menghadiriَ.َٖ‫َحضش‬:َ‫َاٌَّجٍََِْس‬
bersaksi dengan apa yang didengar..َََ‫ذََِبَّبَسَ َِّع‬َِٙ ‫ش‬ٚ
َْ ‫ذ‬ِٙ ‫َش‬ٚ
melihatَsecara langsung.ٌََُٕٗ‫َعَب‬:َ‫َاٌحَب َِدد‬
mengakuiَatas apa yang diketahui.ٍََُِ ‫ذَأَلَ َّشَبََِّبَع‬ِٙ ‫َش‬ٚ
mengabarkan َ.َ‫بطعًب‬ َْ َ‫َأ‬:ًَ‫بدة‬ٙ‫ذَش‬ِٙ ‫ذَعٍىَوزاَش‬ِٙ ‫ش‬
َِ َ‫خبَشََبَِ ََِٗخَبَ ًشاَل‬
َ bersumpahَ.ََ‫َحٍف‬:َِ‫لل‬
َ ‫ذَبَِب‬ِٙ ‫َش‬ٚ

Dengan demikian, orang yang bersyahadat berarti dapat dimaknai


َْ َِ‫)ا‬, pengakuan (‫)اَِ ْلشاس‬,
َْ َِ‫)ا‬, mengabarkan (‫خبَبس‬
orang yang memberitahu (َْ‫عل‬
berjanji (‫) ٍََِِْثَبق‬, atau bersumpah (َُ‫َلَس‬ٚ‫ )حٍََْفَا‬atas kesaksian yang kuat.

2. Pendalaman Makna
Makna selintas tentang sesuatu tanpa pendalaman menyebabkan pesan
utama dari maksud tidak bisa ditangkap dengan baik. Kenapa kaum Muslimin
kurang mengaktualisasi nilai syahadat dalam kehidupan? Bisa jadi disebabkan
oleh dangkalnya pemahaman mereka tentang makna syahadat dan
konsekuensinya. Berikut pendalaman makna dari syahadat yang harus kita
renungi.
a. Ikrar
َْ َِ‫ )ا‬atau (‫)اَِ ْلشاس‬,
Secara bahasa, makna (َ‫ذ‬ِٙ ‫ )ش‬adalah (َْ‫عل‬
mengumukan atau mengikrarkan. Allah SWT berfirman,
ْ ‫ٌض‬
َُُ ٍ‫َاٌح ِى‬ ْ ََُّٛ٘‫ْظَالَإٌَِٗإِال‬
ُ ‫َاٌع ِض‬ ْ ٌُُٚ‫أ‬َُٚ‫ ْاٌّلَئِىت‬َََُّٚٛ٘‫ّللاَُأَّٔ ََُٗالَإٌَِٗإِال‬
ِ ‫َاٌ ِع ٍْ َُِلبئِ ًّبَبِ ْبٌ ِمس‬ٛ ََّ ََ‫ذ‬ِٙ ‫ش‬
“Allah menyatakan (mengikrarkan) bahwasanya tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan
keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (Ali Imran: 18)
َْ َِ‫ )ا‬atau (‫)اَِ ْلشاس‬
Pada ayat tersebut, makna (َ‫ذ‬ِٙ ‫ )ش‬adalah (َْ‫عل‬
mengumumkan atau mengingkrarkan atau menyatakan.
Ikrar atau pernyataan berbobot atau tidak berbobot tergantung
apa yang diikrarkan, siapa yang berikrar, dan kapan dia berikrar. Ikrar
selalu bernilai positif, berbobot, dan membangkitkan. Tidak mungkin
orang mau mandi, mau tidur, mau makan berikrar. Pernyataan
Presiden tentang sesuatu pada waktu yang tepat memiliki nilai yang
sangat berbobot.
Syahadat adalah pernyataan kemerdekaan seorang hamba dari
menghamba kepada sesama hamba kepada penghambaan kepada
tuhannya hamba.

b. Berjanji
Secara bahasa, makna (َ‫ذ‬ِٙ ‫ )ش‬juga bisa bermakna (‫ ) ٍََِِْثَبق‬yang
berarti janji. Hal tersebut bisa kita lihat dalam ayat berikut.
ََُۖۡ ‫أ ۡشہذَ٘ ُُۡ َعٍىَٓ َأٔفُس َِِہ ُۡ َأٌ ۡسجُ َبِشبِّ ُى‬َٚ ُۡ ‫س٘ ُِۡ َر ُ ِ ّسٌَّخ ُہ‬ٛ
ِ ُٙ ‫ظ‬ ُ ََِٓ َِ َ‫إِ ۡر َأخز َسبُّه َ ِِ ۢٓ َبِٕ ٓى َءاد‬ٚ
ٍٍَِٓ ‫ڪَّٕبَع َۡٓ٘ـزاَغـ ِف‬ َُ َ‫ََٱ ٌۡ ِمٍـّ َِتَ ِإَّٔب‬ٛۡ ٌَْ‫ا‬ٌُُٛٛ‫ ۡذٔبَۛ َٓأَْحم‬َِٙ ‫اَْبٍىََۛش‬ٌَُٛ‫لب‬
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan
anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
(janji) terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), ‘Bukankah Aku ini
Tuhanmu?’ Mereka menjawab, ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami
menjadi saksi.’ (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat
kamu tidak mengatakan, ‘Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).’” (al-A’raf:
172)
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah saw bersabda, ”Sesungguhnya
Allah telah mengambil janji dari sulbi Adam as di Na’man tepat pada
hari Arafah. Maka Allah mengeluarkan dari sulbinya semua
keturunan yang kelak akan dilahirkannya, lalu Allah
menyebarkannya di hadapan Adam, kemudian Allah berbicara
kepada mereka secara berhadapan, ‘Bukankah Aku ini Tuhan
kalian?’ Mereka menjawab, ‘Betul (Engkau Tuhan kami, kami
menjadi saksi).’ (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari
Kiamat kalian tidak mengatakan, ‘Sesungguhnya kami (Bani
Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap (keesaan
Tuhan), atau agar kalian tidak mengatakan, sampai dengan firman-
Nya, ‘orang-orang yang sesat dahulu.’” (al-A’raf: 172-173)َ (HR
Ahmad)
Berjanji adalah pernyataan tentang kesediaan dan kesanggupan
melaksanakan sesuatu. Janji adalah hutang sehingga mereka yang tidak
bisa memenuhi ada perasaan malu dan bersalah karena belum
menunaikannya. Kadang kita dengar ungkapan saya cuma bilang dan
saya tidak janji. Ungkapan ini kita bisa tangkap bahwa janji memiliki
konsekuensi lebih tinggi dari sekadar penyataan.

c. Bersumpah
Secara bahasa, (َ‫ذ‬ِٙ ‫ )ش‬juga bisa bermakna (‫ )ح ٍْف‬atau (ُ‫ )لس‬yang
berarti sumpah, ini bisa dilihat pada ayat berikut.
ََّ ‫َٱ‬َٚ ‫ٌَُُٗۥ‬ٛ‫س‬
َُ ‫ّللُ ٌَ ۡشہذ‬ ُ ‫ّللُ ٌَعۡ ٍ ُُ َإَِّٔه ٌَش‬ ُ ‫اْ َٔ ۡشہذ َُإَِّٔه ٌَش‬ٌُٛ‫َْ َلب‬ُٛ‫إِراَجبٓءن َٱ ٌۡ ُّٕـ ِفم‬
ََّۗ ‫ ُي َٱ‬ٛ‫س‬
ََّ ‫َٱ‬َٚ ِ‫ّلل‬
َُْٛ‫إِ ََّْٱ ٌۡ ُّٕـ ِفَِمٌٍََٓىـ ِزب‬
“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka
berkata, ‘Kami mengakui (Bersaksi), bahwa sesungguhnya kamu
benar-benar Rasul Allah.’ Dan Allah mengetahui bahwa
sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui
bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang
pendusta.” (al-Munaafiquun: 1)
َْ َٔ‫ََِ َْعٕى‬ٚ
َُ ٍََْ‫َٔح‬:َُ ‫َ َذ‬ٙ‫ش‬
َ ‫ي‬ٛ‫سٍذَطٕط‬. ‫ف‬
َْ ٔ) berarti bersumpah menurut Sayyid Thanthawi.
Makna (ُ‫َ َذ‬ٙ‫ش‬
Bersumpah pernyataan yang diucapkan secara resmi dengan bersaksi
kepada Allah SWT untuk menguatkan kebenaran dan
kesungguhannya. Sejatinya sumpah adalah kata akhir penguat
pernyataan, setelah itu tidak ada lagi pernyataan. Arab Quraisy
menjadikan sumpah sebagai kata akhir dalam pernyataan mereka dan
mereka konsisten dengan pernyataan tersebut.
Dengan demikian, orang yang bersyahadat berarti dia telah
menyatakan, berjanji dan bersumpah untuk melaksanakan sesuatu.
Orang kafir menolak karena mereka paham tuntutannya sedangkan
orang sekarang mengucapkan karena tidak mengerti.

3. Keimanan
Seseorang akan bersaksi saat dia memahami dengan benar tentang apa
yang dipersaksikan dengan segala tuntutannya. Sejatinya orang yang
bersyahadat atas nama Allah SWT maka dia membuat ikrar, janji, dan sumpah
dengan mengatasnamakan Allah SWT saat dia paham tentang apa yang
dipersaksikan dengan segala tuntutannya.
Di atas landasan pemahaman seperti inilah keimanan seorang yang
bersyahadat bisa dipertangungjawabkan. Iman yang dimaksud adalah
َِ ٍََْ‫ك َبَِ َْبٌم‬
pembenaran dengan hati (‫ب‬ ِ ‫ ُي َبِبٌ ٍِّس‬ْٛ ‫)ا ٌْم‬
َْ َّ ‫)اٌََخ‬, dinyatakan dengan lisan (َْ‫ب‬
َُ ٌَْ‫ص َِذ‬
dan dibuktikan dengan amal (ْ َِ ‫بَسوب‬ َْ ‫)اٌَْعّ ًُ َ ِب‬. Jadi, iman harus dibenarkan
dengan hati kemudian terbahasakan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal.
Jika hati membenarkan dan amal membuktikan, tetapi lisan tidak
mengucapkan maka kafir seperti Abu Thalib. Jika lisan mengucapkan hati
membenarkan, tetapi amal tidak membuktikan berarti amali (maksiat). Jika
lisan mengucapkan hati tidak membenarkan maka munafik.
Dalam surah al-Baqarah ayat 177 disebutkan kebaikan adalah beriman
kepada Allah SWT... hingga ayat mereka itulah yang jujur keimanannya,
ْ ُُ ُ٘ َ ‫ٌئِه‬ُٚ‫أ‬َٚ ‫ا‬ٛ‫ٌئِه َاٌَّزٌِٓ َصذ ُل‬ُٚ‫ َأ‬.....َ ‫ق‬
َُْٛ‫َاٌ ُّخَّم‬ ْ ً‫٘ ُى ُْ َلِب‬ٛ‫ ُج‬َٚ
ِ ‫َاٌّ ْش ِش‬ ْ ‫ٌٍْس‬
ُ ‫ا‬ٌُُّٛٛ‫َاٌبِ َّش َأ ْْ َح‬
]711/‫[اٌبمشة‬
َ )844َ‫َص‬/َ7َ‫َ(ج‬-َ‫حفسٍشَابَٓوثٍش‬
Mereka itulah yang jujur keimanannya. Mereka yang disifati dengan
sifat ini yang jujur dalam keimanannya karena mereka merealisasikan iman
yang tulus dari dalam hati dengan perkataan dan perbuatan. Merekalah orang-
orang yang jujur keimanannya dan mereka adalah orang yang bertaqwa.
(Tafsir Ibnu Katsir)
Berkata Rabi bin Anas bahwa al-Hasan mengatakan bahwa iman adalah
ucapan dan hakikatnya adalah amal. Jika tidak terbukti ucapan atas amal maka
tidak ada manfaatnya ucapan.

4. Istiqamah Menjaga Iman


Iman tidaklah permanen seperti gelar keningratan, raden, tubagus, dan
sebagainya. Ada fluktuasi iman, pasang surut iman. Oleh sebab itu, iman perlu
dijaga. Penjaga iman adalah istiqamah. Inilah wasiat Rasulullah saw kepada
Abu Amrah saat bertanya tentang suatu perkara dalam Islam.
َ :َ‫َلبي‬،َ-َٕٗ‫َسضًَهللاَع‬-َ‫َأبًَعَّشةَسفٍبَْبَٓعبذَهللا‬:ًٍَ‫ل‬َٚ،َٚ‫عَٓأبًَعّش‬ٚ
َ ُ‫َآِ ْٕج‬:ًَْ ُ‫َ((َل‬:َ‫َلبي‬.َ‫الًَالَأسْأيَُع َُْٕٗأحذاًَغٍْشن‬ٛ‫ْلََل‬ ُ ‫ٌَبَس‬:َ ُ‫لُ ٍْج‬
ِ ‫َلُ ًًٌََْفًَاإلس‬،َ‫يَهللا‬ٛ‫س‬
.ٍَُ‫اَِٖس‬ٚ‫ََث ُ ََُّاسخ ِم َُْ))َس‬،َِ‫بِبلل‬
“Dari Abu Amr ada yang mengatakan Abu Amrah Sufyan bin Abdillah,
dia berkata, ‘Aku berkata, ‘Ya Rasulullah, beritahukan kepadaku satu
perkataan dalam Islam, yang aku tidak akan bertanya lagi kepada kepada
seorangpun selain engkau.’ Rasulullah saw bersabda, ‘Katakanlah, ‘Aku
beriman kepada Allah’ kemudian istiqamahlah.’” (HR Muslim)
Para ulama menjelaskan bahwa istiqamah bermakna lurus. Lawannya
adalah bengkok dari sisi bahasa. Secara syari’at, arti istiqamah adalah
konsisten kepada taat pada Allah SWT tanpa cendrung kepada selain-Nya.
Dari Anas bin Malik, Rasulullah saw membacakan ayat berikut kepada
kami, yaitu firman-Nya, “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan,
‘Tuhan kami ialah Allah’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka.”
(Fushshilat: 30)
Sesungguhnya ada segolongan manusia yang telah mengucapkannya,
tetapi setelah itu kebanyakan dari mereka kafir. Maka barangsiapa yang
mengucapkannya dan berpegang teguh kepadanya hingga mati, berarti dia
telah meneguhkan pendiriannya pada kalimat tersebut (istiqamah).
Oleh sebab itu, perbanyaklah doa agar bisa tetap istiqamah.
.‫سخَِمَبَِت‬
َْ ‫اال‬ َْ َ‫َف‬،‫ َََُّأََْٔجََسَبَُّٕب‬َُٙ ٌٍَََّ‫َا‬:‫ي‬ٛ‫وبَْاٌحسٌَٓم‬َٚ:‫لبي‬
َِ ْ َ‫بس َُصَْلٕب‬
“Al-Hasan berdoa, ‘Ya Allah Engkaulah Rabb-ku maka berikan
kepadaku keistiqamahan.’”

5. Buah Istiqamah
Tidak satu pun prestasi yang diniatkan karena Allah SWT maka
dipastikan berbuah. Istiqamah adalah salah satu prestasi terbesar di hadapan
Allah SWT. Oleh sebab itu, Allah SWT menyiapkan ganjaran yang sangat
luar biasa. Tadaburilah ayat-Nya.
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Tuhan kami ialah
Allah’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan
turun kepada mereka (dengan mengatakan), ‘Janganlah kamu merasa takut
dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan
(memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.’” (Fushshilat:
30)
Ada tiga bonus besar bagi mereka yang istiqamah.
a. Keberanian
َ َّ ‫أ‬
Turunlah malaikat seraya mengatakan janganlah kamu takut َ‫ال‬
ْ‫َا‬ُٛ‫حخبف‬
َ َّ ‫ َُُٱ ٌٍَّۡـٓٮَڪَ َتَُأ‬ِٙ ٍۡ ٍ‫حخٕ َّضيَُع‬
َْ‫َا‬ُٛ‫الَحخبف‬
ْ ُُ ِٙ ٍْ ٍ‫َ{َحخٕضيَُع‬:ٌٗٛ‫ل‬ٚ
َ‫ث‬ٌّٛ‫ٌَعًَٕعٕذَا‬:ٕٗ‫اب‬َٚ،ٍُ‫صٌذَبَٓأس‬َٚ،‫اٌسذي‬َٚ،‫َاٌّلئِىتَُ}َلبيَِجب٘ذ‬
“Firman Allah SWT ;turun kepada mereka malaikat; berkata Mujahid,
Sudi, Zaid bin Aslam, dan anaknya, yaitu saat datang kematian.
Janganlah kamu takut (dari apa yang kamu lakukan).” (Tafsir Ibnu
Katsir)

b. Ketenangan
Malaikat juga menjanjikan kepada mereka yang istiqamah
dengan pesan janganlah kamu bersedih dan tenanglah. ْ‫َا‬ُٛٔ‫الَح ۡحض‬ٚ
Jangan bersedih untuk apa yang kamu tinggalkan dari urusan dunia,
baik anak-anak dan keluarga, uang atau agama, kami akan
menggantikan kamu di dalamnya.

c. Optimis
Malaikat pun memberikan kegembiraan besar berupa
optimisme akan kabar gembira berupa surga.
َُْٚ‫عذ‬ُٛ‫اَبِ ْبٌجَّٕ ِتَاٌَّخًَِ ُو ْٕخ ُ َُْح‬ٚ‫أ ْبش ُِش‬ٚ
“Dan bergembiralah kalian dengan surga yang dijanjikan.”
Mereka memberi kabar baik bahwa kejahatan akan pergi dan
kebaikan akan terjadi.

d. Kebahagiaan
Seseorang yang benar dengan syahadatnya maka akan bahagia
hidupnya. Apa pun yang terjadi dia tetap bahagia. Jika diberikan
kebaikan maka dia bersyukur dan jika diberi ujian maka dia bersabar.
Berikut adalah kisah pejuang pembela negara. Mengorbankan jiwa
dan raganya agar negerinya merdeka dari penjajah, beliaulah Umar
Mukhtar sang singa gurun.
Takdir telah menetapkan dirinya dihukum mati atas
perlawanannya kepada penjajah. Bayangan kematian dengan hukum
gantung di usia 73 tahun tidak membuat dirinya bersedih justru
bangga dan bahagia di atas keimanan.
Di ruang persidangan militer di Libya. Kejadiannya tahun
1931. Saat negeri Muslim itu ditindas penjajah Itali. Di hadapan
majelis hakim, seorang renta dengan tangan terborgol duduk agak
terbungkuk. Akan tetapi, tatapannya tenang dan tajam.
“Saudara terdakwa, benarkah anda yang memimpin
pemberontakan melawan pemerintah Italia?” hakim membuka
pertanyaan. “Ya, benar...!” jawab singkat lelaki renta itu.
“Anda juga menyerukan seluruh rakyat Libya agar ikut dalam
pemberontakan yang Anda pimpin?”
“Benar...!”
“Berapa lama Anda memimpin pemberontakan ini?”
“Lebih dari 20 tahun...!”
“Apakah Anda sadar apa yang Anda lakukan?”
“Ya... saya sadar...!”
“Anda tidak menyesal atas apa yang Anda lakukan?”
“Tidak...!”
“Apakah Anda sadar apa akibat dari perbuatan Anda..?”
“Saya sangat tahu dan sadar...!”
“Apakah ada keinginan Anda untuk minta maaf atas
perbuatan Anda. Lalu menyerukan kepada rakyat Libya agar
mengakhiri perlawanan terhadap pemerintah Itali?”
“Telunjuk lurus saya, yang saya hadapkan kepada Allah SWT
setiap hari. Dengan kalimat persaksian Tiada Tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah utusan-Nya, pantang bagi saya untuk
mengucapkan kalimat dusta...!”
“Sayang sekali, padahal jika Anda mau meminta maaf,
hukuman Anda hanya akan dideportasi dari negeri Libya. Saya amat
menyayangkan, justru Anda memilih akhir hidup Anda dengan
hukuman mati.”
“Anda keliru. Justru inilah pilihan terbaik untuk mengakhiri
hidup saya...!”
Ya Allah matikan kami dalam keistiqamahan menggenggam
syahadat, seberat apa pun ujian yang kami dapat. Jadikan kami orang-
orang yang bahagia dengannya di dunia dan di akhirat.

KESIMPULAN
Dari materi Makna Syahadat dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini.
1. Makna syahadat bukan hanya sekadar bersaksi. Syahadat adalah kesaksian
yang bermakna luas, yaitu pernyataan, janji, dan sumpah.
2. Syahadat yang termaknai menjadi dasar bagi kokohnya keimanan yang
dibuktikan dengan lisan dan perbuatan.
3. Iman sangat fluktuatif dan istiqamah adalah penjaganya.
4. Allah SWT menjanjikan kepada orang yang istiqamah akan mendapatkan
kebahagiaan dan optimisme hidup.
5. Bagi mereka yang istiqamah, Allah SWT telah menyiapkan kebahagiaan
hakiki yaitu Jannah.

EVALUASI
1. Apa makna syahida dalam kata syahadat?
2. Iman harus dibuktikan, apa bukti keimanan dari materi di atas?
3. Bagaimana merawat agar iman tetap terjaga dengan baik?

KOMITMEN
1. Berusaha terus mendalami dan memaknai syahadat dalam kehidupan.
2. Berusaha untuk terus memperbaharui iman.
3. Berdoa agar tetap istiqamah.

REFERENSI
1. Tafsir Ibnu Katsir.
2. Tafsir Thantawi.

Anda mungkin juga menyukai