Anda di halaman 1dari 7

DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH DALAM PELUANG

PENINGKATAN PAD DI LOMBOK TIMUR

Lalang Pratama Akhmad Putra

32.0620

B-5

ABSTRAK

Desentralisasi adalah suatu bentuk pemberian kewenangan kepada


unit-unit atau pengelola-pengelola dengan tingkat kewenangan yang
lebih rendah di dalam suatu struktur organisasi.

Sedangkan berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 tahun


2004, desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan
oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus pemerintahan dalam sistem negara kesatuan Republik
Indonesia.

Penerapan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang tertuang


dalam Undang-Undang Nomor 22 dan 25 tahun 1999 telah
memberikan kewenangan bagi pemerintah daerah untuk mengelola
keuangan dalam rangka pembangunan dan pemerataan daerah.
Kebijakan mengenai desentralisasi fiskal ini diyakini mampu
mempercepat proses pembangunan serta mengurangi kesenjangan
pembangunan masing-masing daerah di Indonesia. Otonomi
daerah dan desentralisasi di Indonesia terakhir diatur dengan
Undang-Undang No 2 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah, serta Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah

Kata Kunci : Desentralisasi, Otonomi Daerah, Lombok Timur,


Peningkatan PAD
PENDAHULUAN

Dalam desentralisasi, Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi


tolak ukur yang harus diupayakan secara optimal, mengingat
pemerintah daerah membutuhkan biaya atau dana yang
cukup untuk melaksanakan fungsinya secara efektif dan
efesien dalam pelayanan dan pembangunan daerah.
Desentralisasi fiskal adalah pendelegasian tanggung jawab
dan pembagian kekuasaan dan kewenangan untuk
pengambilan keputusan di bidang fiskal yang meliputi aspek
penerimaan maupun aspek pengeluaran.

Namun dalam pelaksanaannya, kebijakan otonomi daerah


dan desentralisasi fiskal telah menyebabkan adanya
ketergantungan daerah terhadap dana transfer dari
pemerintah pusat. Dana transfer pemerintah pusat ini terdiri
dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK),
Dana Bagi Hasil (DBH), Pajak dan Sumber Daya Alam, dan
Dana Otoritas Khusus. Kementerian Keuangan (2019)
menyatakan secara rata-rata nasional, ketergantungan fiskal
daerah terhadap transfer pemerintah pusat sebesar 80,1
persen. Sementara itu kontribusi PAD hanya sekitar 12,87
persen.

Angka rata-rata nasional tersebut merupakan angka pada


level provinsi dan untuk level kabupaten/kota, Kementerian
Keuangan juga menyatakan kondisinya lebih parah. Padahal
fokus otonomi daerah dan desentralisasi fiskal ada pada
daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
PEMBAHASAN

Kabupaten Lombok Timur sebagai salah satu daerah otonom


yang termasuk dalam Provinsi Nusa Tenggara Barat tidak
lepas dari dampak penerapan otonomi daerah. Dari hal
tersebut Kabupaten Lombok Timur dalam perolehan
Pendapatan Asli Daerah sumber utamanya berasal dari pajak
daerah, retribusi daerah, pendapatan asli daerah lain-lain
yang sah. Adapun komponen pajak daerah dan retribusi
daerah yaitu: pajak kendaraan bermotor, bea balik nama
kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor,
pajak hotel dan restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak
penerangan jalan, pajak pengambilan dan pengelolaan bahan
galian Golongan C, serta pajak pemanfaatan air bawah tanah
dan air permukaan.

Masih tingginya ketergantungan Pemerintah Kabupaten


Lombok Timur terhadap pemerintah pusat yang terlihat dari
kontribusi PAD terhadap penerimaan daerah menandakan
bahwa kemampuan pemerintah Kabupaten Lombok Timur
dalam mengidentifikasi potensi sumber pendapatannya.
Bahkan hal ini juga membuktikan optimalisasi usaha
pemerintah Kabupaten Lombok Timur dalam penerimaan
pajak daerah, retribusi daerah atau bahkan penerimaan dari
hasil kekayaan daerah yang dipisahkan sesuai Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang
PerimbanganKeuangan Pusat dan Daerah.

Untuk itu, Lombok Research Center menyarankan agar


pemerintah Kabupaten Lombok Timur dapat memanfaatkan
potensi daerah seperti pada sektor pertanian sebagai salah
satu cara peningkatan PAD. Usaha ekstensifikasi mutlak
dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai potensi daerah
yang dimiliki sehingga, menimbulkan peluang baru sebagai
sumber penerimaan daerah. Peluang penerimaan PAD
melalui sektor pertanian sangat terbuka lebar.

Terbukti sektor pertanian bersama kehutanan dan perkebunan


berkontribusi besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) Lombok Timur pada tahun 2018 yaitu mencapai 27,99
persen atau mencapai 5,2 milyar rupiah. Selain itu pula,
Kabupaten Lombok Timur yang terdiri dari 21 Kecamatan dan
254 Desa/kelurahan sebagian besar wilayahnya adalah
memiliki potensi pertanian. Terdapat 241 desa yang terbagi
dalam 193 desa penduduknya bekerja pada sub sektor
tanaman pangan, 14 desa tanaman palawija dan 18 desa
pada tanaman hortikultura.

Dinas Pertanian Lombok Timur pada tahun 2019


menyebutkan bahwa produksi bawang merah pada tahun
2018 sebesar 127,802 ton, Cabai besar 114,797 ton, Cabai
Rawit 1,885,512 ton, Tomat 138,314 ton dan Kubis 42,273
ton. Sedangkan untuk buah-buahan terdiri atas Mangga
229,359 ton, Alpukat 19,758 ton, Jeruk 19,339 ton, Pisang
231,144 ton, dan Pepaya 38,802 ton.

Memaksimalkan potensi pertanian melalui kerjasama atau


konektivitas antar daerah perlu dijalani oleh Pemerintah
Kabupaten Lombok Timur, mengingat kebutuhan produk
pertanian di sebagian besar wilayah NTB disuplai dari Lombok
Timur baik untuk kebutuhan masyarakat maupun untuk
kebutuhan hotel dan restoran. Dinas Pariwisata NTB
menyebutkan bahwa jumlah akomodasi penginapan di NTB
tahun 2018 sebanyak 1.332 unit, terdiri dari 88 hotel
berbintang dan 1.244 hotel melati.

Selain itu, sebagai salah satu daerah destinasi pariwisata di


Provinsi NTB tentunya potensi ini dapat dimaksimalkan
sebagai alternatif penerimaan PAD bagi daerah Lombok
Timur. Salah satu alternatif pengembangan pariwisata di
Lombok Timur adalah merevitalisasi keberadaan pasar Paok
Motong sebagai pusat oleh-oleh yang berisi berbagai
kerajinan tangan dan produk olahan pertanian. Keberadaan
pasar Paok Motong ini juga didasari oleh posisinya yang
sangat strategis karena termasuk dalam jalur mobilitas
wisatawan di samping juga masuk dalam jalan negara dengan
mobilitas pengendara yang padat.

Selama ini kecenderungan wisatawan untuk berbelanja oleh-


oleh di Lombok Timur sangat rendah karena tidak adanya
suatu tempat sebagai pusat berbelanja oleh-oleh. Sehingga,
wisatawan yang datang ke Lombok Timur lebih memilih untuk
membeli oleh-oleh di daerah sekitar seperti Kota Mataram,
Lombok Tengah, dan Lombok Barat. Potensi ini yang harus
dimanfaatkan oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Timur.

Adapun alternatif lainnya yang dapat dijalankan oleh


pemerintah Kabupaten Lombok Timur untuk meningkatkan
PAD adalah melalui pemberian wewenang dan pendelegasian
kepada Kecamatan untuk penarikan retribusi pajak. Lombok
Research Center dalam kajiannya melihat bahwa potensi
parkir sebagai salah satu sumber PAD belum maksimal
karena masih banyak lokasi-lokasi parkir yang tidak
memberikan kontribusinya pada daerah. Pemberian
wewenang dan pendelegasian kepada pihak Kecamatan
merupakan solusi terhadap keterbatasa SDM pada Dinas
Perhubungan yang menjadi leading sector.

KESIMPULAN
Sebagai salah satu daerah otonomi di Provinsi Nusa
Tenggara Barat, Kabupaten Lombok Timur perlu
mengoptimalkan potensi daerah yang dimilikinya. Target
produksi pertanian yang selama ini menjadi barometer
keberhasilan pemerintah daerah juga dapat dibarengi oleh
peningkatan pendapatan asli daerah dari sektor ini melalui
peluang-peluang penerimaan baru yang sesuai dengan aturan
yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA

https://ppid.lomboktimurkab.go.id

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Desentralisasi

https://diskapang.ntbprov.go.id/

Anda mungkin juga menyukai