NIM : F201430115
1. PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Critical review ini pada dasarnya bertujuan agar :
2. PEMBAHASAN
Mengikuti undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai
pengganti Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daeah dan Undang-
Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang 25 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Daerah, dikarenakan hal tersebut
diharapkan dapat dijadikan landasan yang cukup kuat dalam mengimplementasikan otonomi
yang seluas-luasnya dan mampu bertanggung jawab untuk mendukung penyelenggaraan
pembangunan daerah oleh pemerintah daerah sehingga sejalan dengan aspirasi dan
kebutuhan daerah.
Di lihat dari sisi lain untuk pembangunan yang berkesinambungan harus dapat memberi
tekanan pada mekanisme ekonomi, sosial, politik dan kelembangaan, baik dari sektor swasta
maupun pemerintah, untuk terciptanya suatu perbaikan terhadap standar hidup masyarakat
secara cepat. Ada beberapa dorongan desentralisasi yang terjadi di berbagai negara di dunia
terutama di negara-negara berkembang, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dengan itu,
terciptalah UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan otonomi
kepada daerah kabupaten dan kota untuk membentuk dan melaksanakan keijakan menurut
prakarsa dan aspirasi masyarakatnya.
Dari berbagai aspek umum, diyakini desentralisasi fiskal akan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Dari pendapat tersebut telah dilandasi oleh pandangan yang menyatakan bahwa
kebutuhan masyarakat daerah terhadap pendidikan dan barang publik lebih baik dibandingkan
jika diatur langsung oleh pemerintah pusat, maka dari itu Indonesia merespons fiskal dengan
menggenjot kenaikan PAD melalui pajak dan retribusi tanpa diimbangi oleh peningkatan
efektivitas pengeluaran APBD yang berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi (PDRB).
Dalam kurun waktu 2000-2003, perkembangan ekonomi di kota Medan tumbuh dengan
rata-rata 5,11% per tahun, dengan pertumbuhan ekonomi yang dominan terjadi pada sektor
penggalian (11,17%), sementara pertumbuhan sektor industri mengalami pertumbuhan yang
terendah (3,20%). Tetapi, pada tahun 2001 pertumbuhan ekonomi kota Medan mengalami
penurunan sebesar 18%, sedangkan di tahun 2002 pertumbuhan ekonomi terus mengalami
penurunan. Beda dengan tahun 2003, pertumbuhan ekonomi mulai bangkit kembali terutama di
sektor industri, utiliias, bangunan, angkutan dan jasa.
Bukan hanya pertumbuhan ekonomi di kota Medan saja yang mengalami peningkatan,
APBD kota Medan juga mengalami peningkatan yang signifikan selama kurun waktu tahun
2000-2003. Pada periode tersebut, APBD mengalami pertumbuhan sebesar 41,77%,
sedangkan PAD sebesar 40,18% per tahun. Namun bila dilihat dari nilai kontribusi terhadap
total APBD dan PAD hanya menyumbang sebesar rata-rata 21,60%, sedangkan dana
perimbangan memberikan kontribusi rata-rata 63,94%. Sementara itu belanja rutin yang
dilakukan sudah menyerap rata-rata 75,76% dari total belanja daerah.
Salah satu fenomena yang menarik adalah dengan melihat seberapa besar kemampuan
daerah dalam menarik pajak atas produksi daerah. Selama periode 2000-2003 terlihat bahwa
tax ratio kota Medan hanya sebesar 0,40% per tahun. Dari hal tersebut, bisa kita simpulkan
bahwa pemerintah kota Medan hanya mampu menarik pajak sebesar 0,40% dari total produksi
yang dihasilkan.
Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak daerah yang ada pada era
otonomi daerah merupakan sumber andalan pemerintah kota Medan memberikan dampak
negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain bila pajak daerah naik, maka akan
berdampak pada penurunan ekonomi daerah. Hal tersebut terjadi dikarenakan pemerintah
daerah umumnya keliru dalam menjalankan otonomi daerah utamanya bila dikaitkan dengan
peningkatan Pendapatan Asli Daerah.
Sejalan dengan otonomi daerah yang memberikan kewenangan kepada daerah untuk
megatur rumah tangga sendiri, pemerintah daerah seringkali mengeluarkan peraturan daerah
dengan beralih peningkatan PAD. Tetapi perlu diingat, bahwa munculnya Perda yang ada tidak
boleh mematikan kegiatan ekonomi, atau bahkan menimbulkan retriksi (trade barriers)
perdagangan antar-daerah sendiri yang akhirnya mengakibatkan menurunnya kesejahteraan
daerah itu sendiri. Untuk itu, daerah perlu mengembangkan kerjasama horizontal dan vertical
dengan daerah maupun pemerintahan di tingat yang lebih tinggi. Upaya untuk meningkatkan
PAD di masa yang akan datang, perlu dilakukan melalui penyerahan taxing power.
3. CRITICAL REVIEW
Otonomi daerah memang adalah suatu gagasan yang ideal bagi Negara Republik
Indonesia, namun bukan berarti konsep tersebut dapat diimplementasikan begitu saja tanpa
cela dan kekurangan. Pelaksanaan otonomi daerah dan permasalahannya secara umum
adalah terkait dengan kelemahan dan kekurangan yang masih terdapat dalam regulasi yang
mengatur mengenai pelaksanaan otonomi daerah. Padahal sudah dijelaskan di dalam UU
tentang pemerintahan daerah hingga saat ini telah mengalami perubahan hingga beberapa kali
dan rencananya masih akan dilakukan perubahan.
Daerah juga hingga saat ini dianggap belum siap dalam melaksanakan otonomi daerah.
Salah satu indikasinya adalah lemahnya kemampuan daerah dalam menyusun peraturan
daerah yang sesuai dengan ketentuan. Sejumlah peraturan daerah telah dianulir oleh
Kementerian Dalam Negeri karena dianggap tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan
berpotensi menghambat laju pertumbuhan ekonomi daerah. Sedangkan masalah pembagian
tugas dan pembagian sumber daya ekonomi keuangan antara pemerintahan pusat dengan
pemerintah daerah di Indonesia selalu tidak/belum pernah terselesaikan.
Di dalam UU No. 18 tahun 1997 dengan mengurangi jenis pungutan yang tinggi,
pemerintahan daerah dapat memusatkan perhatian pada sumber penerimaan yang potensial
sehingga dapat memaksimalkan hasil yang diperoleh. Padahal di dalam UU 34 Tahun 2000
menguatkan bahwa PAD harus ditingkatkan dari prosinya selama ini yang hanya sekitar 10%-
30% dari APBD, sedangkan di kota Medan hanya mampu menarik pajak sebesar 0,4%.
Mungkin pemerintah daerah kota Medan dapat meningkatan pengeluaran daerah yang
bersumber dari transfer dana pusat (DAU) dan atau bagi hasil) berdampak lebih besar terhadap
perekonomian daerah dibandingkan dengan peningkatan pengeluaran daerah yang bersumber
dari peningkatan pajak atau retribusi dareah. Di sisi lain peningkatan pengeluaran investasi
memiliki dampak lebih besar terhadap perekonomian daerah dibandingkan dengan pengeluaran
pembangunan kepada sektor-sektor yang memiliki produktivitas lebih tinggi (memiliki multiplier
yang besar) berdampak pada peningkatan kinerja perekonomian daerah.
4. LESSON LEARNED
Pada jurnal yang membahas tentang kebijakan fiskal di kota Medan di era otonomi daerah
banyak hal yang saya dapatkan, salah satu contohnya adalah meningkatkan kemampuan
keuangan daerah. Artinya, daerah otonomi sendiri harus memiliki kewenangan dan kemampuan
untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan
sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelanggaran pemerintah daerah. Secara
umum, hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan
pendapatan daerah melalui optimalisasi intensifikasi pemugutan pajak daerah dan retribusi
daerah.
Selain itu, saya tau bagaimana cara menentukan kinerja perekonomian daerah di suatu
kota. Serta beberapa hal-hal tentang kebijakan fiskal di era otonomi dan bagaimana sebuah UU
mengatur sumber pendapatan atau sistem keuangan antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah. Sehingga, tidak ada lagi kesalahpahaman antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah.