Anda di halaman 1dari 11

Pengaruh Desain Taman Sebagai Ruang Publik Perkotaan

Terhadap Tindak Vandalisme di Bandar Lampung

DISUSUN OLEH:

Josua Rionaldo Tampubolon (24116145)


Regina Mia Celine (24116115)
Rika Veralia (24116037)

JURUSAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHAN


PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
2019
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu kota membutuhkan setidaknya satu ruang terbuka hijau sebagai bagian
dari sistem sirkulasi udara kota dan sebagai penyerap polutan media udara, air dan
tanah. Ruang terbuka hijau atau taman juga berfungsi sebagai wadah komunikasi kota
dan juga dapat memperindah kota. Adanya ruang terbuka hijau akan menambah
kenyaman kota, sehingga sangat penting keberadaanya di tengah-tengah kota.
Ruang terbuka hijau ditujukan untuk penggunaan bersama oleh warga kota. Hal
ini menyebabkan ruang terbuka hijau dapat diakses oleh semua kalangan, mulai dari
anak kecil sampai orang dewasa. Karena dapat diakses semua orang, ruang terbuka
hijau dapat dengan mudah dirusak oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Kurangnya rasa memiliki ruang tersebut merupakan penyebab terjadinya tindakan
merusak atau vandalisme. Rasa memiliki dapat juga berkurang oleh karna desain
ruangan tersebut yang minim pengawasan ataupun desain yang dapat menimbulkan
rasa ketidaknyamanan ketika di dalam ruang tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
● Apa yang menyebabkan tindakan vandalisme yang terjadi pada taman
sebagai ruang publik perkotaan?
● Apakah tindakan vandalisme pada ruang publik dipengaruhi oleh desain
arsitektur?
● Bagaimana desain arsitektur mempengaruhi adanya tindakan
vandalisme?
● Bagaimana solusi desain arsitektur yang dapat mengurangi adanya
tindakan vandalisme pada taman sebagai ruang publik?
1.3 Tujuan
● Mengetahui faktor-faktor penyebab tindakan vandalisme pada taman
sebagai ruang publik
● Mengetahui apakah tindakan vandalisme dipengaruhi oleh desain
arsitektur
● Mengetahui desain-desain arsitektur yang mempengaruhi tindakan
vandalisme
● Mengetahui solusi desain arsitektur yang dapat mengurangi adanya
tindakan vandalisme
● Meningkatkan kepekaan masyarakat dalam menjaga dan merawat ruang
publik
1.4 Sasaran
● Diperolehnya solusi-solusi desain arsitektur yang dapat mengurangi
tindakan vandalisme
● Meningkatnya kepekaan masyarakat dalam menjaga dan merawat ruang
publik
1.5 Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan :
● Menambah wawasan dan menerapkan teori yang telah didapat dari mata
kuliah yang diterima, kedalam penelitian yang sebenarnya
● Membantu mengurangi tidak vandalisme terhadap ruang publik
perkotaan
● Dapat dijadikan sebagai sarana acuan agar tidak terjadinya tindak
vandalisme
1.6 Batasan/ Ruang Lingkup
● Ruang Lingkup Substansi
Ruang lingkup substansi pembahasan pada penelitian ini yaitu
melakukan pembahasan terkait faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan
vandalisme pada ruang publik, analisa desain arsitektur yang mempengaruhi
tindakan vandalisme dan solusi desain yang dapat mengurangi adanya tindakan
vandalisme.
● Ruang Lingkup Wilayah
Ruang Lingkup wilayah penelitian adalah wilayah Kota Bandar
Lampung dengan adanya ruang-ruang publik perkotaan.
● Ruang Lingkup Waktu
Pengamatan dilakukan pada siang dan malam hari.

1.7 Kerangka Penelitian

Pendataan taman di Bandar Lampung

Survey lokasi

Pencarian titik adanya vandalisme

Pengelompokkan vandalisme

Gravity Kerusakan fisik

Pengambilan kesimpulan desain yang


kurang baik

Solusi desain
BAB II

TINJAUAN LITERATUR

2.1 Ruang Publik


Menurut Madanipour (1996), ruang publik merupakan sarana yang
dipergunakan bersama dimana pengguna dapat melakukan kegiatan yang menciptakan
interaksi masyarakat baik dalam rutinitas normal maupun kehidupan sehari-hari atau
dalam perayaan periodik. Carr dkk (1992), tipologi ruang publik menekankan pada
jenis kegiatan, lokasi dan bentuknya. Carr dkk membagi tipologi ruang publik antara
lain ialah jalan, taman bermain, jalur hijau, perbelanjaan dalam ruang, ruang spontan
dalam lingkungan hunian, ruang terbuka komunitas, square, plaza, pasar, dan tepi air.
Ruang publik sebagai wadah harus mampu menyediakan lingkungan yang kondusif
agar terpenuhinya syarat interaksi, yaitu memberi peluang terjadinya interaksi dan
komunikasi sosial. Interaksi sosial dapat terjadi dalam bentuk aktivitas yang pasif,
seperti sekedar duduk menikmati suasana atau mengamati situasi dan dapat pula terjadi
secara aktif dengan berbincang bersama orang lain membicarakan suatu topik atau
bahkan melakukan kegiatan bersama. Sedangkan menurut Roger Scurton (1984) setiap
ruang publik memiliki makna sebagai berikut: lokasi yang didesain seminimal apapun,
memiliki akses yang besar terhadap lingkungan sekitar, tempat bertemunya
masyarakat/pengguna ruang publik dan perilaku masyarakat pengguna ruang publik
satu sama lain mengikuti norma-norma yang berlaku setempat. Menurut Carr dkk,
ruang publik secara ideal ialah ruang publik yang harus memiliki tiga hal yaitu
responsif, demokratis, dan bermakna. Responsif dalam arti ruang publik ialah ruang
yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan dan kepentingan luas yang memiliki
fungsi lingkungan hidup.
2.2 Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan ruang terbuka (open space) yang
direncanakan karena dibutuhkannya tempat-tempat pertemuan dan beberapa aktivitas
yang dapat dipakai bersama di udara terbuka. Ruang terbuka hijau juga dibutuhkan
karena di suatu wilayah harus memiliki suatu wadah untuk kehidupan manusia, bukan
hanya kelompok namun juga individu, serta tempat tumbuhnya tanaman yang tumbuh
secara alami ataupun yang sengaja ditanam. Proporsi ruang terbuka hijau pada suatu
kota minimal 30 persen, dengan minimal 20 persen merupakan ruang terbuka hijau
publik yang disediakan oleh pemerintah daerah kota. Proporsi tersebut merupakan
ukuran minimal agar ekosistem kota dapat seimbang.

Ruang terbuka hijau kota merupakan beberapa ruang yang berada di wilayah
perkotaaan yang memiliki tumbuhan, tanaman, dan vegetasi lainnya. karena fungsi lain
ruang terbuka hijau merupakan sistem sirkulasi udara kota, dibutuhkan beberapa
tanaman yang dijadikan sebagai sistem pergantian udara di wilayah perkotaan.

2.3 Taman
Taman merupakan sebuah ruang yang dirancang atau dibuat oleh seseorang,
yang di dalamnya terdapat elemen softscape dan hardscape, atau bidang lunak dan
bidang bidang keras, dan juga sebagai ruang hijau yang memiliki banyak pohon,
rumput, bunga dan sebagainya yang berguna sebagai peneduh dan penyegar di ruang
terbuka. Taman dapat berada di dalam ruangan, namun biasanya berada di luar
ruangan, seperti taman rekreasi, taman botani, taman bermain dan sebagainya. terdapat
juga taman alami yang memiliki elemen softscape yang telah ada secara alami, namun
perlu adanya tatanan elemen hardscape agar sebuah taman dapat menjadi sebuah ruang
yang menampilkan sebuah keindahan yang dapat dinikmati penggunanya.

Taman memiliki pengertian secara etimologis, kata garden berasal dari bahasa
Ibrani yaitu gan dan oden atau eden. gan yang berarti melindungi atau
mempertahankan, menyatakan sebuah ruang yang memiliki batas fisik. oden atau eden
merupakan kesenangan atau kegembiraan. dapat disimpulkan bahwa garden
merupakan sebuah ruang yang bertujuan untuk kegembiraan yang memiliki batasan
fisik.

2.4 Vandalisme
Vandalisme merupakan perilaku yang menimbulkan kerusakan dan
penghancuran, baik pada benda pribadi ataupun publik (Haryadi dan Setiawan, 1995).
Menurut Kim & Bruchman (2005), vandalisme merupakan penodaan atau perusakan
yang menarik perhatian dan dilakukan sebagai ekspresi kemarahan, kreativitas, atau
keduanya. Sehingga vandalisme merupakan segala bentuk perilaku yang yang dapat
merusak suatu properti yang juga mengacu pada motivasi dari masing-masing pelaku.
Menurut lase (2003), vandalisme merupakan tindakan atau perilaku yang merugikan,
merusak berbagai objek lingkungan fisik dan lingkungan buatan.

Lase (2003) mengungkapkan perilaku vandalisme yang dapat dikelompokan


sebagai berikut :

a. Aksi mencoret-coret (graffiti) seperti mencoret-coret tembok pinggir jalan,


tembok sekolah, jembatan, halte bus, bangunan, telepon umum, dan
sebagainya.
b. Aksi memotong (cutting) seperti memotong pohon, memotong tanaman,
memetik bunga dan memetik buah tanpa izin.
c. Aksi Mengambil (taking) seperti mengambil barang milik orang lain dan
mengambil tanaman tanpa izin.
d. Aksi merusak (destroying) seperti merusak penataan lingkungan yang sudah
tersusun.

Jenis vandalisme mengacu pada motivasi pelaku atau pun tingkat kerusakan
yang ditimbulkan, sehingga menurut Moser (1987), para ahli melakukan pendefinisian
vandalisme melalui tiga pendekatan, yaitu definisi vandalisme berdasarkan pelaku,
nilai, dan kerusakan. Definisi vandalisme berdasarkan pelaku mengacu pada bidang
psikologi, menekankan latar belakang pelaku dalam melakukan vandalisme. Definisi
vandalisme berdasarkan nilai menekankan pada nilai sosial yang berlaku. Sedangkan
vandalisme berdasarkan kerusakan berorientasi pada pengidentifikiasian objek yang
menjadi sasaran vandalisme yang juga mengacu pada pengaruh lingkungan sasaran
tersebut.

Faktor penyebab terjadinya tindak vandalisme yaitu:

a. Kurangnya kebebasan anak mengekspresikan perasaan.


b. Kurangnya pengawasan orang tua.
c. Kurangnya pengawasan pada waktu-waktu tertentu oleh pengawas ruang
publik maupun pengguna ruang publik.

2.5 Taman sebagai ruang publik


Arifin (1991), mendefinisikan taman kota sebagai salah satu kawasan ruang
terbuka hijau dengan fasilitas-fasilitas untuk pemenuhan kebutuhan rekreasi
masyarakat. Kebutuhan akan ruang untuk berinteraksi di sebuah wilayah perkotaan
menjadikan taman sebagai salah satu ruang terbuka yang cukup luas untuk individu
ataupun kelompok melakukan kegiatannya di udara terbuka. Adanya elemen
hardscape dan softscape yang mendukung terjadinya aktivitas di suatu ruangan
merupakan suatu fasilitas yang sangat dibutuhkan untuk individu atau kelompok
melakukan aktivitasnya di ruang terbuka.

2.7 Taman sebagai sasaran vandalisme


Penelitian ini, mengacu pada vandalisme berdasarkan kerusakan dimana
menjelaskan keterkaitan antara kerusakan dengan faktor lingkungan sasaran
vandalisme tersebut. Pada keterkaitan ini, ditetapkan tiga hipotesis yang dapat
menjawab hal tersebut, yaitu terdapat ketidaksesuaian dalam perancangan setting
dengan lingkungannya, lingkungan tidak dapat mengakomodir kebutuhan
penggunanya, dan karena adanya akumulasi dari kerusakan (Christensen dan Harries,
1981, diacu dalam Levy dan Leboyer, 1984)
Hubungan keterkaitan ini juga mengacu pada behaviour setting, yang menurut
Barker 1968 dalam Joyce 2005 : 175 merupakan kombinasi yang stabil antara aktivitas,
tempat, dan kriteria yang diperinci dalam 4 poin yaitu:

1. Terdapat suatu aktivitas yang berulang berupa suatu pola perilaku


2. Dengan tata lingkungan tertentu
3. Membentuk suatu hubungan yang sama antar keduanya
4. Dilakukan pada periode waktu tertentu

2.5 Penelitian Terdahulu


Dalam penelitian ini, Peneliti menggunakan 2 jurnal terkait sebagai referensi
dan acuan dalam melakukan penelitian yang telah diteliti sebelumnya.

Judul Jurnal Pengarang Hasil Penelitian

Identifikasi Annisa Elok Aksi vandalisme pada setting pada


hubungan perilaku Permatasari, 2011 taman sakura yaitu menulis atau
vandalisme menggambar pada fasilitas,
terhadap setting mematahkan atau mengambil bagian dari
pada Kebun Raya tanaman, dan membuang sampah tidak
Cibodas, pada tempatnya dan padas setting lawn
Kabupaten Cianjur yaitu menulis atau menggambar pada
fasilitas, memindahkan fasilitas,
mematahkan atau mengambil bagian
dari tanaman, dan membuang sampah
tidak pada tempatnya.
Faktor yang mendorong terjadinya aksi
vandalisme tersebut yaitu adanya
fasilitas yang terletak pada lokasi
yang sepi dan karena sebelumnya
sudah didapati adanya tulisan ataupun
gambar pada fasilitas tersebut,
penempatan dan ukuran tanaman yang
mudah dijangkau oleh tangan serta
karena terdapat beberapa tanaman yang
memiliki bagian yang menarik untuk
dimiliki, dan minimnya ketersediaan
tempat sampah pada setting. Pada
penelitian ini didapati bahwa untuk
mengatasi permasalahan vandalisme
tersebut hendaknya dilakukan suatu
sistem pengelolaan kawasan yang
memperhatikan
fungsi, bentukan, dan kelembagaan.

Identifikasi Praga, Ida Ayu, & Setting pada Taman Kota Denpasar
hubungan perilaku Anak, 2018 mempengaruhi ketiga aktivitas
vandalisme dengan vandalisme (membuang sampah tidak
setting taman kota pada tempatnya, mengambil atau
Lumintang, merusak bagian tanaman, dan mencoret-
Denpasar, Bali coret fasilitas).
Untuk menghindari aktivitas vandalisme
yang terjadi dapat dilakukan dengan
menambah volume tempat sampah,
meletakkan tempat sampah di titik-titik
berkumpulnya pengunjung, memelihara
dan merawat tanaman dengan teratur dan
rapi serta memperbaiki struktur fasilitas
yang sudah ada coretan di sekitar taman
Kota Lumintang Denpasar.
2.6 Kerangka Teori

.
Ruang Publik

Ruang Terbuka Hijau

Taman

Penataan Taman

Kurang baik. Baik

Pengguna

Terjadi Tidak terjadi


vandalisme vandalisme

Anda mungkin juga menyukai