Makalah Uts Teori Hukum
Makalah Uts Teori Hukum
Di susun Oleh :
MAGISTER KENOTARIATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2023/2024
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberhasilan suatu negara dapat dilihat dari cara mereka mengangkat harkat martabat di bidang
hukum terutama di dalam memberikan perlindungan hukum terhadap masyarakatnya bisa dilihat
dari sudah baik dan efektif dalam menjalankan penegakan hukum.Bangsa Indonesia saat ini
sedang mengalami krisis keadilan dalam penegakan hukum. Hal ini terjadi karena semata-mata
hanya mementingkan aspek kepastian hukum dan legalitas-formal daripada keadilan. Adagium
hukum berupa keadilan (justice) tidak lagi berada pada hakikatnya, karena suatu peraturan
perundang-undangan harus adil dalam pengimplementasiannya, namun dalam kenyataannya
adalah adanya ketidakadilan (injustice).Keadilan merupakan keinginan yang harus terpenuhi
dalam menegakkan hukum. Keadilan memiliki sifat individualis serta tidak menyamaratakan.
Jika penegak hukum memegang teguh pada nilai keadilan namun nilai kemanfaatan serta
kepastian hukum tidak diperhatikan, maka hukum tidak akan berjalan dengan mulus. Lalu jika
menitik beratkan pada nilai kemanfaatan tetapi mengesampingkan kepastian hukum dan keadilan
maka hukum tidak akan berjalan. Seharusnya jika ingin menegakkan hukum, nilai keadilan,
kemanfaatan dan kepastian hukum harus seimbang dan selaras.1
Hukum dapat ditegakkan apabila memiliki aparat penegak hukum yang berkredibilitas,
berkompeten dan mandiri. Sebagus-bagusnya suatu hukum apabila tidak didukung dengan
adanya aparat penegak hukum yang baik maka tidak akan tercipta suatu keadilan. Kekuasaan
lembaga penegak hukum diatur di dalam undang-undang. Maka dalam melakukan tugas dan
tanggung jawabnya tidak terpengaruh oleh kewenangan pemerintah atau pengaruh dari
luar.Masalah yang krusial dalam penegakan hukum bukan sekedar terhadap produk hukum yang
tidak kooperatif tetapi juga karena dari aparat penegak hukumnya. Pilar utama dalam penegakan
1
Hasaziduhu Moho, “Penegakan Hukum di Indonesia Menurut Aspek Kepastian Hukum, Keadilan, dan
Kemanfaatan” Jurnal Warta, Edisi 59 (2019)
hukum adalah para aparat penegak hukum yang melaksanakan tugasnya dengan integritas serta
dedikasi yang baik.
Masyarakat selalu menginginkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian
hukum maka kehidupan dalam masyarat akan damai. Apabila masyarakat menginginkan manfaat
dalam praktek penegakan hukum, maka keadilan adalah hal yang paling utama diperhatikan.
Karena kehidupan masyarakat diciptakan agar harmonis dan teratur. Tetapi dalam kenyataannya
hukum yang dibuat tidak memuat keseluruhan masalah yang ada di masyarakat. Pada struktur
kenegaraan tugas penegak hukum dilakukan oleh komponen eksekutif dan dilaksanakan oleh
birokrasi eksekutif atau yang biasa disebut dengan birokrasi penegak hukum. Keikutsertaan
hukum semakin aktif semenjak Negara ikut dalam menangani banyak aktivitas dan pelayanan
masyarakat, Contohnya pada bidang kesehatan, sosial, budaya, dan pendidikan.2
Jimly Asshiddiqie menjelaskan bahwa penegakan hukum merupakan proses melakukan cara agar
berjalan atau berfungsinya norma hukum secara konkret sebagai penuntun kehidupan dalam
berperilaku atau hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat.3 Fenomena hilangnya keadilan
dalam penegakan hukum terjadi karena lemahnya pemahaman agama, ekonomi serta empati para
aparat penegak hukum. Hukum cenderung dijadikan sebagai sarana untuk mewujudkan
kepentingan-kepentingan penguasa negara.
Menjelang batas akhir pendaftaran capres-cawapres, publik dikejutkan oleh putusan Mahkamah
Konstitusi (MK) yang dinilai kontroversial nomor 90/PUU-XXI/2023. Dalam putusan tersebut,
MK memutuskan bahwa kepala daerah di bawah usia 40 tahun dapat mengajukan diri sebagai
calon presiden atau calon wakil presiden, asalkan mereka pernah atau sedang menjabat sebagai
kepala daerah. Hal ini berkaitan erat dengan kepentingan anak Presiden, yakni Gibran
Rakabuming Raka sebagai Walikota Solo yang hendak maju sebagai calon wakil presiden
berdampingan dengan Prabowo Subiyanto, tetapi sempat terhalang syarat secara konstitusional
karena faktor usia.
2
Laurensius Arliman S., “Mewujudkan Penegakan Hukum yang baik di Negara Hukum Indoesia” Dialogia Iuridica,
Vol. 11 No. 1 (2019): 010-020
3
Hasaziduhu Moho, “Penegakan Hukum di Indonesia Menurut Aspek Kepastian Hukum, Keadilan, dan
Kemanfaatan” Jurnal War ta, Edisi 59 (2019)
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Chaos Theory pertama kali diperkenalkan oleh Charles Sampford dalam bukunya yang berjudul
The Disorder of Law: A Critique of Legal Theory. Selain Sampford,ada juga pakar lain yang
mengemukakan pendapat lain yang sejenis dan sangat mirip dengan Chaos Theory milik Charles
Sampford ini yaitu Denis J. Brion dengan artikelnya tentang “The Chaotic Indeterminacy of Tort
Law”, yang termuat dalam Radical Philosophy of Law, 1995. Aliran Legal Melee ini sekaligus
merupakan pengecam keras aliran positivisme, dengan tokoh utamanya Hans Kelsen, dimana
kaum positivis memandang hukum sebagai suatu sistem yang teratur, determinan, dan linear.
Menurut Sampford, secara teoritis dimungkinkan untuk menemukan suatu sistem hukum dalam
suatu masyarakat yang tidak teratur. Bahkan dimungkinkan juga untuk menemukan suatu hukum
yang tidak sistematik di dalam suatu masyarakat yang justru teratur. Charles Sampford
memandang bahwa hukum bukanlah bangunan yang penuh dengan keteraturan, melainkan suatu
yang bersifat cair. Ada tiga karakteristik hukum menurut Sampford :
Hukum merupakan sesuatu yang dibuat dari blok-blok bangunan yang sama dimana hubungan-
hubungan sosial diantara individu-individu dalam semua keragaman dan kerumitannya
cenderung tidak simetris. Banyak hubungan, khususnya mengenai hubungan persuasif, hubungan
otoritas dan hubungan nilai-efek yang mencakupi aturan-aturan, menyediakan alasan untuk
melakukan tindakan di salah satu atau kedua „ujung‟. Tetapi aturan-aturan tersebut tidak harus
sama-sama diikuti diantara orang-orang pada ujung yang sama dari hubungan-hubungan yang
mirip atau di kedua ujung dari suatu hubungan tunggal.
Prof. Achmad Ali, dalam bukunya Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan (2009),
menyimpulkan bahwa ketika Sampford menggunakan istilah social melee dan legal melee, maka
istilah “melee” diartikan sebagai keadaan yang cair (fluid), sehingga tidak mempunyai format
formal atau struktur yang pasti dan tidak kaku. Menurut Sampford, hubungan antar manusia itu
bersifat “melee”, baik dalam kehidupan sosialnya maupun dalam kehidupan hukumnya. Hukum
dibangun dari hubungan antarmanusia yang “melee” tadi , yaitu hubungan sosial antar individu
dengan keseluruhan variasi dan kompleksitasnya. Kondisi tersebut cenderung ke arah yang
sifatnya asimetris. Jadi, hukum tunduk terhadap kekuatan-kekuatan sentripetal yang menciptakan
suatu pranata yang terorganisir, tetapi bersamaan juga tunduk terhadap kekuatan-kekuatan
sentrifungal yang menciptakan ketidakteraturan (“disorder”), kekacauan (“chaos”), dan konflik.
Kenyataan yang terjadi di masyarakat, bahwa masyarakat tidak terpaku pada suatu peraturan
tertentu mengenai suatu hal tertentu, meskipun sebenarnya itulah peraturan yang ditujukan untuk
mengatasi ketidakteraturan dalam masyarakat, tapi hubungan antar individu dan antar sosial yang
terjadi menyebabkan peraturan itu tidak dapat menjalankan fungsinya untuk mengatasi
ketidakteraturan, justru ketidakteraturan yang berkuasa. Tapi dari ketidakteraturan yang timbul
ini, dapat diperoleh pemahaman tentang apa yang sebenarnya kurang atau tidak terdapat dalam
peraturan yang bersangkutan.
Chaos Theory sering dipandang dengan pandangan yang keliru, termasuk Chaos Theory tentang
hukum. Kesalahpahaman yang umum adalah bahwa Chaos Theory berkenaan dengan
ketidakteraturan. Chaos Theory tidak menyatakan bahwa sistem yang teratur tidak ada. Istilah
chaos dalam Chaos Theory justru merupakan keteraturan, bukan sekadar keteraturan, melainkan
esensi keteraturan. Ketidakteraturan memang hadir ketika kita mengambil pandangan
reduksionistik dan memusatkan perhatian pada perilaku saja, akan tetapi kalau sikap holistik
yang kita ambil dan memandang pada perilaku keseluruhan sistem secara terpadu, keteraturanlah
yang akan tampak. Jadi Chaos Theory yang dianggap berkenaan dengan ketidakteraturan, pada
saat yang sama berbicara tentang keteraturan. Ketidakteraturan dalam pandangan reduksionistik,
namun keteraturan dalam pandangan holistic.
Kewenangan dan kewajiban Mahkamah Konstitusi berdasarkan Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2)
UUD Tahun 1945 meliputi:
Dilanjutkan pada Pasal 24 C ayat (2) “memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan
terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela,
dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
4
Ibnu Sina Chandranegara. 2021. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Sinar Grafika
Kewenangan konstitusional Mahkamah Konstitusi merupakan pelaksanaan prinsip check and
balances yang menempatkan semua lembaga negara dalam kedudukan setara sehingga terdapat
keseimbangan dalam penyelenggaraan negara. Keberadaan Mahkamah Konstitusi merupakan
langkah nyata untuk dapat saling mengoreksi kinerja antar-lembaga negara. Mahkamah
Konstitusi dalam menyelenggarakan peradilan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus
perkara tetap mengacu pada prinsip penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yakni dilakukan
secara sederhana dan cepat serta dapat menyelesaikan permasalahan ketetanegaraan.
Salah satu penyebab dari adanya kekacauan dunia peradilan adalah lemahnya fungsi pengawasan
internal hakim, mulai dari pengendalian, pembinaan kontrol, sanksi dan sistem penghargaan
5
Janedjri M. Gaffar,Demokrasi Konstitusi, Praktik Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan UUD NRI
1945,Konpres, Jakarta, 2012, hlm. 114-115
6
Wiryanto,Etik Hakim Konstitusi: Rekonstruksi dan Evolusi Sistem Pengawasan,PT RajaGrafindo Persada,
Cetakan-1. Depok, 2019, hlm. 55-58.
yang berjalan tidak dengan semestinya.7 Lemahnya etika yang dimiliki oleh hakim atau yang
disebut dengan etika profesi hukum merupakan suatu hal yang tidak boleh lepas dari perilaku
hakim. Pengertian etika secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, yang dalam bentuk
tunggalnya memiliki arti watak kesusilaan atau adat.8 Aristoteles mengartikan etika ini sebagai
filsafat moral,9 yang mana penerapan etika ini tidak hanya dalam bentuk suatu hal yang harus
diperintahkan, akan tetapi juga berasal dari suatu hal tindakan yang berasal dari kemauan sendiri.
Sehingga dengan demikian etika ini merupakan perilaku yang melingkupi banyak hal yaitu etos,
etis, moral, hingga estetika.
Etika sebagai sistem nilai, maksudnya adalah manusia memiliki tindakan atau perilaku yang baik
dengan berdasarkan pada nilai-nilai secara hierarki yang telah ditetapkan dan diakui secara
ajeg.10 Sistem nilai yang diyakini oleh masyarakat dijadikan sebagai acuan kebaikan, kebenaran,
cita-cita, hingga tujuan yang akan diwujudkan dalam berkehidupan. Selain etika sebagai nilai,
juga terdapat etika sebagai nilai moral, hal ini lah yang menjadi tuntutan bagi para profesi hukum
untuk diterapkan dalam segala hal perbuatan, dan tindakan yang dijalankan. Abdul Kadir
Muhammad mengutip Franz Magnia Suseno, bahwa terdapat kriteria nilai moral yang dapat
dijadikan sebagaipatokan kepribadian bagi profesi hukum, yaitu:11
7
Ansyahrul,Pemulihan Peradilan dari Dimensi Integritas Hakim, Pengawasan dan Hukum Acara,Mahkamah Agung
RI, Jakarta, hlm. 136.
8
Ahmad Charis Zubair,Kuliah Etika,Rajawali Pers, Jakarta, 1980, hlm. 7
9
Abdul kadir Muhammad,Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hlm. 13
10
Abiantoro Prasoko,Etika Profesi Hukum, Laksbang Justutia, Surabaya, 2015, hlm 35-39
11
Supriadi,Etika dan TanggungJawab, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 62-63
dapat untuk menanggung segala tindakan yang telah dilakukan untuk
dipertanggungjawabkan.
4) Kemandirian Moral, sikap ini juga sangatlah penting, hal ini dikarenakan seorang yang
bekerja di profesi hukum harus memiliki keindependenan dirinya, tidak mudah untuk
terpengaruh dari pihak luar, dan dapat melakukan segala aktivitasnya secara mandiri
berdasarkan keyakinan dan pandangan moralnya yang sesuai dengan nilai-nilai
kesusilaan dan agama.
5) Keberanian Moral, merupakan bentuk sikap para profesi hukum untuk berani
menanggung segala risikodari segala kesediaan dan tindakannya yang dilakukan secara
sukarela, dankeyakinan hati nuraninya. Sifat keberanian yang dimaksud seperti menolak
suap, kolusi, pungli, dan segala bentuk korupsi.
Benturan kepentingan yang melibatkan Ketua MK dalam penanganan perkara Nomor 90/PUU-
XXI/2023. Hal tersebut tidak akan terjadi seandainya setiap hakim konstitusi memiliki rasa
12
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=19751&menu=2
sensitifitas yang tinggi dan waspada terhadap isu benturan kepentingan. Selain itu, hilangnya
budaya saling mengingatkan di antara sesama hakim.
Isu tersebut antara lain, Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman, ipar Presiden Joko Widodo,
tak mengundurkan diri dalam memutus perkara 90/PUU-XXI/2023 putusan terkait permohonan
uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang
13
mengatur batas usia maksimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Padahal, ada kepentingan pemohon terhadap idolanya yang juga keponakan Anwar, yaitu Wali
Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, untuk maju di pilpres. Lalu diputus 16 Oktober 2023
sembilan hari sebelum batas pendaftaran capres dan cawapres, yang tadinya capres cawapres
cuma boleh berusia 40 tahun ke atas, sekarang ada alternatif syaratnya boleh minimal usia 35
tahun asal pernah lolos pilkada atau pileg.
Isu lainnya adalah dugaan kebohongan Anwar Usman dan dugaan pembiaran oleh delapan hakim
konstitusi lain terhadap Anwar yang turut memutus perkara meski terdapat potensi konflik
kepentingan di dalamnya. Dalam aturan kode etik dan perilaku hakim, seorang hakim tidak boleh
mengadili perkara yang berkaitan dengan kepentingan diri sendiri ataupun kepentingan
keluarganya, atas alasan itu Anwar Usman dilaporkan ke Majelis Kehormatan Mahkamah
Konstitusi pada 23 Oktober 2023, bahkan laporannya mencapai 15.
Kasus tersebut memperlihatkan bahwa hukum itu tidak selamanya menimbulkan keteraturan,
yang terjadi malah sebaliknya yaitu ketidakaturan dan kesewenang-wenangan dari pejabat tinggi
untuk kepentingan pribadi masing-masing pihak.
13
https://www.bbc.com/indonesia/articles/cv2z39ye819o
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masyarakat tidak terpaku pada suatu peraturan tertentu mengenai suatu hal
tertentu, meskipun sebenarnya itulah peraturan yang ditujukan untuk mengatasi
ketidakteraturan dalam masyarakat, tapi hubungan antar individu dan antar sosial yang
terjadi menyebabkan peraturan itu tidak dapat menjalankan fungsinya untuk mengatasi
ketidakteraturan, justru ketidakteraturan yang berkuasa. Tapi dari ketidakteraturan yang
timbul ini, dapat diperoleh pemahaman tentang apa yang sebenarnya kurang atau tidak
terdapat dalam peraturan yang bersangkutan.
Kasus diatas memperlihatkan bahwa hukum itu tidak selamanya menimbulkan
keteraturan, yang terjadi malah sebaliknya yaitu ketidakaturan dan kesewenang-
wenangan dari pejabat tinggi untuk kepentingan pribadi masing-masing pihak.
B. Saran
Abdul kadir Muhammad,Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997,
Ibnu Sina Chandranegara. 2021. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Sinar Grafika
Laurensius Arliman S., “Mewujudkan Penegakan Hukum yang baik di Negara Hukum
Indoesia” Dialogia Iuridica, Vol. 11 No. 1 (2019): 010-020
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=19751&menu=2,
https://www.bbc.com/indonesia/articles/cv2z39ye819o