Anda di halaman 1dari 10

10 Elemen Jurnalisme disusun berdasarkan buku “9 Elemen Jurnalisme” dan “Blur” karya Bill Kovach & Tom

Rosenstiel yang sangat dihormati di dunia jurnalisme,


Sepuluh Elemen Jurnalisme itu adalah:
1. Tugas utama praktisi jurnalisme adalah memberitakan kebenaran. Kebenaran yang dimaksud bukan perdebatan filsafat atau
agama, tapi kebenaran fungsional yang sehari-hari diperlukan masyarakat
2. Loyalitas utama wartawan pada masyarakat, bukan pada perusahaan tempatnya bekerja, pembaca, atau pengiklan. Wartawan
harus berpihak pada kepentingan umum.
3. Esensi jurnalisme adalah verifikasi, memastikan bahwa data dan fakta yang digunakan sebagai dasar penulisan bukan fiksi,
bukan khayalan, tetapi berdasarkan fakta dan pernyataan narasumber di lapangan.
4. Wartawan harus independen, artinya tak masalah untuk menulis apapun (baik/buruk) tentang seseorang sepanjang sesuai
dengan temuan/fakta yang dimilikinya. Independensi harus dijunjung tinggi di atas identitas lain seorang wartawan.
5. Jurnalisme harus memantau kekuasaan, menyambung lidah yang tertindas. Ada tiga macam liputan investigasi: investigasi
orisinal, investigation on investigation, interpretative investigation.
6. Jurnalisme sebagai forum publik, bukan sebuah ruang privat bagi penulis. Penulis harus bertanggung jawab atas liputan yang
dibuatnya. Partisipasi publik melalui komentar dan tanggapan merupakan bagian yang melekat dari proses jurnalisme.
7. Jurnalisme harus memikat dan relevan. Ada adalah keterampilan penting yang harus dimiliki oleh wartawan. Mereka tak
hanya membuat artikel yang memikat pembaca karena sensasional, tetapi bisa menyajikan artikel penting dan relevan dengan
cara yang menarik bagi pembaca.
8. Berita harus proporsional dan komprehensif. Pemilihan berita sangat subjektif. Justru karena subjektif wartawan harus ingat
agar proporsional dalam menyajikan berita. Ibarat sebuah peta, ada detail suatu blok, tapi juga gambaran lengkap sebuah kota.
9. Mendengarkan hati nurani. Karena deadline, harus ada seseorang di puncak organisasi berita yang mengambil keputusan
redaksional. Editor harus bertanggungjawab terhadap produk newsroom, tapi pintu diskusi harus senantiasa terbuka.
10. Hak dan Kewajiban terhadap Berita. Kita sedang berada dalam Revolusi Komunikasi. Jurnalisme bukan sekedar informasi.
Demokrasi dan jurnalisme lahir bersama-sama dan mereka juga akan jatuh bersama-sama.

PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN


Menimbang:
bahwa dalam rangka pengaturan perilaku lembaga penyiaran di Indonesia dibutuhkan suatu pedoman yang wajib dipatuhi agar
pemanfaatan frekuensi radio sebagai ranah publik yang merupakan sumber daya alam terbatas dapat senan asa ditujukan
untuk kemaslahatan masyarakat sebesar-besarnya;
bahwa dengan keberadaan lembaga-lembaga penyiaran di Indonesia, harus disusun pedoman yang mampu mendorong
lembaga penyiaran untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan ja diri bangsa yang beriman dan bertakwa,
mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri,
demokra s, adil, dan sejahtera;
bahwa berdasarkan per mbangan sebagaimana yang dimaksud pada huruf a dan huruf b Komisi Penyiaran Indonesia
menetapkan Pedoman Perilaku Penyiaran.
Mengingat:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817);
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 166, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3887);
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor
109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4252);
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437), Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844);
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843);
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornogra (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 181,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4928);
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5035);
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Per lman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 141,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5060);
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 28);
Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2005 tentang Pedoman Kegiatan Peliputan Lembaga Penyiaran Asing (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4565);
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4566);
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Komunitas (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4567);
Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4568); dan
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 59/P Tahun 2010 tentang Penetapan Pengangkatan Keanggotaan Komisi
Penyiaran Indonesia Pusat untuk Masa Jabatan Tahun 2010 – 2013.
Memperha kan:
Usulan dari asosiasi penyiaran;
Usulan dari organisasi dan asosiasi masyarakat penyiaran;
Usulan dari berbagai kelompok masyarakat;
Hasil Sidang Rapat Koordinasi Nasional ke-8 Komisi Penyiaran Indonesia Tanggal 7 Juli 2010 di Bandung, Jawa Barat;
Hasil Sidang Rapat Pimpinan Nasional, Tanggal 20 Oktober 2010 di Jakarta; dan
Hasil Sidang Rapat Koordinasi Nasional ke-9 Komisi Penyiaran Indonesia Tanggal 19 Mei 2011 di Tanggerang Selatan, Banten.
Menetapkan:
M E M U T U S K A N:
PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA TENTANG PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pedoman Perilaku Penyiaran adalah ketentuan-ketentuan bagi lembaga penyiaran yang ditetapkan oleh Komisi Penyiaran
Indonesia sebagai panduan tentang batasan perilaku penyelenggaraan penyiaran dan pengawasan penyiaran nasional.
Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau
di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima
secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.
Lembaga penyiaran adalah penyelenggara penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga
penyiaran komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung
jawabnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk gra s,
karakter, baik yang bersifat interak f maupun dak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran.
Program siaran adalah program yang berisi pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, suara dan gambar, atau
yang berbentuk gra s atau karakter, baik yang bersifat interak f maupun dak, yang disiarkan oleh lembaga penyiaran.
Siaran langsung adalah segala bentuk program siaran yang ditayangkan tanpa penundaan waktu.
Siaran dak langsung adalah program siaran rekaman yang ditayangkan pada waktu yang berbeda dengan peris wanya.
Sistem stasiun jaringan adalah tata kerja yang mengatur relai siaran secara tetap antar lembaga penyiaran.
Program faktual adalah program siaran yang menyajikan fakta non ksi.
Program nonfaktual adalah program siaran yang menyajikan ksi, yang berisi ekspresi seni dan budaya serta rekayasa dan/atau
imajinasi dari pengalaman individu dan/atau kelompok.
Program Layanan Publik adalah program faktual yang diproduksi dan disiarkan sebagai bentuk tanggung jawab sosial lembaga
penyiaran kepada masyarakat.
Program Siaran Jurnalis k adalah program yang berisi berita dan/ atau informasi yang ditujukan untuk kepen ngan publik
berdasarkan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS).
Anak adalah khalayak khusus yang terdiri dari anak-anak dan remaja yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun.
Penggolongan program siaran adalah klasi kasi program siaran berdasarkan kelompok usia untuk memudahkan khalayak
mengiden kasi program siaran.
Program lokal adalah program siaran dengan muatan lokal yang mencakup program siaran jurnalis k, program siaran faktual,
dan program siaran nonfaktual dalam rangka pengembangan potensi daerah setempat serta dikerjakan dan diproduksi oleh
sumber daya dan lembaga penyiaran daerah setempat.
Program asing adalah program siaran yang berasal dari luar negeri.
Program kuis, undian berhadiah, dan permainan berhadiah lainnya adalah program siaran berupa perlombaan, adu
ketangkasan, adu cepat menjawab pertanyaan, undian, dan permainan lain yang menjanjikan hadiah.
Siaran iklan adalah siaran informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan
gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan.
Siaran iklan niaga adalah siaran iklan komersial yang disiarkan melalui penyiaran radio atau televisi dengan tujuan
memperkenalkan, memasyarakatkan, dan/atau mempromosikan barang atau jasa kepada khalayak sasaran untuk
mempengaruhi konsumen agar menggunakan produk yang ditawarkan.
Siaran iklan layanan masyarakat adalah siaran iklan nonkomersial yang disiarkan melalui penyiaran radio atau televisi dengan
tujuan memperkenalkan, memasyarakatkan, dan/atau mempromosikan gagasan, cita-cita, anjuran, dan/atau pesan-pesan
lainnya kepada masyarakat untuk mempengaruhi khalayak agar berbuat dan/atau ber ngkah laku sesuai dengan pesan iklan
tersebut.
Progam siaran berlangganan adalah program yang berisi pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara
dan gambar atau yang berbentuk gra s atau karakter yang disiarkan oleh lembaga penyiaran berlangganan.
Program penggalangan dana adalah program siaran yang bertujuan untuk mengumpulkan dana dari masyarakat yang
diperuntukkan bagi kegiatan sosial.
Pencegatan adalah ndakan menghadang narasumber tanpa perjanjian untuk diwawancarai dan/atau diambil gambarnya.
Hak privasi adalah hak atas kehidupan pribadi dan ruang pribadi dari subjek dan objek suatu program siaran yang dak berkaitan
dengan kepen ngan publik.
Kunci Parental adalah alat otoma s yang berfungsi untuk mengunci program-program tertentu yang disediakan oleh lembaga
penyiaran berlangganan.
Program Pemilihan Umum dan Pemilihan Umum Kepala Daerah adalah program siaran yang mengandung kampanye,
sosialisasi, dan pemberitaan tentang Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat Pusat dan Daerah, pemilihan Presiden dan
Wakil Presiden, serta pemilihan umum Kepala Daerah.
BAB II DASAR DAN TUJUAN
Pasal 2
Pedoman Perilaku Penyiaran ditetapkan oleh KPI berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, nilai-nilai agama,
norma-norma lain yang berlaku serta diterima masyarakat, kode e k, dan standar profesi penyiaran.
Pasal 3
Pedoman Perilaku Penyiaran ditetapkan berdasarkan asas kemanfaatan, asas keadilan, asas kepas an hukum, asas kebebasan
dan tanggung jawab, asas keberagaman, asas kemandirian, asas kemitraan, asas keamanan, dan e ka profesi.
Pasal 4
Pedoman Perilaku Penyiaran memberi arah dan tujuan agar lembaga penyiaran:
a. menjunjung nggi dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. meningkatkan kesadaran dan ketaatan terhadap hukum dan segenap peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia;
c. menghorma dan menjunjung nggi norma dan nilai agama dan budaya bangsa yang mul kultural;
menghorma dan menjunjung nggi e ka profesi yang diakui oleh peraturan perundang-undangan;
menghorma dan menjunjung nggi prinsip-prinsip demokrasi;
menghorma dan menjunjung nggi hak asasi manusia;
menghorma dan menjunjung nggi hak dan kepen ngan publik;
menghorma dan menjunjung nggi hak anak-anak dan remaja;
menghorma dan menjunjung nggi hak orang dan/atau kelompok masyarakat tertentu; dan
menjunjung nggi prinsip-prinsip jurnalis k.
BAB III RUANG LINGKUP
Pasal 5
Pedoman Perilaku Penyiaran adalah dasar bagi penyusunan Standar Program Siaran yang berkaitan dengan:
nilai-nilai kesukuan, agama, ras, dan antargolongan;
nilai dan norma kesopanan dan kesusilaan;
e ka profesi;
kepen ngan publik;
layanan publik;
hak privasi;
perlindungan kepada anak;
perlindungan kepada orang dan kelompok masyarakat tertentu;
muatan seksual;
muatan kekerasan;
muatan program siaran terkait rokok, NAPZA (narko ka, psikotropika, dan zat adik f), dan minuman beralkohol;
muatan program siaran terkait perjudian;
muatan mis k dan supranatural;
penggolongan program siaran;
prinsip-prinsip jurnalis k;
narasumber dan sumber informasi;
bahasa, bendera, lambang negara, dan lagu kebangsaan;
sensor;
lembaga penyiaran berlangganan;
siaran iklan;
siaran asing;
siaran lokal dalam sistem stasiun jaringan;
siaran langsung;
muatan penggalangan dana dan bantuan;
muatan program kuis, undian berhadiah, dan permainan lain;
siaran pemilihan umum dan pemilihan umum kepala daerah; dan
sanksi dan tata cara pemberian sanksi.
BAB IV
PENGHORMATAN TERHADAP NILAI-NILAI KESUKUAN, AGAMA, RAS, DAN ANTARGOLONGAN
Pasal 6
Lembaga penyiaran wajib menghorma perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan yang mencakup keberagaman budaya,
usia, gender, dan/atau kehidupan sosial ekonomi.
Pasal 7
Lembaga penyiaran dak boleh menyajikan program yang merendahkan, mempertentangkan dan/atau melecehkan suku,
agama, ras, dan antargolongan yang mencakup keberagaman budaya, usia, gender, dan/atau kehidupan sosial ekonomi.
Pasal 8
Lembaga penyiaran dalam memproduksi dan/atau menyiarkan sebuah program siaran yang berisi tentang keunikan suatu
budaya dan/atau kehidupan sosial masyarakat tertentu wajib memper mbangkan kemungkinan munculnya ke daknyamanan
khalayak atas program siaran tersebut.
BAB V
PENGHORMATAN TERHADAP NILAI DAN NORMA KESOPANAN DAN KESUSILAAN
Pasal 9
Lembaga penyiaran wajib menghorma nilai dan norma kesopanan dan kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat.
BAB VI
PENGHORMATAN TERHADAP ETIKA PROFESI
Pasal 10
(1) Lembagapenyiaranwajibmemperha kane kaprofesiyangdimilikioleh profesi tertentu yang ditampilkan dalam isi siaran agar
dak merugikan dan menimbulkan dampak nega f di masyarakat.
(2) E ka profesi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) adalah e ka profesi yang diakui dalam peraturan perundang-
undangan.
BAB VII PERLINDUNGAN KEPENTINGAN PUBLIK
Pasal 11
(1) Lembagapenyiaranwajibmemperha kankemanfaatandanperlindungan untuk kepen ngan publik.
(2) Lembaga penyiaran wajib menjaga independensi dan netralitas isi siaran dalam se ap program siaran.
BAB VIII LAYANAN PUBLIK
Pasal 12
(1) Lembaga penyiaran wajib menyiarkan program siaran layanan publik.
(2) Lembaga penyiaran berhak menentukan format, konsep atau kemasan program layanan publik sesuai dengan target
penonton atau pendengar masing-masing.
(3) Lembaga penyiaran dapat memodi kasi program siaran yang sudah ada dengan perspek f atau muatan sesuai semangat
program layanan publik.
BAB IX PENGHORMATAN TERHADAP HAK PRIVASI
Pasal 13
Lembaga penyiaran wajib menghorma hak privasi seseorang dalam memproduksi dan/atau menyiarkan suatu program siaran,
baik siaran langsung maupun siaran dak langsung.
BAB X PERLINDUNGAN KEPADA ANAK
Pasal 14
(1) Lembaga penyiaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada anak dengan menyiarkan program siaran
pada waktu yang tepat sesuai dengan penggolongan program siaran.
(2) Lembaga penyiaran wajib memperha kan kepen ngan anak dalam se ap aspek produksi siaran.
BAB XI
PERLINDUNGAN KEPADA ORANG DAN KELOMPOK MASYARAKAT TERTENTU
Pasal 15
(1) Lembaga penyiaran wajib memperha kan dan melindungi hak dan kepen ngan:
orang dan/atau kelompok pekerja yang dianggap marginal;
orang dan/atau kelompok dengan orientasi seks dan iden tas gender tertentu;
c. orang dan/atau kelompok dengan kondisi sik tertentu;
orang dan/atau kelompok yang memiliki cacat sik dan/atau mental;
orang dan/atau kelompok pengidap penyakit tertentu; dan/atau
orang dengan masalah kejiwaan.
BAB XII
PROGRAM SIARAN BERMUATAN SEKSUAL
Pasal 16
Lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan pelarangan dan/atau pembatasan program siaran bermuatan seksual.
BAB XIII
PROGRAM SIARAN BERMUATAN KEKERASAN
Pasal 17
Lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan pelarangan dan/atau pembatasan program siaran bermuatan kekerasan.
BAB XIV
MUATAN PROGRAM SIARAN TERKAIT ROKOK, NAPZA, DAN MINUMAN BERALKOHOL
Pasal 18
Lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan pelarangan dan/atau pembatasan program terkait muatan rokok, NAPZA
(narko ka, psikotropika, dan zat adik f), dan/atau minuman beralkohol.
BAB XV
MUATAN PROGRAM SIARAN TERKAIT PERJUDIAN
Pasal 19
Lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan pelarangan dan/atau pembatasan program siaran terkait muatan perjudian.
BAB XVI
PROGRAM SIARAN BERMUATAN MISTIK, HOROR, DAN SUPRANATURAL
Pasal 20
Lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan pelarangan dan/atau pembatasan program siaran bermuatan mis k, horor,
dan supranatural.
BAB XVII PENGGOLONGAN PROGRAM SIARAN
Pasal 21
(1) Lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan penggolongan program siaran berdasarkan usia dan ngkat kedewasaan
khalayak di se ap acara.
(2) Penggolongan program siaran diklasi kasikan dalam 5 (lima) kelompok berdasarkan usia, yaitu:
Klasi kasi P: Siaran untuk anak-anak usia Pra-Sekolah, yakni khalayak berusia 2-6 tahun;
Klasi kasi A: Siaran untuk Anak-Anak, yakni khalayak berusia 7- 12 tahun;
Klasi kasi R: Siaran untuk Remaja, yakni khalayak berusia 13 – 17 tahun;
Klasi kasi D: Siaran untuk Dewasa, yakni khalayak di atas 18 tahun; dan
Klasi kasi SU: Siaran untuk Semua Umur, yakni khalayak di atas 2 tahun.
(3) Lembagapenyiarantelevisiwajibmenayangkanklasi kasiprogramsiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas dalam
bentuk karakter huruf dan kelompok usia penontonnya, yaitu: P (2-6), A (7-12), R (13- 17), D (18+), dan SU (2+) secara jelas dan
diletakkan pada posisi atas layar televisi sepanjang acara berlangsung untuk memudahkan khalayak penonton mengiden kasi
program siaran.
(4) Penayangan klasi kasi P (2-6), A (7-12) atau R (13-17) oleh lembaga penyiaran wajib disertai dengan imbauan atau
peringatan tambahan tentang arahan dan bimbingan orangtua yang ditayangkan pada awal tayangan program siaran.
(5) Lembaga penyiaran radio wajib menyesuaikan klasi kasi penggolongan program siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan pengaturan tentang waktu siaran.
BAB XVIII PRINSIP-PRINSIP JURNALISTIK
Bagian Pertama Umum
Pasal 22
(1) Lembagapenyiaranwajibmenjalankandanmenjunjung nggiidealisme jurnalis k yang menyajikan informasi untuk kepen ngan
publik dan pemberdayaan masyarakat, membangun dan menegakkan demokrasi, mencari kebenaran, melakukan koreksi dan
kontrol sosial, dan bersikap independen.
(2) Lembaga penyiaran wajib menjunjung nggi prinsip-prinsip jurnalis k, antara lain: akurat, berimbang, adil, dak beri kad
buruk, dak menghasut dan menyesatkan, dak mencampuradukkan fakta dan opini pribadi, dak menonjolkan unsur sadis s, dak
mempertentangkan suku, agama, ras dan antargolongan, serta dak membuat berita bohong, tnah, dan cabul.
(3) Lembaga penyiaran dalam melaksanakan kegiatan jurnalis k wajib tunduk pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS).
(4) Lembaga penyiaran wajib menerapkan prinsip praduga tak bersalah dalam peliputan dan/atau menyiarkan program siaran
jurnalis k.
(5) Lembaga penyiaran wajib menjaga independensi dalam proses produksi program siaran jurnalis k untuk dak dipengaruhi
oleh pihak eksternal maupun internal termasuk pemodal atau pemilik lembaga penyiaran.
Bagian Kedua Pencegatan
Pasal 23
(1) Lembaga penyiaran dapat melakukan pencegatan di ruang publik maupun ruang privat.
(2) Narasumber berhak menolak untuk berbicara dan/atau diambil gambarnya saat terjadi pencegatan.
(3) Lembaga penyiaran dak boleh menggunakan hak penolakan narasumber sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas
sebagai alat untuk menjatuhkan narasumber atau objek dari suatu program siaran.
(4) Lembaga penyiaran dak boleh melakukan pencegatan dengan tujuan menambah efek drama s pada program faktual.
(5) Pencegatan dilakukan dengan dak menghalang-halangi narasumber untuk bergerak bebas.
Bagian Ke ga Peliputan Terorisme
Pasal 24
Lembaga penyiaran dalam peliputan dan/atau menyiarkan program siaran jurnalis k tentang terorisme:
wajib menghorma hak masyarakat untuk memperoleh informasi secara lengkap dan benar;
dak melakukan labelisasi berdasarkan suku, agama, ras, dan/atau antargolongan terhadap pelaku, kerabat, dan/atau kelompok
yang diduga terlibat; dan
dak membuka dan/atau mendrama sir iden tas kerabat pelaku yang diduga terlibat. Bagian Keempat Peliputan Bencana
Pasal 25
Lembaga penyiaran dalam peliputan dan/atau menyiarkan program yang melibatkan pihak-pihak yang terkena musibah
bencana wajib mengiku ketentuan sebagai berikut:
melakukan peliputan subjek yang ter mpa musibah dengan wajib memper mbangkan proses pemulihan korban dan
keluarganya;
dak menambah penderitaan ataupun trauma orang dan/atau keluarga yang berada pada kondisi gawat darurat, korban
kecelakaan atau korban kejahatan, atau orang yang sedang berduka dengan cara memaksa, menekan, dan/atau mengin midasi
korban dan/atau keluarganya untuk diwawancarai dan/atau diambil gambarnya;
menyiarkan gambar korban dan/atau orang yang sedang dalam kondisi menderita hanya dalam konteks yang dapat
mendukung tayangan;
dak mengganggu pekerja tanggap darurat yang sedang bekerja menolong korban yang kemungkinan masih hidup; dan
dak menggunakan gambar dan/atau suara korban bencana dan/atau orang yang sedang dalam kondisi menderita dalam ller,
bumper, ramp yang disiarkan berulang-ulang. Bagian Kelima Perekaman Tersembunyi
Pasal 26
Lembaga penyiaran yang melakukan peliputan program jurnalis k dengan menggunakan rekaman tersembunyi wajib mengiku
ketentuan sebagai berikut:
memiliki nilai kepen ngan publik yang nggi dan kepen ngannya jelas;
dilakukan di ruang publik;
digunakan untuk tujuan pembuk an suatu isu dan/atau pelanggaran yang berkaitan dengan kepen ngan publik;
dilakukan jika usaha untuk mendapatkan informasi dengan pendekatan terbuka dak berhasil;
dak disiarkan secara langsung; dan
dak melanggar privasi orang-orang yang kebetulan terekam.
BAB XIX
NARASUMBER DAN SUMBER INFORMASI
Bagian Pertama Penjelasan kepada Narasumber
Pasal 27
(1) Lembaga penyiaran wajib menjelaskan terlebih dahulu secara jujur dan terbuka kepada narasumber dan/atau semua pihak
yang akan diikutsertakan dalam suatu program siaran untuk mengetahui secara baik dan benar tentang acara yang melibatkan
mereka.
(2) Jika narasumber diundang dalam sebuah program siaran, wawancara di studio, wawancara melalui telepon atau terlibat
dalam program diskusi, lembaga penyiaran wajib mengiku ketentuan sebagai berikut:
memberitahukan tujuan program siaran, topik, dan para pihak yang terlibat dalam acara tersebut serta peran dan kontribusi
narasumber;
menjelaskan kepada narasumber tentang program siaran tersebut merupakan siaran langsung atau siaran dak langsung; dan
menjelaskan perihal pengeditan yang dilakukan serta kepas an dan jadwal penayangan program siaran bila program
sebagaimana dimaksud pada huruf b di atas merupakan program siaran dak langsung.
(3) Lembaga penyiaran wajib memperlakukan narasumber dengan hormat dan santun serta mencantumkan atau menyebut
iden tas dalam wawancara tersebut dengan jelas dan akurat.
(4) Lembaga penyiaran dak boleh menyiarkan wawancara dengan narasumber yang sedang dak dalam kesadaran penuh
dan/atau dalam situasi tertekan dan/atau dak bebas.
Bagian Kedua Persetujuan Narasumber

PENGERTIAN HUKUM
Hukum adalah suatu sistem yang dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar tingkah laku manusia dapat
terkontrol , hukum adalah aspek terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan, Hukum mempunyai
tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu setiap masyarat berhak untuk mendapat
pembelaan didepan hukum sehingga dapat di artikan bahwa hukum adalah peraturan atau ketentuan-ketentuan tertulis maupun
tidak tertulis yang mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi bagi pelanggarnya.
TUJUAN HUKUM
Tujuan hukum mempunyai sifat universal seperti ketertiban, ketenteraman, kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam
tata kehidupan bermasyarakat. Dengan adanya hukum maka tiap perkara dapat di selesaikan melaui proses pengadilan dengan
prantara hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku,selain itu Hukum bertujuan untuk menjaga dan mencegah agar setiap
orang tidak dapat menjadi hakim atas dirinya sendiri.
JENIS-JENIS HUKUM DI INDONESIA
Hukum secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu Hukum Publik dan Hukum Privat. Hukum pidana merupakan hukum
publik, artinya bahwa Hukum pidana mengatur hubungan antara para individu dengan masyarakat serta hanya diterapkan
bilamana masyarakat itu benar-benar memerlukan.
Van Hamel antara lain menyatakan bahwa Hukum Pidana telah berkembang menjadi Hukum Publik, dimana pelaksanaannya
sepenuhnya berada di dalam tangan negara, dengan sedikit pengecualian. Pengeualiannya adalah terhadap delik-delik aduan
(klacht-delicht). Yang memerlukan adanya suatu pengaduan (klacht) terlebih dahulu dari pihak yang dirugikan agar negara dapat
menerapkannya.
Maka Hukum Pidana pada saat sekarang melihat kepentingan khusus para individu bukanlah masalah utama, dengan perkataan
laintitik berat Hukum Pidana ialah kepentingan umum/masyarakat. Hubungan antara si tersalah dengan korban bukanlah
hubungan antara yang dirugikan dengan yang merugikan sebagaimana dalam Hukum Perdata, namun hubungan itu ialah antara
orang yang bersalah dengan Pemerintah yang bertugas menjamin kepentingan umum atau kepentingan masyarakat sebagaimana
ciri dari Hukum Publik.
Contoh Hukum Privat (Hukum Sipil)
• Hukum sipil dalam arti luas (Hukum perdata dan hukum dagang)
• Hukum sipil dalam arti sempit (Hukum perdata saja)
• Dalam bahasa asing diartikan :
a) Hukum sipil : Privatatrecht atau Civilrecht
b) Hukum perdata : Burgerlijkerecht
c) Hukum dagang : Handelsrecht
Contoh hukum Hukum Publik
• Hukum Tata Negara
• Yaitu mengatur bentuk dan susunan suatu negara serta hubungan kekuasaan anatara lat-alat perlengkapan negara satu sama
lain dan hubungan pemerintah pusat dengan daerah (pemda)
• Hukum Administrasi Negara (Hukum Tata Usaha Negara),
• mengatur cara menjalankan tugas (hak dan kewajiban) dari kekuasaan alat perlengkapan negara;
• Hukum Pidana,
• mengatur perbuatan yang dilarang dan memberikan pidana kepada siapa saja yang melanggar dan mengatur bagaimana cara
mengajukan perkara ke muka pengadilan (pidana dilmaksud disini termasuk hukum acaranya juga). Paul Schlten dan
Logemann menganggap hukum pidana bukan hukum publik.
• Hukum Internasional (Perdata dan Publik)
a) Hukum perdata Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antara warga negara suatu bangsa dengan
warga negara dari negara lain dalam hubungan internasional.
b) Hukum Publik Internasional, mengatur hubungan anatara negara yang satu dengan negara yang lain dalam hubungan
Internasional.
Macam-macam Pembagian Hukum
1.Menurut sumbernya :
• Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundangan.
• Hukum adat, yaitu hukum yang terletak dalam peraturan-peraturan kebiasaan.
• Hukum traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh Negara-negara suatu dalam perjanjian Negara.
• Hukum jurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena putusan hakim.
• Hukum doktrin, yaitu hukum yang terbentuk dari pendapat seseorang atau beberapa orang sarjana hukum yang terkenal dalam
ilmu pengetahuan hukum.
2.Menurut bentuknya :
• Hukum tertulis, yaitu hukum yang dicantumkan pada berbagai perundangan
• Hukum tidak tertulis (hukum kebiasaan), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tapi tidak tertulis,
namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan.
3.Menurut tempat berlakunya :
• Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu Negara.
• Hukum internasional, yaitu yang mengatur hubungan hubungan hukum dalam dunia internasional.
4.Menurut waktu berlakunya :
• Ius constitutum (hukum positif), yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah
tertentu.
• Ius constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada masa yang akan datang.
• Hukum asasi (hukum alam), yaitu hukum yang berlaku dimana-mana dalam segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia.
5. Menurut cara mempertahankannya :
• Hukum material, yaitu hukum yang memuat peraturan yang mengatur kepentingan dan hubungan yang berwujud perintah-
perintah dan larangan.
• Hukum formal, yaitu hukum yang memuat peraturan yang mengatur tentang bagaimana cara melaksanakan hukum material
6. Menurut sifatnya :
• Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun mempunyai paksaan mutlak.
• Hukum yang mengatur, yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat
peraturan sendiri.
7.Menurut wujudnya :
• Hukum obyektif, yaitu hukum dalam suatu Negara berlaku umum.
• Hukum subyektif, yaitu hukum yang timbul dari hukum obyektif dan berlaku pada orang tertentu atau lebih. Disebut juga
hak.
8.Menurut isinya :
• Hukum privat, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan yang lain dengan menitik beratkan pada
kepentingan perseorangan.
Hukum publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara Negara dengan alat kelengkapannya ata hubungan antara Negara
dengan warganegara.

Pengertian Hukum
Secara etimologis, kata ”hukum” berasal dari bahasa Arab {al hukmu}, recht (Belanda}, droit {Perancis}, recht {Jerman}, Jus
{latin}, diritto {Itali}, derecho (Spanyol} yang pada
intinya mempunyai arti: tuntunan, bimbingan, pedoman hidup bagi manusia.
Prof. Van Apeldoorn, hukum itu banyak seginya dan demikian luasnya sehingga tidak mungkin menyatakanya dengan rumusan
yang memuaskan
Prof. E.M. Meyers, hukum adalah aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia
dalam masyarakat, dan menjadi pedoman bagi penguasa negara dalam melaksankan tugasnya.
Soerojo Wignjodipoero, hukum adalah himpunan peraturan2 hidup yang bersifat memaksa, berisikan suatu perintah, larangan
atau perizinan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam kehidupan
masyarakat.
J.C.T. Simorangkir, SH & Woerjono Sastroparnoto, Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang
menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib,
pelanggaran mana terhadap peraturan- peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan yaitu hukuman tertentu .
Unsur-unsur hukum :
Berdasarkan pengertian dalam beberapa definisi tersebut
di atas, maka dapat diketahui bahwa hukum itu terdiri
dari beberapa unsur, yaitu:
1. Kaidah atau norma-norma kehidupan dalam
pergaulan hidup bermasyarakat.
2. Kaidah atau norma-norma kehidupan tersebut dibuat
oleh badan – badan resmi yang berwajib.
3. Kaidah atau norma-norma kehidupan tersebut bersipat memaksa. 4. Adanya sanksi bagi si pelanggar peraturan atau
kaidah-kaidah hukum yang dinyatakan secara tegas.
Isi kaidah hukum
Pada prinsipnya kaidah- kaidah hukum itu berisi tentang:
1. Perintah, artinya kaidah hukum tersebut mau tidak mau harus dijalankan atau ditaati, mis: ketentuan syarat sahnya
suatu perkawinan, ketentuan wajib pajak dsb.
2. Larangan, yaitu ketentuan yang menghendaki suatu perbuatan tidak boleh dilakukan, mis: mengambil barang milik
orang lain, menghukum seseorang tanpa salah, dsb.
3. Perkenanataukebolehan,yaituketentuanyangtidak
mengandung kata perintah dan larangan, melainkan suatu pilihan boleh digunakan atau tidak.
Sumber Hukum Formal
1. Undang-undang 2. Kebiasaan (Custom) 3. Yurisprudensi
4. Traktat
5. Doktrin
Sistem Hukum
Keseluruhan kaidah-kaidah hukum positif yang tersusun sebagai suatu sistem, yang saling bertautan antara satu dengan lainnya,
dan tertata berdasarkan asas-asas tertentu dalam rangka tercapainya tujuan hukum.
Sistem Hukum Nasional Indonesia
Sistem hukum nasional Indonesia adalah sistem hukum yang berlaku di seluruh Indonesia yang meliputi unsur hukum
(seperti isi, struktur, budaya, sarana peraturan perundang-undangan dan semua sub unsurnya) yang antara yang satu
dengan yang lain saling bergantung dan yang bersumber dari Pembukaan dan Pasal-Pasal Undang-Undang Dasar 1945
(Moh. Mahmud MD., 2006).
Klasifikasi Kaidah/Norma Hukum
• Norma Agama: kaidah yang berisi tentang perintah atau larangan yg bersumber dari ajaran Tuhan. Pelanggran terhadap
norma ini akan mendapat sanksi di akhirat.
• Norma Kesusilaan: Kaidah yang bersumber dari suara hati sanubari manusia Norma ini bersifat umum dan universil bagi
seluruh ummat manusia. Pelanggaran terhadap norma kesusilaan ini bersifat perasaan penyesalan.
• Norma Kesopanan: Norma ini disebut juga norma sopan santun, tata krama atau adat istiadat. Norma ini bersumber dari
keyakinan masyarakat berupa kepatutan atau kepantasan yang berlaku dalam masyarakat. Pelanggaran
terhadap norma ini berakibat mendapat celaan dari masyarakat.
• Norma Hukum: Peraturan-peraturan yang dibuat oleh lembaga kekuasaan negara yang isinya mengikat
setiap orang. Pelaksanaannya dapat dipertahankan dan dipaksakan melalui alat-alat kekusaan negara. Keistimewaan dari
norma hukum ini adalah terletak pada sifatnya yang bersifat”memaksa”, dengan sanksi berupa hukuman pidana atau denda.
PENGGOLONGAN HUKUM
• Penggolongan hukum dapat dilakukan dengan mempergunakan ukuran-ukuran:
1) Sumber-sumberhukum
2) Bentukkaidahhukum
3) Waktu/masaberlakukaidahhukum
4) Caramempertahankankaidahhukum
5) Sifatkaidahhukum
6) Isikaidahhukum
SUMBER-SUMBER HUKUM
Secara sederhana, sumber hukum adalah tempat dimana kita dapat menemukan hukum.
Kata sumber hukum juga dapat juga dipakai dalam beberapa arti, yaitu: - Sebagai asas atau permulaan dari mana hukum itu
berasal.
- Menunjukan adanya hukum yang terdahulu yang memberi bahan kepada hukum yang sekarang berlaku.
- Sebagai sumber berlakunya yang memberi kekuatan secara formal berlakunya hukum, dan
- Sebagai sumber dari mana kita mengenal terjadinya hukum.
2. Kebiasaan (custom)
Kebiasaan adalah perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam hal yang sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu
sudah diterima oleh masyarakat, maka tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran
perasaan hukum.
Untuk timbulnya hukum kebiasaan diperlukan beberapa syarat :
1. Adanya perbuatan tertentu yang dilakukan secara berulang-ulang dalam masyarakat tertentu (syarat materiil) 2.
Adanyakeyakinanhukumdarimasyarakatyangbersangkutan(opinionecessitatis=bahwaperbuatantsb merupakan
kewajiban hukum atau demikianlah seharusnya) = syarat intelektual
3. Adanyaakibathukumapabilakebiasaanitudilanggar.
Selanjutnya kebiasaan akan menjadi hukum kebiasaan karena kebiasaan tersebut dirumuskan hakim dalam putusannya.
Selanjutnya berarti kebiasaan adalah sumber hukum.
Kebiasaan adalah bukan hukum apabila UU tidak menunjuknya (pasal 15 AB = (Algemene Bepalingen van Wetgeving
voor Indonesia = ketentuan2 umum tentang peraturan per UU an untuk Indonesia
Disamping kebiasaan ada juga peraturan yang mengatur tata pergaulan masyarakat yaitu adat istiadat.
Adat istiadat adalah himpunan kaidah sosial yang sudah sejak lama ada dan merupakan tradisi serta lebih banyak berbau
sakral, mengatur tata kehidupan masyarakat tertentu. Adat istiadat hidup dan berkembang di masyarakat tertentu dan
dapat menjadi hukum adat jika mendapat dukungan sanksi hukum. Contoh Perjanjian bagi hasil antara pemilik sawah
dengan penggarapnya. Kebiasaan untuk hal itu ditempat atau wilayah hukum adat tertentu tidak sama dengan yang
berlaku di masyarakat hukum adat yang lain. Kebiasaan dan adat istiadat itu kekuatan berlakunya terbatas pada
masyarakat tertentu.
1. Undang-Undang :
Undang-undang adalah suatu peraturan yang dibuat oleh lembaga negara yang sah.
Undang-Undang mulai berlaku setelah diundangkan dalam LN (Staatsblad). Dahulu oleh Mensesneg. Sekarang oleh
Menkuhham (UU No. 10 Tahun 2004).
Kekuatan berlakunya undang-undang.
Secara operasional. kekuatan berlakunya uu harus memenuhi tiga persyaratan, yaitu: Kekuatan berlaku yuridis, sosiologis dan
fiolosofis.
Kekuatan berlaku yuridis (Juristische Geltung).
Uu mempunyai kekuatan juridis apabila persyaratan formal terbentuknya uu itu telah
terpenuhi.
Menurut Hans Kelsen, kaidah hukum mempunyai kekuatan berlaku apabila penetapannya didasarkan pada kaedah hukum
yang lebih tinggi tingkatannya secara hierarchies.
Kaidah hukum itu merupakan norma dasar (Grundnorm) berlakunya system tata hukum. Kekuatan berlaku sosiologis
(Soziologische Geltung).
Pada intinya kekuatan berlakunya hukum dimasyarakat sudah merupakan kenyataan, lepas dari kenyataan apakah peraturan
hukum itu terbentuk menurut persyaratan formal atau tidak.
Menuurut teori (Machtstheorie), hukum mempunyai kekuatan berlaku secara sosiologis apabila dipaksakan berlakunya oleh
penguasa, terlepas dari diterima atau tidak oleh warga masyarakat.
Kekuatan berlaku filosofis (Filoshofissche Geltung).
Hukum mempunyai kekuatan berlaku secara filosofis apabila kaedah hukum itu sesuai dengan cita-cita hukum (rechtsidee)
sebagai nilai positif yang tertinggi.
Asas-asas dalam Peraturan Perundang-undangan
Lex specialis derogat legi generali,
artinya: Asas hukum yang menyatakan peraturan atau UU yang bersifat khusus mengesampingkan peraturan atau UU
yang umum. Kalau terjadi konflik/pertentangan antara undang-undang yang khusus dengan yang umum maka yang
khususlah yang berlaku.
Lex superior derogat legi inferior
artinya: kalau terjadi konflik/pertentangan antara peraturan perundang- undangan yang tinggi dengan yang rendah
maka yang tinggilah yang harus didahulukan.
Lex posteriori derogat legi priori
artinya: Asas hukum yang menyatakan peraturan atau UU yang terbaru mengesampingkan peraturan atau UU yang lama .
2. Kebiasaan (custom)
Kebiasaan adalah perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam hal yang sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu
sudah diterima oleh masyarakat, maka tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran
perasaan hukum.
Untuk timbulnya hukum kebiasaan diperlukan beberapa syarat :
1. Adanya perbuatan tertentu yang dilakukan secara berulang-ulang dalam masyarakat tertentu (syarat materiil) 2.
Adanyakeyakinanhukumdarimasyarakatyangbersangkutan(opinionecessitatis=bahwaperbuatantsb
merupakan kewajiban hukum atau demikianlah seharusnya) = syarat intelektual 3.
Adanyaakibathukumapabilakebiasaanitudilanggar.
Selanjutnya kebiasaan akan menjadi hukum kebiasaan karena kebiasaan tersebut dirumuskan hakim dalam putusannya.
Selanjutnya berarti kebiasaan adalah sumber hukum.
Kebiasaan adalah bukan hukum apabila UU tidak menunjuknya (pasal 15 AB = (Algemene Bepalingen van Wetgeving
voor Indonesia = ketentuan2 umum tentang peraturan per UU an untuk Indonesia
Disamping kebiasaan ada juga peraturan yang mengatur tata pergaulan masyarakat yaitu adat istiadat.
Adat istiadat adalah himpunan kaidah sosial yang sudah sejak lama ada dan merupakan tradisi serta lebih banyak berbau
sakral, mengatur tata kehidupan masyarakat tertentu. Adat istiadat hidup dan berkembang di masyarakat tertentu dan
dapat menjadi hukum adat jika mendapat dukungan sanksi hukum. Contoh Perjanjian bagi hasil antara pemilik sawah
dengan penggarapnya. Kebiasaan untuk hal itu ditempat atau wilayah hukum adat tertentu tidak sama dengan yang
berlaku di masyarakat hukum adat yang lain. Kebiasaan dan adat istiadat itu kekuatan berlakunya terbatas pada
masyarakat tertentu.
3. Yurisprudensi.
Yurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu yang dijadikan dasar keputusan hakim lain terhadap suatu persoalan
atau peristiwa hukum tertentu (perkara yang sama).
Ada 2 jenis yurisprudensi :
Yurisprudensi tetap keputusan hakim yang terjadi karena rangkaian keputusan yang serupa dan dijadikan dasar atau
patokan untuk memutuskan suatu perkara (standart arresten)
Yurisprudensi tidak tetap, ialah keputusan hakim terdahulu yang bukan standart arresten.
4. TRAKTAT (Treaty)
Traktat adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih yang mengikat tidak saja kepada masing-masing negara itu,
melainkan mengikat pula kepada warga negara-negara dari negara-negara yang berkepentingan.
Macam-macam Traktat :
a. Traktat bilateral, yaitu traktat yang diadakan hanya oleh dua negara, misalnya perjanjian internasional yang diadakan antara
pemerintah RI dengan pemerintah RRC tentang “Dwikewarganegaraan”. b.Traktat multilateral, yaitu perjanjian internaisonal
yang diikuti oleh beberapa negara, misalnya perjanjian tentang pertahanan negara bersama negara-negara Erofa (NATO) yang
diikuti oleh beberapa negara Erofa.
5. Doktrin
Doktrin adalah pendapat para ahli hukum terkenal yang pendapatnya dapat dijadikan dasar atau
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusannya.
2) BENTUK KAIDAH HUKUM
Secara umum bentuk kaidah hukum dapat dibedakan ke dalam:
Hukum Tertulis (geschreven recht), yaitu hukum yang mencakup perundang-undangan dalam
berbagai bentuk yang dibuat oleh pembuat undang-undang, termasuk didalamnya traktat yang dihasilkan dari hubungan
hukum internasional.
Hukum Tidak Tertulis, yaitu hukum kebiasaan atau adat istiadat yang mempunyai akibat hukum dalam
masyarakat. Kebiasaan disini adalah kebiasaan yang diulang-ulang dengan cara dan tindak yang sama. Pada prinsipnya hukum
kebiasaan ini adalah merupakan hukum yang tertua yang dipengaruhi oleh teori kesadaran hukum (Von Savigny)..
3) WAKTU BERLAKU KAIDAH HUKUM
Waktu berlakunya kaidah hukum dibedakan menjadi:
1. Ius Constitutum: yaitu hukum positif yangg berlaku dalam suatu negara pada saat tertentu.
2. Ius Contituendum, yaitu hukum yang dicita-citakan berlakunya, belum merupakan undang-undang

4. CARA MEMPERTAHANKAN KAIDAH HUKUM A. HUKUM MATERIL,


yaitu segala kaidah hukum yang menjadi patokan manusia untuk bersikap tindak, misalnya tidak boleh membunuh, harus
melunasi hutang dan lain sebagainya.
B. HUKUM FORMAL
yaitu aturan main penegakkan hukum materiil tersebut, misalnya dalam mengajukan gugatan seorang penggugat (orang yang
menggugat) harus mengajukan surat gugatan ke pengadilan tempat kediaman tergugat (orang yang digugat) sesuai asas actor
sequitur forum rei, atau dalam menanggapi surat gugatan penggugat tergugat harus membuat surat jawaban dan lain
sebagainya.
5) SIFAT KAIDAH HUKUM DAN KEKUATAN SANKSINYA
Kaidah Hukum yang Memaksa Kaidah Hukum yang Mengatur
6) ISI KAIDAH HUKUM
Hukum Publik Hukum Privat

ISI KAIDAH HUKUM


1. Hukum Publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan warga negara dengan negara berkaitan dengan kepentingan umum ,
mis: Hukum
Tatanegara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Pidana dan termasuk didalamnya Hukum Acara.
2. Hukum Privat (Perdata), yaitu hukum yang mengatur tentang kepentingan orang-perseorangan, yang meliputi: Hukum
Perorangan, Hukum Keluarga, Hukum Kekayaan dan Hukum Waris.

Sistem Komunikasi Indonesia


Komunikasi
Communicatio Communis Sama Sama Makna
Sumber: Onong Uchyana Effendy, 2006

Sistem Komunikasi
“Sekumpulan unsur atau orang-orang, yang mempu- nyai pedoman dan media dalam melakukan suatu kegiatan mengolah,
menyimpan, menuangkan ide, gagasan, symbol, lambang menjadi pesan dalam membuat keputusan untuk mencapai satu
kesepakatan dan saling pengertian satu sama lain dengan mengolah pesan itu menjadi
sumber informasi” (Nurudin, 2004)
Formula Laswell
Who
Says What
In Which Channel
To Whom With What Effect

Anda mungkin juga menyukai