Anda di halaman 1dari 12

PROSIDING TPT XXXII PERHAPI 2023

2023

ANALISIS DAYA SAING KOMPETITIF DAN KOMPARATIF INDUSTRI BERBASIS


TEMBAGA INDONESIA BERDASARKAN HARMONIZED SYSTEM CODE
MENGGUNAKAN METODE TRADE SPECIALIZATION INDEX DAN
REVEALED COMPARATIVE ADVANTAGE
1)
Fadhil Mahdyrianto*, 2)Mega Puspita
1)
Mahasiswa Program Magister Rekayasa Pertambangan, Institut Teknologi Bandung,
2)
Dosen Jurusan Teknik Pertambangan, Universitas Sriwijaya
*E-mail: fadhilrianto@gmail.com, megapuspita@ft.unsri.ac.id

ABSTRAK

Indonesia merupakan negara dengan cadangan tembaga terbesar ketujuh di dunia yaitu
sebesar 3,1 miliar ton dalam bentuk bijih, dengan persentase 3,21% dari total cadangan tembaga
global. Saat ini Indonesia masih mengekspor tembaga dalam bentuk konsentrat sebanyak 53,45%
dan sisanya diolah didalam negeri untuk diolah menjadi katoda tembaga (Cu Cathode). Saat ini,
industri hilir di Indonesia yang menyerap Cu Cathode sebagai bahan baku adalah industri yang
memproduksi Cu Bar, Cu Wire dan Cu Rod. Industri tersebut masih melakukan impor bahan baku
karena jumlah pabrik smelter yang memproduksi Cu Cathode masih sangat terbatas. Hal ini
mengindikasikan bahwa industri antara dan hilir berbasis tembaga sudah ada di dalam negeri, namun
belum berkembang dan/atau tumbuh secara optimal.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis daya saing kompetitif dan komparatif industri
berbasis tembaga berdasarkan Harmonized System Code menggunakan metode Revealed
Comparative Advantage (RCA) dan Trade Specialization Index (TSI). Pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan perdagangan, dimana data yang digunakan antara lain nilai ekspor, nilai impor
dan nilai ekspor total Indonesia serta nilai ekspor total dunia.
Dari hasil analisis metode RCA dan TSI menunjukkan bahwa Industri berbasis tembaga yang
mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif adalah Industri yang memproduksi Cu Cathode
(HS 7403), Cu Bar/Rod (HS 7407) dan Cu Wire (HS 7408) yang ditunjukkan dengan nilai RCA>1
dan berada pada status tahap pertumbuhan (0,01<TSI<0,80). Hasil analisis ini dapat digunakan oleh
pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, produsen, dan eksportir, untuk mengembangkan
strategi yang lebih efektif dalam meningkatkan daya saing dan memperkuat posisi industri tembaga
Indonesia di pasar global.

Kata kunci: Kompetitif, Komparatif, Tembaga, Revealed Comparative Advantage, Trade


Specialization Index

ABSTRACT

Indonesia is the country with the seventh largest copper reserves in the world, amounting to
3.1 billion tons in ore form, equivalent to 3.21% of total global copper reserves. Currently, Indonesia
still exports copper in concentrate form as much as 53.45% and the rest is processed domestically
to be converted into copper cathode (Cu Cathode). Nowadays, downstream industries in Indonesia
that absorb Cu Cathode as raw material to produce Cu Bar, Cu Wire and Cu Rod. They are still
importing raw materials because the number of smelters which produce Cu Cathode is still very
restricted. This indicates that copper-based intermediate and downstream industries already exist in
Indonesia, but have not developed and/or grown optimally.
This study aims to analyze the competitive and comparative competitiveness of copper-based
industries based on the Harmonized System Code using the Revealed Comparative Advantage (RCA)
and Trade Specialization Index (TSI) methods. The approach used is the trade perspective, where
PROSIDING TPT XXXII PERHAPI 2023
2023

the data used are including the value of exports, the value of imports and the total export value of
Indonesia and the total export value of the world.
The results of the RCA and TSI analysis revealed that copper-based industries which have
comparative advantages are industries that produce Cu Cathode (HS 7403), Cu Bar/Rod (HS 7407)
and Cu Wire (HS 7408) shown by the value of RCA> 1 and are in the growth stage status
(0.01<TSI<0.80). The results of this research can be used by stakeholders, including the
government, producers, and exporters, to develop more effective strategies for improving
competitiveness and strengthening the position of Indonesia's copper industry in the global market.

Keywords: Competitive, Comparative, Copper, Revealed Comparative Advantage, Trade


Specialization Index

A. PENDAHULUAN

Berdasarkan data United States Geological Survey tahun 2023, Indonesia merupakan negara dengan
cadangan tembaga terbesar ketujuh di dunia yaitu sebesar 3,1 miliar ton dalam bentuk bijih, dengan
persentase 3,21% dari total cadangan tembaga global. Sedangkan menurut data Kementerian Energi
dan Sumberdaya Mineral (ESDM) dalam buku Grand Strategy Mineral dan Batubara tahun 2021,
jumlah cadangan tembaga Indonesia berjumlah 24 juta ton Cu dimana 71% berada di Pulau Papua
dan sisanya tersebar di berbagai pulau di Indonesia.

Tercatat di tahun 2022 pada website MODI (Minerba One Data Indonesia) Kementerian ESDM,
terdapat 18 IUP komoditas tembaga yang dapat dilihat pada tabel 1, dimana jumlah perusahaan yang
paling banyak berada di Sulawesi dan yang terbesar terletak di Papua. PT Freeport Indonesia
merupakan perusahaan yang menghasilkan produksi tembaga terbesar kedua di dunia. Perusahaan
yang beroperasi di wilayah Papua tersebut diketahui dapat menghasilkan produksi tembaga sebesar
700 ribu ton dalam setahun.

Tabel 1. Izin Usaha Pertambangan Tembaga di Indonesia


No Daerah Nama Perusahaan
1 Sumatera PT Intan Borneo Internasional, PT Madina Mining
2 Jawa PT Gemilang Limpah Internusa, PT Karunia Semesta Raya
3 Kalimantan PT Energi Lamandau Mining
4 Kepulauan Nusa Tenggara PT Pranata Bumi Permai, PT Amman Mineral Nusa
Tenggara
5 Papua PT Freeport Indonesia, PT Aneka Tambang
6 Maluku PT Batutua Kharisma Permai
7 Sulawesi PT Global Akses Sinergi, PT Ina Multi Sukses, Kelompok
Sinar Tambang, Kelompok Sinar Sukdam, PT Abacus Inti
Mineral, PT Wijaya Eka Sakti, PT Trans Setra Mulia, PT
Tambang Mas Sangihe
Sumber : Website MODI (Minerba One Data Indonesia) Kementerian ESDM, 2023

Untuk status pabrik smelter tembaga terdapat dua pabrik yang sudah beroperasi di Indonesia, yaitu
PT Smelting dan PT Batutua Tembaga Raya. PT Smelting menggunakan teknologi pirometalurgi
dengan kapasitas 300.000 tonne per year (tpy) katoda tembaga yang berlokasi di Jawa Timur.
Sedangkan PT Batutua Tembaga Raya menggunakan teknologi hidrometalurgi dengan kapasitas
25.000 tpy katoda tembaga yang berlokasi di Maluku. Selain itu terdapat dua pabrik yang sedang
dalam masa konstruksi/pembangunan yaitu PT Freeport Indonesia yang berlokasi di jawa timur dan
PT Amman Mineral Industri yang berlokasi di Nusa Tenggara Barat. Adapun pabrik yang sedang
dalam masa kajian kemungkinan (studi kelayakan) yaitu Kalimantan Surya Kencana yang berlokasi
di Kalimantan Tengah. Total target produksi jika semua pabrik smelter tersebut telah beroperasi dapat
menghasilkan 1.200.000 tpy katoda tembaga. Lokasi pabrik smelter tembaga di Indonesia dapat
dilihat pada gambar 1.
PROSIDING TPT XXXII PERHAPI 2023
2023

Sumber : Grand Strategy Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, 2021

Gambar 1. Pabrik Smelter Tembaga di Indonesia

Pada tahun 2020 Indonesia masih mengekspor tembaga dalam bentuk konsentrat sebanyak 53,45%
dan sisanya diolah didalam negeri untuk diolah menjadi katoda tembaga (Cu Cathode). Saat ini,
industri hilir di Indonesia yang menyerap Cu Cathode sebagai bahan baku adalah industri yang
memproduksi Cu Bar, Cu Wire dan Cu Rod. Industri tersebut masih melakukan impor bahan baku
karena jumlah pabrik smelter yang memproduksi Cu Cathode masih sangat terbatas. Hal ini
mengindikasikan bahwa industri antara dan hilir berbasis tembaga sudah ada di dalam negeri, namun
belum berkembang dan/atau tumbuh secara optimal (Kementerian ESDM, 2023).

Berdasarkan pohon Industri yang dikeluarkan dari Kementerian Perindustrian pada tahun 2020
(gambar 2). Industri berbasis tembaga yang telah ada di Indonesia ditandai dengan kotak yang
berwarna biru, tanda panah hijau menunjukkan jumlah tonase yang diekspor sedangkan tanda panah
yang berwarna merah menunjukkan jumlah tonase yang diimpor ke dalam negeri.

Sumber : Kementerian Perindustrian, 2021

Gambar 2. Pohon Industri Komoditas Tembaga

Menurut Kementerian Investasi dalam buku Peta Jalan Hilirisasi Investasi Strategis (HIS) Sektor
Mineral tahun 2022, Hilirisasi memegang peran penting dalam pencapaian visi Indonesia 2045
sebagai pendorong industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi. Hilirisasi industri berbasis mineral
tembaga akan berimplikasi pada peningkatan nilai tambah komoditas, keunggulan kompetitif dari
Industri antara dan hilir tembaga, penciptaan lapangan pekerjaan, dan kemandirian industri.
PROSIDING TPT XXXII PERHAPI 2023
2023

Berdasarkan Buku Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) tahun 2015-2035
(gambar 3) yang diterbitkan oleh Kementerian Perindustrian menyatakan bahwa pada periode tahun
2015-2019 industri berbasis tembaga yang menjadi prioritas adalah industri yang menghasilkan
katoda tembaga dan copper/brass sheet. Sedangkan untuk periode tahun 2020-2035 industri berbasis
tembaga yang menjadi prioritas untuk dikembangkan adalah industri yang menghasilkan copper
alloy dan kawat tembaga untuk komponen elektronik, sementara copper/brass sheet masih menjadi
prioritas untuk dikembangkan padahal industrinya belum ada di Indonesia. Hal itu berbeda dengan
industri katoda tembaga yang sudah berproduksi bahkan akan terjadi peningkatan kapasitas produksi
dimana smelter yang direncanakan akan beroperasi pada tahun 2024.

Sumber : Kementerian Perindustrian, 2015

Gambar 3. Rencana Pengembangan Sektor Prioritas Industri Berbasis Tembaga

Seperti yang telah dijelaskan pada gambar 2 tentang kinerja ekspor-impor produk tembaga
berdasarkan pohon industri serta kita bandingkan dengan rencana pengembangan sektor prioritas
industri berbasis tembaga berdasarkan RIPIN, dapat dilihat bahwa adanya ketidaksesuaian antara
perencanaan dengan fakta yang ada. Maka dari itu perlu adanya pemetaan produk tembaga Indonesia
yang mempunyai daya saing kompetitif dan komparatif agar pertumbuhan industri berbasis tembaga
di Indonesia dapat tumbuh secara optimal.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis daya saing kompetitif dan komparatif industri berbasis
tembaga berdasarkan Harmonized System Code menggunakan metode Revealed Comparative
Advantage (RCA) dan Trade Specialization Index (TSI). Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan perdagangan, dimana data yang digunakan antara lain nilai ekspor, nilai impor dan nilai
ekspor total Indonesia serta nilai ekspor total dunia.

Pada penelitian terdahulu, terdapat beberapa metode yang digunakan untuk menganalisis daya saing
kompetitif dan komparatif suatu produk atau suatu industri. Anam dan Solikin (2020) pernah meneliti
tentang daya saing kompetitif dan komparatif produk Baja Lapis Alumunium dan Seng (BJLAS)
Indonesia menggunakan pendekatan data ekspor dan melihat pengaruh Kebijakan Bea Masuk
Tindakan Pengamanan (BMTP) terhadap volume impor produk BJLAS. Metode analisis yang
digunakan adalah RCA, Trade Specialization Index (TSI), dan Permodelan Regresi Linier Berganda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan BMTP secara signifikan mempengaruhi impor
produk baja yang sama dan sejenis. Selain itu, dari sisi RCA telah terjadi peningkatan daya saing
meskipun Indonesia masih menjadi net importir.

Bustami dan Hidayat (2013) pernah mengkaji tentang analisis daya saing kompetitif dan komparatif
produk unggulan ekspor Sumatera Utara menggunakan pendekatan perdagangan (ekspor-impor).
Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini antara lain RCA, TSI, dan Revealed Comparative
Trade Advantage (RCTA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 10 produk unggulan Provinsi
Sumatera Utara memiliki daya saing yang berbeda-beda. Meskipun ada beberapa produk unggulan
PROSIDING TPT XXXII PERHAPI 2023
2023

yang tidak berdaya saing atau memiliki daya saing yang lemah, Provinsi Sumatera Utara tetap
mengekspor produk-produk unggulannya.

Berdasarkan penjelasan di atas, RCA merupakan metode yang dapat digunakan untuk menganalisis
keunggulan komparatif, karena metode RCA dapat menjelaskan daya saing suatu produk/industri
berdasarkan faktor kualitatif (pangsa ekspor) dan faktor kuantitatif (kompetensi relatif suatu negara
dalam suatu sektor). Sedangkan metode RCTA lebih cenderung digunakan pada level agregat dan
sulit diterapkan pada sektor-sektor yang lebih spesifik.

Pada analisis keunggulan kompetitif, metode TSI digunakan untuk melengkapi metode RCA. Hal itu
disebabkan karena metode TSI dapat menganalisis daya saing kompetitif secara lebih spesifik pada
suatu produk/industri bukan secara agregat. Selain itu metode TSI juga dapat mengidentifikasi sektor
atau produk yang memiliki kekuatan ekspor pada suatu negara dengan cara mengukur tingkat
spesialisasi perdagangan dari suatu industri.

B. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini diawali dengan inventarisasi data Industri penghasil produk tembaga yang mempunyai
nilai ekspor dan impor berdasarkan Harmonized System (HS) Code. Pada gambar 2 dapat dilihat
bahwa nilai ekspor menandakan bahwa industri penghasil produk tersebut tersedia dan/atau
beroperasi di Indonesia sedangkan nilai impor menandakan bahwa produk yang dihasilkan dari
industri tersebut dibutuhkan di dalam negeri.

Setelah menentukan produk berdasarkan HS Code selanjutnya dilakukan pengumpulan data untuk
analisis komparatif dan kompetitif, antara lain data nilai ekspor, nilai impor dan dan nilai ekspor total
Indonesia serta nilai ekspor total dunia mulai tahun 2003-2022. Perhitungan analisis kompetitif dan
komparatif dapat dilakukan hanya pada satu tahun berjalan dan dapat juga dilakukan pertahun dengan
dibuat grafik trend untuk melihat perkembangan dari masing-masing industri dari tahun ke tahun.

B.1. Data yang digunakan

Penelitian ini bersifat analisis deskriptif kuantitatif dengan menggunakan data yang diperoleh dan
dikumpulkan berdasarkan runtun waktu (time series) dari tahun 2003 hingga tahun 2022. Data yang
digunakan antara lain data nilai ekspor, nilai impor dan dan nilai ekspor total Indonesia serta nilai
ekspor total dunia dalam bentuk nilai USD. Semua produk yang telah ditentukan diatas akan
dianalisis menggunakan metode RCA yang digunakan untuk menganalisis keunggulan komparatif
serta untuk menganalisis keunggulan kompetitif akan menggunakan metode TSI.

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari beberapa sumber,
antara lain Kementerian ESDM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Badan Pusat
Statistik Indonesia, International Trade Centre, UNCOMTRADE serta jurnal dan literatur-literatur
yang berkaitan dengan penelitian ini. Data yang berasal dari kementerian/lembaga digunakan untuk
inventarisasi industri yang menghasilkan produk tembaga yang akan dianalisis. Sedangkan untuk
metode analisis akan digunakan perhitungan RCA dan TSI, data yang akan digunakan berasal dari
website Trade Map yang berlaku secara internasional.

Menurut Kementerian Perdagangan HS code merupakan suatu daftar penggolongan barang yang
dibuat secara sistematis dengan tujuan memberikan keseragaman dalam penggolongan daftar barang,
memudahkan pengumpulan data dan analisis statistik perdagangan dunia serta sebagai acuan sistem
internasional yang resmi untuk pemberian kode, penjelasan dan penggolongan barang untuk tujuan
perdagangan.

Berdasarkan pohon industri komoditas tembaga pada gambar 2, industri tembaga yang ada di
Indonesia dibagi menjadi industri antara dan industri hilir. industri antara komoditas tembaga adalah
industri yang memproduksi Cu Cathode (HS 7403), Cu Waste/Scrap (HS 7404). Sedangkan industri
PROSIDING TPT XXXII PERHAPI 2023
2023

hilir komoditas tembaga adalah industri yang memproduksi Cu Bar/Rod (HS 7407), Cu Wire (HS
7408), Cu Plates (HS 7409) dan Cu Tube (HS 7411;7412).

B.2. Revealed Comparative Advantage

Revealed Comparative Advantage merupakan metode analisis yang digunakan untuk mengukur
keunggulan komparatif suatu negara dalam melakukan ekspor suatu barang atau jasa tertentu
dibandingkan dengan negara lain. Indeks RCA merupakan metode yang dikenalkan oleh Bela
Balassa, dasar pemikiran yang melandasi metode ini adalah bahwa kinerja ekspor suatu negara sangat
ditentukan tingkat daya saing relatifnya terhadap produk serupa buatan negara lain, tentu dengan
asumsi (cateris paribus) bahwa faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan ekspor tetap
tidak berubah. RCA merupakan salah satu indikator yang biasa digunakan untuk menentukan
produk-produk yang sebaiknya didorong untuk diproduksi dan diekspor oleh suatu negara. Formula
dari metode RCA dapat dilihat pada persamaan (1).
𝑋𝑎𝑖
⁄𝑋
𝑖
𝑅𝐶𝐴 = 𝑋𝑎𝑤 (1)
⁄𝑋
𝑤

Pada persamaan di atas menunjukan bahwa Xai adalah nilai ekspor produk tembaga dari Indonesia,
Xi merupakan nilai total ekspor seluruh komoditas dari Indonesia, sedangkan Xaw adalah nilai ekspor
produk tembaga dari dunia dan Xw adalah nilai total ekspor seluruh komoditas dari dunia.

Secara matematis, RCA dihitung dengan membandingkan proporsi ekspor suatu negara pada suatu
produk dengan proporsi ekspor dunia pada produk yang sama. Jika RCA suatu negara pada suatu
sektor industri memiliki nilai lebih besar dari satu (RCA>1) artinya negara tersebut memiliki
keunggulan komparatif dalam ekspor produk yang dihasilkan industri tersebut. Sebaliknya, jika RCA
suatu negara pada suatu sektor industri memiliki nilai kurang dari satu (RCA<1) artinya negara
tersebut tidak memiliki keunggulan kompetitif dalam ekspor produk yang dihasilkan industri
tersebut.

B.3. Trade Specialization Index

Perhitungan dengan metode Revealed Comparative Advantage (RCA) hanya dapat mengidentifikasi
komoditas/produk yang berpotensi ekspor dan mempunyai keunggulan komparatif pada masa lalu
dan sekarang (bersifat statis). Untuk dapat menangkap aspek dinamis dari keunggulan kompetitif
suatu komoditas/produk, maka metode RCA akan dikombinasikan dengan metode Trade
Specialization Index (TSI). Formula dari metode TSI dapat dilihat pada persamaan (2).

(𝑋 −𝑀 )
𝑇𝑆𝐼 = (𝑋𝑎𝑖+𝑀𝑎𝑖) (2)
𝑎𝑖 𝑎𝑖

Pada persamaan di atas menunjukan bahwa Xai adalah nilai ekspor produk tembaga dari Indonesia
dan Mai adalah nilai impor produk tembaga dari Indonesia.

Metode TSI dipakai untuk mendapatkan gambaran prospek pada masa yang akan datang dari suatu
komoditas/produk yang telah dinyatakan mempunyai keunggulan komparatif. Metode ini juga
digunakan untuk mengetahui /memperkirakan perkembangan suatu komoditas/produk yang
menunjukkan suatu pola siklus tertentu, apakah suatu komoditas/produk berada pada tahap
pengenalan, substitusi impor, pertumbuhan atau telah matang secara industri. Menurut Kementerian
Perdagangan, Trade Specialization Index dapat dikategorikan sebagai berikut.

- Tahap pengenalan (-1,00<TSI<-0,50)


- Tahap substitusi Impor (-0,51<TSI<0,00)
- Tahap pertumbuhan (0,01<TSI<0,80)
- Tahap kematangan (0,81<TSI<1,00)
PROSIDING TPT XXXII PERHAPI 2023
2023

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perdagangan Internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan
penduduk negara lain berdasarkan kesepakatan bersama (Mugiono, 2012). Dalam perdagangan luar
negeri untuk melihat selisih antara ekspor dan impor dapat dilihat dari neraca perdaganganya. Neraca
perdagangan yang mengalami surplus terjadi jika ekspor lebih besar dibandingkan dengan impornya,
dan begitu juga sebaliknya (Bustami dan Hidayat, 2013). Neraca perdagangan produk tembaga
berdasarkan HS Code dapat dilihat pada gambar 4.

Ekspor Impor
2.500.000 900.000
800.000
2.000.000 700.000
600.000
1.500.000 500.000
400.000
1.000.000 300.000
200.000
500.000
100.000
- -

2013
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2009
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022

7403 7404 7403 7404


7407 7408 7407 7408
7409 7411&7412 7409 7411&7412

Sumber : Trade Map, 2023

Gambar 4. Nilai Ekspor-Impor Produk Tembaga Indonesia (dalam ribu USD)

Untuk kinerja ekspor-impor seperti yang terlihat pada gambar 4 menunjukkan bahwa produk
tembaga secara keseluruhan menunjukkan trend surplus, dimana nilai ekspor lebih besar jika
dibandingkan dengan nilai impor. Peningkatan nilai impor yang signifikan dapat dilihat pada produk
Cu Cathode (HS 7403). Hal tersebut disebabkan karena kebutuhan terhadap katoda tembaga di dalam
negeri semakin meningkat, sementara industri yang memproduksi katoda tembaga masih sangat
terbatas.

Berdasarkan data dari Kementerian ESDM dalam Buku Grand Strategy Minerba 2021 dijelaskan
bahwa Pada tahun 2016 hingga 2020, puncak defisit terjadi pada komoditas Cu Bar/Rod (HS 7407)
dan Cu Tube (HS 7411;7412). Nilai defisit tersebut didapatkan dari hasil pengurangan antara ekspor
terhadap impor untuk produk yang sama. Puncak defisit tertinggi pada komoditas tembaga dalam
kurun waktu lima tahun adalah Cu Bar/Rod (HS 7407).

Dilihat dari kinerja ekspor, produk Cu Cathode (HS 7403) merupakan produk tembaga yang
mempunyai nilai ekspor tertinggi baik di Indonesia dan dunia selama 20 tahun terakhir (gambar 5).
Indonesia pernah mencatat nilai ekspor katoda tembaga yang tinggi pada tahun 2011 dengan nilai
2,5 juta USD dan pada tahun 2021 sebesar 1,8 juta USD, sedangkan untuk nilai ekspor produk lain
cenderung stasioner. Untuk 3 besar produk tembaga Indonesia yang mempunyai nilai ekspor tinggi
antara lain Cu Cathode (HS 7403), Cu Waste/Scrap (HS 7404) dan Cu Wire (HS 7408).
PROSIDING TPT XXXII PERHAPI 2023
2023

Indonesia Dunia
2.500.000 90.000.000
80.000.000
2.000.000 70.000.000
60.000.000
1.500.000 50.000.000
40.000.000
1.000.000 30.000.000
20.000.000
500.000
10.000.000
- -

2006

2022
2003
2004
2005
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2009
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
7403 7404 7403 7404
7407 7408 7407 7408
7409 7411&7412 7409 7411&7412

Sumber : Trade Map, 2023

Gambar 5. Nilai Ekspor Produk Tembaga Indonesia dan Dunia Berdasarkan HS Code
(dalam ribu USD)

Keberhasilan perdagangan internasional suatu negara dapat dilihat dari daya saingnya. Daya saing
merupakan konsep umum yang digunakan untuk merujuk pada komitmen persaingan pasar terhadap
keberhasilan suatu negara dalam persaingan internasional (Bustami dan Hidayat, 2013). Daya saing
merupakan posisi relatif suatu organisasi atau negara dibandingkan dengan yang lain. Negara
memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan daya saing dengan membuat Kebijakan
ekonomi atau politik yang menguntungkan (Mugiono, 2012).

Nilai total ekspor semua komoditas dari Indonesia selama periode 20 tahun terakhir (2003-2022)
berjumlah 3,09 triliun USD. Sedangkan nilai total ekspor semua komoditas dunia berjumlah 322
triliun USD. Hal itu menunjukkan bahwa kinerja ekspor semua komoditas dari Indonesia hanya
bernilai 1% dari total ekspor semua komoditas dunia. Nilai total ekspor Indonesia dan dunia dapat
dilihat pada gambar 6.

Total Ekspor Indonesia vs Dunia


350.000.000 30.000.000.000
300.000.000 25.000.000.000
250.000.000 20.000.000.000
200.000.000
15.000.000.000
150.000.000
100.000.000 10.000.000.000
50.000.000 5.000.000.000
- -
2007

2015
2003
2004
2005
2006

2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014

2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022

Dunia Indonesia

Sumber : Trade Map, 2023

Gambar 6. Nilai Total Ekspor Indonesia dan Dunia (dalam ribu USD)
PROSIDING TPT XXXII PERHAPI 2023
2023

C.1. Revealed Comparative Advantage (RCA)

RCA merupakan metode analisis yang digunakan untuk mengetahui keunggulan komparatif produk
tembaga Indonesia. Analisis RCA berguna untuk mengukur daya saing suatu negara berdasarkan rasio
pangsa pasar suatu negara dengan membandingkan terhadap negara pesaingnya (Pangestu et al, 2022).
Hasil analisis RCA menunjukkan bahwa yang mempunyai keunggulan komparatif adalah industri
yang menghasilkan produk Cu Cathode (HS 7403), Cu Bar/Rod (HS 7407) dan Cu Wire (HS 7408),
ditandai dengan nilai RCA>1. Sedangkan industri yang tidak mempunyai keunggulan komparatif
yang ditandai dengan nilai RCA<1 adalah industry yang memproduksi Cu Waste/Scrap (HS 7404),
Cu Plates (HS 7409) dan Cu Tube (HS 7411;7412). Hasil analisis RCA untuk tiap produk tembaga
berdasarkan HS Code dapat dilihat pada gambar 7.

Revealed Comparative Advantage


5,00

4,00

3,00

2,00

1,00

7403 7404 7407 7408 7409 7411&7412

Gambar 7. Nilai RCA Produk Tembaga Indonesia Berdasarkan HS Code

Keunggulan komparatif pada produk Cu Cathode (HS 7403) diproyeksikan akan mengalami
peningkatan karena adanya penambahan jumlah pabrik smelter yang akan dioperasikan, yang semula
berkapasitas 325.000 tpy menjadi 1.150.000 tpy. Sedangkan untuk produk Cu Wire (HS 7408),
Industri kabel Indonesia saat ini banyak memproduksi low voltage/building wire cable. Katoda
tembaga yang dibutuhkan sebagai bahan baku pembuatan kabel, sebagian besar masih diimpor. Pada
tahun 2019, hanya PT Batutua Tembaga Raya yang menyuplai katoda tembaga untuk kebutuhan kabel
di PT Karya Sumiden Indonesia. Indonesia dapat menutup gap impor katoda tembaga dengan
terbangunnya smelter PT FI, PT AMNT, dan berproduksinya PT KSK.

C.2. Trade Specialization Index (TSI)

TSI merupakan metode analisis yang digunakan untuk mengetahui keunggulan kompetitif produk
tembaga Indonesia. Secara implisit, indeks ini mempertimbangkan sisi permintaan yang diwakili oleh
nilai ekspor dan sisi penawaran yang diwakili oleh nilai impor. Hal tersebut juga sesuai dengan teori
net of surplus untuk perdagangan Internasional dimana ekspor dari suatu barang seharusnya terjadi
apabila ada kelebihan atas barang tersebut di pasar domestik (Aprilia, 2015).

Hasil analisis TSI menunjukkan bahwa produk tembaga yang mempunyai keunggulan kompetitif
adalah industri yang menghasilkan produk Cu Cathode (HS 7403), Cu Waste/Scrap (HS 7404), Cu
Bar/Rod (HS 7407) dan Cu Wire (HS 7408), ditandai dengan nilai TSI>0. Sedangkan industri yang
tidak mempunyai keunggulan kompetitif yang ditandai dengan nilai TSI<0 adalah industri yang
memproduksi Cu Plates (HS 7409) dan Cu Tube (HS 7411;7412). Hasil analisis TSI untuk tiap produk
tembaga berdasarkan HS Code dapat dilihat pada gambar 8.
PROSIDING TPT XXXII PERHAPI 2023
2023

Trade Specialization Index


1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
-
(0,20)
(0,40)
(0,60)
(0,80)
(1,00)

7403 7404 7407 7408 7409 7411&7412

Gambar 8. Nilai TSI Produk Tembaga Indonesia Berdasarkan HS Code

Keunggulan kompetitif terbagi menjadi dua kategori yaitu industri yang berada pada tahap pertumbuhan
(0,01<TSI<0,80) dan industri yang berada pada tahap kematangan (0,81<TSI<1,00). Berdasarkan hasil
analisis dapat dilihat bahwa trend dari industri yang mempunyai keunggulan kompetitif berada pada tahap
pertumbuhan, hanya industri yang memproduksi Cu Wire (HS 7408) yang mendekati angka 0,8
dikarenakan banyaknya industri kabel yang sudah beroperasi di Indonesia. Total ada 89 pabrik kabel
yang ada di Indonesia, yaitu yaitu 45 pabrik yang memproduksi low voltage/building wire cable (Cu),
25 pabrik yang memproduksi bare conductor Al & Cu, 11 pabrik yang memproduksi medium voltage
UGC (Al & Cu), dan 8 pabrik yang memproduksi high voltage UGC (Al & Cu).

C.3. Daya Saing Industri Berbasis Tembaga Indonesia

Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode RCA dan TSI, Industri yang mempunyai keunggulan
komparatif dan kompetitif adalah Industri tembaga yang memproduksi Cu Cathode (HS 7403) yang
berperan sebagai industri antara serta industri tembaga yang memproduksi Cu Bar/Rod (HS 7407)
dan Cu Wire (HS 7408) yang berperan sebagai industri hilir yang menyerap produk Cu Cathode (HS
7403).

Menurut Kementerian ESDM dalam buku Outlook ESDM Tembaga tahun 2020, net cash cost
tembaga Indonesia masih lebih rendah Dibandingkan dengan Amerika Selatan dan Amerika Utara.
Total net cash cost dari penambangan bijih sampai menjadi katoda tembaga di Indonesia adalah USD
1,28/LB atau 128 SEN/LB, dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan Net Cash Cost Indonesia dan negara lain


No Biaya per USD/LB Indonesia Amerika Selatan Amerika Utara
1 Produksi dan Pengiriman 2,91 1,85 2,05
2 Pemurnian 0,26 0,18 0,11
3 Bea Ekspor 0,08 - -
4 Royalti 0,16 0,01 -
5 Pengiriman Emas dan Perak -2,13 0,27 -0,24
Total Net Cash Cost USD/LB 1,28 1,77 1,92
Sumber : Outlook ESDM Tembaga Kementerian ESDM, 2020

Melalui perbandingan langsung, biaya pengolahan smelter dan refinery tembaga di Indonesia secara
keseluruhan masih lebih rendah daripada rata-rata industri lain yang sama di seluruh dunia. Salah satunya
adalah karena harga bijih yang kompetitif dan kemudahan akses terhadap pembangkit energi. Ketersediaan
cadangan tembaga Indonesia yang cukup melimpah juga membantu dalam mendukung daya kompetitif
industri domestik terhadap global.
PROSIDING TPT XXXII PERHAPI 2023
2023

Dari segi iklim investasi, Indonesia juga memberikan kebijakan insentif baik kepada investor maupun
terhadap produsen. Insentif yang diterima oleh investor berupa Tax Holiday, Tax Allowance, fasilitas bea
masuk dan Super Deduction Tax. Sedangkan bagi produsen, insentif yang diterima yaitu memudahkan
pemberian tax holiday diantaranya dengan fasilitasi pencarian mitra lokal dan pembebasan bea masuk dan
PPN untuk bahan baku/pendukung yang tidak tersedia di Indonesia. Selain itu Kementerian Investasi juga
akan melakukan promosi investasi yang dilakukan kepada mitra internasional serta memberikan dukungan
pembiayaan bagi pengusaha dalam negeri melalui SWF/INA (Sovereign Wealth Fund/Indonesia
Investment Authority) dan Bank HIMBARA (Himpunan Bank Milik Negara).

D. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini antara lain:

1. Dilihat dari kinerja perdagangan, produk Cu Cathode (HS 7403) merupakan produk tembaga
yang mempunyai nilai ekspor tertinggi diikuti Cu Waste/Scrap (HS 7404) dan Cu Wire (HS
7408). Sedangkan nilai impor tertinggi dimiliki produk Cu Bar/Rod (HS 7407) diikuti Cu Tube
(HS 7411;7412).
2. Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode RCA dan TSI, Industri yang mempunyai
keunggulan komparatif dan kompetitif adalah Industri tembaga yang memproduksi Cu
Cathode (HS 7403), Cu Bar/Rod (HS 7407) dan Cu Wire (HS 7408) yang ditandai dengan
nilai RCA>1 dan berada pada status tahap pertumbuhan (0,01<TSI<0,80).
3. Net cash cost tembaga Indonesia masih lebih rendah Dibandingkan dengan Amerika Selatan
dan Amerika Utara. Total net cash cost dari penambangan bijih sampai menjadi katoda
tembaga di Indonesia adalah USD 1,28/LB atau 128 SEN/LB.

Adapun saran dan masukan dari penelitian ini antara lain:

1. Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam dalam negeri dengan jalan percepatan


pembangunan industri antara yang memproduksi katoda tembaga sehingga industri hilir tidak
melakukan impor bahan baku dari luar negeri.
2. Perlu adanya pemetaan yang lebih komprehensif untuk industri hilir yang menggunakan
katoda tembaga sebagai bahan baku, agar semua katoda tembaga yang diproduksi nantinya
dapat seluruhnya terserap di dalam negeri.
3. Perlu adanya pendekatan lain dalam menganalisis daya saing kompetitif dan komparatif,
seperti pendekatan teknologi menggunakan metode Technological Comparative Advantage
dan Revealed Technological Advantage untuk melengkapi hasil analisis dengan pendekatan
perdagangan
4. Penelitian selanjutnya perlu dilakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing
produk tembaga Indonesia ditinjau dari perspektif makroekonomi dan mikroekonomi, untuk
mendapatkan solusi yang dapat langsung diterapkan oleh stakeholder terkait.
PROSIDING TPT XXXII PERHAPI 2023
2023

DAFTAR PUSTAKA

Anam, S., & Solikin, A. (2020). Dampak Kebijakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP)
terhadap Proteksi dan Daya Saing Produk Baja Lapis Aluminium Seng (BJLAS). Indonesian
Treasury Review: Jurnal Perbendaharaan, Keuangan Negara dan Kebijakan Publik, 5(3), 235-
253.
Aprilia, F. (2015). Posisi daya saing dan spesialisasi perdagangan lada Indonesia dalam menghadapi
globalisasi (studi pada ekspor lada Indonesia tahun 2009-2013). Jurnal Administrasi Bisnis
Universitas Brawijaya, 27, 1-7.
Balassa, B. 1965. Trade Liberalization and Revealed Comparative Advantage. The Manchester
School of Economic and Social Studies. 33 (2) : 99-123.
Bustami, B. R., & Hidayat, P. (2013). Analisis Daya Saing Produk Ekspor Provinsi Sumatera Utara.
Jurnal Ekonomi dan Keuangan, 1(2), 56-71.
Mugiono. 2012. Strategi Memasuki Pasar China (studi perdagangan internasional provinsi jawa
timur). Jurnal Aplikasi Manajemen, 10(1): 7184
Pangestu, A. D., Dharmawan, B., & Satriani, R. (2022). Daya Saing Ekspor Minyak Kelapa (Crude
Coconut Oil) Indonesia di Pasar Internasional. Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis
(JEPA), 6(1), 051-061.
TradeMap. (2023). Indonesian Copper Exports Values [2003-2022]. Diakses pada 14 Juli 2023, dari
https://www.trademap.org/Product_SelCountry_TS.aspx?nvpm=1%7c360%7c%7c%7c%7c7
4%7c%7c%7c4%7c1%7c1%7c2%7c2%7c1%7c1%7c1%7c1%7c1
TradeMap. (2023). Indonesian Copper Imports Values [2003-2022]. Diakses pada 14 Juli 2023, dari
https://www.trademap.org/Product_SelCountry_TS.aspx?nvpm=1%7c360%7c%7c%7c%7c7
4%7c%7c%7c4%7c1%7c1%7c1%7c2%7c1%7c1%7c1%7c1%7c1
TradeMap. (2023). Indonesian Exports Values [2003-2022]. Diakses pada 14 Juli 2023, dari
https://www.trademap.org/Product_SelCountry_TS.aspx?nvpm=1%7c360%7c%7c%7c%7c
TOTAL%7c%7c%7c2%7c1%7c1%7c2%7c2%7c1%7c1%7c1%7c1%7c1
TradeMap. (2023). World Copper Exports Values [2003-2022]. Diakses pada 14 Juli 2023, dari
https://www.trademap.org/Product_SelProduct_TS.aspx?nvpm=1%7c%7c%7c%7c%7c74%
7c%7c%7c4%7c1%7c1%7c2%7c2%7c1%7c1%7c1%7c1%7c1
TradeMap. (2023). World Exports Values [2003-2022]. Diakses pada 14 Juli 2023, dari
https://www.trademap.org/Product_SelProduct_TS.aspx?nvpm=1%7c%7c%7c%7c%7cTOT
AL%7c%7c%7c2%7c1%7c1%7c2%7c2%7c1%7c1%7c1%7c1%7c1
Tresnadi, H. (2014). Perkembangan Industri Tembaga Global Sebagai Masukan untuk
Pengembangan Industri Tembaga Nasional. Prosiding TPT PERHAPI XXII.
United States Geological Survey. 2023. Mineral Commodity Summaries 2023. U.S. Geological
Survey. https://doi.org/10.3133/mcs2023
_____. (2015). Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015-2035. Kementerian
Perindustrian
_____. (2021). Grand strategy mineral dan batubara 2021. Kementerian Energi dan Sumberdaya
Mineral
_____. (2020). Booklet ESDM Tembaga 2020. Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral
_____. (2022). Peta Jalan Hilirisasi Investasi Strategis Sektor Mineral 2022. Kementerian Investasi
_____. (2015). Peta Jalan Hilirisasi Investasi Strategis Sektor Mineral 2022. Kementerian Investasi

Anda mungkin juga menyukai