Anda di halaman 1dari 18

Pengelolaan DAS – Modul -4

MATA KULIAH
PENGELOLAAN AIRTANAH
Kode : TKP 4130
Sks : 2 sks (Wajib)

MODUL 4 : Dua pokok Bahasan (Dua Kali Tatap Muka)

1. Pendugaan Laju erosi dan Prosedur Perhitungan


(Pertemuan ke-6)
2. Penentuan Lahan Kritis dan Klasifikasi Kemampuan
Lahan
(Pertemuan ke-7)

Pengampu : Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS.


Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng.
Jurusan Teknik Pengairan Universitas Brawijaya

1. PENDAHULUAN MODUL - 4
-Pengantar
-Tujuan

2. Erosi
 Penyebab Erosi
 Proses Terjadinya Erosi
 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erosi
 Dampak Umum Terjadinya Erosi

3. Pendugaan Laju Erosi


 Metode MUSLE (Modified Universal Soil Loss
Equation)
 Metode RUSLE (Revised Universal Soil Loss
Equation)

4. Prosedur Perhitungan (EI30)


 Indeks Erodibilitas Tanah (K)
 Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)
 Faktor Pengelolaan Tanaman dan Konservasi
Tanah (CP)

5. Penentuan Lahan Kritis

6. Klasifikasi Kemampuan Lahan

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 1
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -4

1. PENDAHULUAN

1.1. Pengantar

Bentuk permukaan bumi selalu berubah sepanjang masa. Banyak hal


yang menjadi penyebab perubahan bentuk permukaan bumi. Salah satu
prosesnya adalah erosi. Erosi tanah adalah suatu proses atau peristiwa
hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air
maupun angin (Suripin, 2002:11). Sedangkan menurut Arsyad (2000:30) erosi
adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah
dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami.

Proses erosi di alam dapat terjadi secara alami atau sering disebut dengan
erosi geologi dan terjadi akibat aktivitas manusia yang disebut dengan erosi
dipercepat. Erosi geologi merupakan proses keseimbangan alam, kecepatan
kehilangan tanah sama atau lebih kecil dari proes pembentukan tanah. Contoh
erosi geologi di Jawa Timur antara lain terbentuknya dataran Sungai Brantas
yang terletak antara sungai Mas dan Sungai Porong. Dataran tersebut terbentuk
akibat adanya endapan dari sungai yang ada disekitarnya, yang material
endapannya berasal dari dataran atau pegunungan yang lebih tinggi yang
tererosi. Fenomena ini juga terjadi di Dataran Pujon dan dataran Ngantang
(sekitar Waduk Selorejo). Aktivitas manusia yang menyebabkan erosi
dipercepat antar lain usaha pertanian khususnya akibat dari alih guna lahan.
Erosi ini kecepatannya melebihi kecepatan pembentukaan tanah, sehingga perlu
dikendalikan agar dapat kembali pada batas keseimbangan alam atau erosi yang
diperbolehkan.

1.2 Tujuan

 Mengetahui penyebab erosi


 Mengetahui prosedur perhitungan Erosi
 Memehami penentuan lahan kritis
 Dapat Mengklasifikasikan lahan kritis

2. Erosi
Bentuk permukaan bumi selalu berubah sepanjang masa. Banyak hal
yang menjadi penyebab perubahan bentuk permukaan bumi. Salah satu
prosesnya adalah erosi. Erosi tanah adalah suatu proses atau peristiwa
hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air
maupun angin (Suripin, 2002:11). Sedangkan menurut Arsyad (2000:30) erosi
adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah
dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami.

Proses erosi di alam dapat terjadi secara alami atau sering disebut dengan
erosi geologi dan terjadi akibat aktivitas manusia yang disebut dengan erosi
dipercepat. Erosi geologi merupakan proses keseimbangan alam, kecepatan
kehilangan tanah sama atau lebih kecil dari proes pembentukan tanah. Contoh
erosi geologi di Jawa Timur antara lain terbentuknya dataran Sungai Brantas
Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 2
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -4

yang terletak antara sungai Mas dan Sungai Porong. Dataran tersebut terbentuk
akibat adanya endapan dari sungai yang ada disekitarnya, yang material
endapannya berasal dari dataran atau pegunungan yang lebih tinggi yang
tererosi. Fenomena ini juga terjadi di Dataran Pujon dan dataran Ngantang
(sekitar Waduk Selorejo). Aktivitas manusia yang menyebabkan erosi
dipercepat antar lain usaha pertanian khususnya akibat dari alih guna lahan.
Erosi ini kecepatannya melebihi kecepatan pembentukaan tanah, sehingga perlu
dikendalikan agar dapat kembali pada batas keseimbangan alam atau erosi yang
diperbolehkan.

Penyebab Erosi
Penyebab utama erosi di alam ada dua macam yaitu erosi angin dan erosi
air (Gambar 2.9). Erosi angin biasanya terjadi pada daerah kering seperti gurun
atau padang pasir. Namun di daerah lembab di Jawa Timur juga terjadi erosi
angin seperti di padang pasir Pegunungan Tengger. Erosi angin pun kerap terjadi
di DAS Konto Hulu, pada tanah andisol ketika musim kemarau lahan-lahan yang
terbuka akan mudah sekali tererosi oleh angin hingga mampu merusak teras-
teras bangku (Utomo, 1994). Sedangkan di daerah tropis penyebab utama erosi
adalah air. Air yang dapat menyebabkan erosi adalah air hujan (berupa
pukulan), air limpasan permukaan, air sungai, air danau, air laut.

Gambar 1. Erosi oleh angin (kiri), erosi oleh air (kanan)

Proses Terjadinya Erosi


Menurut Utomo (1994:19), proses erosi bermula dengan terjadinya
penghancuran agregat-agregat tanah sebagai akibat pukulan air hujan yang
mempunyai energi lebih besar daripada daya tahan tanah. Hancuran tanah ini
akan menyumbat pori-pori tanah, maka kapasitas infiltrasi tanah akan menurun
dan mengakibatkan air mengalir di permukaan tanah dan disebut sebagai
limpasan permukaan. Limpasan permukaan mempunyai energi untuk mengikis
dan mengangkut partikel-partikel tanah yang telah dihancurkan. Selanjutnya
jika tenaga limpasan permukaan sudah tidak mampu lagi mengangkut bahan-
bahan hancuran tersebut, maka bahan-bahan ini akan diendapkan. Dengan
demikian ada tiga proses yang bekerja secara berurutan dalam proses erosi
yaitu diawali dengan penghancuran agregat-agregat, pengangkutan dan diakhiri
dengan pengendapan. Dengan demikian 3 bagian yang berurutan, yaitu :
1. Pengelupasan (detachment);
2. Pengangkutan (transportation);

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 3
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -4

3. Pengendapan (sedimentation)

Gambar 2. Proses terjadinya erosi meliputi (dari kiri ke kanan):


penghancuran, pengangkutan, pengendapan

Klasifikasi Erosi
Para pakar konservasi tanah pada mulanya mengklasifikasikan erosi
berdasarkan bentuknya, yaitu :
a) Erosi Lembar (sheet erosion);
b) Erosi Alur (riil erosion);
c) Erosi Selokan (gully erosion).
Klasifikasi tersebut di atas saat sekarang dirasa kurang sesuai, karena
dalam klasifikasi tersebut tidak memperhitungkan kekurangan agregat yang
terjadi karena pukulan air hujan. Pukulan air hujan merupakan fase pertama dan
terpenting dari erosi (Hudson,1976). Lebih lanjut sebenarnya hampir tidak ada
kenyataan yang menunjukkan bahwa limpasan permukaan mempunyai
kedalaman dan kekuatan yang sama pada semua tempat sehingga mengikis
permukaan bumi secara merata (sheet). Oleh karena itu Morgan (1979)
membedakan bentuk erosi menjadi :
1. Erosi percikan (splash erosion)
Erosi percikan adalah proses terkelupasnya partikel-partikel tanah bagian atas
oleh tenaga kinetik air hujan. Partikel tanah yang hancur oleh pukulan air hujan
diangkut melalui aliran horizontal oleh aliran air hujan diatas permukaan tanah
bersama limpasan permukaan.
2. Erosi limpasan permukaan/erosi lembar (sheet erosion)
Erosi lembar adalah erosi yang terjadi ketika permukaan tanah terkikis oleh
limpasan permukaan pada lahan yang berlereng. Daya rusak limpasan
permukaan terutama dipengaruhi oleh kecepatan aliran permukaan. Jika energi
limpasan permukaan lebih besar dari ketahanan tanah akan menyebabkan erosi
yang besar.
3. Erosi alur (riil erosion)
Pengelupasan permukaan tanah diikuti oleh pengangkutan yang terkonsentrasi
dan membentuk saluran-saluran air. Ketika air masuk kedalam cekungan
(saluran) permukaan tanah, kecepatan aliran air meningkat sehingga terjadi
pengangkutan sedimen.
4. Erosi parit (gully erosion)
Erosi parit adalah perkembangan dari erosi alur yang semakin lebar dan dalam.
Erosi ini diawali dengan adanya gerusan yang melebar di bagian atas tanag yang
miring yang berlangsung relative singkat akibat adanya aliran air yang besar.
5. Erosi massa

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 4
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -4

Erosi massa adalah terkikisnya sejumlah tanah dalam jumlah besar secara
bersama-sama berpindah terangkut oleh air yang terkumpul. Erosi ini terjadi
karena ada pengumpulan air pada lapisan tanah atas yang berada pada lapisan
kedap air sehingga gaya geser melebihi kekuataan geser tanah yang
menyebabkan massa tanah lapisan atas bergerak secara bersama-sama
mengikuti arah lereng.

a) b)

c) d) e)

Gambar 3. Jenis erosi berdasarkan bentuknya a) erosi percikan, b) erosi


lembar, c) erosi alur, d) erosi parit,e) erosi massa

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erosi


Erosi terjadi melalui proses penghancuran/pengikisan, pengangkutan dan
pengendapan. Dengan demikian intensitas erosi ditentukan oleh faktor-faktor
yang mempengaruhi ketiga proses tersebut. Hudson (1976) melihat erosi dari
dua segi yaitu faktor penyebab, yang dinyatakan dalam erosivitas, dan faktor
tanah yang dinyatakan dalam erodibilitas. Jadi kalau dinyatakan dalam fungsi
maka :

E = f { Erosivitas , Erodibilitas}

Di alam, proses erosi tidak sesederhana hasil kali erosivitas dan


erodibilitas saja, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap kedua variabel tersebut. Erosivitas dalam erosi air merupakan
manivestasi hujan, dipengaruhi oleh adanya vegetasi dan kemiringan, dan
erodibilitas juga dipengaruhi oleh adanya vegetasi. Dan akhirnya aktivitas
manusia tentunya juga sangat mempengaruhi faktor-faktor tersebut. Oleh

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 5
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -4

karena itu dapat dikemukakan pula bahwa erosi adalah fungsi dari hujan (H),
Tanah (T), Kemiringan (K), Vegetasi (V), dan Manusia (M). Jadi apabila
dinyatakan dalam fungsi, maka :
E = f {H,T,K,V,M}
Artinya erosi akan dipengaruhi oleh sifat hujan, tanah, derajat dan panjang
lereng, adanya penutup tanah yang berupa vegetasi dan aktivitas manusia
dalam hubungannya dengan pemakaian tanah.

Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya laju erosi adalah
(Suripin, 2002:41) :
a. Iklim
Faktor iklim yang besar pengaruhnya terhadap erosi tanah adalah hujan,
temperatur, dan suhu. Diantara faktor-faktor tersebut yang paling berpengaruh
adalah hujan. Hujan memainkan peranan dalam erosi tanah melalui tenaga
pengelepasan dari pukulan butir-butir hujan pada permukaan tanah dan
sebagian melalui kontribusinya terhadap aliran.
b. Tanah
Sifat-sifat fisik tanah menentukan besar kecilnya indeks erodibilitas tanah yang
menunjukkan tingkat kepekaan tanah untuk tererosi. Dalam kaitannya dengan
konservasi tanah dan air, sifat fisik tanah yang berpengaruh meliputi : tekstur,
struktur, infiltrasi, dan kandungan bahan organik.
c. Topografi
Faktor topografi umumnya dinyatakan kedalam kemiringan dan panjang lereng.
Secara umum erosi akan meningkat dengan meningkatnya kemiringan dan
panjang lereng. Kombinasi kedua variabel lereng ini menyebabkan laju erosi
tanah tidak sekedar proporsional dengan kemiringan lereng tetapi meningkat
secara drastis dengan meningkatnya panjang lereng.

d. Vegetasi
Vegetasi mempunyai pengaruh yang bersifat melawan terhadap faktor-faktor
lain yang erosif seperti hujan, topografi, dan karakteristik tanah. Vegetasi atau
tanaman memiliki sifat pelindung tanah dari pukulan butir-butir hujan dan dapat
memperbaiki struktur tanah dengan bantuan akar-akarnya.
e. Kegiatan Manusia
Kegiatan manusia dikenal sebagai salah satu faktor paling penting terhadap
terjadinya erosi tanah yang cepat dan intensif. Kegiatan tersebut kebanyakan
berkaitan dengan perubahan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap erosi,
misalnya perubahan penutup tanah akibat penggundulan hutan untuk
pemukiman, lahan pertanian, atau gembalaan.

Dampak Umum Terjadinya Erosi


Erosi menyebabkan hilangnya lapisan atas tanah yang subur dan baik untuk
pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap
dan menahan air. Tanah yang terangkut tersebut akan diendapkan di dalam
sungai, waduk, danau, saluran irigasi, diatas tanah pertanian, dan sebagainya.
Secara rinci dampak erosi disajikan pada Tabel berikut.

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 6
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -4

Tabel 1. Dampak Erosi Tanah

Bentuk Dampak di Tempat Dampak di Luar


Dampak
Kejadian Erosi Tempat Kejadian

 Kehilangan lapisan tanah yang  Pelumpuran dan


baik bagi berjangkarnya akar pendangkalan waduk, sungai,
tanaman saluran, dan badan air lainnya
 Kehilangan unsur hara dan  Timbulnya lahan pertanian,
kerusakan struktur tanah jalan dan bangunan lainnya
 Peningkatan penggunaan  Menghilangnya mata air dan
energi untuk produksi memburuknya kualitas air
 Kemerosotan produktivitas  Kerusakan ekosistem
tanah atau bahkan menjadi tidak perairan (tempat bertelur ikan,
dapat dipergunakan untuk terumbu karang, dsb)
berproduksi  Kehilangan nyawa dan harta
 Kerusakan bangunan oleh banjir
Langsung konservasi dan bangunan lainnya  Meningkatnya frekuensi dan
 Pemiskinan petani masa kekeringan
penggarap/pemilik tanah
 Timbulnya dorongan/tekanan  Kerugian oleh memendeknya
untuk membuka lahan baru umur waduk
Tidak  Timbulnya keperluan akan  Meningkatnya frekuensi dan
Langsung perbaikan lahan dan bangunan besarnya banjir
yang rusak
Sumber : Arsyad, 2000:4

3. Pendugaan Laju Erosi


a. Metode MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation)
Salah satu metode yang pertama kali dikembangkan untuk
memperkirakan besarnya erosi lahan dan masih banyak digunakan sampai
sekarang adalah metode Universal Soil Loss Equation (USLE) yang
dikembangkan oleh Wischmeir dan Smith (1978). USLE dirancang untuk
memprediksi erosi jangka panjang dari erosi lembar (sheet erosion) dan erosi
alur di bawah kondisi tertentu (Suripin, 2002 : 69).

Sedangkan metode MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation) atau


MPUKT (Modifikasi Persamaan umum Kehilangan Tanah) merupakan modifikasi
dari USLE (Universal Soil Loss Equation) atau PUKT (Persamaan Umum
Kehilangan Tanah) yang dikembangkan oleh Williams. Persamaan MUSLE
menurut Williams (1975) adalah sebagai berikut (Utomo, 1994 : 154) :
A = Rw . K . L . S . C . P (2-12)

dengan :
A = Besarnya kehilangan tanah per satuan luas lahan (ton/ha)
Rw = Indeks erosivitas limpasan permukaan (mm)

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 7
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -4

K = Indeks erodibilitas tanah


L = Faktor panjang lereng
S = Faktor kemiringan lereng
C = Faktor pengelolaan tanaman
P = Faktor pengolahan tanah

b. Metode RUSLE (Revised Universal Soil Loss Equation)


Metode RUSLE merupakan revisi dari metode USLE. Dalam metode RUSLE
faktor yang berpengaruh terhadap besarnya erosi sama dengan faktor penentu
pada metode USLE yaitu faktor hujan (indeks erosivitas), tanah (nilai
erodibilitas), topografi (nilai LS), tanaman (nilai C), dan konservasi tanah (nilai
P). Faktor dominan yang berbeda terletak pada indeks erosivitasnya (R). Pada
metode RUSLE diketahui bahwa terdapat korelasi yang besar antara kehilangan
tanah (erosi) dengan sifat majemuk hujan sehingga digunakan dalam
perhitungan indeks erosivitas. Sifat hujan tersebut meliputi jumlah hujan,
intensitas hujan (I) dan energi kinetik (E).

Dalam hal ini Wischmeier dan Smith (1978) menggabungkan energi


Kinetik (E) dan Intensitas hujan meksimum selama 30 menit (I 30). Sehingga
dalam metode RUSLE, nilai EI30 yang digunakan sebagai indeks erosivitas hujan
(R) (Utomo, 1994:36).

Persamaan RUSLE dapat dijabarkan sebagai berikut:


A = EI30 . K . L . S . C . P (2-13)
dengan:
A = Jumlah tanah yang hilang (ton/ha/tahun)
EI30 = Indeks erosivitas hujan dengan intensitas hujan maksimum 30
menit
K = Indeks erodibilitas tanah
L = Faktor panjang lereng
S = Faktor kemiringan lereng
C = Faktor pengelolaan tanaman
P = Faktor pengolahan tanah
Indeks Erosivitas Limpasan Permukaan
a. Metode MUSLE

Erosivitas merupakan kemampuan hujan untuk menyebabkan terjadinya erosi.


Indeks erosivitas untuk pendugaan besarnya laju erosi dapat dihitung dengan
analisis Rw menurut Williams. Rumus ini digunakan pada daerah aliran yang
cukup luas, selama erosi juga terjadi pengendapan dalam proses pengangkutan.
Hasil endapan dipengaruhi oleh limpasan permukaan. Dalam rumus ini, William
mengadakan Modifikasi PUKT untuk menduga hasil endapan dari setiap kejadian

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 8
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -4

limpasan permukaan dengan cara mengganti indeks erosivitas (R) dengan


erosivitas limpasan permukaan (Rw).
Rw = 9,05 . (Vo. Qp)0,56 (2–14)
Dimana:
Vo = R . exp (-Rc / Ro) (2-15)
Rc = 1000 . Ms . BD . RD . (Et / Eo)0,50 (2-16)
Ro = R / Rn (2-17)
Dengan :
Rw = Indeks erosivitas limpasan permukaan (m2/jam)
Vo = Volume limpasan permukaan (m3/ha)
Qp = Laju maksimum aliran air permukaan (m3/det/ha)
R = Jumlah curah hujan bulanan
Ro = Hujan satuan (mm)
Ms = Kandungan lengas pada kapasitas lapang (%)
BD = Berat jenis volume lapisan tanah atas (mg3/m)
RD = Kedalaman perakaran efektif (m), didefinisikan sebagai lapisan
impermeable. Besarnya ditentukan sebagai berikut :

- Untuk tanaman pohon, tanaman kayu = 0,10


- Untuk tanaman semusim dan rumput = 0.05
Et/Eto = Perbandingan evapotranspirasi actual (Et) dengan
evapotraspirasi potensial
Rn = Jumlah hari hujan bulanan
a. Metode RUSLE
Erosivitas EI30 adalah hasil perkalian antara energi kinetik (E) dari suatu kejadian
dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I 30) (Asdak, 2001: 357). Energi
Kinetik hujan didapat dari persamaan (Wischmeier dan Smith, 1958, 1978)
(Arsyad, 2000: 79):
E = 210 + 89 log (i) (2-18)
Dengan:
E = Energi kinetik hujan (ton-m/ha/cm/jam)
i = Intensitas hujan (cm/jam)
Sementara itu term interaksi antara besarnya energi kinetik hujan dengan
intensitas maksimum 30 menit dapat dinyatakan:
EI30 = E (I30 x 10-2) (2-19)
Dengan:
EI30 = Interaksi energi dengan intensitas hujan maksimum selama 30
menit (kj/ha)
I30 = Intensitas maksimum selama 30 menit (cm/jam)

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 9
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -4

E = Energi kinetik hujan (kj/ha/cm/jam)


EI30 berkorelasi sangat erat dengan besarnya erosi yang terjadi, sehingga
EI30 dinyatakan sebagai indeks potensial erosi hujan atau indeks erosi hujan.
Untuk menghitung nilai EI30 dengan persamaan (2-18) dan (2-19) diperlukan
penakar hujan otomatik yang mencatat banyaknya air yang jatuh setiap saat
(Arsyad, 2000:79).
4. Prosedur Perhitungan (EI30)
EI30 dihitung untuk setiap kejadian hujan dengan menggunakan persamaan (2-
13) dan (2-14).

Energi hujan dan intensitas hujan yang diperlukan didapat dari analisis
grafik hujan pada kertas pias yang didapat dari penakar hujan otomatis seperti
terlihat pada gambar 2.7. Grafik hujan tersebut dipisahkan kedalam bagian-
bagian yang berbeda. Pada gambar 2.7. bagian-bagian tersebut adalah a-b, b-c,
c-d, d-e, f-g, g-h, h-i, i-j, dan j-k. Dari segmen-segmen tersebut diketahui
jumlah curah hujan setiap bagian dan waktu dalam menit segmen tersebut.
Intensitas hujan untuk setiap bagian didapat dengan mengalikan curah hujan
bagian-bagian tersebut. I30 ditentukan dari bagian yang intensitasnya terbesar,
selama 30 menit yang pada gambar 2.7. ditandai dengan X-X dalam bagian i-j
sebesar 3,6 cm selama 30 menit. I 30 menjadi 3,6 x 60/30 cm/jam = 7,2 cm/jam
(Arsyad, 2000:109).

Gambar 4. Grafik hujan yang didapat dari penakar hujan otomatik

(Arsyad, 2000:110)
Indeks Erodibilitas Tanah (K)
Erodibilitas adalah kepekaan suatu tanah untuk mengalami peristiwa
erosi. Suatu hujan dengan intensitas tertentu terjadi pada beberapa jenis tanah
akan mendapatkan indeks erodibilitas tanah yang tertentu pula. Apabila suatu
jenis tanah mempunyai nilai K (faktor erodibilitas) yang tinggi maka semakin
tinggi pula kemungkinan untuk tererosi.
Faktor erodibilitas tanah (K) menunjukkan resistensi partikel tanah terhadap
pengelupasan dan transportasi partikel-partikel tanah tersebut oleh adanya
energi kinetik air hujan. Besarnya resistensi tersebut tergantung pada topografi,

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 10
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -4

tekstur tanah, stabilitas agregat tanah, kapasitas infiltrasi, kandungan organik


dan kimia tanah serta besarnya gangguan oleh manusia (Asdak, 2002 : 360).
Penentuan besarnya indeks erodibilitas dapat menggunakan metode :
1. Wishmeir et al, 1971 (Utomo, 1994 : 50) mengembangkan
nomograf erodibilitas nilai K berdasarkan atas kepekaan tanah terhadap erosi
dipengaruhi oleh tekstur tanah (terutama kadar debu + pasir halus), bahan
organik, struktur dan permeabilitas tanah. Struktur tanah yang diamati di
lapangan berdasarkan bentuk dan ukurannya, selanjutnya dibedakan menjadi 4
kelas (Tabel 2.31). Sifat tanah yang lain, dalam hal ini prosentase debu,
prosentase pasir halus, prosentase (%) pasir kasar, kandungan bahan-bahan
organik dan permeabilitas ditentukan di laboratorium. Selanjutnya,
permeabilitas digolongkan menjadi 6 kelas seperti pada tabel 2.32. Maka
pendugaan besarnya nilai indeks erodibilitas tanah dapat menggunakan data-
data tersebut dengan nomograf Wishmeir seperti pada gambar 2.13.
2. Metode lainnya adalah dengan menggunakan pendugaan nilai
erodibilitas dengan tabel nilai erodibilitas berdasarkan jenis tanah. Nilai
erodibilitas yang diperoleh pada tabel berdasarkan studi terhadap berbagai jenis
tanah di daerah Jawa seperti tertera pada tabel 2.33.

Gambar 5. Nomograf untuk menentukan nilai erodibilitas (K)


Sumber : Asdak, 2002 : 363

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 11
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -4

Tabel 2. Klasifikasi struktur yang menggunakan Nomograf


Kelas Keterangan
1 Granuler sangat halus
2 Granuler halus
3 Granuler sedang – kasar
4 Masif kubus, lempeng
Sumber : Utomo, 1994 : 50

Tabel 3. Klasifikasi permeabilitas untuk menggunakan Nomograf


Kelas Keterangan Permeabilitas (cm/jam)
1 Cepat >12.5
2 Agak cepat 6.25 – 12.5
3 Sedang 2.00 – 6.25
4 Agak lambat 0.50 – 2.00
5 Lambat 0.125 – 0.50
6 Sangat lambat < 0.125
Sumber : Utomo, 1994 : 51

Tabel 4. Perkiraan besarnya nilai K pada beberapa tanah di Jawa


Tanah Nilai K Sumber
Regosol, Jatiluhur 0.23 – 0.31 Ambar
Litosol, Jatiluhur 0.16 – 0.29 Dan Syarifudin, 1979
Latosol Merah, Jatiluhur 0.12
Latosol Merah Kuning 0.26 – 0.31
Latosol Coklat 0.31
Grumosol, Jatiluhur 0.21
Glay Humic, Jatiluhur 0.2
Hiromorf Kelabu 0.2
Mediteran, Yogyakarta 0.26 Kurnia dan Suwarjo
Litosol, Yogyakarta 0.19 1977
Grumosol, Yogyakarta 0.24 – 0.31
Mediteran, Caruban 0.21 – 0.32 Bols, 1979
Grumosol, Caruban 0.26
PSLH Unibraw, 1984
Andosol, Batu 0.08 – 0.10
Andosol, Pujon 0.04 – 0.10
Kambisol, Pujon 0.12 – 0.16
Mediteran, Ngantang 0.20 – 0.30
Litosol, Malang Selatan 0.26 – 0.30
Regosol, Malang Selatan 0.16 – 0.28
Kambisol, Malang 0.17 – 0.30
Selatan
Mediteran, Dampit 0.21 – 0.30
Latosol, Malang Selatan 0.14 – 0.20
Sumber : Utomo, 1994 : 54

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 12
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -4

Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)


Sifat lereng yang mempengaruhi energi penyebab erosi adalah kemiringan
(slope), panjang lereng dan bentuk lereng (Utomo, 1987:83). Kemiringan lereng
mempengaruhi kecepatan dan volume limpasan permukaan. Semakin curam
suatu lereng, maka laju limpasan permukaan akan semakin cepat, dan laju
infiltrasi juga akan berkurang sehingga volume limpasan permukaan semakin
besar.

Studi yang dilakukan untuk


Kemiringan mempengaruhi
mengetahui pengaruh bentuk lereng
kecepatan dan volume limpasan
terhadap erosi masih terbatas. Untuk
permukaan. Pada dasarnya makin
lahan dengan derajat kemiringan dan
curam suatu lereng, jadi
panjang lereng yang sama, erosi dari
persentase kemiringan makin
lereng berbentuk cembung akan lebih
tinggi, makin cepat laju limpasan
besar apabila dibandingkan dengan erosi
permukaan. Lebih lanjut dengan
dari lereng berbentuk cekung (Utomo,
semakin singkatnya waktu untuk
1987:87)
infiltrasi, volume limpasan
Kemiringan suatu lereng dapat permukaan juga semakin besar.
dinyatakan dalam satuan derajat atau Jadi dengan meningkatnya
persen (%), lereng dinyatakan mempunyai persentase kemiringan, erosi
kemiringan 10 % jika perbandingan akan semakin besar (Utomo,
panjang kaki dan tinggi adalah 10 : 100. 1994 : 53).
Jadi suatu lereng dengan kemiringan 100 % (panjang kaki dan tinggi berarti
sama) berarti sama dengan kemiringan 45 derajat.

Dalam pendugaan erosi faktor lereng dihitung berdasarkan persamaan Morgan,


1979 sebagai berikut (Utomo, 1994:147) :

LS=√( L/100).(0,136+( 0,0975.S)+(0,0139. S2 ))


(2-20)

dimana:
LS = faktor panjang dan kemiringan lereng
L = panjang lereng (m)
S = kemiringan lereng (%)
Dalam perhitungan LS ini dapat juga dengan nomograf, yaitu jika sudah
diketahui kemiringan lereng dan panjang lereng, sehingga pendekatan faktor LS
dapat diturunkan dengan nomograf (Pada Gambar 6)

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 13
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -4

Gambar 6. Kurva untuk memperoleh faktor LS (Hudson, 1981)

Sumber: Utomo, 2002: 148

Faktor Pengelolaan Tanaman dan Konservasi Tanah (CP)


Indeks pengelolaan tanaman (C) dapat diartikan sebagai rasio tanah yang
tererosi pada suatu jenis pengelolaan tanaman pada sebidang lahan terhadap
tanah yang tererosi pada lahan yang sama tanpa ada tanaman. Nilai C untuk
suatu jenis pengelolaan tanaman tergantung dari jenis, kombinasi, kerapatan,
panen dan rotasi tanaman. Indeks pengolahan lahan (P) adalah rasio tanah yang
tererosi pada suatu jenis pengelolaan lahan terhadap tanah yang tererosi pada
lahan yang sama tanpa praktek pengelolaan lahan atau konservasi tanah
apapun. Nilai P dipengaruhi oleh campur tangan manusia terhadap lahan yang
bersangkutan seperti misalnya teras, rorak, pengelolaan tanah dan sebagainya.
Besaran nilai CP ditentukan berdasarkan keanekaragaman bentuk tata guna
lahan dilapangan (berdasarkan peta tata guna lahan dan orientasi lapangan).
Nilainya ditentukan berdasarkan hasil studi yang telah ada atau modifikasinya.
Sebagai standart penentuan faktor C dan P berikut disajikan beberapa besaran
nilai faktor C dan P, maupun CP dari hasil studi seperti pada tabel 2.37.

Tabel 5. Nilai Faktor CP berbagai jenis penggunaan lahan di Jawa


No Jenis Tanaman Nilai CP

1 Lahan Tanpa Tanaman 1.00

2 Hutan

- Tak terganggu 0.001


- Tanpa tanaman bawah
- Tanpa tanaman bawah 0.030
dan serasah
0.500
Semak
3
- Tak terganggu
- Sebagian rumput 0.01
Kebun
0.100
- campuran asli
4 - kebun

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 14
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -4

- pekarangan 0.020
Perkebunan
0.070
- penutupan tanah sempurna
- ditumbuhi alang-alang 0.200
- Perkarangan alang-alang
5
setahun sekali
- Jenis serai (Citronella 0.100
grass)
- Savana dan padang 0.020
rumput
- Rumput Brochioria 0.060
Tanaman Pertanian
0.650
- Umbaian akar
0.010
- Biji-bijian
- Kacang-kacangan 0.002
- Tembakau
6 - Kapas, tembakau
- Campuran
- Padi irigasi 0.630
Peladangan 0.510
- satu tahun tanam, satu 0.360
tahun bera
- satu tahun tanam, dua 0.580
tahun bera
Pertanian dengan pencagatan alam 0.500

- Mulsa jerami 0.430


- Mulsa kacang tanah
- Strip 0.20

7 - Strip Cotalaria
- Teras
- Teras Guludan 0.280

0.190

0.06 –
0.20

0.20 –
0.40

0.10 –
0.30

0.640

0.040

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 15
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -4

0.140

Sumber : Utomo, 1994:151

5. Penentuan Lahan Kritis


Untuk menetukan kriteria lahan tersebut apakah termasuk lahan kritis atau
tidak, dapat dilihat dari Tingkat Bahaya Erosi (TBE) yang terjadi. Dalam studi
ini kekritisan lahan dikelompokkan menjadi 4 (empat) dengan kriteria sebagai
berikut :

Potensial Kritis: Tanah tersebut terbebas dari erosi (masih tertutup


vegetasi), atau erosi ringan, tetapi apabila kegiatan konservasi tidak
dilaksanakan dan tanah dibiarkan terbuka maka erosi dapat terjadi.
Semi Kritis: Tanah telah mengalami erosi ringan sampai sedang, antara lain
erosi permukaan (sheet erosion) dan erosi alur (riil erosion), tetapi
produktivitasnya rendah karena kesuburan rendah.
Kritis: Tanah mengalami erosi berat. Tingkat erosi umumnya adalah erosi
parit (gully erosion).
Sangat Kritis : Tanah telah mengalami erosi berat. Selain erosi parit juga
banyak dijumpai tanah longsor (landslide/slumping), tanah merayap (land
creeping) dengan dinding longsoran yang sangat terjal.

6. Klasifikasi Kemampuan Lahan


Klasifikasi kemampuan lahan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan
tanah berdasarkan sifat-sifat tanah dan faktor-faktor pembatas yang
mempengaruhi lahan tersebut untuk penggunaan-penggunaan tertentu.

Penentuan kemampuan penggunaan lahan ini mengacu pada Pedoman


Penyusunan Rencanan Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi
Tanah Daerah Aliran Sungai (1998). Penentuan kelasnya diambil kelas yang
paling kritis, karena nantinya akan dapat ditentukan arahan penggunaan
lahan yang maksimal dapat dilakukan.

Untuk lebih jelasnya, lokasi tiap-tiap kelas kemampuan lahannya dapat


dilihat pada Gambar x. Pada hasil analisis disebutkan pula subkelasnya
dimana sub kelas tersebut merupakan pembagian lebih lanjut dari kelas
berdasarkan jenis faktor penghambat dominan, yaitu bahaya erosi (e),
genangan air (g). Jenis-jenis faktor penghambat ditulis dibelakang angka
kelas.

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 16
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -4

Gambar x. Contoh Peta Tingkat Bahaya Erosi Sub DAS Kali Bango

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 17
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -4

Quick Think

- Bagaimana pendapatmu mengenai Erosi pada kawasan DAS ?


- Bagaimana proses pendugaan laju erosi ?
- Apa saja metode yang digunakan untuk pendugaan laju erosi ?

Akhir dari pertemuan ke – 7

Diadakannya tugas individu untuk syarat mengikuti Ujian Tengah


Semester (UTS)

Tugas akan diumumkan terpisah saetelah kuliah berakhir

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 18
| Email: mohammadbisri@yahoo.com

Anda mungkin juga menyukai