Anda di halaman 1dari 10

NAMA : NURFHADILA UTAMI HUSAIN

NIM : K022201008
TUGAS MANAJEMEN LOGISTIK
MANAJEMEN RUMAH SAKIT

ANALISIS ABC

Analisis ABC merupakan salah satu metode pada manajemen persediaan. Analisis
ABC didasarkan pada konsep Hukum Pareto (Ley de Pareto) yang menyatakan bahwa
bagian yang memiliki persentase terkecil, yaitu 20% memiliki pengaruh persentase
terbesar, yaitu 80%.
Pada analisis ABC persediaan barang dikelompokan dalam 3 kelas dengan persentase
yang berbeda. Kelompok dari masing-masing kelas tersebut sebagai berikut
1. Kelompok A (Always)
Persediaan pada kelompok A memiliki kuantitas 10% -20% dengan persentase
kumulatif investasi tertinggi yaitu 70% -80% dari total investasi persediaan
yang diadakan.
2. Kelompok B (Better)
Persediaan pada kelompok B memiliki kuantitas 20% -40% dengan persentase
kumulatif investasi cukup tinggi yaitu 15% -20% dari total investasi
persediaan yang diadakan.
3. Kelompok C (Control)
Persediaan pada kelompok C memiliki kuantitas 60% dengan persentase
kumulatif investasi terendah yaitu 5% -15% dari total investasi persediaan
yang diadakan

Faktor-faktor yang mendasari adanya sistem metode jumlah pemesanan ekonomis/


Economic Order Quantity (EOQ) adalah sebagai berikut:

1. Biaya pemesanan yang bersifat tetap


2. Jumlah tingkat permintaan atas barang sudah diketahui dan merata setiap
tahun
3. Lead time atau waktu yang dibutuhkan dalam pemrosesan suatu barang atau
produk dari awal hingga akhir tidak mengalami fluktuasi atau peningkatan
4. Tidak adanya pembayaran dengan menggunakan uang tunai dan tidak adanya
diskon yang tersedia atas suatu barang atau produk.
5. Pengisian persediaan barang atau produk tidak mengalami keterlambatan serta
pesanan atas barang atau produk dikirimkan sesuai dengan jumlah yang
diminta oleh konsumen
6. Rencana optimal yang dihitung hanya untuk satu produk

Pada analisis ABC pengendalian barang dititik beratkan pada kelompok A


dikarenakan kelompok A bernilai strategis bagi perusahaan. Ketidaktepatan dalam
menajemen kelompok A dapat memberikan dampak yang begitu besar.
Pada metode ini terdapat 3 kelompok persentase pada masing-masing kriteria
perhitungan nilai indeks kritis, yaitu kelompok A dengan persentase 70-80%,
kelompok B dengan persentase 15-20%, dan kelompok C dengan persentase 5-15%
(Quick et al, 2012).
Terdapat 4 langkah dalam melakukan analisis ABC indeks kritis yaitu, mulai dari
menghitung nilai pakai, menghitung nilai investasi, menentukan nilai kritis, hingga
akhirnya ditentukannya nilai indeks kritis suatu logistik medis.
Berikut langkah-langkah analisis data logistik medis berdasarkan metode ABC indeks
kritis:
1. Melakukan Perhitungan Nilai Pakai
Perhitungan nilai pakai dilakukan dengan menghitung total pemakaian obat
atau jenis logistik medis lainya dalam kurun waktu 1 tahun. Data pemakaian
logistik medis dikelompokkan berdasarkan jumlah pemakaian yang diurutkan
dari pemakaian terbesar sampai yang terkecil. Kelompok A adalah kelompok
obat dengan pemakaian 70% dari keseluruhan pemakaian obat. Kelompok B
adalah kelompok obat dengan pemakaian 20% dari keseluruhan pemakaian
obat. Kelompok C adalah kelompok obat dengan pemakaian 10% dari
keseluruhan pemakaian obat. Misalkan pada suatu rumah sakit terdapat 1007
item obat yang kemudian dikelompokkan berdasarkan nilai pakainya.-
 Kelompok A: Terdapat 124 item (12, 31%) dari total item obat di
instalasi farmasi dengan jumlah pemakaian 506.214 (69, 10%) dari
jumlah pemakaian obat seluruhnya.
 Kelompok B: Terdapat 176 item (17, 48%) dari total item obat di
instalasi farmasi dengan jumlah pemakaian 154.106 (21,04%) dari
jumlah pemakaian obat seluruhnya.
 Kelompok C: Terdapat 707 item (70, 21%) dari total item obat di
instalasi farmasi dengan jumlah pemakaian 72.240 (9, 86%) dari
jumlah pemakaian seluruhnya.

2. Melakukan Perhitungan Nilai Investasi


Perhitungan nilai investasi dilakukan dengan menghitung total investasi setiap
jenis obat atau jenis logistik medis lainya yang diurutkan dari nilai investasi
terbesar sampai yang terkecil.
 Kelompok A adalah kelompok obat dengan nilai investasi 70% dari
total investasi obat.
 Kelompok B adalah kelompok obat dengan nilai investasi 20% dari
total investasi obat.
 Kelompok C adalah kelompok obat dengan nilai investasi 10% dari
total investasi obat.
Misalkan pada suatu rumah sakit terdapat 1007 item obat yang kemudian
dikelompokkan berdasarkan nilai investasinya.
 Kelompok A : Terdapat 76 item (7, 55%) dari total item obat di instalasi
farmasi dengan jumlah nilai investasi sebesar Rp. 2.782.736.612, 00 (70, 16%)
dari nilai investasi obat seluruhnya.
 Kelompok B : Terdapat 169 item (16, 78%) dari total item obat di instalasi
farmasi dengan jumlah nilai investasi sebesar Rp. 801.463.078, 00 (20, 21%)
dari nilai investasi obat seluruhnya.
 Kelompok C : Terdapat 76 item (7, 55%) dari total item obat di
instalasifarmasi dengan jumlah nilai investasi sebesar Rp. 382.215.061, 00 (9,
64%) dari nilai investasi obat seluruhnya.
Metode EOQ (Economic Order Quantity)

Metode Economic Order Quantity ( EOQ), dapat digunakan baik untuk barang-barang
yang dibeli maupun yang diproduksi sendiri. Metode EOQ merupakan nama yang
biasa digunakan untuk barang-barang yang dibeli, sedangkan ELS (economic lot size)
biasa digunakan untuk barang-barang yang diproduksi secara internal. Perbedaan
pokoknya adalah, untuk ELS biaya pemesanan (ordering cost) meliputi biaya
penyiapan pesanan untuk dikirim ke pabrik dan biaya penyiapan mesin-mesin (setup
cost) yang diperlukan untuk mengerjakan pesanan. Metode EOQ digunakan untuk
menentukan kuantitas pesanan persediaan yang meminimumkan biaya langsung
penyimpanan persediaan dan biaya kebalikannya (inverse cost) pemesanan persediaan

Asumsi dasar untuk menggunakan metode EOQ adalah :

1. Permintaan dapat ditentukan secara pasti dan konstan sehingga biaya


stocout dan yang berkaitan dengan kapasitasnya tidak ada.
2. Item yang dipesan independent dengan item yang lain.
3. Pemesan diterima dengan segera dan pasti.
4. Harga item yang konstan.

Model EOQ di atas dapat diterapkan bila anggapan-anggapan berikut terpenuhi :

1. Permintaan akan produk adalah konstan, seragam dan diketahui.


2. Harga per unit adalah konstan.
3. Biaya penyimpanan per unit pertahun (C) adalah konstan.
4. Biaya pemesanan (S) adalah konstan.
5. Waktu antara pesanan dilakukan dan barang-barang diterima adalah konstan
6. Tidak terjadi kekurangan bahan atau backorders.

Total Annual Cost (TOC) atau biaya total adalah jumlah dari Total Carrying Cost
(TCC) atau biaya penyimpanan dan Total Ordering Cost (TOC) atau biaya
pemesanan. TCC di dapat dari asumsi bahwa separuh dari jumlah pemesanan yang
akan disimpan dan TOC adalah biaya pemesanan yang dikalikan dengan jumlah
pemesanan tiap tahunnya
EOQ (Economic Order Quantity)

Menghitung EOQ secara Matematis

TAC : Total biaya persediaan tahunan (Total Annual Inventory Cost)


TOC : Total biaya pesan (Total ordering cost)
TCC : Total biaya simpan (total carrying cost)
R : Jumlah pembelian (permintaan ) selama satu periode
C : Biaya simpan tahunan dalam rupiah / unit
S : Biaya setiap kali pemesanan
Q : kuantitas pemesanan (unit/order)
Q* : jumlah pesanan optimum (EOQ)
TC : total biaya persediaan minimum (minimum total inventory cost)

Rumus

1. TAC=TOC + TCC
2. TOC =(R/Q)S
3. Frekuensi pemesanan/tahun = R/Q
4. Rata-rata persediaan pertahun = Q/2 ; TOC = (Q/2)C
5. EOQ=Q*=V(2RS/C) : akar dari (2RS/C)

Menghitung karakteristik lain dari kebijakan persediaan optimum :


1. Total biaya tahunan minimum (TIC) :
TC=(R/Q*)S + (Q*/2)C
2. Total biaya pemesanan tahunan (TOC) :
TOC=(R/Q*)S
3. Total Biaya Simpan Tahunan(TCC) :
TCC=(Q*/2)C
4. Frekuensi pemesanan optimum/tahun (F*) :
F*=R/Q*
5. Jarak Siklus optimum (T*) :
T=Q*/R
Rumus EOQ

1. Rumus Biaya Pemesanan

Total biaya pesan : Frekuensi pemesanan

2. Rumus Biaya Penyimpanan

Total biaya simpan : Total kebutuhan bahan baku

Adapun rumus perhitungan economic order quantity (EOQ) menurut Handoko


(2000:340) dapat diuraikan sebagai berikut ini :

EOQ= √
2. S . D
H

Keterangan:

EOQ ialah kuantitas pembelian optimal.

S ialah biaya pemesanan setiap kali pesan.

D ialah penggunaan bahan baku pertahun.

H ialah biaya penyimpanan per-unit.

REORDER POINT

Agar pembelian bahan yang sudah ditetapkan dalam EOQ dan kelancaran kegiatan
produksi, maka diperlukan waktu pemesanan kembali bahan baku.
Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi titik pemesanan kembali adalah :
1. Lead Time. Lead time adalah waktu yang dibutuhkan antara bahan baku
dipesan
hingga sampai dirumah sakit . Lead time ini akan mempengaruhi besarnya
bahan baku yang digunakan selama masa lead time, semakin lama lead time
maka akan semakin besar bahan yang diperlukan selama masa lead time.
2. Tingkat pemakaian bahan baku rata-rata persatuan waktu tertentu.
3. Persediaan Pengaman (Safety Stock), yaitu jumlah persediaan bahan minimum
yang harus dimiliki oleh perusahaan untuk menjaga kemungkinan
keterlambatan datangnya bahan baku, sehingga tidak terjadi stagnasi.

Dari ketiga faktor di atas, maka reorder point dapat dicari dengan rumus
berikut ini :
Reorder Point = (LD x AU) + SS
LD = Lead Time
AU = Average Usage = Pemakaian rata-rata
SS = Safety Stock

Rumus / Cara menetapkan reorder point

Reorder point dapat ditetapkan dengan berbagai cara, antara lain dengan:

1. menetapkan jumlah penggunaan selama leadtime dan ditambahkan dengan


persentase tertentu.
2. Dengan menetapkan penggunaan selama leadtime dan ditambahkan dengan
penggunaan selama periode tertentu sebagai safety stock

Hubungan antara Reorder Point , Safety Stock dan EOQ

Gambar grafik ROP. Setelah itu menjawab pertanyaan, berapa jumlah kebutuhan
obat (ROP) dan tanggal berapa obat tersebut dipesan kembali?
 ROP A: Kebutuhan obat A dalam 1 bulan 1000 unit (Q), LT 5 hari, SS
(-)
 ROP B: Kebutuhan obat B dalam 1 bulan 1000 unit (Q), SS 20, LT (-)
Keterangan:
ROP (Re-order Point): titik pemesanan kembali
Q (Quantity): jumlah unit persediaan yang dipesan
LT (Lead Time): waktu tunggu/produksi
SS (Safety Stock): persediaan pengaman

Contoh Soal
Rumah Sakit X membutuhkan obat Y 1000 strip dalam sebulan dengan harga beli Rp. 20.000
dengan biaya pesan sebesar Rp.15.000 dan memiliki biaya simpan sebesar Rp.2.000
Hitunglah EOQ dan TC

JUMLAH KEBUTUHAN PER BULAN 1.000 Unit


JUMLAH KEBUTUHAN PER TAHUN (D) 12.000 Unit
HARGA BELI (P) Rp. 20.000
Biaya Pesan (OC)/(S) Rp.15.000
Biaya Penyimpanan(H) Rp.2.000

Rumus

EOQ 180.000
424,264068
EOQ 425 Unit

PC DxP
Rp. 240.000.000
HC (EOQxH)/2
Rp. 425.000
OC (D/EOQ)xS
Rp. 423.529
TC Rp. 240.848.529

GRAFIK EOQ SESUAI DENGAN SOAL YANG DI BERIKAN


1000
unit

ROP
B
487

ROP
A
167 SS (Safety Stock)

14 25 HARI

 ROP A
Lead Time 5 Hari
Safety Stock : 0

Lead TIme
Reorder Point ROP = XQ
Jumlah Hari /bulan

5 Hari
Reorder Point = ROP = X 1.000
30 Hari

Reorder Point = 166.6666 (167)

Pemesanan akan dilakukan Kembali saat Stok Barang mencapai batas minimal
167 Unit untuk menghindari kekosongan barang karena membutuhkan lead
time 5 hari untuk order berikutnya.. dengan perkiraan pemakaian per hari
33,33 unit atau 34 unit.

Jadi dengan memperhitungkan ROP nya, kita dapat menarik kesimpulan


bahwa tanggal pemesanan berikutnya itu adalah tanggal 25, jika kita memulai
pemesanan awal setiap tanggal 1 pada bulan tersebut.
 ROP B

I bulan = 30 hari

Leadtime = 0

Safety stocknya: 20

Lead TIme
Reorder Point ROP = X Q + Safety Stock
Jumlah Hari /bulan

14 Hari
Reorder Point = ROP = X 1.000 + 20
30 Hari

Reorder Point = 486,666667 ( 487)

Pada Kasus kedua, karena LT tidak di tentukan, jadi kita menggunakan LT 14


hari sesuai kesepakatan sebagai LT terlama dalam pengiriman obat.
Pemesanan akan dilakukan Kembali saat Stok Barang mencapai batas minimal
467 Unit, karena kita mempunyai 20 SS sebagai cadangan yang tidak bisa di
gunakan untuk menghindari kekosongan barang karena membutuhkan lead
time 14 hari untuk order berikutnya.. dengan perkiraan pemakaian per hari
33,33 unit atau 34 unit.

Jadi dengan memperhitungkan ROP nya, kita dapat menarik kesimpulan


bahwa tanggal pemesanan berikutnya itu adalah tanggal 15, jika kita memulai
pemesanan awal setiap tanggal 1 pada bulan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai