KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim..
Gambar teknik sebagai media komunikasi paling informatif yang digunakan oleh para
teknisi, ahli teknik dan praktisi teknik memerlukan keseragaman bahasa untuk
menghindari kesalahan pembacaan gambar yang akan berakibat fatal pada proses
manufaktur. Pemakaian standar penggambaran yang sama dapat membantu
penyeragaman bahasa teknik yang digunakan. Oleh karena itu penulis mengambil
referensi utama dari ISO Standards Handbook – Technical Drawings, yang sudah
diakui secara internasional. Selain itu, penulis mengambil pula referensi lain yaitu dari
standar DIN (Deutsches Institut für Normung), VSM (Verein Schweizerischer
Maschinen), ASM (Arbeitsgeberverband Schweizerischer Maschinen) dan diktat -
diktat relevan yang digunakan di Politeknik Manufaktur Bandung.
Pada setiap awal bab, penulis mencantumkan TIK Tujuan Instruksional Khusus yang
dapat dijadikan acuan bagi peserta didik (dan juga pengajar) dalam pencapaian
materi. Diharapkan teori dan standar dasar yang dipelajari dapat diterapkan dengan
konsisten sehingga bahasa teknik yang digunakan benar-benar seragam.
Penulis
GAMBAR TEKNIK MESIN
Daftar Isi ii
DAFTAR ISI
PRASYARAT
(tidak ada; seluruh peserta didik dapat mengikuti materi Gambar Teknik Mesin
Dasar sebagai materi yang telah ditetapkan dalam pelatihan/perkuliahan)
GAMBAR TEKNIK MESIN
Standardisasi I-1
1. Menjelaskan fungsi dan manfaat gambar teknik sebagai bahasa komunikasi dalam
kegiatan manufaktur.
I.1.1 GAMBAR
I.1 Pengertian Umum TEKNIK MESIN
Untuk mempelajari gambar STT
teknik mesin, ada baiknya memahami dulu
pengertian dan fungsinya dalam dunia manufaktur. Secara umum gambar dapat
diartikan sebagai bahasa komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan
ide/pemikiran menjadi bentuk yang dapat dibaca dan dimengerti. Sedangkan gambar
teknik adalah gambar yang digunakan untuk berkomunikasi di bidang keteknikan.
Sehingga secara lengkap gambar teknik mesin diartikan sebagai aturan/tata cara
pembuatan gambar-gambar keteknikan pada teknik mesin menurut standar yang
berlaku.
Gambar teknik harus dapat dimengerti dan dipahami oleh semua pelaku teknik
di seluruh dunia. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka diperlukan bahasa atau
aturan baku/standar yang berlaku secara internasional. Sebuah organisasi
internasional yang bernama ISO (International Organization for Standardization) telah
membuat standar baku gambar teknik dengan bahasa keteknikan yang disepakati
pelaku teknik. Sehingga designer (perancang), drafter (juru gambar), dan operator
(pabrikan) harus dapat mengetahui dan mendalami standardisasi gambar teknik yang
berlaku internasional sehingga fungsi gambar sebgai bahasa komunikasi dapat
tercapai. Dan selanjutnya sedapat mungkin mengikuti perkembangan aturan-aturan
ISO, karena setiap kurun waktu tertentu mengalami perubahan yang disesuaikan
kebutuhan pelaku teknik.
I.2 Kertas
Referensi :
ISO 128 Technical Drawings – General Principles of Presentation
ISO 216 Writing Paper and Certain Classes of Printed Matter – Trimmed Sizes
– A and B series
ISO 3099/1 Technical Drawings – Lettering – Part 1 : Currently Used Character
GAMBAR TEKNIK MESIN
Standardisasi I-3
Gambar 1- 1
Dengan membagi 2 bagian sama besar kertas A0 pada sisi terpanjangnya, maka
akan menjadi ukuran kertas A1. Dan begitu seterusnya untuk mendapatkan ukuran
kertas A2, A3 dan A4
Pemilihan ukuran kertas gambar dapat dilihat pada tabel 1-1, 1-2 dan 1-3.
Keterangan tabel:
*) Sama dengan 2 kali A0 pada seri ISO-A
**) Untuk alasan praktis, ukuran ini ebaiknya jangan digunakan
Gambar asli harus dibuat pada kertas dengan ukuran sekecil mungkin,
sesuai dengan kebutuhan
Gambar 1- 6
Gambar 1- 8
Gambar 1- 13
Gambar 1- 14
Gambar 1- 15 Gambar 1- 16
I.2.3.2 Lipatan
I.2.3.2.1 Lipatan Tipe A
Lipatan Lipatan
Format Skema Lipatan
Memanjang Melintang
2A0
1189 x 1682
A0
841 x 1189
Tabel 1-4
GAMBAR TEKNIK MESIN
Standardisasi I - 10
A1
594 X 841
A2
420 X 594
A3
297 X 420
2A0
1189 x 1682
A0
841 x 1189
Tabel 1-5
GAMBAR TEKNIK MESIN
Standardisasi I - 11
A1
594 X 841
A2
420 X 594
A3
297 X 420
I.3 Tulisan
I.3.1 Bentuk Tulisan
Hal-hal yang harus diperhatikan pada bentuk tulisan yang dipakai pada gambar
teknik adalah kemudahan membacanya, keseragaman, kesesuaian untuk
dokumentasi dalam bentuk mikrofilm dan penggandaaan photographic lainnya serta
keseragaman tebal huruf, baik huruf kecil maupun huruf kapital.
I.3.1.1 Tulisan Tipe A Miring
Gambar 1- 20
GAMBAR TEKNIK MESIN
Standardisasi I - 12
I.1.1
I.3.1.2 Tulisan GAMBAR
Tipe A TegakTEKNIK MESIN
STT
Gambar 1- 21
Gambar 1- 22
Catatan : Jarak antara dua huruf a boleh dikurangi setengahnya, jika hal ini
memberikan efek visual yang lebih baik; seperti misalnya LA, TV, d.s.b.,
d.h.i.a. sama dengan tebal huruf d.
GAMBAR TEKNIK MESIN
Standardisasi I - 14
I.1.1
Aplikasi ukuran GAMBAR
huruf/angka TEKNIK
ISO dalam MESIN
gambar teknik
STT
Tinggi
Aplikasi Penggunaan
Huruf/Angka
2,5 mm Toleransi
3,5 mm Penunjukan ukuran, tulisan-tulisan
Skala dari detail
Tanda pengerjaan
Daftar bagian-bagian (etiket)
Skala (etiket)
Digambar/diperiksa (etiket)
Perubahan, pemesan (etiket)
5 mm Potongan, pandangan , detail
Skala
Nama instansi/sekolah
7 mm Judul gambar (etiket)
Nomor bagian
Nomor gambar
Tabel 1-8
I.1.1
Ketinggian huruf GAMBAR
7 mm TEKNIK
(ketebalan MESIN
tulisan 0,7 mm)
STT
Gambar 1- 23
GAMBAR TEKNIK MESIN
Standardisasi I - 16
I.1.1
Ketinggian huruf GAMBAR
7 mm TEKNIK
(ketebalan MESIN
tulisan 0,7 mm)
STT
Gambar 1- 24
GAMBAR TEKNIK MESIN
Standardisasi I - 17
I.1.17 GAMBAR
Ketinggian angka TEKNIK
mm (ketebalan MESIN
tulisan 0,7 mm)
STT
Gambar 1- 25
Gambar 1- 26
0,5/0,25 0,7/0,35
Gambar 1- 27
Gambar 1- 28
GAMBAR TEKNIK MESIN
Standardisasi I - 20
I.1.1 GAMBAR
I.4.2 Teknik Tampilan Garis TEKNIK MESIN
I.4.2.1 Prioritas Tampilan Garis STT
Jika dua buah garis yang berbeda atau lebih tergambar berdempetan, urutan
prioritas tampilan garis yang harus diikuti (lihat gambar 1-28) :
1. Garis benda dan garis tepi terlihat (garis lurus tebal, tipe A).
2. Garis benda dan garis tepi terhalang (garis putus-putus, tipe E atau tipe F).
3. Garis pemotongan (garis strip titik tipis, tebal pada ujung dan belokan, tipe H).
4. Garis sumbu dan garis simetri (garis strip titik tipis, tipe G).
5. Garis titik berat (garis strip titik ganda, tipe K).
6. Garis proyeksi (garis tipis lurus, tipe B).
Gambar 1- 29
SALAH BENAR
Tabel 1-10
GAMBAR TEKNIK MESIN
Standardisasi I - 21
Garis Bayang
SALAH BENAR
Tabel 1-11
GAMBAR TEKNIK MESIN
Standardisasi I - 22
Garis Tebal
Tabel 1-12
GAMBAR TEKNIK MESIN
Standardisasi I - 23
Tabel 1-13
I.5.1 Definisi :
Skala : Rasio dimensi linier dari elemen suatu objek yang ditunjukkan dalam suatu
gambar terhadap dimensi linier sebenarnya pada elemen objek yang sama.
Ukuran sebenarnya : Skala dengan rasio 1:1
Skala diperbesar : Skala yang rasionya lebih besar dari 1:1
Skala diperkecil : Skala yang rasionya lebih kecil dari 1:1
Catatan :
Jika dalam pemakaian khusus diperlukan skala perbesaran yang lebih besar atau skala
pengecilan yang lebih kecil dibandingkan dengan yang ditunjukkan pada tabel di atas,
range skal tersebut dapat menjadi lebih besar atau lebih kecil, asalkan skala yang
dikehendaki diperoleh dari skala pada tabel di atas dikali 10 (sepuluh). Dalam kasus yang
sangat khusus diamana untuk alasan-alasan fungsional skala pada tabel di atas tidak dapat
dipakai, skala pertengahan dapat pula dipakai
Skala gambar yang harus dipilih akan tergantung pada komplektisitas objek untuk
digambarkan dan maksud penggambaran. Pada umumnya, skala yang dipilih harus
cukup besar untuk kemudahan dan kejelasan penafsiran informasi yang ditampilkan.
Skala dan ukuran objek, pada akhirnya akan menentukan ukuran gambar.
Detail-detail gambar yang terlalu kecil untuk penunjukan ukuran yang lengkap
dalam gambar utama, harus ditampilkan berdekatan dengan gambar utama tersebut
GAMBAR TEKNIK MESIN
Standardisasi I - 25
I.1.1 GAMBAR
dalam pandangan detail yangTEKNIK MESIN
terpisah (potongan) dan digambarkan dengan skala
yang lebih besar. STT
Gambar 1- 33 Gambar 1- 34
Contoh Skala 1:1 Contoh Skala 1:5
Gambar 1- 35
Contoh Skala 2:1
GAMBAR TEKNIK MESIN
Standardisasi I - 26
I.1.1
I.6 Alat-Alat GAMBAR TEKNIK MESIN
Gambar
I.6.1 Pensil STT
I.6.1.1 Pensil Kayu
Untuk menarik garis dengan ketebalan merata (arti tebal tidak sama dengan
hitam), maka ujung pensil harus ditajarnkan. Ujung pensil dapat dibentuk menjadi baji
dan tirus/konus.
Gambar 1- 36 Gambar 1- 37
Gambar 1- 38 Gambar 1- 39
I.1.1Huruf
GAMBAR
Tipe TEKNIK MESIN
Mekanisme Deskripsi Gambar
Kalsifikasi
STT
F *) Pinsil mekanik yang menggunakan mekanisme 1
Tipe
dorongan untuk mengeluarkan lead yang
Dorong
L **) ditempatkan dalam barrel. 2
Tabel 1-15
Catatan : *) Pada urnumnya polymer lead mempunyai diameter nominal 0.35 sampai 1 mm
**) Pada urnumnya ceramic lead mempunyai diameter 2 mm (lihat ISO 9177-2)
I.6.1.2.1 Dimensi
• Diameter nominal
1.4 *) - - -
2 2 2 0.05
Tabel 1-16
Catatan : *) Pada saat ini, lead untuk menghasilkan garis setebal 0.25 mm belum tersedia.
**) Pada penggunaannya, label atau tanda pensil mekanik dan kotaknya 0,3 dan
0,9
GAMBAR TEKNIK MESIN
Standardisasi I - 28
Tabel 1-17
Tabel 1-18
I.1.1
Gaya tekan GAMBAR
vertikal yangTEKNIK MESIN
dibebankan pada lead besarnya 5 N untuk diameter
STT nominal 0.5 mm atau lebih.
nominal 0.35 mm, dan 8 N untuk diameter
3. Posisi lead relatif terhadap clearance spiral (pensil mekanik tipe ulir S)
a. Letakkan pensil mekanik secara vertikal.
b. Putar barrel sampai lead tersembul tidak kurang dari 2.5 mm. Kemudian,
dengan memutarkan pada arah yang berlawanan, tarik lead sampai lead
tersebut menonjol 1.3 mm. Gunakan gayat ekan vertikal sebesar 4 N terhadap
lead.
I.6.1.2.3 Kodefikasi
Kodefikas} pensil mekanik terdiri dari penjelasan elemen-elemen berikut :
a. "mechanical pencil";
b. nomor bagian ISO 9177 (contoh : ISO 9177-1);
c. huruf tipe klasifikasi (contoh : F, L atau S):
d. diameter nominal (dalam satuan mm).
Kodefikasi harus ditunjukkan jelas pada barrel pensil mekanik. Jika ruang untuk
menuliskan kode pensil mekanik tidak cukup, yang dicanturnkan hanya nomor bagian
ISO 9177.
Contoh kodefikasi:
Pensil mekanik, tipe dorong F, sesuai dengan tuntutan ISO 9117 dan mempunyai
diameter nominal 0.5 mm dideskripsikan sebagai berikut :
Mechanical pencil ISO 9177-1-F-0.5
Pensil mekanik, tipe dorong L, sesuai dengan tuntutan ISO 9117 dan mempunyai
diameter nominal 2 mm dideskripsikan sebagai berikut :
Mechanical pencil ISO 9177-1-L-2
Pensil mekanik, tipe ulir S, sesuai dengan tuntutan ISO 9117 dan mempunyai diameter
nominal 0.7 mm dideskripsikan sebagai berikut :
Mechanical pencil ISO 9177-1-S-0.7
GAMBAR TEKNIK MESIN
Standardisasi I - 30
I.1.1
I.6.1.2.4 Black GAMBAR
Lead TEKNIK
(ISO 9177-2 MESIN
: 1989 (E))
STT dan dimensi untuk lead hitam yang
ISO 9177-2 ini menentukan spesifikasi
digunakan pada pensil mekanik. Dua tipe lead hitam yang tersedia adalah :
- Polymer lead (dilambangkan dengan huruf "P")
- Ceramic lead (dilambangkan dengan huruf "C")
Definisi
Black lead : Material padat untukmenulis yang terdiri dari karbon (misalnya
graphite) dan bahan pengikat. Lead ini menghasilkan garis yang dapat dihapus.
Polymer lead : lead hitam yang bahan pengikatnya adalah polimer organik.
Ceramic lead : lead hitam yang bahan pengikatnya adalah tanah liat.
Derajat kekerasan : klasifikasi yang menunjukkan peningkatan kekerasan dari 6B
sampai 9H dan peningkatan kerapatan garis dari 9H sampai 6B. Derajat
kekerasan medium adalah HB.
Klasifikasi
Lead dikiasifikasikan berdasarkan derajat kekerasan.
Dimensi
Diameter
Data diameter black lead dapat dilihat pada tabel 1-16.
GAMBAR TEKNIK MESIN
Standardisasi I - 31
Catalan:
*) Digunakan untuk jangka.
Kodefikasi
Kodefikasi black-lead (timah hitam) terdiri dari penjelasan elemen-eleman berikut:
a. "Black lead" ;
b. nomor bagian dari ISO 9177 (contoh : ISO 91772-2);
c. huruf tipe klasifikasi (contoh : P atau C);
d. diameter nominal lead, dalam satuan milimeter;
e. panjang lead, dalam satuan milimeter.
Kodefikasi ditunjukkan dengan jelas pada kemasan lead dan jika memungkinkan,
pada lead itu sendiri (jika ruang untuk menuliskan deskripsi lead tidak mencukupi,
yang dicanturnkan hanya nomor bagian
Contoh Kodefikasi:
Polymer lead yang sesuai dengan tuntutan ISO 9177-2, mempunyai diameter nominal
0.5 mm dan panjangSO mm dideskripsikan sebagai benkut :
Black lead ISO 9177-2-P-0.5-60
Ceramic lead yang sesuai dengan tuntutan ISO 9177-2, mempunyai diameter nominal
2 mm dan panjang 130 mm dideskripsikan sebagai berikut:
Black lead ISO 9177-2-P-2-130
GAMBAR TEKNIK MESIN
Standardisasi I - 32
Gambar 1- 43
Dalam menggunakan jangka harus diusahakan kedua kakinya berdiri tegak lurus
terhadap kertas gambar dan tekanlah dengan tekanan konstan untuk mendapatkan
tebal garis yang sama (lihat gambar 1-44)
GAMBAR TEKNIK MESIN
Standardisasi I - 36
Gambar 1- 44
I.6.3 Pengaris
Penggaris digunakan sebagai alat bantu penggambaran garis lurus maupun garis
lengkung.
Gambar 1- 45 Gambar 1- 46
Mal Lengkung Penggarais Segitiga
Gambar 1- 47 Gambar 1- 48
Mistar Skala Mal Bentuk
GAMBAR TEKNIK MESIN
Standardisasi I - 37
I.1.1 GAMBAR
Mesin gambar TEKNIK
pita/lengan MESIN
adalah
STT
alat yang dapat menggantikan busur
derajat. penggaris-T, penggaris lurus,
dan penggaris segitiga.
Gambar 1- 49
Mesin Gambar Pita/Lengan
Gambar 1- 51
Dudukan Meja Gambar
GAMBAR TEKNIK MESIN
Latihan Standardisasi I - 38
I.1.1 Huruf
1. Latihan Menulis GAMBAR TEKNIK
ISO (tinggi MESIN
huruf = 7 mm).
STT
GAMBAR TEKNIK MESIN
Latihan Standardisasi I - 39
I.1.1 Angka
2. Latihan Menulis GAMBARISO TEKNIK MESIN
(tinggi huruf = 7 mm).
STT
GAMBAR TEKNIK MESIN
Latihan Standardisasi I - 40
I.1.1 Huruf
3. Latihan Menulis GAMBAR TEKNIK
dan Angka ISOMESIN
(tinggi huruf = 5 mm).
STT
GAMBAR TEKNIK MESIN
Latihan Standardisasi I - 41
I.1.1 Garis
4. Latihan Tarikan GAMBAR TEKNIK MESIN
STT
Jawaban :
GAMBAR TEKNIK MESIN
Latihan Standardisasi I - 43
I.1.1 di
b. Buatlah gambar GAMBAR
bawah iniTEKNIK
dengan MESIN
skala 1 :2
STT
Jawaban :
GAMBAR TEKNIK MESIN
Latihan Standardisasi I - 44
I.1.1 di
c. Buatlah gambar GAMBAR
bawah iniTEKNIK
dengan MESIN
skala 5 :1
STT
Jawaban :
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Konstruksi Dasar II - 1
II.1.1 GAMBAR
TUJUAN INSTRUKSIONAL TEKNIK MESIN
KHUSUS
STT
Setelah mempelajari uraian materi yang diajarkan, peserta didik diharapkan dapat :
di D
5. Tarik garis dari A ke D. Garis AD adalah
garis yang tegak lusus garis g.
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Konstruksi Dasar II - 3
R
dan E.
D E
2. Dari titik D dan E, buat busur lingkaran
r C B
berjari-jari R, yang saling berpotongan di
titik F. Gambar 2- 4
sudut BAD
4. Buat busur lingkaran dari titik C dengan radius r1 = CD, sehingga memotong
II.1.1 GAMBAR TEKNIK MESIN
sumbu horizontal di E.
STT
5. Buat busur lingkaran dari titik D dengan radius r2 = DE, segingga memotong
lingkaran di titik F.
6. Hubungkan garis D dan F. Maka DF (r2) adalah sisi dari segi lima sama sisi yang
dimaksud.
Gambar 2- 14 Gambar 2- 15
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Konstruksi Dasar II - 8
Gambar 2- 21 Gambar 2- 22
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Konstruksi Dasar II - 12
Gambar 2- 30
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Konstruksi Dasar II - 15
Konstruksi Titik
II.1.1 GAMBAR TEKNIK MESIN
1. Bagi garis MB, MC, BA dan CD dalam
STT
jumlah bagian yang sama. Beri nomor
titik-titik bagi tersebut.
2. Hubungkan titik-titik bagi pada garis AB
dan CD dengan titik M.
3. Buat garis sejajar AB/CD pada titik-titik
bagi garis BC dan potongkan dengan
garis-garis sebelumnya (pada langkah
no.2) pada penomoran yang sama.
4. Beri nomor 1’, 2’, … pada titik
pertpotongan tersebut. Gambar 2- 31
II.5.2 Hiperbola
1. Tarik dua buah garis dari titik P yang sejajar
dengan sumbu X (garis S1) dan sumbu Y (garis
S2).
2. Buat garis dari titik M yang memotong garis S1 di
titik A1, B1 ; dan memotong garis S2 di titik A2, B2.
3. Tarik garis sejajar sumbu Y dari titik A1, B1 ; dan
garis sejajar sumbu X dari titik A2, B2 yang akan
saling berpotongan di titik Q dan R.
4. Hubungkan titik Pdengan titik-titik potong
tersebut (Q dan R) dengan mal lengkung. Maka Gambar 2- 32
II.5.4 Sikloida
1. Gambar sebuah lingkaran dengan titik pusat O.
2. Tarik garis singgung AB melalui titik A pada lingkaran tersebut. Panjang AB =
keliling lingkaran.
3. Bagi lingkaran O dan garis AB dalam bagian dan jumlah yang sama. Beri tanda
1,2,3, … pada lingkaran dan 1’,2’,3’, …. pada garis AB.
4. Tarik garis-garis yang sejajar dengan garis AB, melalui titik-titik 1,2,3, … dan
garis-garis tegak lurus AB melalui titik-titik 1’, 2;, 3’, ….
5. Pindahkan titik-titik 1’, 2;, 3’ ke garis OB’ ( titik-titik 1”, 2”, 3”, ….)
6. Gambar lingkaran dengan titik pusat pada titik-titik 1”, 2”, 3”, ….. Lingkaran-
lingkaran ini akan memotong garis-garis sejajar AB di titik 1’’’, 2’’’, 3’’’, …
7. Hubungkan titk-titik terakhir tersebut dengan mal lengkung. Maka lengkungan
yang terjadi akan membentuk kurva sikloida yang dimaksud.
Gambar 2- 34
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Konstruksi Dasar II - 17
Gambar 2- 35
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Konstruksi Dasar II - 18
II.5.6 Sinusoidal
II.1.1 GAMBAR TEKNIK MESIN
1. Buat lingkaran O dengan jari-jari yang telah ditentukan.
STT
2. Bagi lingkaran tersebut dengan besar sudut yang sama dan telah ditentukan
sebelumnya.
3. Pada sumbu X grafik sinusoidal yang akan dibuat, lakukan pembagian dengan
jumlah pembagian yang sama dan skala bagi yang telah ditentukan.
4. Tarik garis horizontal dari titik-titik bagi lingkaran.
5. Tarik garis vertikal dari titik-titik bagi sudut pada sumbu X yang akan berpotongan
dengan garis horizontal pada pada langkah 4.
6. Hubungkan titik-titik potong tersebut dengan mal lengkung. Maka lengkungan yang
terjadi akan membentuk kurva sinusoidal yang dimaksud.
Gambar 2- 36
II.5.7 Spiral
II.5.7.1 Cara Archimodes (gambar 2-37)
1. Bagi lingkaran dalam n bagian radial yang sama, kemudian beri nomor 1,2,3,…
2. Bagilah salah satu garis radian tersebut dengan jumlah pembagian yang sama
dengan lingkaran, kemudian beri nomor 1,2,3
3. Buat lingkaran-lingkaran yang melalui titik-titik bagi garis radial. Lingkaran 1 akan
memotong garis radial 1, lingkaran 2 memotong garis radial 2, demikian
seterusnya.
4. Hubungkan titik-titik potong tersebut dengan mal lengkung. Maka lengkungan yang
terjadi akan membentuk spiral yang dimaksud.
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Konstruksi Dasar II - 19
Gambar 2- 37 Gambar 2- 38
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Konstruksi Dasar II - 20
II.5.8 Uliran
II.1.1 GAMBAR TEKNIK MESIN
1. Buat pandangan atas dari batang berulir (pandangan atas berbentuk lingkaran).
STT
2. Bagi lingkaran tersebut menjadi 8 bagian yang sama besar. Beri nomor 1 s.d. 8.
3. Bentangkan lingkaran tersebut pada pandangan samping. Panjang bentangan =
keliling lingkaran = d.
4. Bagi bentangan tersebut dengan jumlah pembagian yang sama, dan beri nomor.
5. Dengan ketinggian h yang telah ditentukan, buat garis miring A1.
6. Buat garis vertikal A1’, kemudian pada titik 8, buat garis yang sejajar A1’ dan
memotong garis miring A1. Lakukan pada titik-titik bagi lainnya.
7. Tarik garis horizontal dari titik-titik potong tersebut, sehingga memotong batang
berulir.
8. Tarik garis vertikal dari titik-titik potong pada lingkaran, yang akan berpotongan
dengan garis horizontal pada titik 1’, 2’, 3’, dst.
9. Hubungkan titik-titik potong tersebut dengan mal lengkung. Maka garis
lengkungan tersebut akan membentuk kurva suatu uliran dengan kisar “h”.
Gambar 2- 39
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Latihan Konstruksi Dasar II - 21
STT 2.
1. Buat garis tegak lurus terhadap garis Buat garis tegak lurus terhadap garis
p di titik A ! lurus g dari titik P !
A
p P
k
k
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Latihan Konstruksi Dasar II - 22
STT
STT
GAMBAR TEKNIK MESIN
Proyeksi III - 1
3. Memahami metode proyeksi sudut pertama (Eropa) dan proyeksi sudut ketiga
(Amerika), serta mengetahui tiga pandangan utama dan penempatannya dari
masing-masing metode proyeksi tersebut.
4. Dapat membuat gambar proyeksi suatu benda ke dalam proyeksi standar gambar
teknik.
GAMBAR TEKNIK MESIN
Proyeksi III - 2
III.1 Pengertian
III.1.1Proyeksi
GAMBAR TEKNIK MESIN
Seorang teknisi gambar akan dihadapkan
STT pada suatu masalah yaitu merekam
suatu objek tiga dimensi dan kemudian menggambarkannya dalam bentuk dua
dimensi pada selembar kertas. Untuk memecahkan hal ini, maka haruslah terdapat
cara untuk memudahkan kerja teknisi gambar dalam menggambarkan objek tersebut
yang dapat dimengerti oleh orang lain dengan mudah. Metoda yang digunakan yaitu
teknik proyeksi, dengan tata cara dan aturan-aturannya yang telah distandarkan oleh
ISO 128 – 1982, DIN 5,6 dll.
Garis proyeksi merupakan garis maya yang berasal dari satu titik pusat pada
jarak tertentu atau pada jarak tak terhingga dari sebuah objek, melalui titik-titik
tertentu objek tersebut dan digambarkan pada bidang proyeksi.
STT
Gambar 3-2 menunjukan
proyeksi suatu benda
dimana objek berada
didepan bidang proyeksi.
Gambar 3- 2
Referensi :
III.2 Klasifikasi
III.1.1Proyeksi
GAMBAR TEKNIK MESIN
Menurut metoda penarikan garisSTT
proyeksi, maka proyeksi dapat dikelompokan
sbb.:
PROYEKSI
Gambar 3-9. Proyeksi sebuah objek dengan 2 titik hilang Gambar 3-10. Gambaran ruang proyeksi sebuah objek
dengan 2 titik hilang.
Proyeksi perspektif tiga titik hilang merupakan proyeksi sentral dimana tidak ada
satupun pandangan (bidang) dari objek yang akan diproyeksikan yang terletak sejajar
dengan bidang proyeksi. Bidang proyeksi dalam hal ini membentuk sudut tertentu
dengan bidang horizontal. Koordinat X , Y dan Z konvergen untuk titik hilang F1, F2
dan F3. Sudut = sudut miring bidang proyeksi ke arah/berlawanan pusat proyeksi
(lihat Gambar 3-11, 3-12, 3-13, 3-14).
GAMBAR TEKNIK MESIN
Proyeksi III - 7
STT
Gambar 3-13. Proyeksi sebuah objek dengan 3 titik hilang dan Gambar 3-14. Gambaran ruang proyeksi sebuah objek dengan
sudut miring bidang proyeksi berlawanan pusat 3 titik hilang dan sudut miring bidang proyeksi
proyeksi. berlawanan pusat proyeksi.
GAMBAR TEKNIK MESIN
Proyeksi III - 8
III.4.1.1 Proyeksi
III.1.1Kavalir
GAMBAR TEKNIK MESIN
Proyeksi kavalir merupakan proyeksi paralel miring dimana garis proyeksinya
STT
membentuk sudut 450 dengan bidang proyeksi (bidang YZ), sehingga objek pada
ketiga arah koordinatnya diproyeksikan dengan panjang sebenarnya. Objek terletak
dengan pandangan utamanya (umumnya bidang a) sejajar dengan bidang proyeksi
(lihat Gambar 3-16, 3-17)
Gambar 3-16. Proyeksi Kavalir Gambar 3-17. Gambaran ruang proyeksi Kavalir
GAMBAR TEKNIK MESIN
Proyeksi III - 10
III.4.1.2 Proyeksi
III.1.1Kabinet
GAMBAR TEKNIK MESIN
Proyeksi kabinet merupakan proyeksi paralel miring dimana garis proyeksinya
STT
membentuk sudut 600 dengan bidang proyeksi (bidang YZ), sehingga objek pada satu
arah koordinatnya diproyeksikan dengan panjang setengah dari panjang sebenarnya.
Objek terletak dengan salah satu pandangannya (umumnya pandangan atas / bidang
b) sejajar dengan bidang proyeksi (lihat Gambar 3-18, 3-19).
Dengan kata lain dapat dikatakan proyeksi paralel tegak merupakan suatu
proyeksi paralel dimana garis proyeksinya tegak lurus bidang proyeksi. Pada
umumnya gambar proyeksi yang dihasilkan pada satu bidang proyeksi belum dapat
memperlihatkan bentuk benda keseluruhan yang sesungguhnya sehingga dibutuhkan
beberapa proyeksi dari beberapa sudut yang berbeda. Untuk objek sederhana satu
atau dua proyeksi dari dua sudut pandang yang berbeda mungkin sudah cukup
memperlihatkan bentuk objek keseluruhan, tetapi untuk objek yang rumit dibutuhkan
tiga atau empat proyeksi atau bahkan lebih dengan sudut pandang yang khusus.
III.4.2.1.1 Proyeksi
III.1.1 Isometri
GAMBAR TEKNIK MESIN
proyeksi sehingga
III.1.1 proyeksi
GAMBARpanjang
TEKNIKsisi-sisi
MESIN objek tersebut memendek dengan
skala yang sama ke arah ketiga koordinatnya.
STT
Gambar 3-25. Proyeksi Isometri Gambar 3-26. Gambaran ruang proyeksi Isometri
III.4.2.1.2 Proyeksi
III.1.1 Dimetri
GAMBAR TEKNIK MESIN
STT
Objek diletakan sedemikian rupa terhadap bidang proyeksi, dua sumbunya
membentuk sudut tertentu dengan bidang proyeksi. Semua sisi-sisi objek yang sejajar
dengan kedua sumbu tersebut akan diproyeksikan dengan skala panjang yang sama,
sedang sisi-sisi yang sejajar dengan sumbu ketiga diproyeksikan dengan skala yang
berbeda.
Dari definisi ini maka terdapat banyak kemungkinan sudut peletakan objek dan ke
arah koordinat yang mana skala pemendekan proyeksi sisi-sisi objek tersebut.
Beberapa literatur menjelaskan beberapa kemungkinan peletakan objek dengan
besarnya skala pemendekan sisi-sisinya. Tetapi sayang tidak menjelaskan dasar-
dasar perolehan nilai-nilai tersebut. Kemungkinan peletakan dengan dua sudut yang
sama yaitu sudu A = sudut B, sudut B = sudut C, sudut A = sudut C (lihat Gambar 3-
30).
GAMBAR TEKNIK MESIN
Proyeksi III - 15
Tabel
III.1.1 GAMBAR sudutMESIN
TEKNIK proyeksi dan skala pemendekan proyeksi
dimetri.
STT
Sudut proyeksi ( 0) Skala pemendekan (%)
Sumbu X Sumbu Y Sumbu Z
15 15 73 73 96
35 35 86 86 71
Gambar 3-30.
40 10 54 92 92
Tabel 3-1
Dalam penerapannya proyeksi dimetri ini cukup sulit untuk digambarkan terutama
penentuan skala pemendekan sisi-sisi pada sumbu X , Y dan Z. Sehingga pada
penerapan praktis dilakukan perubahan dengan mengambil skala pemendekan yang
teratur, yang mudah untuk digambarkan. Cara-cara ini disebut dengan gambar dimetri.
Pada gambar dimetri diambil skala genap misalnya 1:1: 1/2 (skala penuh sumbu Z :
skala penuh sumbu X : skala setengah sumbu Y). Untuk skala 1:1:1/2 maka diperoleh
sudut = 7012’ dan = 41024’. Sudut dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Cos = (2.S12.S22 + S24/(2.S1.S2))
S1 adalah salah satu dari skala yang sama.
S2 adalah skala yang ketiga.
Untuk kondisi ini maka haruslah sudut B = sudut C.(karena harus ada dua sumbu
dengan skala pemendekan yang sama). Sudut B = 900 + .
Sehingga sudut = (360 – sudut B – sudut C – 900)
= 2700 – 2.(900 + 41024’) = 7012’.
Sudut-sudut ini kemudian dibulatkan menjadi sudut = 70 dan = 420 seperti yang
tertera pada Gambar 3-28. Skala pertama yang diberikan dalam setiap ratio adalah
untuk sumbu vertikal (sumbu Z), yang kedua untu sumbu X dan yang ketiga untuk
sumbu Y.
Dalam penggambaran dimetri dimungkinkan beberapa variasi pengambilan skala
antara lain :
1 : 1 : ½ dengan = 7012’ dan = 41024’
½ : 1 :1 dengan = 41024’ dan = 41024’
1 : 1 : ¾ dengan = 16020’ dan = 36050’
¾ : 1 : 1 dengan = 36050’ dan = 36050’ dll.
GAMBAR TEKNIK MESIN
Proyeksi III - 16
III.4.2.1.3 Proyeksi
III.1.1 Trimetri
GAMBAR TEKNIK MESIN
Bidang proyeksi terdiri dari tiga bidang utama yang disusun saling tegak lurus
membentuk ruang. Bidang tersebut yaitu bidang datar(), bidang vertikal frontal() dan
bidang vertikal samping() Gambar 3-33 dapat menjelaskan susunan bidang proyeksi
tersebut. Jika diperlukan dapat dibuat bidang proyeksi khusus yang penempatannya
tergantung kebutuhan.
GAMBAR TEKNIK MESIN
Proyeksi III - 18
Dua metoda
III.1.1proyeksi
GAMBAR ini TEKNIK
yang digunakan
MESIN didunia. Negara-negara Eropa
menggunakan metoda proyeksi Eropa, negara Amerika, Jepang, Australia, Kanada
STT
menggunakan metoda proyeksi Amerika. Bagaimana dengan Indonesia?
Gambar proyeksi ortogonal disebut juga gambar pandangan majemuk karena
proyeksi ortogonal pada umumnya tidak memberikan gambaran lengkap dari benda
hanya dengan satu proyeksi saja. Oleh karena itu diambil beberapa bidang proyeksi.
Biasanya diambil tiga bidang tegak lurus, dan dapat ditambah dengan bidang bantu
jika diperlukan.
Antara benda dan titik penglihatan di tak terhingga diletakkan sebuah bidang
tembus pandang, sejajar dengan bidang yang akan digambar. Jika benda dilihat dari
depan, maka gambar pada bidang tembus pandang ini disebut pandangan depan.
Jika dilihat dari atas, disebut pandangan atas. Dan jika dilihat sari samping kiri atau
kanan, disebut pandangan samping kiri (tampak kiri) atau pandangan samping
kanan (tampak kanan).
Gambar 3-34
Bagian ruang di atas bidang horizontal dan di depan bidang vertikal disebut
kuadran pertama. Bagian ruang di atas bidang horizontal dan di belakang bidang
vertikal disebut kuadran kedua. Kuadran ketiga adalah bagian ruang yang terletak di
bawah bidang horizontal dan di belakang bidang vertikal, sedangkan kuadran
GAMBAR TEKNIK MESIN
Proyeksi III - 20
Gambar 3-35
Jika benda yang akan digambar diletakkan pada kuadran pertama, dan diproyeksikan
pada bidang-bidang proyeksi, maka metode proyeksi ini disebut “proyeksi kuadran
pertama” atau “metode proyeksi sudut pertama”. Jika bendanya diletakkan pada
kuadran ketiga, maka metode proyeksi tersebut disebut “proyeksi kuadran ketiga” atau
“metode proyeksi sudut ketiga”. Sebenarnya masih ada metode proyeksi lain, yaitu
“proyeksi kuadran kedua” dan “proyeksi kuadran keempat”, yang tidak dipakai dalam
praktik.
Gambar 3-37
Gambar 3-40
GAMBAR TEKNIK MESIN
Proyeksi III - 23
Gambar 3-41
III.1.1memperlihatkan
GAMBAR TEKNIKsusunan gambar proyeksi sudut ketiga, dengan
MESIN
pandangan (a) sebagai pandangan depan.
STT
Pandangan atas (b’), ditempatkan
di atas.
Pandangan bawah (e’), ditempatkan
di bawah.
Pandangan kiri (c’), ditempatkan
di kiri.
Pandangan kanan (d’), ditempatkan
di kanan.
Gambar 3-41
Pandangan belakang (f’), ditempatkan
di kiri/kanan.
Benda 1 Benda 2
Gambar 3-42
GAMBAR TEKNIK MESIN
Proyeksi III - 24
STT
2
1 1
Benda 1 Benda 2
Gambar 3-43
Pandangan Depan Benda 1 dan Benda 2
b)
a)
Gambar 3-44
Gambar 3-45
III.5.2 Tiga Pandangan Utama pada Metode Proyeksi Sudut Ketiga (Proyeksi
Amerika)
Gambar 3-46
STT
Gambar 3-47
Gambar 3-48
GAMBAR TEKNIK MESIN
Proyeksi III - 27
STT
GAMBAR TEKNIK MESIN
Proyeksi III - 29
PROYEKSI BIDANG
Seperti pada proyeksi garis yang diturunkan dari proyeksi titik, maka proyeksi bidangpun
mengikuti cara-cara teori proyeksi garis. Seperti diketahui bahwa bidang dibentuk oleh dua
atau lebih garis yang saling berpotongan, dalam hal ini bidang harus dibentuk dari garis-garis
yang berpotongan dan saling menutup, sehingga bidang tersebut mempunyai batas. Dengan
memproyeksikan garis-garis yang membentuk bidang tersebut, maka akan diperoleh hasil
proyeksi bidang tersebut.
Gambar 3-xx memperlihatkan bagaimana mencari pandangan samping kanan dari sebuah
bidang jika pandangan atas dan depan sudah diketahui.
PROYEKSI BANGUN
Dari teori proyeksi sebelumnya maka dapat dikembangkan lebih lanjut dengan proyeksi
sebuah bangun atau benda tiga dimensi. Dengan mengambil prinsip-prinsip yang sama, yaitu
memproyeksikan bidang-bidang atau garis-garis yang membentuk bangun tersebut maka akan
diperoleh proyeksi sebuah bangun. Perlu dicermati adalah titik-titik ujung atau sudut bangun
tersebut yang ketika diproyeksikan sangat mungkin akan berimpit dengan dengan titik sudut
yang berbeda, yang dapat mengecoh pembaca gambar.
Gambar 3-xx memperlihatkan bagaimana mencari pandangan samping kanan sebuah bangun
jika pandangan atas dan depan sudah diketahui.
GAMBAR TEKNIK MESIN
Proyeksi III - 30
STT
GAMBAR TEKNIK MESIN
Latihan Proyeksi III - 27
1. Proyeksi Garis
III.1.1 GAMBAR TEKNIK MESIN
Contoh : a.
STT
b. c.
d. e.
GAMBAR TEKNIK MESIN
Latihan Proyeksi III - 28
2. Proyeksi Bidang
III.1.1 GAMBAR TEKNIK MESIN
STT
3. Proyeksi Ruang
GAMBAR TEKNIK MESIN
Latihan Proyeksi III - 29
4. Proyeksi isometri
III.1.1 GAMBAR TEKNIK MESIN
a. Gambarkan ketiga pandangan utamanya dengan metode proyeksi Eropa.
STT
Jawaban :
Jawaban :
GAMBAR TEKNIK MESIN
Latihan Proyeksi III - 30
5. Proyeksi Kavalir
III.1.1 GAMBAR TEKNIK MESIN
Buatlah proyeksi kavalir dari 3 pandangan utama di bawah ini.
STT
Jawaban :
6. Proyeksi Kabinet
Buatlah proyeksi kabinet dari 3 pandangan utama di bawah ini.
Jawaban :
GAMBAR TEKNIK MESIN
Latihan Proyeksi III - 31
7. Melengkapi Pandangan
III.1.1 GAMBAR TEKNIK MESIN
Lengkapilah pandangan samping untuk gambar-gambar berikut ini.
STT
GAMBAR TEKNIK MESIN
Latihan Proyeksi III - 32
8. Memilih Pandangan
III.1.1 GAMBAR TEKNIK MESIN
Cocokkanlah gambar pada kolom kiri dengan kolom kanan pada kotak “JAWAB”
STT
yang telah disediakan.
GAMBAR TEKNIK MESIN
Latihan Proyeksi III - 33
Tabel Jawaban
D 1 3 5 7 12 14 19 24 27 29
A
S
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Potongan IV - 1
Bagian-bagian
IV.1.1dan bentukan-bentukan
GAMBAR penting pada benda kerja yang tidak
TEKNIK MESIN
terlihat secara langsung, dapat digambar dengan garis putus-putus (garis tipe E atau
STT
tipe F). Tapi hal ini akan mempersulit pembacaan dan pemahaman gambar. Dapat
anda bayangkan berapa banyak garis putus-putus yang harus digambarkan jika anda
diminta untuk menggambar susunan sebuah mesin atau tool dengan lengkap. Oleh
karena itu, dibuat gambar dalam bentuk potongan.
Bila kita memotong sesuatu benda
dengan pisau, gergaji atau alat potong
lainnya, maka akan terlihat jelas bagian
dalam benda tersebut. Jadi pemotongan
dilakukan untuk
Gambar 4 - 1
menjelaskan/menggambarkan bagian-
bagian dalam benda kerja.
Referensi:
ISO 128-1982 Technical Drawings - General Principle of Presentation
DIN 6 T 2- 1993 Darstellung in Normalprojektion
1. Potongan Penuh
Benda dipotong seluruh badan, dalam
arti separuh benda seolah-olah
dihilangkan. Maksudnya adalah
memperlihatkan seluruh bentuk
bagian dalam benda .
Gambar 4 - 2
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Potongan IV - 3
2. Potongan IV.1.1
SeparuhGAMBAR
(PotonganTEKNIK
Setengah)
MESIN
Benda dipotong setengah badan dalam
STT
arti seperempat bagian dari benda
seolah-olah dihilangkan. Maksudnya
adalah untuk memperlihatkan
setengah bagian luar dan setengah lagi
bagian dalam benda. Cara ini digunakan
Gambar 4 - 3
untuk benda-benda simetri .
Gambar 4 - 5
Gambar 4 - 6
Gambar 4 - 7
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Potongan IV - 4
STT
Gambar 4 - 8
Gambar 4 - 12
Gambar 4 – 14
7. Untuk benda-benda silinder seperti : poros, pena, baut, keling juga untuk sirip
(umumnya pada benda tuangan) yang dipotong memanjang, tidak digambarkan
dalam penampang potong (tidak diarsir). Kecuali bila dipotong melintang atau
disobek (gambar 4-15 s.d. 4-18).
Gambar 4 - 15 Gambar 4 - 16
Gambar 4 - 17 Gambar 4 - 18
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Potongan IV - 6
Gambar 4 - 20 Gambar 4 – 21
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Potongan IV - 7
3. Pemotongan Khusus
IV.1.1 GAMBAR TEKNIK MESIN
Untuk benda-benda yang membutuhkan keterangan gambar yang lebih jelas,
STT
diperlukan pemotongan khusus pada bagian tertentu. Bagian lain dari benda
yang tidak penting tidak perlu digambarkan (gambar 4-22).
4. Pemotongan benda yang mempunyai sumbu seperti pada gambar 4-23, garis
potong melalui sumbu dan ukuran gambar pemotongannya merupakan ukuran
proyeksi dari ukuran benda sebenarnya.
Gambar 4 - 22 Gambar 4 - 23
5. Pemotongan Berurutan
Benda-benda silindris yang mempunyai sumbu eksentrik, pemotongan dilakukan
pada bagian yang mempunyai sumbu berbeda denqan sumbu utamanya.
Setiap garis pemotongan harus disertai dengan huruf pemotongan, agar setiap
pandangan mempunyai keterangan yang jelas.
Gambar 4 - 24
STT
Gambar 4 - 25 Gambar 4 - 26
Gambar 4 - 27
Gambar 4 - 28
Gambar 4 - 30
Gambar 4 - 29
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Potongan IV - 9
3. Garis benda
IV.1.1pada potongan
GAMBAR yangMESIN
TEKNIK diputar pada
pandangan itu sendiri digambarkan dengan garis lurus
STT
tipis (tipe B) dan informasi lebih lanjut tidak diperlukan
(gambar 4-31).
Gambar 4 - 31
4. Jika potongan tersebut dipindahkan, garis benda pada potongan digambar dengan
garis lurus tebal (tipe A).
Potongan yang dipindahkan dapat ditempatkan :
- dekat dengan pandangan utama dan dihubungkan dengan garis strip titik tipis
(tipe G, gambar 4-32),
- atau pada posisi yang berbeda dan diidentifikasikan dengan penamaan
potongan (gambar 4-33).
Gambar 4 - 32 Gambar 4 - 33
GAMBAR TEKNIK MESIN
Latihan Potongan IV - 10
1. Potongan IV.1.1
SeparuhGAMBAR TEKNIK MESIN
Lengkapilah kedua gambar di bawah ini dengan menggunakan metode potongan
STT
separuh
a.
b.
GAMBAR TEKNIK MESIN
Latihan Potongan IV - 11
2. Potongan IV.1.1
Penuh GAMBAR TEKNIK MESIN
Lengkapilah pandangan samping untuk gambar-gambar di bawah ini dalam
STT
keadaan terpotong penuh.
a. b.
c. d.
GAMBAR TEKNIK MESIN
Latihan Potongan IV - 12
3. Potongan IV.1.1
Berbelok.
GAMBAR TEKNIK MESIN
Lengkapilah pandanganatas di bawah ini, sesuai dengan potongan yang
STT
ditentukan.
a.
b.
GAMBAR TEKNIK MESIN
Latihan Potongan IV - 13
4. Lengkapilah gambar-gambar
IV.1.1 di bawah
GAMBAR TEKNIK MESINini dengan garis peotongan, huruf
pemotongan dan garis arsir.
STT
a.
b.
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Penunjukan Khusus V-1
VIII - 1
Setelah mempelajari uraian materi yang diajarkan, peserta didik diharapkan dapat:
VIII - 2
Salah satu fungsi gambar adalah sebagai alat komunukasi. Oleh karena itu
gambar harus dapat dimengerti oleh seluruh pengguna gambar. Tetapi adakalanya
gambar tidak dapat digambar dengan 6 prinsip pandangan pada proyeksi. Untuk
mengatasinya, benda dapat digambar dengan metode penunjukan khusus yang juga
dapat diterapkan untuk menghindari penggunaan pandangan yang berlebihan.
Selain itu, metode penunjukan khusus dapat pula diterapkan untuk
menyederhanakan gambar yang sudah dapat dimengerti tanpa menggambar benda
secara utuh atau dengan hanya digambar satu pandangan saja.
Referensi :
Gambar 5- 1 Gambar 5- 2
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Penunjukan Khusus V-3
VIII - 3
Gambar 5- 3
VIII - 4
Pada bidang arsitektur, tanda segi empat
dengan garis diagonalnya merupakan lubang
(gambar 5-8). Jika lubang tersebut berada di
belakang penampang potong, tanda segi empat
digambarkan dengan garis strip titik ganda (tipe K)
dan garis diagonalnya digambarkan dengan garis
tipis lurus (gambar 5-9)
Gambar 5- 8
Gambar 5- 9 Gambar 5- 10
Gambar 5- 11 Gambar 5- 12
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Penunjukan Khusus V-5
VIII - 5
V.6 Gambar Benda Yang Diperpendek
Untuk menghemat tempat/ruang gambar, benda yang panjang dan sederhana
dapat digambar hanya sebagian yang dianggap perlu saja. Bentuk bagian yang sama
dapat diperpendek/dipotong dengan garis tipis bebas (gambar 5-13)atau garis zigzag
(gambar 5-14).
Gambar 5- 16 Gambar 5- 17
VIII - 6
V.9 Gambar Detail
Jika skala gambar terlalu kecil sehingga detail
bentukan tidak dapat ditunjukkan atau diberi ukuran,
maka bentukan benda tersebut ditandai dengan garis
tipis (tipe B) dan huruf kapital. Bentukan tersebut
kemudian digambar dengan skala yang lebih besar.
Gambar 5- 19
VIII - 7
Simbol grafik dan derajat ketirusan ditunjukkan dekat dengan bentukan ketirusan,
dan garis referensi dihubungkan terhadap garis benda dengan garis penunjuk seperti
yang ditunjukkan pada gambar 5-24 dan 5-25 . Garis referensi digambar sejajar
dengan garis sumbu ketirusan dan arah simbol grafik sama dengan arah ketirusan
benda.
Gambar 5- 24 Gambar 5- 25
Gambar 5- 27 Gambar 5- 28
VIII - 8
Gambar 5- 29 Gambar 5- 30
Gambar 5- 31 Gambar 5- 32
Jika kontur terluar benda dibentuk oleh pertemuan antara kemiringan dan radius,
maka pada pandangan lain kontur tersebut digambarkan dengan dimensi yang
ditentukan oleh perpotongan garis-garis singgung radius.
Gambar 5- 33 Gambar 5- 34
VIII - 9
Jika benda yang akan dikerjakan di bengkel
merupakan benda yang telah dibuat pada proses awal,
misalnya benda tuangan yang akan mengalami proses
permesinan, bentuk akhir benda tersebut (garis lurus
tebal) digambarkan langsung dengan bentuk awalnya
(garis strip titik ganda). Gambar 5- 36
Gambar 5- 37
Gambar 5- 38
Gambar 5- 39 Gambar 5- 40
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Penunjukan Khusus V - 10
VIII - 10
V.17 Penunjukan Ulir
V.17.1 Ulir Luar
Ketentuan :
1. Ulir yang terlihat langsung (tidak terhalang oleh bentukan lain) :
a. Pada pandangan depan, diameter luar digambarkan dengan garis lurus tebal
(tipe A), dan diameter dalam digambarkan dengan garis lurus tipis (tipe B).
Batas panjang ulir digambarkan dengan garis lurus tebal (tipe A).
b. Pada pandangan samping, diameter luar digambarkan dengan garis lurus
tebal (tipe A), sedangkan diameter dalam digambarkan dengan garis lurus tipis
(tipe B) dan hanya digambarkan ¾ bagian lingkaran.
c. Untuk ulir yang digambarkan dalam keadaan terpotong, garis arsir
digambarkan sampai menyentuh garis tebal (diameter luar)
Gambar 5- 41 Gambar 5- 42
VIII - 11
V.17.2 Ulir Dalam
Ketentuan :
1. Untuk ulir yang terlihat langsung (tidak terhalang oleh bentukan lain) :
a. Diameter luar digambarkan dengan garis lurus tipis (tipe B), dan diameter
dalam digambarkan dengan garis lurus tebal (tipe A).
b. Batas panjang ulir digambarkan dengan garis lurus tebal (tipe A).
c. Pada pandangan samping, diameter dalam digambarkan dengan garis lurus
tebal (tipe A), sedangkan diameter luar digambarkan dengan garis lurus tipis
(tipe B) dan hanya digambarkan ¾ bagian lingkaran.
d. Untuk ulir yang digambarkan dalam keadaan terpotong, garis arsir
digambarkan sampai menyentuh garis tebal (diameter dalam).
2. Untuk ulir yang tidak terlihat langsung (terhalang oleh bentukan lain) :
a. Diameter luar dan diameter dalam digambarkan dengan garis putus-putus
(tipe E atau F, tetapi dalam satu gambar tipe garis yang digunakan harus
sama).
b. Batas panjang ulir digambarkan dengan garis putus-putus (tipe E atau F).
c. Pada pandangan samping, diameter luar dan diameter dalam digambarkan
dengan garis putus-putus (tipe E atau F). Diameter dalam tetap hanya
digambarkan ¾ bagian lingkaran.
Gambar 5- 45 Gambar 5- 46
VIII - 12
V.17.4 Ulir yang Berpasangan
Pada gambar pasangan ulir, garis yang menggambarkan ulir luar selalu menutupi
garis yang menggambarkan ulir dalam, kecuali untuk gambar pasangan ulir yang tidak
terlihat langsung (terhalang).
1. ULir Metrik
a. Ulir Normal
M 10
Diameter nominal ulir [mm]
Simbol Ulir Metrik
b. Ulir Halus
M 10 x 1.25
Jarak kisar/pitch ulir halus [mm]
Diameter nominal ulir [mm]
Simbol Ulir Metrik
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Penunjukan Khusus V - 13
VIII - 13
c. Ulir Trapesium
Tr 30 x 16.P2
Kisar = 16; P = jarak gang 2 mm, maka
jumlah gang 16:2 = 8 gang
Diameter nominal ulir [mm]
Simbol Ulir Trapesium
d. Ulir Segiempat
Sq 30 x 6
Kisar = 6 mm
Diameter nominal ulir [mm]
Simbol Ulir Segiempat
2. Ulir Inchi
a. Ulir Normal
1/4 - 20 UNC
Unified National Course sebagai keterangan
untuk ulir inchi normal
Jumlah pitch atau kisar per panjang "L".
Diameter nominal ulir [inchi]
b. Ulir Halus
1/4 - 28 UNF
Unified National Fine sebagai keterangan
untuk ulir inchi normal halus
Jumlah pitch atau kisar per panjang "L"
Diameter nominal ulir [inchi]
c. Ulir Ekstra Halus
1/4 - 32 UNEF
Unified National Ekstra Fine sebagai keterangan
untuk ulir inchi normal sangat halus
Jumlah pitch atau kisar per panjang "L"
Diameter nominal ulir [inchi]
GAMBAR TEKNIK MESIN
Penunjukan Khusus V - 14
VIII - 14
Gambarkankah benda di bawah ini dalam metode proyeksi sudut pertama. Gunakan
metode penunjukan khusus untuk menjelaskan bagian-bagian yang tidak dapat
digambarkan dengan menggunakan 6 prinsip pandangan proyeksi.
1.
Jawaban :
GAMBAR TEKNIK MESIN
Penunjukan Khusus V - 15
VIII - 15
2. ( kerjakan di lembar terpisah! )
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Penunjukan Ukuran VI - 1
VIII - 1
Setelah mempelajari uraian materi yang diajarkan, peserta didik diharapkan dapat:
VIII - 2
VI.1 Definisi Dan Klasifikasi Ukuran
VI.1.1 Definisi Ukuran
Ukuran adalah nilai numerik yang dicantumkan dalam satuan pengukuran tertentu
dan pada gambar teknik dituliskan dengan garis, simbol dan angka. Ukuran
dicantumkan pada gambar kerja secara lengkap untuk mempermudah pengerjaan di
bengkel dan pencapaian fungsi suatu benda kerja.
Pencantuman ukuran pada gambar kerja telah ditetapkan oleh standar
internasional, dalam ISO Standards Handbook - Technical Drawings.
Referensi :
ISO 129 – 1985 Technical Darwings – Dimensioning – General Principles,
Definitions, Methodes of Execution and Special Indication.
DIN 406 T 11 – 1992 Technische Zeichnungen – Maßeintragung
VIII - 3
VI.2 Prinsip Dasar Penunjukan Ukuran
Gambar 6 - 5
Jadi hal yang paling penting dalam penunjukan ukuran kedudukan adalah
menentukan patokan. Patokan ini dapat berupa permukaan yang mempunyai
hubungan, permukaan yang sudah dikerjakan atau garis pusat suatu bentuk geometrik
dasar. Penunjukan ukuran kedudukan dapat dari pusat ke pusat, permukaan ke pusat
atau permukaan ke permukaan. Dengan ketelitian yang tinggi dan dengan metode
pengerjaan yang benar, untuk menghasilkan suatu hasil yang memuaskan, pemilihan
bidang atau garis patokan yang tepat sangat menentukan.
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Penunjukan Ukuran VI - 4
VIII - 4
VI.2.3 Ketentuan Penunjukan Ukuran
VI.2.3.1 Elemen-Elemen Penunjukan Ukuran
Elemen-elemen penunjukan ukuran terdiri dari : garis proyeksi, garis dimensi, garis
penunjuk, akhir garis dimensi, tanda awal dan angka ukuran.
Gambar 6 - 6
VIII - 5
3. Garis konstruksi penunjukan ukuran digambarkan memotong dan diperpanjang
melewati perpotongan tersebut.
Gambar 6 - 13
Gambar 6 - 15
7. Garis benda dan garis sumbu tidak boleh digunakan sebagai garis dimensi, tetapi
dapat digunakan sebagai garis proyeksi.
Gambar 6 - 17 Gambar 6 - 16
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Penunjukan Ukuran VI - 6
VIII - 6
Gambar 6 - 18
2. Dalam satu gambar hanya diperbolehkan untuk menggunakan satu jenis anak
panah. Tetapi jika ruang untuk menggambarkan anak panah tidak mencukupi,
boleh digantikan dengan garis miring.
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Penunjukan Ukuran VI - 7
VIII - 7
3. Anak panah harus digambar dalam batas garis dimensi (gambar 6-23), tetapi jika
ruang penggambaran yang tersedia tidak mencukupi, anak panah boleh digambar
diluar batas garis dimensi (gambar 6-24).
4. Pada penunjukan ukuran bentuk radius, anak panah yang digambarkan hanya
satu buah, diletakkan di dalam atau diluar bentuk beradius gambar 6-25).
Metode 1
VIII - 8
Metode 2
Berbeda halnya dengan metode pertama, metode kedua digunakan agar angka
ukuran dapat dibaca hanya dari arah bawah kertas. Garis dimensi non-horizontal
dibuat terpatah (biasanya pada tengah-tengah garis) sehingga angka ukuran dapat
diletakkan diantaranya.
Catatan :
Angka ukuran yang tidak sesuai dengan ukuran
bentukan harus diberi garis bawah.
Biasanya hal ini terjadi jika terdapat modifikasi
ukuran pada gambar yang tidak dapat dirubah lagi.
Gambar 6 - 34
VIII - 9
VI.2.3.6 Huruf dan Simbol Pelengkap
Huruf dan simbol pelengkap di bawah ini dicantumkan pada angka ukuran untuk
menunjukan bentuk dan mempermudah pembacaan gambar, tanpa menambah jumlah
pandangan. Huruf dan simbol pelengkap ini dapat dihilangkan jika bentuk yang
ditunjukkan sudah jelas. Huruf dan simbol pelengkap ini ditulis sebelum angka ukuran.
Gambar 6 - 35 Gambar 6 - 36
VIII - 10
Contoh penerapan simbol Bola Ø dan Bola R
Gambar 6 - 48
Gambar 6 - 49
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Penunjukan Ukuran VI - 11
VIII - 11
VI.3.3 Sistem Penunjukan Ukuran Berstep
Metoda ini dapat digunakan sebagai pengganti penunjukan ukuran paralel yaitu
dengan mengambil satu bidang patokan. Bidang patokan ditandai dengan tanda awal
( lihat gambar 6-21) dan angka nol. Angka ukuran diletakkan mengikuti salah satu dari
dua cara berikut :
1. Dekat dengan anak panah, sejajar dengan garis proyeksi (gambar 6-50), atau
2. dekat dengan anak panah, di atas garis dimensi (gambar 6-51).
Gambar 6 - 50 Gambar 6 - 51
Gambar 6 - 52 Gambar 6 - 53
Gambar 6 - 54 Gambar 6 - 55
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Penunjukan Ukuran VI - 12
VIII - 12
VI.3.4 Sistem Penunjukan Ukuran Koordinat
Cara ini kadang-kadang dapat
membantu memudahkan pembacaan ukuran
dalam proses pengerjaan. Dengan metoda
ini penunjukan ukuran pada gambar dapat
disederhanakan misalnya : kedudukan/posisi
dan besarnya lubang dituliskan dalam bentuk
tabel.
Gambar 6 - 56
Gambar 6 - 57 Gambar 6 - 58
VIII - 13
VI.4.2 Chamfer dan Countersink
Chamfer dan kemiringan dengan sudut 45 dan 90 dapat langsung dituliskan setelah
ukurannya dengan menggunakan tanda x (kali). Sedangkan ukuran sudut chamfer
selain 45 dan 90 harus dicantumkan terpisah (tersendiri).
VI.4.3 Ketirusan
Pemberian ukuran sebagai berikut digunakan dalam kombinasi yang berbeda-
beda untuk menentukan bentuk dan posisi dari ketirusan sebuah benda, sesuai
dengan fungsinya atau pengerjaannya.
- Ketirusan ditentukan dengan sudut atau perbandingan.
- Diameter ujung terbesar.
- Diameter ujung terkecil.
- Diameter pada potongan melintang pada jarak tertentu, potongan melintang ini
mungkin untuk tirus dalam atau tirus luar.
- Ukuran jarak letak potongan melintang pada diameter tertentu.
- Panjang dari ketirusan.
Semua pemberian ukuran ini tidak pernah ditentukan sebagai ukuran fungsi.
Tetapi untuk mempermudah pengerjaan di bengkel ditambahkan ukuran-ukuran
lainnya sebagai “ukuran pembantu” dan diletakkan dalam tanda kurung.
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Penunjukan Ukuran VI - 14
VIII - 14
Gambar 6 - 71 Gambar 6 - 72
Gambar 6 - 73 Gambar 6 - 74
Gambar 6 - 75 Gambar 6 - 76
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Penunjukan Ukuran VI - 15
VIII - 15
VI.4.4 Pendakian
Pemberian ukuran sebagai berikut digunakan dalam kombinasi yang berbeda-
beda untuk menentukan bentuk dan posisi dari bidang miringnya sesuai dengan
fungsi/pengerjaan.
- Sudut pendakian
Hh
- Pendakian S tan
L
Semua ukuran ini tidak pernah ditentukan sebagai ukuran fungsi. Ukuran sebagian
mungkin hanya diberikan sebagi ukuran “pembantu” (ditulis dalam tanda kurung).
Gambar 6 - 78 Gambar 6 - 79
VIII - 16
Gambar 6 - 80 Gambar 6 - 81
Gambar 6 - 82 Gambar 6 - 83
Gambar 6 - 84
VIII - 17
Gambar 6 - 85 Gambar 6 - 86
Gambar 6 - 87
Gambar 6 - 88
VIII - 18
VI.5.2 Penunjukan Ukuran Benda-Benda Tersusun
Jika beberapa komponen digambar dalam
keadaan tersusun dan harus diberi ukuran,
penunjukan ukurannya dilakukan seperti pada
gambar 6-92. Ukuran-ukuran yang
dicantumkan harus dikelompokkan untuk
setiap komponen agar mempermudah
pembacaan gambar.
Salah satu ukuran yang paling penting
pada gambar susunan adalah ukuran terluar
benda. Gambar 6-93 dan 6-94 adalah contoh Gambar 6 - 92
pemberian ukuran terluar benda yang
tersusun.
Gambar 6 - 93 Gambar 6 - 94
Gambar 6 - 95
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Penunjukan Ukuran VI - 19
VIII - 19
VI.5.4 Penunjukan Ukuran Proses Pengerjaan
Jika pada pada suatu benda yang mengalami pengerjaan khusus (ditandai dengan
garis strip titik tebal, tipe J) diperlukan ukuran posisi dan panjang pengerjaan khusus
tersebut, maka penunjukan ukuran dilakukan seperti yang dicontohkan pada gambar
6-96. Tetapi, jika gambar benda sudah memberikan informasi mengenai posisi dan
panjang pengerjaan khusus tersebut, maka ukuran tika perlu dicantumkan (gambar 6-
97).
Gambar 6 - 96 Gambar 6 - 97
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Latihan Penunjukan Ukuran VI - 20
VIII - 20
Cantumkan penunjukan ukuran untuk benda-benda di bawah ini !
1. Tebal benda = 10 mm
2.
3.
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Latihan Penunjukan Ukuran VI - 21
VIII - 21
4. Tebal benda = 5 mm
5. Tebal benda = 5 mm
6. Tebal benda = 5 mm
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Latihan Penunjukan Ukuran VI - 22
VIII - 22
7. Tebal benda = 5 mm
8. Tebal benda = 5 mm
9. Tebal benda = 5 mm
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Latihan Penunjukan Ukuran VI - 23
VIII - 23
10.
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Toleransi Ukuran VII - 1
VIII - 1
VIII - 2
VII.1 Gambaran Umum
Dalam pembuatan suatu benda kerja, pencapaian ukuran yang ideal sangat sulit
dicapai. Hal ini disebabkan beberapa hal, diantaranya material benda kerja, proses
pengerjaan, alat ukur maupun kemampuan teknisi yang membuatnya. Oleh karena itu
diperlukan toleransi, yaitu : batas penyimpangan ukuran yang masih diijinkan
sesuai tingkatannya, yang masih dapat memenuhi kebutuhan baik secara fungsi,
konstruksi maupun hal teknis lainnya.
International Standard Organization membahas mengenai toleransi pada
ISO 406/1987 : Technical Drawings - Tolerancing of linear and angular dimensions.
Dengan mengambil contoh suatu poros dan suatu lubang yang berpasangan,
keadaan benda kerja yang diberi toleransi digambarkan pada gambar 7-1.
penyimpangan atas
penyimpangan bawah
penyimpangan bawah
penyimpangan atas
toleransi
toleransi
Ølubang maksimal
Ølubang minimal
Ønominal
Ønominal
Øporos maksimal
Øpoos minimal
Gambar 7- 1
lubang
+
Selanjutnya untuk mempermudah penggambaran,
garis nol
gambar tersebut disederhanakan dengan diagram
pada gambar 2, dengan catatan sumbu komponen
ukuran dasar
-
poros
selalu terletak dibawah. Pada diagram tersebut,
penyimpangan lubang adalah positif, dan
VIII - 3
Berdasarkan pertimbangan bahwa komponen berbentuk silinder memegang
peranan penting dalam konstruksi permesinan, dan untuk mempermudah
pembahasan, maka selanjutnya hanya dipandang komponen-komponen yang
berbentuk silinder. Hal ini bukan berarti bahwa toleransi tidak dapat diterapkan pada
komponen-komponen yang tidak berbentuk silinder. Dan istilah yang dipakai adalah
“lubang” dan “poros”.
Dalam pemilihan besarnya toleransi ini, sangat tergantung dari bentuk, kegunaan
serta fungsi benda tersebut, sehingga dalam penentuan toleransi, perlu pertimbangan
sebagai berikut :
Perlu diingat, semakin teliti harga toleransi, maka semakin mahal biaya proses
pengerjaannya.
Referensi
VIII - 4
Garis Nol : Garis batas dasar, adalah ukuran nominal dengan
toleransi ± 0,00 (tanpa penyimpangan).
Ukuran Sebenarnya : Ukuran jadi, adalah ukuran yang didapat setelah
benda kerja selesai dibuat.
Suaian : Perbedaan ukuran antara dua benda yang
berpasangan.
Suaian terbesar : Perbedaan ukuran yang terjadi jika lubang dengan
ukuran terbesar dipasangkan dengan poros ukuran
terkecil
Suaian terkecil : Perbedaan ukuranyang terjadi jika lubang dengan
ukuran terkecil dipasangkan dengan poros ukuran
terbesar.
Clearance (E) : Kelonggaran, adalah selisih ukuran antara lubang
dengan poros, bila ukuran lubang lebih besar
daripada ukuran poros.
Clearance maksimal : Selisih ukuran lubang terbesar dengan poros
terkecil pada suaian longgar.
Clearance minimal : Selisih ukuran lubang terbesar dengan poros
terbesar pada suaian longgar
Interference (F) : Kesesakkan, adalah selisih ukuran antara lubang
dengan poros, bila ukuran poros lebih besar
daripada ukuran lubang
Interference maksimal : Selisih ukuran lubang terkecil dengan poros
terbesar pada suaian sesak
Interference minimal : Selisih ukuran lubang terbesar dengan poros
terkecil pada suaian sesak
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Toleransi Ukuran VII - 5
VIII - 5
VII.3 Golongan Toleransi
Toleransi dikelompokkan menjadi 3, yaitu :
1. Toleransi Umum
2. Toleransi Khusus
3. Toleransi Suaian
VIII - 6
Toleransi umum berdasarkan DIN 2768 :
0,5 >3 >6 >30 >120 >400 >1000 >2000 >2000 >2000
Toleransi .…3 ....6 ..30 ...120 ...400 ...1000 ...2000 ...4000 ...4000 ...4000
[ mm ]
halus 0,05 0,05 0,1 0,15 0,2 0,3 0,5 - - -
VIII - 7
[ dan ‘ ] R [ mm/100 mm ]
halus
1 30 ’ 20 ‘ 10 ‘ 1,7 0,9 0,6 0,3
sedang
L
L R
R
Ls L ref
R
R
L Ls
L
Lref = 100 mm
L ref
Ls
0,4
Gambar 7- 3 L 200 mm
100 mm
L 0,8 mm
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Toleransi Ukuran VII - 8
VIII - 8
VII.3.2 Toleransi Khusus
Toleransi khusus adalah toleransi yang ditentukan langsung oleh perancang
sesuai kebutuhan hubungan konstruksi. Harga toleransi ini bukan merupakan harga
toleransi umum maupun toleransi suaian yang telah distandarkan.Harga toleransi
khusus lebih besar dari harga toleransi suaian, tetapi lebih kecil dari harga toleransi
umum. Penulisan dilakukan disebelah ukuran nominal yang memerlukan toleransi.
+0,04 Contoh gambar 7-4, ukuran yang memiliki
5+0,02
toleransi khusus adalah :
9
Ukuran 75; toleransi –0.03 dan 0.05
Ukuran 38; toleransi –0.02 dan -0.05.
Ukuran 5; toleransi +0.04 dan + 0.02
Ø38-0,04
-0,03
Ø75-0,05
-0,02
Ø40H7
Ø45
Ø34
Ø14
Ø9
VIII - 9
harga toleransi yang diberikan dalam satuan mikrometer, yang harganya terdapat
dalam tabel.
Lubang Poros
30 H 7 30 g 6
Gambar 7- 5
Gambar 7- 6
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Toleransi Ukuran VII - 10
VIII - 10
VII.3.3.3 Daerah Toleransi
Gambar 7- 7
H js j k m n Tak JS S K M N P h
Tentu
p r s t u v P R S T U V
x y z za zb z Sesak X Y Z ZA ZB ZC
c
Tabel 7-9
VIII - 11
2. Sistem Basis Poros
Untuk mengahasilkan kondisi suaian yang diinginkan, daerah toleransi pada lubang
diubah (lihat tabel toleransi suaian) dengan patokan daerah toleransi poros (gambar
7-6 b)).
Daerah toleransi yang diambil pada sistem basis poros adalah daerah toleransi h.
Ukuran terbesar poros adalah ukuran nominal tepat pada garis nol, berarti
penyimpangan atas poros = 0.
VIII - 12
VII.3.3.6 Besar Harga Toleransi Suaian
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Toleransi Ukuran VII - 13
VIII - 13
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Toleransi Ukuran VII - 14
VIII - 14
VII.3.3.7 Pemilihan Toleransi
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Toleransi Ukuran VII - 15
VIII - 15
VII.4 Ketentuan Penulisan Toleransi
VII.4.1 Penulisan Toleransi Umum
Penulisan dilakukan cukup hanya satu kali dan ditempatkan pada catatan umum,
baik langsung di bawah nomor bagian atau pada kolom yang disediakan.
Contoh :
N8 N6
Toleransi
Tol. Sedang
Umum
4 1x45°
10°
BOLA R
20~25
2
Ø10h6
Ø16
Digerinda N6
7
10 20 30°
(30)
Gambar 7- 8
0
40-0,02 40+0,02
a b
-0,02 +0,02
40-0,04 40-0,03
c d
Gambar 7- 9
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Toleransi Ukuran VII - 16
VIII - 16
2. Ukuran dengan penyimpangan simetri.
Bila ukuran nominal memiliki harga toleransi yang simetri
40±0,02
(sama), maka harga toleransi hanya ditulis satu kali
Gambar 7- 10
dengan dibubuhi tanda “±”.
4. Harga toleransi harus bersatuan sama dengan satuan ukuran nominalnya dan
dalam desimal yang sama.
VIII - 17
Ketentuan :
1. Simbol toleransi untuk lubang dan poros lihat ketentuan VII.3.3.1.
2. Jika bagian dalam dan luar dari benda yang berpasangan mempunyai toleransi
khusus, ditunjukkan seperti pada gambar 7-13 ini dimana bagian atas adalah
ukuran lubang dan bawah ukuran poros. Jika diperlukan, harga toleransi ditulis di
dalam tanda kurung, dibelakang simbol toleransi suaian.
Gambar 7- 13
Gambar 7- 14
VIII - 18
1. Cantumkan ukuran dan toleransi ukuran (lihat tabel) untuk gambar-gambar di
bawah ini !
a.
TOLERANSI
DIAMETER
NO. BATAS
NOMINAL BATAS ATAS
BAWAH
1. 40 + 0.5 - 0.5
2. 60 + 0.3 - 0.5
3. 30 0 - 0.5
4. 50 + 0.6 0
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Latihan Toleransi Ukuran VII - 19
VIII - 19
b.
TOLERANSI
DIAMETER
NO. BATAS
NOMINAL BATAS ATAS
BAWAH
1. 40 - 0.2 - 0.5
2. 60 + 0.3 + 0.1
3. 30 + 0.5 0
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Latihan Toleransi Ukuran VII - 20
VIII - 20
2. Dibawah ini adalah gambar susunan yang terdiri dari 2 gambar bagian.
Lengkapilah gambar pada lembar jawaban dengan ukuran dan toleransinya sesuai
dengan tabel di bawah ini!
TOLERANSI TOLERANSI
UKURAN UKURAN
NO. BATAS BATAS NO. BATAS BATAS
NOMINAL NOMINAL
ATAS BAWAH ATAS BAWAH
1. 10 + 0.006 - 0.012 6. 45 - 0.01 - 0.04
2. 10 Js7 7. Min 65.4 - -
Poros h6 8. Maks 90 - -
3. 35
Lubang H7 9. 55 + 0.1 - 0.1
Poros 0 - 0.03 10. 35 - 0.01 - 0.04
4. 25
Lubang + 0.02 0 11. 10 + 0.08 - 0.08
Pos 1 h6 12. 35 + 0.25 - 0.1
5. 9
Pos 2 F7 13. 55 + 0.2 - 0.2
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Latihan Toleransi Ukuran VII - 21
VIII - 21
Jawaban :
GAMBAR TEKNIK MESIN
Simbol Pengerjaan dan Harga Kekasaran VIII - 1
VIII - 1
VIII - 2
VIII.1 Gambaran Umum
Untuk fungsi tertentu pada suatu komponen, misalnya fungsi berhubungan atau
suaian, dituntut suatu kondisi permukaan yang memenuhi syarat konstruksi tersebut.
Kondisi permukaan ini, yaitu tingkat kekasaran permukaan yang diinginkan dapat
dicapai dari hasil proses dimana tingkat kualitas permukaan, baik kekasaran atau arah
alur, tergantung dari jenis pengerjaan/jenis mesin yang digunakan.
Karena adanya kesulitan dalam mengukur suatu kondisi permukaan secara tiga
dimensi, maka dilakukan pendekatan pengukuran dengan cara memotong permukaan
secara tegak lurus, sehingga pengukuran dilakukan secara dua dimensi pada
penampang potong permukaan.
Gambar 8 - 1
Referensi
ISO 1302-1978 Technical Drawing - Methode of Indicating Surface Texture on
Drawings
VIII - 3
VIII.2.1 Kekasaran Rata-Rata Aritmetik dari Garis Profil Rata-Rata (Ra)
Kekasaran rata-rata aritmetik (Ra) adalah harga rata-rata dari ordinat-ordinat profil
efektif. Ordinat-ordinat (y1, y2, y3,...yn) dijumlahkan tanpa memperhitungkan tandanya.
y
n
Ra 1
n
Gambar 8 - 2
Gambar 8 - 3
Rz
R1 R3 R5 R7 R9 R 2 R 4 R 6 R8 R10
5
Gambar 8 - 4
GAMBAR TEKNIK MESIN
Simbol Pengerjaan dan Harga Kekasaran VIII - 4
VIII - 4
50 2000 N12
25 1000 N11
12,5 500 N10
6,3 250 N9
3,2 125 N8
1,6 63 N7
0,8 32 N6
0,4 16 N5
0,2 8 N4
0,1 4 N3
0,05 2 N2
0,025 1 N1
Tabel 8 - 2
GAMBAR TEKNIK MESIN
Simbol Pengerjaan dan Harga Kekasaran VIII - 5
VIII - 5
Dalam menentukan tingkat kekasaran permukaan harus dipertimbangkan biaya
pengerjaannya, karena:
Gambar 8 - 5
GAMBAR TEKNIK MESIN
Simbol Pengerjaan dan Harga Kekasaran VIII - 6
VIII - 6
Harga Kekasaran Proses Pengerjaan/Permesinan
Tabel 8 - 3
Keterangan :
kasar normal halus
GAMBAR TEKNIK MESIN
Simbol Pengerjaan dan Harga Kekasaran VIII - 7
VIII - 7
VIII.4 Simbol Kekasaran Permukaan
Simbol Dasar
Berupa dua garis membentuk sudut 60 dengan garis sebelah
kanan lebih panjang. Digunakan untuk mewakili simbol pengerjaan
Gambar 8 - 6 yang lebih dari satu dan untuk menunjukkan bahwa jenis
pengerjaan tidak ditentukan.
Simbol dasar dengan garis penutup
Berarti bahwa permukaan tersebut dikerjakan dengan permesinan.
Gambar 8 - 7
VIII.4.1.2 Pengertian
1. Tanda Kekasaran Permukaan
VIII - 8
3. Panjang Pengerjaan
VIII - 9
VIII.4.2 Hubungan antara Simbol Lama (VSM 10.320) dan Simbol Baru (ISO 1302-
1978).
Simbol yang ditentukan VSM 10.320 masih banyak digunakan pada gambar-
gambar kerja, khususnya gambar-gambar dari perusahaan Jepang. Tabel 8-4
menunjukkan konversi simbol tersebut dengan simbol yang ditentukan ISO 1302, dan
diakui secara internasional.
Tabel 8 - 4
VIII - 10
VIII.5.2 Peletakan Simbol
Simbol harus dapat dibaca dari bawah atau dari kanan kertas gambar, dan
dicantumkan hanya satu kali untuk setiap satu permukaan, seperti halnya penunjukan
ukuran. Bila peletakan simbol mangalami kesulitan, maka simbol dapat dicantumkan
pada ruang yang memungkinkan dengan bantuan garis penunjuk yang anak panahnya
menuju ke permukaan luar yang dimaksud
Gambar 8 - 18 Gambar 8 - 19
Gambar 8 - 20
kekasaran a.
GAMBAR TEKNIK MESIN
Simbol Pengerjaan dan Harga Kekasaran VIII - 11
VIII - 11
VIII.5.4 Tanda Kekasaran Umum dan Khusus
Jika sebuah benda memiliki harga kekasaran yang berbeda-beda, maka
pencatumannya dilakukan mengikuti ketentuan sebagai berikut :
1. Tanda kekasaran terbanyak dijadikan sebagai tanda kekasaran umum dan
dicantumkan seperti ketentuan tanda pengerjaan umum.
2. Tanda kekasaran tertentu yang sedikit, dijadikan kekasaran permukaan khusus
dan dicantumkan langsung pada permukaan yang diinginkan.
3. Sebagai informasi gambar, tanda kekasaran khusus juga dicantumkan mengikuti
tanda kekasaran umum.
Pencantuman tanda kekasaran khusus tersebut dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Dalam tanda kurung di sebelah penulisan harga tanda kekasaran umum secara
lengkap.
b. Simbol dasar dalam tanda kurung, jika tanda kekasaran khusus berjumlah
banyak, misalnya lebih dari dua.
c. Dengan menuliskan keterangan-keterangan “seluruhnya, kecuali ada keterangan
lain”.
VIII - 12
2. Jika tempat tidak memungkinkan untuk
menuliskan tanda kekasaran atau jika
simbol-simbol tambahan terlalu banyak,
simbol dapat diwakili dengan sebuah
huruf, dan penjelasannya dituliskan di luar
gambar.
Gambar 8 - 26
a b c d
Gambar 8 - 27
a b c d e f
Gambar 8 – 28
GAMBAR TEKNIK MESIN
Simbol Pengerjaan dan Harga Kekasaran VIII - 13
VIII - 13
Diagonal/menyilang terhadap
bidang proyeksi
Tabel 8 – 5
GAMBAR TEKNIK MESIN
Simbol Pengerjaan dan Harga Kekasaran VIII - 14
VIII - 14
3. Penempatan Tanda/Petunjuk yang Ditambahkan
Gambar 8 - 29
Ketentuan :
a. Untuk dimensi d’, dan h, lihat tabel 8-6.
b. Jika hanya satu harga kekasaran yang ditunjukkan, harga kekasaran
ditempatkan pada daerah a2.
c. Tinggi huruf untuk a1, a2, c, dan e harus sama dengan h.
d. Tulisan pada daerah b dapat berupa huruf kapital atau huruf kecil, atau
keduanya, yang tingginya dapat lebih besar dari h.
e. Harga kekasaran yang ditunjukkan pada daerah a2 penempatannya hampir sama
tinngi dengan panjang proses pengerjaan dalam daerah c.
f.
Tinggi H1 5 7 10 14 20 28
Tinggi H2 10 14 20 28 40 56
Tabel 8 - 6
GAMBAR TEKNIK MESIN
Simbol Pengerjaan dan Harga Kekasaran VIII - 15
VIII - 15
Keterangan Tabel 8-6 :
Tebal (d) harus sesuai dengan tipe huruf yang digunakan untuk penunjukan ukuran pada
gambar, d = (1/14) h untuk tulisan tipe A, atau d = (1/10) h untuk tulisan tipe B (ISO
3098/I).
Simbol dasar.
Tabel 8 - 7
SIMBOL
Pengerjaan dengan permesinan PENGERTIAN
merupakan
pilihan keharusan larangan
Permukaan dengan harga kekasaran
maksimum Ra 3,2 m.
Permukaan dengan harga kekasaran
maksimum Ra 6,3 m dan minimum
1,6 m.
Tabel 8 - 8
SIMBOL PENGERTIAN
Tabel 8 – 9
GAMBAR TEKNIK MESIN
Simbol Pengerjaan dan Harga Kekasaran VIII - 16
VIII - 16
SIMBOL PENGERTIAN
Tabel 8 – 9 (lanjutan)
SIMBOL PENGERTIAN
Tabel 8 - 10
GAMBAR TEKNIK MESIN
Latihan Simbol Pengerjaan dan Harga Kekasaran VIII - 17
VIII - 17
Gambarkan benda kerja di bawah ini dengan skala 2:1, lengkap dengan ukuran dan
toleransi yang diperlukan serta simbol pengerjaan dan harga kekasaran sesuai
dengan yang telah ditentukan !
Jawaban : VIII - 18
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Gambar Kerja IX - 1
Setelah mempelajari uraian materi yang diajarkan, peserta didik diharapkan dapat:
2. Membuat gambar kerja, lengkap dengan etiket dan daftar bagian yang sesuai
dengan standar.
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Gambar Kerja IX - 2
Setelah suatu
IX.1.1ideGAMBAR
konstruksiTEKNIK
melaluiMESIN
proses perancangan, maka akhirnya akan
dihasilkan suatu gambar kerja yang terdiri dari : gambar susunan dan gambar bagian-
STT
bagiannya.
Berdasarkan gambar susunan dan gambar bagiannya inilah, dilakukan
pemesanan material, persiapan jadwal kerja maupun permesinan.
Referensi :
3. Kepala gambar,
IX.1.1 yaitu : berupa
GAMBAR etiket yang
TEKNIK MESINberisikan data penggambar, pemeriksa,
nomor gambar, nama benda bagian dan lainnya yang diperlukan untuk dokumen
STT
pengarsipan.
Gambar 9 - 1 Gambar 9 - 2
Contoh gambar bagian tunggal Contoh gambar susunan
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Gambar Kerja IX - 5
STT
Gambar 9 - 3 Gambar 9 - 4
Contoh gambar bagian tunggal Contoh gambar bagian tunggal
Contoh pengaturan letak informasi dasar diperlihatkan pada gambar halaman berikut.
Ketiga informasi dasar ini mutlak harus dicanturnkan.
Gambar 9 - 5
Keterangan :
1. Nomor registrasi atau nomor identitas gambar ditentukan oleh pemilik gambar,
ditempatkan di sudut kanan bawah zona identitas.
Adanya sub-kontrak dapat menyebabkan sebuah gambar mempunyai lebih dari
satu nomor identifikasi. Satu nomor diberikan oleh pemilik gambar dan yang
lainnya oleh sub-kontraktor atau perusahaan lain.
2. Judul gambar harus menggambarkan isi gambar secara fungsi.
3. Nama resmi pemilik gambar (firma, perusahaan,dll) dapat berupa nama resmi atau
nama dagang yang disingkat. Jika ruang untuk nama resmi pemilik gambar
mencukupi, dapat dimasukkan indikasi perlindungan hak milik. Jika tidak, indikasi
ini harus dicantumkan di tempat lain pada etiket atau daerah penggambaran
lainnya, bahkan dapat pula ditempatkan di luar garis tepi (contoh : pada filling
margin).
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Gambar Kerja IX - 7
Kertas GambarIX.1.1
Ganda GAMBAR TEKNIK MESIN
n adalah kertas;
p adalah jumlah total kertas.
Etiket singkat yang hanya berisi zona identifikasi, dapat pula ditampilkan pada
seluruh kertas setelah kertas pertama.
Contoh-contoh etiket :
Gambar 9 - 6
Gambar 9 - 7
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Gambar Kerja IX - 9
STT
Gambar 9 - 8
Gambar 9 - 9
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Gambar Kerja IX - 10
STT
Gambar 9 - 10
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Gambar Kerja IX - 11
5. Nomor order.
Diisi nomor order yang dikeluarkan oleh bagian Marketing.
Huruf kapital ISO tegak, tinggi huruf 3.5 mm, tebal 0.35 mm.
6. Pengganti dari.
Diisi nomor benda atau nomor gambar yang digantikan gambarnya.
Huruf kapital ISO tegak, tinggi huruf 1.8 mm, tebal 0.18 mm.
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Gambar Kerja IX - 12
7. Diganti dengan.
IX.1.1 GAMBAR TEKNIK MESIN
Diisi nomor benda atau nomor gambar yang menggantikan benda atau gambar
STT
tsb. Huruf kapital ISO tegak, tinggi huruf 1.8 mm, tebal 0.18 mm.
9. Pemeriksa gambar.
Diisi oleh orang yang berhak memeriksa gambar. Pengisian dapat berbentuk
tanda tangan atau paraf resmi atau nama jelas yang mudah dibaca.
Huruf, tinggi, ketebalan bebas.
21. F (Format)
Diisi Format kertas gambar (A1,A2,A3 dst.) dari nomor identifikasi/identitasnya.
Maximal 2 kararkter.
Huruf kapital ISO tegak, tinggi 2,5 mm, tebal 0,25 mm.
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Gambar Kerja IX - 15
25. Format
Menunjukan ukuran format kertas gambar (A1,A2,A3 dst.) tercetak langsung
dalam kertas gambar. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pencarian gambar
originalnya, karena yang beredar selalu gambar kopinya yang mungkin saja dalam
format yang sudah diperkecil atau diperbesar. Juga akan sangat bermanfaat
seandainya dokumentasi menggunakan mikro film, jika tidak dicantumkan format
ukuran kertas kita tidak akan tahu ukuran ketas originalnya.
26. Proyeksi
Lambang proyeksi yang digunakan dalam penggambaran. Dapat berbentuk
proyeksi Amerika (third angle projection) atau proyeksi Eropa (first angle
projection). Pada etiket beberapa perusahaan tindak mencantumkan lambang
melainkan tulisan “third angle projection” atau “first angle projection”.
SKALA 1 : 1
GAMBAR TEKNIK MESIN I
Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
8. DIN Deutsch Institut fuer Nermung – DIN Taschenbuch 2, 148, 170, 256
Zeichnungswessen 1, 2, 3, 4 –Beuth Verlag GmbH
Metalwork 1, 2