Anda di halaman 1dari 8

Pengertian Hukum Telematika

• Teknologi informasi dan komunikasi mengubah perilaku masyarakat secara global.


Perkembangan teknologi informasi menyebabkan dunia menjadi borderless dan menyebabkan
perubahan sosial secara signifikan.
• Telematika menurut Edmon Makarim: Perkembangan konvergensi (integrasi) antar teknologi
untuk menyelenggarakan suatu sistem elektronik baik yang terhubung daring (cyberspace)
maupun luring
• Cyberspace menurut Edmon Makarim: Konvergensi telematika dengan sarana internet.
• Hukum telematika atau cyber law adalah keseluruhan asas-asas, norma atau kaidah lembaga-
lembaga, institusi-institusi dan proses yang mengatur kegiatan virtual yang dilaksanakan
dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.
• Istilah hukum telematika digunakan sebagai singkatan dari hukum telekomunikasi, konten
multimedia dan informatika untuk memudahkan pembaca memahami 3 (tiga) variabel dalam
dunia Cyber yang mencakup aspek telekomunikasi, konten dalam multimedia dan komunikasi.
Dengan demikian telematika identik dengan konvergensi teknologi informasi, komunikasi dan
konten yang saat ini juga mencakup community sebagai variabel yang sangat penting.
• Pengertian Cyber law juga dikemukakan oleh Pavan Duggal, acknowledged as one of the top
four Cyber Lawyers in the world, gave a definition of Cyber law in 1996, which is broadly
accepted, as follows: – Simply speaking, Cyber law is a generic term, which refers to all the
legal and regulatory aspects of Internet and the World Wide Web. Anything concerned with or
related to or emanating from any legal aspects or issues concerning any activity of netizens
and others, in Cyberspace comes within the ambit of Cyber law.
• Cyber Law or Internet law is a term that encapsulates the legal issues related to use of the
Internet. It is less a distinct field of law than intellectual property or contract law, as it is a
domain covering many areas of law and regulation. Some leading topics include internet
access and usage, privacy, freedom of expression, and jurisdiction.
Sejarah Telematika :
• Diawali dengan perkembangan teknologi komputer sejak tahun 1990an.
• Pada tahun 2000 pemerintah mulai menggagas untuk mengatur aktivitas-aktivitas di
cyberspace (termasuk aspek hukum pidananya).
• RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi yang diprakarsai Direktorat Jenderal Pos dan
Telekomunikasi Departemen Perhubungan.
• RUU tersebut disusun oleh Tim Fakultas Hukum UNPAD dan ITB.
• RUU Tanda Tangan Digital diprakarsai oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan
disusun oleh Tim Fakultas Hukum UI, khususnya Lembaga Kajian Hukum dan Teknologi
(LKTH).
• Kedua RUU tersebut akhirnya digabung menjadi RUU Informasi, Komunikasi dan Transaksi
Elektronik (RUU IKTE) yang diprakarsai oleh Direktorat Jendral Pos dan Telekomunikasi
Departemen Perhubungan dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan, dengan penyusun
berasa dari Tim Fakultas Hukum UNPAD dan Tim Asistensi ITB serta Lembaga Kajian Hukum
dan Teknologi (LKTH) UI.
• Seiring dengan dibentuknya Kementerian Negara Komunikasi dan Informasi (KOMINFO),
sejak maret 2003 pembentukan RUU IKTE selanjutnya dilakukan oleh Kementerian Kominfo
dan menjadi RUU Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik (RUU IETE).
• Pada tahun 2005 Kementerian Komunikasi dan Informasi berdasarkan Peraturan Pemerintah
RI No. 9 Tahun 2005 berubah menjadi Departemen Komunikasi dan Informatika
(DEPKOMINFO) dan penyusunan RUU IETE yang kemudian berubah menjadi RUU
Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE) dilakukan oleh Departemen Komunikasi dan
Informatika.
• Pada tanggal 25 maret 2008 rapat paripurna DPR menyetujui RUU ITE ditetapkan menjadi
Undang-Undang dan kemudian pada tanggal 21 April 2008 oleh Presiden Republik Indonesia
diundangkan dengan Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik Lembaran Negara tahun 2008 No. 58.
• Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) merupakan Hukum Siber
Pertama Indonesia dan pemebentukannya bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi
masyarakat yang melakukan transaksi secara elektronik, mendorong pertumbuhan ekonomi,
mencegah terjadinya kejaqhatan berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta
melindungi masyarakat pengguna jasa yang memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi.
• Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
• Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.
• Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).

Pengertian Cyber Crime :


Background paper lokakarya Kongres PBB X/2000 di Wina Austria, cyber crime dibagi dalam dua
kategori:
• cyber crime dalam arti sempit (in a narrow sense) disebut computer crime => any legal
behaviour directed by means of electronic operations that targets the security of computer
system and the data processed by them;
• cyber crime dalam arti luas (in a broader sense) disebut computer related crime => any illegal
behaviour committed by means on in relation to, a computer system or network, including such
crime as illegal possess Pion, offering or distributing information by means of a computer
system or network.
• Istilah cyber crime saat ini merujuk pada suatu aktivitas kejahatan yang berhubungan dengan
dunia maya (cyberspace) dan komputer yang berbasis pada kecanggihan perkembangan
teknologi internet sebagai media utama untuk melangsungkan kejahatan.
• Secara umum pengertian cyber crime adalah perbuatan tanpa ijin dan melawan hukum dengan
menggunakan komputer sebagai fasilitas utama atau target untuk melakukan kejahatan, dengan
atau tanpa merubah dan atau merusak sistem komputer yang digunakan.
Ruang Lingkup :
• Sesuai sifat global internet, ruang lingkup kejahatan ini juga bersifat global. Cyber crime
sering kali dilakukan secara transnasional, melintasi batas antarnegara sehingga sulit
dipastikan yuridiksi hukum negara mana yang berlaku terhadapnya.
Karakter Cyber Crime :
Cyber crime memiliki karakter yang khas dibandingkan kejahatan konvensional:
• Perbuatan yang dilakukan secara ilegal, tanpa hak atau tidak etis tersebut terjadi di
ruang/wilayah maya (cyberspace), sehingga tidak dapat dipastikan yurisdiksi hukum
negara mana yang berlaku terhadapnya;
• Perbuatan tersebut dilakukan dengan menggunakan peralatan apapun yang bisa terhubung
dengan internet;
• Perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian materiil maupun immateriil (waktu, nilai, jasa,
uang, barang, harga diri, martabat, kerahasiaan informasi) yang cenderung lebih besar
dibandingkan kejahatan konvensional);
• Pelakunya adalah orang yang menguasai penggunaan internet beserta aplikasinya.
Perbuatan tersebut seringkali dilakukan secara transnasional/ melintasi batas Negara.
Jenis Jenis CyberCrime:
• Unauthorized Access : Merupakan kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki atau
menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa
sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya.
• Illegal Contents : Merupakan kejahatan yang dilakukan dengan memasukkan data atau
informasi ke internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap
melanggar hukum atau menggangu ketertiban umum. Misal, pemuatan suatu berita
bohong.
• Penyebaran virus secara sengaja : Penyebaran virus pada umumnya dilakukan dengan
menggunakan email. Sering kali orang yang sistem emailnya terkena virus tidak menyadari
hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan ke tempat lain melalui emailnya.
• Data Forgery : Kejahatan jenis ini dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada
dokumen-dokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya dimiliki
oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web database.
• Cyber Espionage, Sabotage, and Extortion : Cyber Espionage merupakan kejahatan yang
memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain,
dengan memasuki sistem jaringan komputer pihak sasaran. Sabotage and Extortion
merupakan jenis kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau
penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang
terhubung dengan internet.
• Carding : Merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit milik
orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet.
• Offense Against Intellectual Property : Kejahatan ini ditujukan terhadap Hak atas
Kekayaan Intelektual yang dimiliki pihak lain di internet. Sebagai contoh adalah peniruan
tampilan pada web page suatu situs milik orang lain secara ilegal, penyiaran suatu
informasi di internet yang ternyata merupakan rahasia dagang orang lain.
• Infringements of Privacy : Kejahatan ini ditujukan terhadap informasi seseorang yang
merupakan hal yang sangat pribadi dan rahasia. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap
keterangan pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan
secara computerized, yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan korban
secara materiil maupun immateriil, seperti nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, informasi
penyakit yang dirahasiakan dan sebagainya.
• Cyber Terorism : Suatu tindakan cyber crime termasuk cyber terorism jika mengancam
pemerintah atau warganegara, termasuk cracking ke situs pemerintah atau militer.
Yurisdiksi Suatu Negara dalam Kejahatan Transnasional
Ahmad Ramli menjelaskan penentuan hukum yang berlaku, dikenal adanya beberapa prinsip yang
dapat digunakan, yaitu:
• Subjective territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan hukum pidana ditentukan
berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di
negara lain.
• Objective territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah akibat
utamanya perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi
negara yang bersangkutan.
• Nationality, yang menentukan bahwa negara mempunyai yurisdiksi untuk menentukan
hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku tindak pidana.
• Passive nationality, yang menekankan yurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan dari
korban kejahatan.
• Protective principle, yang menyatakan bahwa berlakunya hukum didasarkan atas
keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan
wilayahnya. Azas ini pada umumnya diterapkan apabila korbannya adalah negara atau
pemerintah.
• Universality, bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum pelaku
kejahatan.
Cyber Crime merupakan kejahatan yang tansnasional
• Cyber crime dapat dilakukan dimana saja, kapan saja, serta berdampak kemana saja,
seperti tanpa batas (borderless). Kondisi ini mengakibatkan tempat terjadinya cyber
crime, pelaku, korban, serta akibat yang timbul bisa terjadi di beberapa negara, disinilah
terlihat aspek transnasional dari cyber crime.
• Kejahatan transnasional: kejahatan dengan akibat yang ditimbulkan terjadi di lebih dari
satu negara, dengan melibatkan warga negara lebih dari satu negara, sarana dan prasarana
serta metode-metode yang dipergunakan melampaui batas-batas teritorial suatu negara
• Ahmad Ramli menyatakan bahwa perbuatan melawan hukum di dunia siber sangat tidak
mudah diatasi dengan mengandalkan hukum positif konvensional
• Dalam tindak pidana internasional, dikenal yang namanya asas au dedere au Judicare. Asas
ini merupakan salah satu pedoman yang dapat dijadikan tolak ukur dalam hal
penanggulangan tindak pidana internasional.
• Asas au dedere au Judicare: bahwa setiap negara berkewajiban untuk berkolaborasi
dengan negara lain untuk dapat menuntut serta mengadili setiap orang yang patut diduga
telah melakukan suatu tindak pidana internasional.
• Tentang masalah yurisdiksi di internet/cyber space, Darrel Menthe mengemukakan suatu
teori bahwa dalam hal berinteraksi dalam dunia virtual terdapat dua hal yang mendasari
yaitu memberikan informasi dan mengambil informasi ke dalam serta keluar dunia virtual
atau dalam hal ini adalah dunia cyber.
• Johnson dan Post berpendapat: penerapan prinsip-prinsip tradisional dari “Due Process and
Personal Jurisdiction” tidak sesuai dan mengacaukan apabila diterapkan pada cyber space.
• Johnson dan Post: cyber space harus diperlakukan sebagai suatu ruang yang terpisah dari
dunia nyata dengan menerapkan hukum yang berbeda untuk cyber space (cyber space
should be treated as separate “space” from the “real world” by applying distinct law to
cyber space).
• Barda Nawawi Arief: sistem hukum dan jurisdiksi nasional/territorial mempunyai
keterbatasan karena tidak mudah menjangkau pelaku tindak pidana di ruang siber yang
tidak terbatas. Namun tidak berarti ruang siber dibiarkan bebas tanpa hukum. Ruang siber
merupakan bagian atau perluasan dari “lingkungan” dan “lingkungan hidup” yang perlu
dipelihara dan dijaga kualitasnya; jadi merupakan suatu “kepentingan hukum” yang harus
dilindungi. Oleh karena itu, jurisdiksi legislatif atau “jurisdiction to prescribe”, tetap dapat
dan harus difungsikan untuk menanggulangi “cyber crime”.
• Masalah yurisdiksi yang timbul lebih banyak sebagai yurisdiksi horizontal, artinya negara
manakah yang berhak untuk memutuskan atau melaksanakan yurisidiksi di dunia maya
(cyberspace); hal ini muncul karena sulitnya untuk menetapkan di wilayah mana dunia
maya (cyberspace) dapat dikenai jurisdiksi.
• Menghadapi masalah jurisdiksi di dunia maya ini serta memperhatikan ketentuan dalam
Convention on Cybercrime, Barda Nawawi Arief mengemukakan, digunakannya asas
universal atau prinsip ubikuitas (the principle of ubiquity) untuk menanggulangi masalah
kejahatan cyber. Prinsip ubikuitas adalah prinsip yang menyatakan bahwa delik-delik yang
dilakukan/terjadi sebagian wilayah teritorial negara dan sebagian di luar teritorial suatu
negara, harus dapat dibawa ke dalam jurisdiksi setiap negara yang terkait. Prinsip ubikuitas
ini pernah direkomendasikan dalam “International Meeting of Experts on The Use of
Criminal Sanction in The Protection of Environment, Internationally, Domestic and
Regionally” di Portland, Oregon, Amerika Serikat, tanggal 19-23 Maret 1994.

Perlindungan HKI dalam Cyberlaw


• Dalam cyber law, HAKI memiliki kedudukan yang sangat khusus mengingat kegiatan dalam
cyber crime sangat lekat dengan pemanfaatan teknologi informasi berbasis pada perlindungan
rezim hukum HAKI.
• Perlindungan hukum mutlak sangat diperlukan untuk pemanfaatan teknologi informasi
terutama berkenaan dengan Kekayaan Intelektual (KI). KI sebagai karya cipta dari manusia
adalah suatu hal yang wajib diberikan apresiasi dengan adanya penghargaan, karena dalam
penciptaannya memerlukan proses berpikir hingga adanya produk yang baru, tentunya inovasi
tersebut bukanlah hal yang mudah. Dari hal tersebut, dapat diketahui bahwa KI memerlukan
perlindungan hukum dari tindakan illegal yang merugikan.
• Perlindungan KI baik individu, kelompok ataupun badan usaha dibutuhkan agar meningkatkan
eksplorasi kekayaannya dengan aman dan akhirnya melahirkan iklim ekonomi yang baik bagi
suatu negara. Oleh karena itu, perlindungan KI akan sangat dibutuhkan dalam pemanfaatan
teknologi informasi, karena di dalamnya tercakup internet yang membantu melampaui batas
waktu, tempat, negara dan budaya.
• Pentingnya perlindungan terhadap KI tak lepas dari proses Panjang yang dilalui. Banyak
pengorbanan yang seseorang lakukan dalam mewujudkan kekayaan intelektualnya yang tidak
hanya tenaga tapi juga waktu yang banyak. Tujuan adanya perlindungan ini tak lain adalah
memberikan rasa aman kepada pencipta dan membuat yakin orang-orang lainnya untuk terus
berkarya. Pelaksanaan hukum sudah seharusnya diterapkan pada perlindungan KI.
Di Indonesia, regulasi berkenaan dengan perlindungan hukum kekayaan intelektual telah
diakomodir secara terpisah berdasarkan bentuk dari kekayaan intelektualnya sendiri.
• Dalam melindungi ilmu pengetahuan, bidang seni dan kesusastraan mendapatkan proteksi
regulasi kekayaan intelektualnya yang dirujuk dengan Undang-Undang Hak Cipta;
• Proteksi yuridis yang berkaitan dengan teknologi telah diakomodir pada Undang-Undang
Paten sebagaimana telah diubah dengan PERPPU Cipta Kerja;
• Perlindungan hukum tentang rahasia dagang diatur pada Undang-Undang Rahasia Dagang;
• Terkait dengan desain industri, ketentuannya telah diatur pada Undang-Undang Desain
Industri dimana mengakomodir proteksinya terhadap pendesain (orang yang membuat
desain industri dan terdiri dari individu atau beberapa orang) yang memiliki hak desain
dalam tempo 10 tahun sebagai hak eksklusif untuk melarang orang lain yang melakukan
perbuatan melibatkan hasil industrinya secara tanpa hak;
• Undang-Undang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang mengatur secara khusus
pemaksimalan perlindungan KI.
Sifat HKI
• Mempunyai jangka waktu terbatas
Setelah habis masa perlindungannya, ciptaan (penemuan) tersebut akan menjadi milik umum.
Namun, ada pula yang setelah habis masa perlindungannya bisa diperpanjang terus, misalnya,
Hak Merek. Jangka waktu perlindungan Hak Kekayaan Intelektual ini ditentukan secara jelas
dan pasti dalam undang-undangnya.
• Bersifat eksklusif dan mutlak
Hak tersebut dapat dipertahankan terhadap siapapun. Pemiliknya dapat menuntut
pelanggarnya. Pemilik Hak Kekayaan Intelektual mempunyai suatu hak monopoli, yaitu dia
dapat mempergunakan haknya dengan melarang siapapun tanpa persetujuannya membuat
ciptaan/penemuan ataupun menggunakannya.

Anda mungkin juga menyukai