Anda di halaman 1dari 7

Analisis Pola Pemeliharaan dan Perkandangan Pada Peternakan

Rakyat Kambing Perah Roudhatul Ghonam


Analysis of Maintenace and Housing Patterns in Roudhatul Ghonam Dairy Goat Smallholder Farms

Yolanda Damanik1, Kurnia Siregar2, Fahmi Hidayat3


*email korespondensi: yolanda22001@mail.unpad.ac.id

Abstrak
Kambing merupakan ternak yang banyak diternakkan di Indonesia, apalagi di daerah pedesaan seperti
di Kecamatan Sidamulih Kabupaten Pangandaran. Pada peternakan Roudhatul Ghonam kambing difokuskan
untuk memproduksi susu dari pada daging. Pola pemeliharaan pada kambing perah berbeda pada kambing yang
memproduksi daging, banyak faktor yang harus diperhatikan seperti suhu lingkungan, kandang atau tempat
tinggal kambing, pakan yang diberikan, dan juga kebersihan kandang. oleh karena itu, tujuan dari pembuatan
artikel ini untuk mengetahui pola pemeliharaan dan perkandangan yang diterapkan pada peternakan Roudhatul
Ghonam. Penelitian ini menggunakan metode wawancara dan survei peternakan secara langsung, wawancara
dilakukan dengan pemilik peternakan Roudhatul Ghonam yaitu Pak H. Sidin.

Kata Kunci: Kambing Perah 1, Pola Pemeliharaan 2, Bentuk Kandang 3, Kebersihan 4, Pakan 5.

Abstract
Goats are widely farmed in Indonesia, especially in rural areas such as Sidamulih District, Pangandaran
Regency. At Roudhatul Ghonam farm, goats are focused on producing milk rather than meat. The pattern of
maintenance in dairy goats is different from goats that produce meat, many factors must be considered such as
the temperature of the environment, the cage or the place where the goat lives, the feed given, and also the
cleanliness of the cage. Therefore, the purpose of making this article is to find out the maintenance and housing
patterns applied on the Roudhatul Ghonam farm. This research uses the method of interviews and direct farm
surveys, interviews conducted with the owner of Roudhatul Ghonam farm, Mr. H. Sidin.

Keywords: Dairy Goat 1, Husbandry Pattern 2, Stall shape 3, Cleanliness 4, Feed 5.

PENDAHULUAN

Ternak kambing merupakan ternak yang banyak tersebar di berbagai daerah, mampu
beradaptasi pada kondisi lingkungan dan memiliki nilai fungsional sebagai kambing
pedaging, penghasil susu ataupun sebagai penghasil bulu (dinas Kesehatan hewan, 2010).
Kambing perah merupakan ternak yang produk utamanya adalah susu, dan dari tahun ke
tahun jumlah populasinya bertambah. Semua ternak kambing dapat menghasilkan produksi
susu, namun ada beberapa jenis bangsa kambing penghasil susu yaitu etawa, saanen, sapera,
jawarandu, alpin, dan anglo nubian (Christi, dkk., 2021).

Susu kambing memiliki banyak manfaat, karena susu kambing mengandung flourin
yang bersifat antiseptic dan pelindung paru-paru. Selain dikonsumsi susu kambing juga dapat
diolah untuk kecantikan seperti lotion, sabun mandi, lulur dan masih banyak lagi (Susanto
dan Budiana, 2005). Dengan demikian, beternak kambing perah menjadi poin plus dalam
mencapai keuntungan. Namun, disamping semua itu pastinya banyak hal yang harus
diperhatikan dalam pemeliharaan kambing perah.

Kabupaten Pangandaran yang memiliki iklim tropis dengan suhu minimum mencapai
24°C dan suhu maksimum mencapai 30°C. kelembapan udara yang bervariasi antara 85%
hingga 89% (Kharisma dan Triwardani, 2016). Suhu inilah yang cocok untuk kambing perah
dan dapat maksimal dalam memproduksi susu. Selain faktor suhu, tempat tinggal kambing
perah juga menjadi hal yang penting. Perkandangan bukan hanya tempat tinggal ternak
namun kandang diperlukan untuk tempat berlindung dari hujan dan panas matahari sehingga
ternak yang tinggal menjadi nyaman. Apabila kondisi kandang baik dan nyaman maka ternak
dapat tumbuh dan berkembang dengan normal.

Kondisi kandang yang buruk menyebabkan ternak tumbuh lambat dan menjadi tidak
sehat sehingga pakan yang diberikan juga terbuang. Kualitas produksi kambing perah
ditentukan oleh kandang, sehingga diperlukan pengelolaan yang stabil untuk mencapai
produksi kambing yang berkualitas (Saputra, 2022). Dengan demikian artikel ini akan
membahas tentang manajemen pemeliharaan dan perkandangan pada kambing perah.

METODOLOGI

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada 29 November 2023 di kelompok peternakan


kambing perah Roudhatul Ghonam kecamatan sidamulih, kabupaten pangandaran Jawa
Barat.

MATERI PENELITIAN

Penelitian ini membahas tentang pola pemeliharaan dan perkandangan yang ada pada
peternakan Roudhatul Ghonam. Penelitian ini menggunakan metode survey ke lokasi
penelitian, wawancara dengan peternak kambing tentang karakteristik bentuk kandang,
manajemen pemeliharaan, dan pengamatan kandang.

TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini mencakup data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan dan
diperoleh melalui wawancara dengan pemilik peternakan Roudhatul Ghonam. Data sekunder
adalah data yang diperoleh melalui pengumpulan dari bahan tertulis atau pustaka yang dapat
dipercaya dan berhubungan dengan penelitian berupa hasil penelitian, dan data-data
pendukung lainnya yang diperoleh dari instansi yang terkait.

TEKNIK ANALISIS

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan analisis deskriptif. Hasil
wawancara yang didapatkan akan digabungkan dan disatukan dengan bahan tertulis atau
Pustaka.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK
A) PERKANDANGAN

Pemeliharaan kandang merupakan tolak ukur dalam manajemen usaha peternakan


kambing perah (Sitepu dan Marisa, 2020). Kondisi kandang memiliki dampak signifikan
terhadap kinerja produksi susu pada ternak kambing perah. Sebuah kandang yang dirawat
dengan baik akan memberikan dampak positif, sementara kandang yang tidak terawat dapat
menyebabkan penurunan performa produksi susu. Beberapa faktor kunci yang perlu
diperhatikan dalam pemeliharaan kandang kambing perah melibatkan aspek luas kandang,
ventilasi yang memadai, dan terutama, menjaga kebersihan kandang. Ukuran kandang
kambing perah laktasi telah diamati dan hasilnya terdokumentasikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Tampilan ukuran pada setiap kandang kambing (luasan sama)


Kandang Rataan Panjang Rataan Lebar Jarak Kandang dari Tanah
Kandang (m) Kandang (m)

Kandang Sekat 20 6 75

Kandang Koloni 15 6 100

Berdasarkan Tabel 1 hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan ukuran kandang di


Peternakan Roudhatul Ghonam adalah pada kandang sekat (20m x 6m) dengan jarak dari
permukaan tanah sejauh 75 cm dan pada kandang koloni (15m x 6m) dengan jarak dari
permukaan tanah sejauh 1 m. Kandang sekat atau kandang baterai diisi oleh satu kambing,
dengan ukuran 1,5m x 1,2m persekat. Kandang baterai dengan lebar 6m dibagi menjadi 3
bagian dengan kanan dan kiri adalah kandang dan di tengah merupakan jalan. Lebar jalan
sekitar 3m, sehingga memudahkan peternak untuk memantau dan juga memberikan pakan.
Verwandi (2021) menyebutkan bahwa kandang untuk kambing perah yang sedang menyusui
sebaiknya memiliki dimensi 150 cm x 120 cm x 70 cm. Sementara menurut Kementerian
Pertanian (2014), induk kambing yang sedang dalam fase laktasi memerlukan kandang
dengan luas sekitar 1m2, dan ukurannya sebaiknya 170 cm x 140 cm. Kandang kambing
dibagi menjadi dua jenis, yaitu kandang panggung dan non-panggung. Kandang panggung,
yang menjadi favorit peternak, memiliki keunggulan dalam penanganan dan kebersihan.

Kandang yang digunakan untuk kambing perah di Peternakan Rhoudhatul Ghonam


merupakan tipe kandang panggung dengan lantai berbahan kayu dan atap berbentuk "shape"
yang terbuat dari asbes. Sesuai dengan penelitian oleh Koluman dan Daskiran (2011) salah
satu aspek penting dalam desain kandang adalah kemiringan atap sebesar 30 derajat,
berfungsi untuk melindungi ternak dari air hujan dan sinar matahari yang berlebihan, serta
menjaga kehangatan pada malam hari. Lantai kandang terbuat dari kayu salam dan mahoni
yang bersusun, dirancang sedemikian rupa untuk menahan berat kaki kambing namun
memungkinkan kotoran untuk turun ke bawah. Ketinggian kandang dari permukaan tanah
berkisar antara 75-100 cm, bertujuan agar suhu di dalam kandang tidak mudah meningkat.
Peningkatan suhu pada siang hari dapat mengganggu produksi kambing perah, sebagaimana
dilaporkan oleh Seixas et al. (2017), yang menyoroti pengaruh kondisi lingkungan panas
terhadap mekanisme termoregulasi dalam tubuh kambing. Oleh karena itu, perhatian khusus
perlu diberikan pada desain kandang, terutama dalam hal ukuran, guna mencapai performa
produksi yang optimal.

B) PAKAN

Manajemen pemberian pakan yang efektif sangat penting untuk meningkatkan


kualitas nutrisi yang disediakan bagi ternak. Pakan yang dianggap baik adalah pakan yang
mengandung protein, karbohidrat, lemak, air, vitamin, dan mineral dengan proporsi yang
seimbang (Sarwono, 2005). Di Peternakan Roudhatul Ghonam, pakan yang diberikan kepada
ternak terdiri dari dua jenis utama, yaitu pakan konsentrat dan pakan hijauan. Pakan hijauan
melibatkan penggunaan silase (hijauan yang telah difermentasikan) dan hijauan segar,
termasuk daun mahoni, ketapang, Indigofera, dan gamal. Sementara itu, konsentrat yang
diberikan bukanlah campuran pribadi, melainkan hasil produksi pabrikan. Dengan demikian,
upaya manajemen pakan yang baik di Peternakan Roudhatul Ghonam difokuskan pada
penggunaan dua jenis pakan ini dengan proporsi dan komposisi yang tepat untuk memenuhi
kebutuhan gizi ternak.

Pemberian pakan dilakukan sebanyak tiga kali sehari, yaitu pada pagi, siang, dan
malam hari, secara rutin setiap harinya. Sebelum disajikan kepada ternak, pakan diukur
beratnya. Pemberian pakan hijauan disesuaikan dengan kebutuhan ternak, yakni sebesar 3-4%
dari bobot kering tubuh. Hijauan yang digunakan sebagai sumber serat kasar dapat berasal
dari rumput dan dedaunan. Menurut Setiawan dan Arsa (2005), kebutuhan hijauan dalam
ransum kambing sekitar 70% dari total pakan yang diberikan. Pemberian pakan hijauan
diberikan 10% dari bobot badan (Sugeng, 1992). Dengan pendekatan ini, manajemen
pemberian pakan di Peternakan Roudhatul Ghonam dijalankan secara terukur dan terjadwal
untuk memastikan kebutuhan gizi ternak terpenuhi dengan baik.

C) KEBERSIHAN KANDANG
Budidaya kambing perah harus memperhatikan pelestarian fungsi lingkungan
hidup melalui penerapan kebersihan kandang dan lingkungan untuk tujuan: mencegah
pencemaran lingkungan (baik melalui polusi udara, air dan suara) sehingga harus
diatur sedemikian rupa saluran tempat pembuangan kotoran (limbah urine, feses, sisa
pakan) (Handarini,2021). Menurut Zuroida dan Azizah (2018), kotoran hewan yang
menumpuk akan memudahkan parasit dan jamur berkembang biak dan menimbulkan polusi
udara yang membuat tidak nyaman masyarakat sekitar. Selain polusi udara, susu yang
diambil juga rusak karena sifat susu yang mudah menyerap bau. Penting untuk
membersihkan kandang agar tetap terjaga sanitasi, peternakan Roudhatul memiliki jadwal
untuk membersihkan kandang yaitu pagi hari dan ketika hendak memerah susu. Kotoran
kambing yang dihasilkan dari peternakan Roudhatul Ghonam akan diolah menjadi pupuk
organik, sehingga tidak langsung dibuang sembarangan.

2. PENGELOLAAN LIMBAH PETERNAKAN

Manajemen limbah ternak melibatkan serangkaian tahapan pelaksanaan yang


disesuaikan dengan kebutuhan dan perlengkapan yang tersedia pada mitra pengabdian
(Suherman dan Edi 2017). Pengenalan teknologi dilakukan secara sederhana, dan proses
pengolahan limbah terbagi menjadi tiga tahap yang berbeda.

A) LANGKAH PEMBUATAN PUPUK ORGANIK PADAT

Bahan yang digunakan dalam pembuatan pupuk organik padat berupa aram sekam
(sekam yang telah dibakar), cocopeat (sabut buah kelapa), tetes tebu (molasses), EM4
(mikroorganisme perombak) dan kotoran kambing. Adapun langkah-langkah pembuatan
pupuk organik padat:
1. Sediakan wadah berupa ember beserta penutupnya, dimana tutup ember dilengkapi lubang
sesuai dengan ukuran pipa aerasi.
2. Buat pipa aerasi dengan tinggi yang sesuai dengan ember, dilengkapi dengan lubang aerasi
di bagian bawahnya.
3. Larutkan 1 liter molasses ke dalam 1 liter air, kemudian aduk hingga merata.
4. Campurkan 100 cc mikroba perombak (EM4) ke dalam larutan molasses, diamkan
beberapa menit.
5. Masukkan feses kambing ke dalam ember secara bertahap, lalu siram dengan larutan
mikroba hingga kadar air mencapai 30-40% dan terisi penuh.
6. Diamkan feses kambing dan lakukan pembalikan satu kali setiap minggu.

B) PEMANENAN PUPUK ORGANIK PADAT

Feses kambing yang belum mengalami fermentasi akan memiliki karakteristik, seperti
aroma yang busuk atau menyengat, warna yang cenderung hitam atau hijau tua (mirip dengan
daun yang telah membusuk), padat dan keras, serta masih mempertahankan lapisan lignin
sehingga berbentuk bulatan. Proses pemanenan pupuk dilakukan ketika pupuk sudah tidak
memiliki aroma yang tidak sedap dan telah ditumbuhi oleh jamur, yang ditandai dengan
adanya hifa berwarna putih. Pupuk yang sudah matang memiliki tekstur remah dan tidak
berbentuk bulatan, dan jika ditekan akan dengan mudah hancur.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil observasi kami, manajemen peternakan kambing perah di
Peternakan Roudhatul Ghonam, pemeliharaan kandang yang baik, pemberian pakan terukur,
dan pengelolaan limbah dengan pembuatan pupuk organik padat menjadi poin kunci. Desain
kandang panggung, pemberian dua jenis pakan utama, dan implementasi pengelolaan limbah
yang berkelanjutan adalah strategi penting untuk meningkatkan kesejahteraan ternak,
efisiensi produksi, dan keberlanjutan usaha peternakan.

UCAPAN TERIMA KASIH


Pengamatan dan wawancara dapat kami laksanakan dengan baik berkat bantuan dari
berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak H. Sidin atas
ketersediaan nya untuk kami wawancara dan telah memberikan kerjasama yang baik dalam
pengamatan dan wawancara ini.

DAFTAR PUSTAKA
Christi, R. F., Ramdani, D., & Yuniarti, E. (2021). Pelatihan Pengenalan Pakan Kambing
Perah di Kelompok Peternak Roudhatul Ghonam Kecamatan Sidamulih Kabupaten
Pangandaran. JPKMI (Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Indonesia), 2(2), 117-
124.
Christi, R. F., Tasripin, D. S., & Suharwanto, D. (2021). Ukuran tubuh cempe kambing perah
di Roudhotul Ghonam Farm Pangandaran Jawa Barat. Jurnal Peternakan (Jurnal of
Animal Science), 4(2), 109-106.
Dinas Kesehatan Hewan. 2010. Asal usul kambing etawa.
http://dinakkeswan.jatengprov.go.id. [ 30 Juni 211].
Dwita, H., Lubis, S. N., & Kusuma, S. I. (2016). Analisis usaha ternak Kambing Etawa (Studi
Kasus: Desa Paya Geli Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang). Journal of
Agriculture and Agribusiness Socioeconomics, 5(1), 95-130.
Handarini, R., Winugroho, M., Kardaya, D., Sudrajat, D., Baharun, A., & Jatmiko, J. (2021).
SOSIALISASI GOOD FARMING PRACTICE KAMBING PERAH DI
PETERNAKAN BERKAH FAMILY KELURAHAN CIBULUH BOGOR UTARA.
Qardhul Hasan: Media Pengabdian kepada Masyarakat, 7(1), 12-18.
Kaleka, N., & Haryadi, N. K. (2013). Kambing Perah. Semarang. Solo ARCITA.
Kementrian Pertanian. (2014). Lampiran Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia
Nomor: 64/Permentan/OT.140/5/2014 tentang Pedoman Budidaya Kambing Perah
yang Baik.
Koluman, N., & I. DASKIRAN. (2011). Effects of ventilation of the sheep house on heat
stress, growth and thyroid hormones of lambs. Journal Tropical Animal Health
Production, 43, 1123--1127.
Kurniasih, N. N., Fuah, A. M., & Priyanto, R. (2013). Karakteristik reproduksi dan
perkembangan populasi kambing Peranakan Etawah di lahan pasca galian pasir.
Jurnal Ilmu Produksi Dan Teknologi Hasil Peternakan, 1(3), 132-137.
Miftahudin, M. (2020). Analisis Ekonomi Kambing Etawa Pola Gaduhan: Studi Kasus di
Desa Sukomulyo, Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang.
Saputra, A. (2022). TA: MANAJEMEN PERKANDANGAN KAMBING PERAH CV. BHUMI
NARARYA FARM KECAMATAN TURI KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA
(Doctoral dissertation, Politeknik Negeri Lampung).
Sarwono, B. (2005). Beternak Kambing Unggul. Cetakan Ke – VIII. Penerbit PT Penebar
Swadaya, Jakarta.
Seixas, L., C.B. DE MELO, C.B. TANURE, V. PERIPOLLI, AND C. MC.MANUS. (2017).
Heat tolerance in Brazilian hair sheep. Asian-Australasian J. Anim. Sci. 30(4): 593-
601.
Setiawan, T., & Arsa, T. (2005). Beternak Kambing Perah Peranakan Etawa. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Sitepu, S. A., & Julia Marisa, S. P. (2020). Manajemen Usaha Ternak Perah Kambing
Peranakan Etawa. Mitra Cendekia Media.
Sugeng, B. (1992). Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suherman, S., & Kurniawan, E. (2017). Manajemen Pengelolaan Ternak Kambing di Desa
Batu Mila Sebagai Pendapatan Tambahan Petani Lahan Kering. Jurnal Dedikasi
Masyarakat, 1(1), 7-13.
Susanto, D. dan Budiana, N.S. 2005. Susu Kambing. Jakarta : Penebar Swadaya.
Verwandy. (2020). Ukuran Kandang Kambing yang Ideal. Laporan Penyuluh Pertanian Muda
pada Disbunnak Prov. Sulteng.
Zuroida R, Azizah R. 2018. Sanitasi Kandang Dan Keluhan Kesehatan Pada Peternak Sapi
Perah di Desa Murukan Kabupaten Jombang. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 10 (4):
434-440.

Anda mungkin juga menyukai