Anda di halaman 1dari 10

TUGAS AKHIR

MATA KULIAH PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANJUT USIA

Analisis Strategi Coping pada Ibu Dewasa Tengah


yang Berada pada Fase Empty Nest

Dosen Pengampu Mata Kuliah:


Farah Farida Tantiani S.Psi., M.Psi., Psikolog

Oleh:

Shadalli 190811636930 Offering E

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS PENDIDIKAN PSIKOLOGI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
2020
A. Gambaran Permasalahan
Salah satu fase perkembangan yang terlewati pada kehidupan manusia
adalah fase dewasa madya yang terentang pada usia 40-60 tahun (Santrock, 2011).
Salah satu kejadian penting pada masa dewasa madya dalam sebuah keluarga
yaitu mengentaskan anak menuju kehidupan dewasa, serta menjalani karir, dan
membina keluarga yang mandiri. Kejadian ini dapat disebut dengan keadaan
empty nest. Keadaaan empty nest ini mengakibatkan orang tua harus melakukan
penyesuaian diri baik secara fisik maupun peran yang dijalankan sebagai akibat
dari ketidakhadiran anak-anaknya di rumah.
Fase transisi menuju empty nest merupakan hal yang normal terjadi pada
orang tua yang memiliki anak yang sudah tumbuh besar. Namun, beberapa orang
yang telah fase transisi empty nest merasakan hal negatif dalam dirinya, seperti
merasakan kesedihan, depresi, dan perasaan kesepian serta kehilangan karena
ditinggal oleh anaknya. Hal-hal negatif yang terjadi ketika seseorang melalui fase
empty nest ini dapat dikatakan orang tersebut mengalami sindrom empty nest.
Dalam beberapa penelitian disebutkan ternyata sindrom sarang kosong ini banyak
terjadi pada sosok ibu daripada ayah. Hal ini dikarenakan pada umumnya para ibu
yang banyak menghabiskan waktu untuk merawat anak-anaknya daripada ayah.
Salah satu kasus yang menggambarkan sindrom empty nest pada ibu
rumah tangga seperti berikut: seorang ibu rumah tangga yang memiliki satu anak
dan masih berada pada rentang usia dewasa awal berperan dalam mengasuh dan
mendidik anaknya. Ibu ini hanya fokus untuk mengasuh anak-anaknya dan tidak
bekerja, karena ia merasa pendapatan dari suaminya sudah cukup untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Setelah anak dari ibu ini telah lulus dari
SMA dan ingin melanjutkan pendidikannya di perkuliahan, sang anak
memutuskan untuk merantau di luar kota untuk berkuliah, dan biasanya pulang ke
rumah ketika libur semester dan jika ada libur panjang. Ketika ibu ini ditinggal
oleh anaknya, dan saat suaminya sedang bekerja, ia merasakan kesepian dirumah
karena merasakan tidak ada yang bisa dilakukan saat di rumah. Keadaan ini
membuatnya lebih sering melamun, merasakan kecemasan yang berlebihan, dan
terkadang juga menangis karena mengkhawatirkan nasib anaknya yang merantau
di luar kota untuk berkuliah.
Dari pemaparan kasus diatas ternyata memang bagi ibu rumah tangga yang
telah melewati fase empty nest ini mengalami kesepian, tidak hanya karena
ditinggalkan oleh anaknya saja, namun juga karena tidak adanya aktivitas yang
dapat dikerjakan di rumah, dan juga kesepian saat suaminya pergi bekerja.
Keadaan yang dialami oleh ibu rumah tangga yang melewati masa empty nest ini
akan coba penulis jelaskan mengenai faktor kesepian yang dialaminya. Dalam hal
ini, penulis mengambil salah satu teori coping loneliness yang dikemukakan oleh
Amy Rokach dan Heather Brock yang mana dalam teorinya Rokach dan Brock
mengemukakan enam strategi coping terhadap kesepian. Harapannya ketika
mengetahui strategi coping ini, faktor kesepian yang terjadi pada ibu rumah
tangga yang berada pada fase empty nest dapat teratasi.

B. Teori
Kesepian (loneliness)
Rokach (dalam Rahmi, 2015) mendefinisikan kesepian sebagai kondisi
gangguan emosi yang muncul saat seseorang merasa terasing, disalahpahami, atau
ditolak. Sedangkan menurut Peplau & Perlman (dalam Rahayu, 2011) kesepian
(loneliness) diartikan sebagai perasaan dirugikan dan tidak terpuaskan karena
adanya kesenjangan antara hubungan sosial yang diinginkan dan hubungan sosial
yang dimiliki. Lebih lanjut, Peplau & Perlman mengemukanan tiga elemen dari
loneliness (kesepian), diantaranya:
a) Pengalaman subjektif yang tidak bisa diukur dengan observasi sederhana
b) Loneliness merujuk pada perasaan yang tidak menyenangkan
c) Loneliness terjadi karena kurangnya/terhambatnya hubungan sosial
Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan
bahwa kesepian merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang disebabkan
karena kesenjangan antara kehidupan hubungan sosial yang diharapkan dengan
realitas hubungan interpersoal sehingga berakibat pada berkurangnya hubungan
sosial yang dimiliki individu.
Rokach mengemukakan enam strategi coping untuk mengatasi kesepian,
diantaranya:
1) Refleksi dan penerimaan (reflection and acceptance)
2) Pertumbuhan dan pemahaman diri (Self-Development and understanding)
3) Agama dan keyakinan (Religion and faith)
4) Jaringan dukungan sosial (Social Support Network)
5) Pemisahan dan penyangkalan (Distacing and Denial)
6) Peningkatan Aktivitas (increased Activity)
Dari keenam strategi yang dikemukakan oleh Rokach dan Brook, terdapat
empat strategi coping yang akan dibahas untuk mengatasi kesepian pada ibu yang
berada pada fase empty nest
a) Pertumbuhan dan pemahaman diri (Self-Development and understanding)
Faktor ini menekankan pada kekuatan, keyakinan pada diri sendiri, dan
pengembangan diri yang mana didapatkan dari partisipasi aktif dalam
organized focus group, atau dengan bantuan serta terapi profesional
b) Agama dan keyakinan (Religion and Faith)
Merupakan strategi coping terhadap kesepian yang menekankan pada
perasaan memiliki dan bersekutu yang muncul melalui keterlibatan dalam
kegiatan kerohanian, dan kekuatan serta ketentraman batin yang diperoleh
melalui keyakinannya terhadap Tuhan atau kekuatan yang lebih tinggi
c) Jaringan dukungan sosial (Social Support Network)
Strategi coping ini menekankan pada usaha individu untuk meningkatkan
keterlibatan dan interaksi sosial dengan orang lain.
d) Peningkatan aktivitas (Increased Activity)
Peningkatan aktivitas menekankan pada usaha individu dalam
mencurahkan perhatiannya pada pekerjaan serta mengikuti kegiatan
tambahan untuk membuat waktu yang seringkali dilewati dalam
kesendirian menjadi lebih menyenangkan, lebih produktif, dan berarti, dan
bahkan dapat meningkatkan kontak dan hubungan sosial.

Bagan Kerangka Pemikiran

Ibu Dewasa
Tengah

Kuliah

Empty Nest Di tinggal anak Bekerja

Menikah

Empty Nest
Kesepian
Syndrome

Stategi coping
mengatasi kesepian
menggunakan
pendekatan teori
Rokach dan Brock
(1998)
C. Diskusi
Setiap orang tua pada masa dewasa tengah ketika anak-anaknya telah
meninggalkan rumah, baik untuk berkuliah, bekerja atau membangun kehidupan
baru akan mengalami fase empty nest. Fase empty nest pada dewasa madya ini
merupakan hal yang wajar dialami oleh setiap orang tua. Kejadian pada fase
empty nest ini dapat disikap oleh orang tua baik dari sisi positif dan juga negatif.
Orang tua yang menganggap fase empty nest secara positif akan merasakan bahwa
fase ini sebagai masa kebebasan dan memberikan peluang untuk melakukan hal-
hal yang tidak bisa dilakukan saat memiliki tanggung jawab dalam mengasuh
anak, dan bahkan dengan kepergian anak-anaknya dapat memberi peluang adanya
bulan madu kedua (Papalia dkk, 2008). Sedangkan bagi orang tua yang
menganggap bahwa fase empty nest dari sisi negatif akan menimbulkan perasaan
kesedihan, kehilangan bahkan sampai menimbulkan stres dan depresi karena
merasa kesepian akibat ditinggal oleh anak-anaknya.
Banyak penelitian yang mengungkap bahwa perasaan kesepian pada orang
tua di fase empty nest ini banyak terjadi pada ibu dibandingkan pada ayah. Hal ini
dikarenakan relasi antara ibu dan anak telah terjadi mulai anak dari dalam
kandungan ibunya dan kemudian terdapat proses-proses fisiologis yaitu
melahirkan, menyusui, dan merawat serta mendidik anaknya. Sehingga dapat
terlihat antara ibu dan anak telah terjalin hubungan baik secara fisik, psikis, dan
sosial. Karena hubungan yang erat antara ibu dan anak tersebut, Ketika sang mulai
meninggalkan rumah, ibu tersebut akan merasakan kesepian. Individu yang
mengalami kesepian digambarkan oleh Rubeinstein, dkk (dalam Rahayu, 2011)
memiliki empat jenis perasaan, diantaranya:
a) Desperation
Desperation merupakan perasaan putus asa, kehilangan harapan, dan juga
perasaan menyedihkan yang membuat seseorang mampu melakukan tindakan
nekat. Ibu ketika mengalami sindrom empty nest dapat mengalami perasaan
putus asa, dan tidak punya harapan lagi yang disebabkan karena ibu tersebut
merasa bahwa dirinya ditinggalkan oleh anaknya dan merasa bahwa tidak ada
lagi yang mengurusnya. Selain itu, karena ibu tersebut kehilangan harapan
dan juga tidak memiliki tujuan, membuatnya tidak memiliki minat untuk
melakukan aktivitas rutin yang biasa ia jalani.
b) Impatient Boredom
Impatient Boredom merupakan perasaan bosan yang tidak tertahankan,
merasa jenuh, dan tidak sabar. Perasaan ini dapat terjadi pada ibu yang
mengalami kesepian akibat ditinggal anaknya karena pada masa ini peran ibu
sebagai orang tua yang seutuhnya yaitu dalam merawat dan mengasuh anak
menjadi berkurang. Ketika ibu tersebut tidak memiliki aktivitas untuk
mengisi rasa kesepiannya tersebut dapat menjadikan perasaan bosan yang
tidak tertahankan.
c) Self deprecation
Self deprecation merupakan perasaan saat seseorang tidak mampu untuk
menyelesaikan permasalahannya, sehingga membuat ia selalu menyalahkan
dirinya dan mengutuk diri. Pada seorang ibu yang mengalami empty nest,
perasaan ini dapat terjadi ketika ia tidak mampu untuk mengatasi
permasalahan kesepiannya tersebut, hal ini dikarenakan mungkin dalam diri
sang ibu tersebut merasakan kesedihan yang mendalam karena ditinggal
anaknya. Karena ketidakmampuannya dalam menyelesaikan permasalahan
kesepiannya itu, ia mulai menyalahkan dirinya sehingga hal ini membuat
rendahnya penghargaan atas dirinya.
d) Depression
Kondisi depresi ditandai dengan kesedihan yang mendalam, perasaan
bersalah, menarik diri dari orang lain, serta kurang tidur. Ibu yang melewati
masa empty nest dapat mengalami depresi karena kesepian yang dialaminya.
Apalagi bagi ibu yang sebelumnya tidak pernah berpisah dari anaknya. Ketika
sang ibu mengalami depresi, timbul dalam dirinya perasaan sedih yang
mendalam dalam waktu lama, merasa dirinya tidak lagi berarti, juga
mengalami ketidakbahagiaan, serta penderitaan. Ibu yang mengalami depresi
ini mengharapkan dirinya memiliki seseorang yang dapat memberikan
dukungan secara emosional sehingga terlepas dari kondisi depresinya.
Untuk menghadapi berbagai perasaaan kesepian yang dialami karena
melewati masa empty nest, setiap individu mempunyai respon yang berbeda-beda.
Mungkin ada beberapa individu yang menjadi pasif dan ada pula individu yang
menjadi aktif melakukan kegiatan sebagai salah satu cara untuk dapat melupakan
perasaan kesepian yang dialaminya. Selain itu, ketika seorang ibu merasakan
kesepian karena anaknya sudah meninggalkan rumah, dan tidak bisa lagi bertemu
setiap saat, ibu tersebut dapat berhubungan dengan anaknya melalui via telepon
untuk mengobati perasaan kerinduan ibu tersebut. Kesemua bentuk respon
tersebut merupakan strategi coping yang dapat dilakukan oleh para ibu untuk
dapat mengatasi rasa kesepian.
Lebih khusus, terdapat salah satu penelitian yang dikemukakan oleh
Rokach dan Brock (1998) yang mengkaji mengenai strategi coping yang
dilakukan oleh seseorang ketika menghadapi kesepian. Strategi coping kesepian
yang dikemukakan oleh Rokach dan Brock ini juga dapat diterapkan untuk dapat
mengatasi berbagai gangguan psikologis yang terjadi saat mengalami kesepian,
seperti depresi, merasa kehilangan, perasaan selalu menyalahkan diri, dsb.
Diantara strategi coping tersebut yaitu:
a) Peningkatan aktivitas (Increased Activity)
Rokach dan Brock (1998) mengemukakan bahwa peningkatan usaha
individu dalam mencurahkan perhatiannya pada pekerjaan serta mengikuti
kegiatan tambahan untuk membuat waktu yang seringkali dilewati dalam
kesendirian menjadi lebih menyenangkan, lebih produktif, dan berarti, dan
bahkan dapat meningkatkan kontak dan hubungan sosial.
Jika berdasarkan teori strategi coping kesepian ini, maka individu dapat
menerapkan dengan mengikuti kegiatan aktif seperti PKK, atau kegiatan Dasa
Wisma yang ada di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Dengan keterlibatan
seorang ibu dalam kegiatan sosial akan menimbulkan perasaan senang dan juga
dapat berguna pada dirinya. Sehingga hal tersebut akan meningkatkan
penghargaan yang lebih baik bagi dirinya.
b) Jaringan dukungan sosial (Social Support Network)
Rokach dan Brock mengemukakan bahwa jenis coping ini menekankan
pada keterlibatan individu dalam interaksi sosial dengan orang lain. salah satu
strategi yang dapat diterapkan yaitu ibu dapat melakukan komunikasi langsung
dengan anaknya ketika seorang ibu tersebut mulai merindukan anknya. Selain itu
bisa juga seorang ibu tersebut bercerita kepada sahabat terdekatnya baik tentang
masalah yang sedang terjadi atau pembicaraan yang santai.
Dengan melakukan hal ini akan membuat individu tersebut menjadi lega
setelah bercakap-cakap dengan orang lain. Selain itu, individu yang sedang
mengalami kesepian dan kemudian ada orang-orang disekitarnya yang berada
disampingnya akan membantu individu tersbeut dalam mengurangi perasaan
kesepiannya. Dengan adanya interaksi dengan orang yang dekat dengannya akan
menimbulkan perasaan yang tidak sendiri dan ia merasa dicintai dan diperhatikan
oleh seseorang. Ketika ia merasa tidak sendiri dan juga diperhatikan oleh
seseorang maka indvidu tersebut akan merasa lebih nyaman dan akan perasaan
kesepiannya akan dapat teralihkan.
c) Agama dan keyakinan (Religion and Faith)
Menurut Rokach dan Brock, (1998) agama dan keyakinan merupakan
strategi coping terhadap kesepian yang menekankan pada perasaan memiliki dan
bersekutu yang muncul melalui keterlibatan dalam kegiatan kerohanian, dan
kekuatan serta ketentraman batin yang diperoleh melalui keyakinannya terhadap
Tuhan. Salah satu penerapannya yaitu dapat dilakukan dengan melakukan ibadah
untuk berdo’a dan mengeluarkan apa yang dirasakan, serta masalah yang sedang
dihadapinya kepada Tuhan.
Dengan melakukan ibadah, individu akan timbul keyakinan bahwa segala
sesuatu ini merupakan kehendak dari Tuhan. Sehingga, dengan keyakinan yang
timbul setelah melakukan ibadah tersebut individu akan merasakan ketenangan
batin, ketentraman, dan juga akan merasakan kekuatan untuk dapat menjalankan
kehidupan serta diberikan kemudahan dalam mengatasi segala persoalan yang
dialaminya.
d) Pertumbuhan dan pemahaman diri (Self-Development and
Understanding)
Rokach dan Brock mengemukakan bahwa strategi coping ini menekankan
pada kekuatan, keyakinan pada diri sendiri, dan pengembangan diri yang mana
didapatkan dari partisipasi aktif dalam organized focus group, atau dengan
bantuan serta terapi profesional. Merujuk dari pendapat Rokach, apabila ibu yang
mengalami masa empty nest dan memunculkan sindrom empty nest sebagai
akibat dari faktor kesepian tersebut, maka ibu tersebut dapat melakukan strategi
coping dengan meminta bantuan profesional, yaitu kepada psikolog atau
psikiater, untuk dilakukan penanganan profesional.
Ketika keadaan kesepian tersebut sampai membuat sang ibu mengalami
perasaan tidak berguna, gelisah berlebihan karena mengkhawatirkan anaknya
yang merantau, tidak memiliki energi untuk melakukan aktivitas apapun, atau
kesepian yang dialaminya sampai membuat gangguan dari sisi fisiknya maka
meminta pertolongan kepada orang yang profesional merupakan cara terbaik
untuk mengatasi semua gejala tersebut sebelum ibu tersebut mengalami depresi.
Sehingga dengan dilakukan pertolongan pertama tersebut, memungkinkan untuk
mengembalikan kembali kekuatan, dan keyakinan diri sang ibu tersebut, serta
dapat menerima kondisinya pada fase empty nest yang mana sudah saatnya
melepas anaknya untuk menjalani kehidupan kedepan. Akhirnya, perasaan
kesepian dalam diri sang ibu tersebut dapat berangsur-angsur hilang.

D. Rekomendasi
Peristiwa empty nest yang dialami oleh orang tua terkhusus pada ibu di
masa dewasa tengah merupakan hal yang biasa terjadi dalam perspektif teori
perkembangan. Namun, dalam hal ini setiap ibu memberikan respon yang berbeda
menanggapi peristiwa empty nest ini. Ibu yang memandang positif peristiwa
empty nest ini yaitu ketika ibu tersebut telah memiliki kesiapan dari awal
merespon kepergian anak nantinya. Hal ini lah idealnya seorang ibu dalam
memandang peristiwa empty nest. Sehingga tidak timbul kondisi kesepian yang
dialami sang ibu ketika ditinggal oleh anaknya.
Sebaliknya, ketika ibu memandang peristiwa empty nest ini merupakan hal
yang negatif, maka ibu tersebut akan memunculkan gejala-gejala gangguan
psikologis seperti yang telah disebutkan diatas, dan hal ini dinamakan dengan
Sindrom Empty Nest. Kesepian yang dirasakan oleh ibu ketika anak-anaknya
telah meninggalkan rumah perlu dicari jalan keluarnya untuk mengatasi kesepian
tersebut. Dengan menerapkan strategi coping menghadapi kesepian yang baik
bagi setiap ibu, maka kesepian yang melanda ibu di fase empty nest ini dapat
berangsur-angsur hilang. Dalam hal ini, strategi coping mengatasi keseprian yang
dipaparkan oleh penulis mengacu pada teori kesepian Rokach dan Brock

Untuk itu, ibu yang mengalami kesepian pada fase empty nest disarankan
untuk mengisi kesepiannya dengan melakukan ketiga coping ini, yaitu: Pertama,
dengan mencari aktivitas yang berguna seperti ikut dalam kegiatan sosial,
melakukan hobi yang mungkin sebelumnya tidak bisa dilakukan saat mengurus
anak seperti membuat kue, menjahit dsb, ataupun dengan mengikuti kegiatan yang
biasa dilakukan ibu-ibu di sekitar tempat tingal seperti arisan, PKK, dsb; Kedua,
yaitu dengan mencari dukungan sosial. Ketika merasa kesepian dan ingin ditemani
oleh seseorang, maka ibu tersebut bisa bercakap-cakap dengan tetangga sekitar,
atau jika memiliki sahabat terdekat mungkin bisa bertemu dengan sahabatnya dan
berbincang-bincang, dan juga curhat kepada sahabatnya mengenai permasalahan
kesepiannya tersebut. Selain itu, jikalau ibu tersebut sangat rindu kepada anaknya
maka bisa dengan membangun komunikasi jarak jauh dengan anaknya. Karena
dengan komunikasi yang rutin dapat berdampak positif baik bagi sang ibu dan
juga anak. Bagi sang ibu ini dapat menjadi sarana pengisi kesepiannya dan juga
dapat mengetahui bagaimana keadaan anaknya yang sedang merantau, sehingga
dapat mengurangi perasaan kecemasan ataupun khawatir akan kehidupan anaknya
di luar sana, kemudian bagi sang anak hal ini dapat membantu menyelesaikan
permasalahannya ketika sedang merantau dengan menceritakan masalah dan
kejadian yang dialaminya pada ibunya; Ketiga, ibu tersebut dapat meningkatkan
ibadahnya dan banyak berdo’a kepada Allah agar diberikan kekuatan dalam
menjalani kehidupan.
Menurut penulis melakukan ketiga coping tersebut dapat efektif untuk
mengatasi sindrom empty nest yaitu kesepian. Karena orang yang mengalami
kesepian dapat mengalami permasalahan psikologis seperti perasaan kurang
berharga, merasa ditinggalkan/dibuang, selalu menyalahkan diri sendiri, dsb, yang
mana ini setidaknya dapat mencegah ataupun mengurangi permasalah psikologis
tersebut. Namun, jikalau ibu tersebut sudah melakukan ketiga macam strategi
coping tersebut dan merasakan permasalahan psikologis dari kesepian tersebut
tidak berkurang, atau malah sampai berdampak pada gangguan pada aspek
fisiologis, maka ibu tersebut dapat melakukan strategi coping yang keempat, yaitu
dengan meminta bantuan pada tenaga profesional yaitu kepada psikolog atau
psikiater. Dengan melakukan ini, memungkinkan untuk dapat memulihkan
kondisi psikologisnya menjadi lebih baik dengan menjalan sesi terapi bersama
psikolog atau dengan psikiater.
DAFTAR RUJUKAN

Papalia, D. E., & Feldman, R. D. (2014). Menyelami perkembangan manusia edisi


12 buku 1. Jakarta: Salemba Humanika.
Rahayu, N. (2011). Pengaruh loneliness terhadap internet addiction.
Rahmi. (2015). Gambaran tingkat kesepian pada lansia di panti tresna werdha
pandaan. UMM: Seminar Psikologi Kemanusiaan
Rokach, A., & Brock, H. (1998). Coping with loneliness. The Journal of
Psychology, 132(1), 107-127.
Santrock, J. W. (2002). Life span development: Perkembangan masa hidup.
Jakarta: Erlangga, 31

Anda mungkin juga menyukai