Anda di halaman 1dari 5

Nama : Faris Azhar Rasyid

NIM : 2022410011
Prodi : Psikologi Islam ( semester 2 )

 Tahap Perkembangan Psikoseksual Freud


 Tahap Oral (Oris = Mulut)
Fase oral adalah fase perkembangan yang terjadi pada tahun pertama dari kehidupan
individu. Pada fase ini daerah erogen yang paling peka adalah mulut, yang berkaitan dengan
pemuasan kebutuhan pokok seperti makanan dan air.. Fase oral berakhir saat bayi tidak lagi
memperoleh asupan gizi secara langsug dari ibunya.
Pada masa ini libido didistribusikan ke daerah oral sehingga perbuatan menghisap dan
menelan menjadi metode utama untuk mereduksi ketegangan dan mencapai kepuasan
(kenikmatan). Karena mulut menjadi sumber kenikmatan erotis, maka anak akan menikmati
peristiwa menetek pada ibunya dan juga memasukan segala jenis benda ke dalam mulutnya,
termasuk jempolnya sendiri.
2.    Tahap Anal (Anus = Dubur)
Tahap ini berada pada usia kira-kira 2 sampai 3 tahun. Pada tahap ini libido terdistribusikan
ke daerah anus. Anak akan mengalami ketegangan, ketika duburnya penuh dengan ampas
makanan dan peristiwa buang air besar yang dialami oleh anak merupakan proses pelepasan
ketegangan dan pencapaian kepuasan, rasa senang atau rasa nikmat. Peristiwa ini disebut
erotic anal.
Setelah melewati masa penyapihan, anak pada tahap ini dituntut untuk menyesuaikan diri
dengan tuntutan orang tua (lingkungan), seperti hidup bersih, tidak mengompol, tidak buang
air (kecil atau besar) sembarangan. Orang tua mengenalkan tuntutan tersebut melalui latihan
kebersihan (toilet training).
Tahapan Usia Pusat Erotis Pengalaman atau Tugas Kunci
Oral 0-1 Tahun Mulut Penyapihan dari menyusu
Anal 1-3 Tahun Anus Toilet Training
Phallik 3-5 Tahun Penis Identifikasi kepada model-model
peranan orang dewasa dan mengatasi
krisis oedipal
Latensi 6-12 Tahun Tidak ada Memperluas kontak sosial
Genital 12 Tahun ke Genital Membangun hubungan yang lebih intim
Atas (akrab) dan memberikan kontribusi
kepada masyarakat melalui bekerja

3. Tahap Phallik (Phallus = Dzakar)


Tahap ini berlangsung kira-kira usia ini anak mulai memperhatikan atau senang memainkan
alat kelaminnya sendiri. Dengan kata lain, anak sudah mulai bermansturbasi, mengusap-usap
atau memijit-mijit organ seksualnya sendiri yang menghasilkan kepuasan atau rasa senang.
Pada masa ini terjadi perkembangan berbagai aspek psikologis, terutama yang terkait dengan
iklim kehidupan sosiopsikologis keluarga atau perlakuan orang tua kepada anak. Pada tahap
ini, anak masih bersikap “selfish” sikap memementingkan diri sendiri, belum berorientasi
keluar, atau memperhatikan orang lain
Agar perkembangan anak pada tahap ini dapat berjalan dengan baik, tidak mengalami
hambatan, maka seyogianya orang tua memperhatikan hal-hal berikut:
a.    Orang tua memelihara keharmonisan keluarga.
b.    Ibu memerankan dirinya sebagai seorang feminim, bersikap ramah, gembira dan
memberikan kasih sayang.
c.    Ayah mampu memerankan dirinya sebagai figure yang menerapkan prinsip realitas dalam
menghadapi segala masalah hidup, tanpa melarikan diri dari masalah atau bertindak berlebih-
lebihan.
d.   Ayah dan ibu memiliki komitmen yang tinggi dalam mengamalkan nilai-nilai agama yang
dianutnya.
e.    Ayah bersikap demokratis, penuh perhatian, akrab dengan anak dan tidak munafik.
Untuk menjelaskan ketiga tahapan di atas Freud menggunakan istilah erogenous zones
artinya daerah kenikmatan seksual, untuk menunjukkan tiga bagian tubuh yaitu mulut, dubur
dan alat kelamin, sebagai daerah yang mengalami kenikmatan khusus yang sangat kuat dan
memberikan kualitas pada setiap tahap perkembangan. Pada setiap tahap perkembangan, anak
merasakan kenikmatan tertentu pada daerah tersebut dan selalu berusaha mencari objek
ataupun melakukan kegiatan yang dapat memuaskan. Tetapi pada saat yang sama muncul
konflik dengan tuntutan-tuntutan realitas yang harus diatasi.
4.    Tahap Latensi
Tahap latensi berkisar antara usia 6 sampai 12 tahun (masa sekolah dasar). Tahap ini
merupakan masa tenang seksual, karena segala sesuatu yang terkait dengan seks dihambat
atau didepres (ditekan). Dengan kata lain masa ini adalah periode tertahannya dorongan-
dorongan seks dan agresif. Selama masa ini, anak mengembangkan kemampuannya
bersublimasi (seperti mengerjakan tugas-tugas sekolah, bermain olah raga dan kegiatan-
kegiatan lainnya) dan mulai menaruh perhatian untuk berteman (bergaul dengan orang lain).
Mereka belum mempunyai perhatian khusus kepada lawan jenis (bersikap netral) sehingga
dalam bermainpun anak laki-laki akan berkelompok dengan anak laki-laki lagi, begitupun
anak wanita. Bahkan anak merasa malu apabila anak disuruh duduk sebangku dengan teman
lawan jenisnya (seperti anak laki-laki sebangku dengan wanita dan sebaliknya).
Tahap ini dipandang sebagai masa perluasan kontak sosial dengan orang-orang di luar
keluarganya. Oleh karena itu proses identifikasi pun mengalami perluasan atau pengalihan
objek. Yang semula objek identifikasi anak adalah orang tua, sekarang meluas kepada guru,
tokoh-tokoh sejarah atau para bintang (seperti film, musik dan olah raga).
5.    Tahap Genital
Tahap ini dimulai sekitar usia 12 atau 13 tahun. Pada masa ini anak sudah masuk usia remaja.
Masa ini ditandai dengan matangnya organ reproduksi anak. Pada periode ini, instink seksual
dan agresif menjadi. Anak mulai mengembangkan motif untuk mencintai orang lain atau
mulai berkembangnya motif altruis (keinginan untuk memperhatikan kepentingan orang
lain).
Motif-motif ini mendorong anak (remaja) untuk berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan
dan persiapan untuk memasuki dunia kerja, pernikahan dan berkeluarga. Masa ini ditandai
dengan proses pengalihan perhatian, dari mencari kepuasan atau kenikmatan sendiri (yang
bersifat kekanak-kanakan atau selfish) kepada kehidupan sosial orang dewasa dan
berorientasi kepada kenyataan (prinsip realitas) atau sikap altruis.
Teori Aplikasi Psikoanalisis
Pertama, konsep kunci “manusia adalah makhluk yang memiliki kebutuhan dan keinginan”.
Konsep ini dapa dikembangkan dalam proses bimbinngan, dengan melihat hakikatnya
manusia itu memiliki kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan dasar. Dengan demikian
konselor dalam memberikan bimbingan harus selalu berpedoman kepada apa yang dibuuhkan
dan yang diinginkan oleh konseli, sehingga bimbingan yang dilakukan benar-benar efektif.
Karena itu bimbingan yang efekif menuntut secara mutlak pemahaman diri anak secara
keseluruhan. Karena tujuan bimbingan dan pendidikan dapat dicapai jika programnya
didasarkan atas pemahaman diri anak didiknya.
Kedua, konsep kunci tentang “kecemasan” yang dimiliki manusia dapat digunakan
sebagai wahana pencapaian tujuan bimbingan, yakni membantu individu supaya mengerti
dirinya dan lingkungannya mampu memilih, memutuskan dan merencakan hidup secara
bijaksana, mampu mengembangkan kemampuan dan kesanggupan, memecahkan masalah
yang dihadapi dalam kehidupannya, mampu mengelola aktivitasnya dehari-hari dengan baik
dan bijaksana, mampu memahami danbertindak sesuai dengan norma agama,sosial dalam
masyarakat.
Ketiga, konsep psikoanalisis yang menekankan pengaruh masalalu (masa kecil)
terhadap perjalanan manusia. Walaupun banyak para ahli yang mengkriik, namun dalam
beberapa hal konsep ini sesuai dengan konsep pembinaan diri bagi anak-anak dalam
pembentukan moral individual.dalam sistem pembinan akhlak individual, islam
menganjurkan agar keluarga dapat melaih dan membiasakan anak-anaknya agar dapat
tumbuh berkembang sesuai dengan norma agama sosial.
Keempat, teori Freud tentang “tahapan perkembangan kepribadian individu” dapat
digunakan dalam proses bimbingan, baik sebagai materi maupun pendekatan. Konsep ini
memberi arti bahwa materi, metode dan pola bimbingan harus disesuaikan dengan tahapan
perkembangan kepribadian individu, karena pada setiap tahapan itu memiliki karakter dan
sifa yang berbeda.
 Jenis-jenis Terapi Psikoanalisa Freud

1. Asosiasi Bebas
 Untuk menidentifikasi hal-hal yang tertekan dan terkunci dan terkunci dalam
ketidaksadaran.
 Cara terapinya yaitu teknik dasar untuk melakukan psikoanalisa ini adalah
dengan meminta klien berbaring di dipan khusus (couch) dan terapis duduk
dibelakangnya, jadi posisi klien menghadap ke arah lain tidak bertatapan
dengan terapis. Klien diminta mengemukakan apa yang muncul dalam
pikirannya dengan bebas, tanpa merasa terhambat, tertahan dan tanpa harus
memilih mana yang dianggap penting atau tidak penting. Terapis yang duduk
di belakang dipan khusus pada dasarnya mendengarkan tanpa menila iatau
memberi kritik dan memperlihatkan sikap ingin mengetahui lebih banyak
tentang klien. Namun pada saat-saat tertentu, terapis memotong asosiasi bebas
yang sedang dikemukakan oleh klien bilamana dianggap penting untuk
memperjelas hubungan-hubungan antara asosiasi-asosiasi satu sama lain.

2. Interprestasi ( Penafsiran )
 Interpretasi adalah prosedur dasar yang digunakan dalam analisis asosiasi
bebas, analisis mimpi, analisis resistensi dan analisis transparansi.
 Prosedurnya terdiri atas penetapan analisis, penjelasan, dan bahkan mengajar
klien tentang makna perilaku yang dimanifestasikan dalam mimpi,
asosiasi bebas, resistensi dan hubungan teraupetik itu sendiri.
 Fungsi interpretasi adalah membiarkan Ego untuk mencerna materi baru dan
mempercepat proses menyadarkan hal-hal yang tersembunyi.

3. Analisis Mimpi
 Analisis mimpi merupakan prosedur yang penting untuk membuka hal-hal
yang tidak disadari dan membatu klien untuk memperoleh penjelasan kepada
masalah-masalah yang belum terpecahkan.
 Selama tidur pertahanan menjadi lemah dan perasaan-perasaan yang tertekan
menjadi muncul ke permukaan.
 Freud melihat bahwa mimpi sebagai “royal to the uncouncious”,dimana dalam
mimpi semua keinginan, kebutuhan,dan ketakutan yang tidak disadari
diekspresikan.
 Beberapa motivasi yang tidak diterima oleh orang lain dinyatakan dalam
simbolik dari pada secara terbuka dan langsung.

4. Resistensi
 Frued memandang resistensi sebagai suatu dinamika yang tidak disadari yang
mendorong seseorang untuk mempertahankan terhadap kecemasan.
 Resistensi bukan sesuatu yang harus diatasi, karena hal itu merupakan
gambaran pendekatan pertahanan klien dalam kehidupan sehari-hari.
 Resistensi harus diakui sebagai alat pertahanan menghadapi kecemasan.

5. Analisis Transperensi
 transperensi (pemindahan) terletak dalam arti terapi psikoanalisa dalam proses
terapeutik pada saat dimana kegiatan-kegiatan klien masa lalu yang tak
terselesaikan dengan orang lain ,menyebabkan dia mengubah masa kini dan
mereaksi kepada analisis sebagai yang dilakukan kepada ibunya atau ayahnya.
Kini, dalam hubungan dengan konselor klien mengalami kembali perasaan
penolakan permusushan yang pernah dialami terhadap orang tuanya.
Kelemahan Teori Spikoanalisis Frend

 Terlalu banyak menekankan kepada masa kanak-kanak dan menganggap


kehidupan seolah-olah ditentukan oleh masa lalu.
 Teori ini terlalu menekankan pemikiran bawah sedar dan seksual Banyak dari
konsep-konsep yang diusulkan sukar untuk diukur dan mengukur.
 Pendekatan ini tidak begitu sesuai dengan keperluan kebanyakan individu
yang mencari kaoseling profesional.

Anda mungkin juga menyukai