Anda di halaman 1dari 11

DRAMA SUARA DEMOKRASI :

PENTINGNYA PARTISIPASI PEMUDA


DALAM PEMILU

JUDUL : ……………………….

PEMERAN :
1. Al-Fatich Sagita (Narator)
2. Aurora Rizquna (Pemuda golput)
3. Kayla Putri (Sesepuh)
4. M. Azril Dio (Wakil rakyat)
5. M. Jovan (Pemuda disuap)
6. Reviandra Devia (Pemuda penengah)

TOKOH :
1. Gita – Narator, Tim Sukses
2. Quna – Sami
3. Keke – Marpuah
4. Dio – Kuncoro Diningrat
5. Jopan – Gendon
6. Naw – Tuminah, Narator
KETERANGAN : improvisasi sendiri, bagiannya tolong ditandai,
hapalkan, ga harus sesuai sm yg di teks, penting mengandung
intine.
ALUR :

NASKAH :
Teks 1
Kisah ini berawal pada suatu hari menjelang Pemilu di desa Dadapserep.
Diadakan sebuah pertemuan calon kandidat Wakil Rakyat di pendopo
serbaguna desa tersebut. Pertemuannya dihadiri oleh pemuda dan pemudi
desa, dengan Pak Kuncoro Diningrat dari Partai Pulu-Pulu sebagai bintang
utama pertemuan, yaitu sebagai calon Wakil Rakyat yang terlibat.
Pertemuan tersebut digelar di gedung serbaguna desa Dadapserep. Pada
pagi hari yang cerah itu, para pemuda sudah berkumpul di gedung, bersiap
mendengarkan pidato dari Pak Kuncoro.
Dialog 1
Pak Kuncoro : Datang ke podium “Assalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.”
Para pemuda : “Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.”
Pak Kuncoro : "Saudara-saudara generasi penerus bangsa yang saya
banggakan, izinkan saya menyampaikan pidato saya. Pemilu semakin
dekat. Sudah saatnya kita menentukan pilihan kita, demi kemajuan
Indonesia tercinta. Jadi, kita perlu memilih kandidat yang terbaik. Setuju?”
Muda mudi : “Setuju pakk”
Pak Kuncoro : “Saya tegaskan lagi. Saya, Kuncoro Diningrat, kandidat
DPR Partai Pulu-Pulu, akan bertugas dengan transparan. Ingatlah, jika
kalian memilih saya maka saya akan melakukan apapun untuk
menyejahterakan daerah ini. Termasuk menaikkan UMR daerah,
membangun infrastruktur daerah agar makin berkembang, melaksanakan
pemerintahan anti korupsi, serta masih banyak keuntungan yang akan
didapatkan apabila saudara -saudara memilih saya. Maka, coblos nomor 1,
Dadapserep makin maju!”
Muda mudi : “Maju!”
Pak Kuncoro : “Mungkin cukup sekian, atas perhatian saudara-saudara
sekalian, saya ucapkan terimakasih. Wassalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.”
Muda mudi : “Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.”
Teks 2
Pertemuan itu telah selesai dilangsungkan. Pak Kuncoro beserta Tim
Suksesnya bersiap meninggalkan gedung serbaguna tersebut, beliau
menyalami pemuda-pemudi yang hadir.
Dialog 2
Pak Kuncoro : Salim sama Gendon “Nggih pareng riyin, mohon
bantuannya mas.”
Gendon : “Siap pak.”
Tim Sukses : Salim sambil nyelipin duit “Mohon bantuannya mas Gendon.”
Gendon : “Lho mbak, niki…” Heran sambil menatap tim sukses
Tim Sukses : Mengangguk “Nggih mas, itung-itung bonus.”
Pokoknya semua pemuda disalimin sambil bilang “Mohon bantuannya.”
Teks 3
Wakil Rakyat itu pun pergi dari pendopo serbaguna Dadapserep.
Menyisakan para pemuda, yang sebagian lagi sudah kembali ke
rumahnya, dan di gedung tersebut hanya ada tiga pemuda : Tuminah,
Sami, dan Gendon.
Dialog 3
Tiga orang itu menggeser kursi membentuk lingkaran
Sami : “Piye Ndon, milih sopo Ndon? Gimana menurutmu? Jadine nomer
satu apa dua?”
Gendon : “Angel iki angel. Ini lho, aku barusan dikasih bonus sama Pak
Kuncoro, 100 ribu. Dibandingke sama bonuse nomer dua yang kemaren,
banyakan ini. Opo yo nggak bingung?”
Sami : “Weleh-weleh, sugeh no koe.”
Gendon : “Tapi nomer dua juga bagus. Kata-katane luwih realistis. Nek ini,
opo bener bakal anti korupsi anti korupsi?”
Tuminah : “Pehh, janji manis hanya diawal.”
Sami : “Aku sih arep golput wae ya, ra resiko. Pada akhirnya kabeh ki gur
podo wae, contohe koyo saiki, nyogok ben dipilih. Males aku.”
Gendon : “Lhayo. Aku yo golput ah, nak duite itung-itung rejeki.”
Sami : “Aku mbok dibagi to, mau raentuk/rung oleh lho.”
Mereka berdua pun tertawa
Sami : “Lha Tuminah arep milih sopo?”
Tuminah terdiam
Tuminah : “Aku sakjane yo pengen golput. Memang raono kandidat sing
bener-bener isoh dipercaya. Tapi cah, awakdewe sebagai anak muda ki yo
wis seharusnya milih salah siji sing paling meyakinkan.”
Gendon : “Jaremu janji manis hanya diawal.”
Tuminah : “Iyosih, sek tak nggo bahasa Indonesia ben kabeh do paham.
Nek kita golput itu kan, berarti kita nggak percaya sama kandidat-kandidat
wakil rakyat, terus nanti yang ada tingkat kepercayaan sama kredibilitas
kandidat ki menurun, dan akhirnya kandidat tsb nggak bisa menjalankan
tugase dengan baik gara-gara kurangnya dukungan politik.”
Sami : “Kredibilitas niku opo njih?”
Tuminah : “Kredibilitas itu gampangane koyo tindakan atau kemampuan
yang bisa nimbulin kepercayaan, nek dihubungke sama akibat dari golput,
tindakan kandidat yang sifatnya amanah ki bisa menurun, yo sebabe golput
itu tadi cah.”
Sami, Gendon : “Owalah, njih matursuwun mbak.”
Tuminah : “Sayange aku barang sik bingung rep milih sopo.”
Sami : “Ealah podo wae.”
Tuminah : “Horok to, sing penting aku raono niatan golput.”
Gendon : “Sipaling ra golput.”
Teks 4
Bu Marpuah, sesepuh desa yang sedang dalam perjalanan menuju
rumahnya, mendengar hiruk pikuk muda-mudi tersebut dari kejauhan.
Beliau yang penasaran dengan apa yang mereka bicarakan, pun
menghampiri tiga orang itu.
Dialog 4
Bu Marpuah : “Kulo nuwun, nduk, le.”
Gendon, Sami, dan Tuminah terkejut
Tiga orang : “Ehh, Bu Marpuah. Monggo buk, lenggah riyin.”
Bu Marpuah : “Ini ada apa to kok pada belum balik? Yang laine lho, wis
pada dolanan voli di lapangan.”
Tiga pemuda tersebut tersenyum canggung
Gendon : “Niki buk, kami sedang membahas kandidat pemilu tahun depan.
Kebetulan tadi di sini juga ada pertemuan dengan wakil dari partai Pulu-
pulu buk.”
Bu Marpuah : “Owalah, mbahas koyo ngono wae kok ngasi serius banget.
Milih ya tinggal milih to, le. Ojo lali, milihe yang paling kompeten nggih?”
Tiga orang : “Nggih buu!”
Tuminah : “Masalahnya niku kita bertiga bingung bu ajeng milih sinten.
Kula paham, mboten angsal golput. Tapi kandidate nggak meyakinkan
semua buk.”
Bu Marpuah : “Tak kasih tahu nduk, le. Kalian itu sebagai generasi penerus
bangsa, pilihan kalian itu menentukan masa depan Indonesia. Penting
nyoblos satu sesuai pilhan kalian, urusan jalannya pemerintahan itu ada di
tangan mereka, yang kita bisa lakukan ya berdoa kepada Allah Swt. Agar
kandidat pilihan kita bisa menepati janjinya.”
Sami : “Nek ternyata gabisa menepati janji buk? Buktine niku, Gendon
diberi uang sama kandidat tadi.”
Gendon : “Lho, kamu tadi lak yo minta dibagi-“
Tuminah : “Apa cuma aku yang nggak mau nerima?”
Sami : “Idih idih!”
Bu Marpuah : “Begini nak. Untuk menciptakan pemilu yang bersih, sangat
dibutuhkan pemahaman pemuda Indonesia akan bahaya politik uang,di
mana generasi muda di indonesia itu memiliki peran penting dalam
menentukan masa depan negara. Namun, masih saja ada masyarakat,
terutama pemuda-pemudi yang golput. Padahal golput itu akan
memberikan peluang bagi orang yang kurang kompeten untuk
memenangkan pemilu. Gerakan golput niku nggih nak, sama bahayanya
dengan politik uang. Sehingga kalian sebagai generasi muda harus
menolak golput dan tolak politik uang.”
Tuminah : “Nah lho. Uange dibalekke dulu sana.”
Gendon : “Kan tidak boleh menolak pemberian orang lain mbak.”
Sami : “Pak Pulu-Pulune sudah balik mbak.”
Bu Marpuah : “Yasudah uangnya ditabung saja. Saya juga mau
menambahkan pesan, jadilah pemuda yang berkualitas, karena kalianlah
yang akan meneruskan pemerintah dan wakil rakyat di masa depan nanti.
Saya yakin, generasi kalian itu bisa jadi wakil yang lebih baik dari mereka,
kalian bisa memajukan negeri.”
Tiga orang : “Aamiin bu.”
Bu Marpuah : “Mulai dari sekarang yo nak? Jangan apa?”
Tiga orang : “Jangan golput!”
Semuanya tertawa
Bu Marpuah : “Saiki kowe podo wis reti to, arep milih sopo?”
Sami : “Sampun buu!”
Tuminah : “Yawislah, aku tak milih nomer-“
Gendon : “Mbak, jangan lupa mbak sama LUBERJURDIL.”
Sami & Tuminah : “Nggih mas.”
Bu Marpuah : “Sip! Naknu lek age, iki gedunge diresiki, bar kui lek bali, lek
adus. Koe rung do adus to?”
Tiga orang : “Dereng bu!”
Sami : “Tek panjenengan weruh bu?”
Bu Marpuah : “Ambumu iku lho cah, jann kuecutt! Nek ra, po arep melu
Ibuk nimpal neng kandang?”
Tuminah : “Yulah to buk!”
Gendon : “Tidak bisa buk, tidak bisa. Ini saya sama rencang-rencang tidak
bisa. Wes tidak bisa. Full acara tidak bisa.”
Bu Marpuah : “Ealah, generasi penerus bangsa tek disuruh dikit ndak
mau.”
Sami : “Ya gimana ya bu…”
Gendon, Sami, dan Tuminah tertawa

Teks 5 (Akhir)
(Gita) Dan begitulah, akhir dari kisah nyeleneh tentang suatu pagi di desa
Dadapserep. Amanat yang bisa kita ambil adalah :
(Naw) Sebagai masyarakat yang cerdas kita harus mampu menilai calon
terbaik yang sekiranya mampu dan mau mendengarkan aspirasi
masyarakat agar pembangunan yang akan dilakukan sesuai dengan
keinginan masyarakat serta dapat memajukan daerah bahkan negara, agar
Indonesia maju bukan lagi hanya sebuah wacana, dan tidak memilih calon
yang hanya mementingkan diri sendiri atau kelompoknya saja sehingga
melupakan janji-janji yang ia ucapkan dalam masa kampanye.

ADEGAN TAMBAHAN (OPSIONAL) BLH DIPAKE BLH ENGGK


Gendon membuka HP, otw nelpon Pak Kuncoro
Suara HP Pak Gendon Tilulilut Tilulilut~
Tim Sukses yg ngangkat
Tim Sukses : “Halo, nggih pripun mas Gendon?”
Gendon : “Anu mbak, kulo ajeng matur kalih Pak Kuncoro.”
Tim Sukses : “O njih, sekedap.”
Bbrp saat kmudian
Pak Kuncoro : “Mas Gendon! Kepriye mas, ada yang bisa saya bantu?”
Gendon : “Boten pak, saya hanya mau bertanya terkait uang-“
Pak Kuncoro : “Sudah, terima saja mas. Bonus itu.”
Gendon : “Walah, ndak enak saya pak.”
Pak Kuncoro : “Begini saja, kalau sampeyan ndak enak disumbangkan saja
untuk masjid, atau bisa diberikan ke penonton di depan kita ini, Cuma
jangan bilang lho nek itu dari saya. Bilang saja, ini sedekah dari Mas
Gendon.”
Gendon : “Wih, ide bagus pak. Nggih, matursuwun sanget pak.”
Pak Kuncoro : “Sami-sami, ning, jangan lupa coblos saya lho!”
Gendon : “Siap pak.”

Y duitnya pun dilempar ke penonton.

Anda mungkin juga menyukai