Anda di halaman 1dari 38

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh


Mycobacterioum tuberculosis, Pada tahun 1995 saja diperkirakan ada 9 juta pasien
TB baru dan 3 juta kematian akibat TB di seluruh dunia.diperkirakan 95% kasus TB
dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi di Negara-negara berkembang,
demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian akibat
kehamilan, persalinan dan nifas.
Indonesia merupakan penyumbang TB terbesar ke 5 di dunia setelah India
China, Afrika Selatan dan Nigeria dengan 539.000 kasus baru dan kematian sekitar
101.000 pertahun (WHO ; 2006). Insiden BTA (+) sekitar 110 per 100.000
penduduk. TB penyebab kematian ke 3 terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan
penyakit saluran pernafasan, dan no 1 terbesar dalam kelompok penyakit infeksi.
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia produktif secara ekonomi (15-50
tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa akan kehilangan rata-rata waktu
kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat kehilangan pendapatan tahunan
rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB maka akan
kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun selain merugikan secara ekonomis TB
juga memberikan dampak buruk lainnya secara social stigma bahkan dikucilkan
oleh masyarakat.
Infeksi TB sangat penting untuk ditanggulangi karena penularannya melalui
percikan dahak (droplet) dimana kita sesama manusia selalu ber sosialisasi/
berhadapan, sehingga Penyakit TB terus bertambah 1 orang dapat menularkan 10-15
orang pertahun. Dan dari 1/3 pasien TB akan meninggal jika tidak diobati.
Situasi TB di dunia semakin memburuk, julah kasus TB meningkat dan
banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada Negara yang dikelompokan
pada 22 negara dengan masalah TB besar (hight burden countries). Menyikapi hal
tersebut, pada tahun 1993 WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia
(global emergency).
Belum lagi munculnya HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB.
Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan.
2

Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (MDR)
semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan keadaan
tersebut akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemic TB yang sulit ditangani.
Di wilayah puskesmas Labuan pad tahun 2010 Prevalensi TB BTA Positif
dua kali lipat lebih dari angka Nasional

B. Tujuan Penulisan

Tujuan Penulisan ini adalah :

1. Untuk Mengetahui Bagaimana Pelaksanaan Pengobatan TB Paru di Puskesmas


Labuan Tahun 2010.

2. Untuk Mengetahui Kendala Yang Ada Dalam Pelaksanaan Pengobatan TB Paru


di Puskesmas Labuan Tahun 2010.

C. Metode Penulisan

Dalam pengumpulan data penulis melakukan dengan cara :


1. Studi Kepustakaan yaitu mempelajari literatur untuk memperoleh data skunder
yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti.
2. Teknik Observasi : pada teknik ini penulis gunakan dengan melakukan penelitian
langsung ke tempat sumber data.melihat keadaan sekitar serta recording dan
reporting data yang tersedia, yang memudahkan penulis untuk mencari data.
3. Setelah data-data yang terkumpul dianggap lengkap maka data-data tersebut
dianalisa.

D. Sistimatika Penulisan

Di bagian akhir dari BAB Pendahuluan ini penulis menguraikan secara garis
besar BAB demi BAB, yang dibagi dalam :
BAB I Pendahuluan : dalam bab ini penulis menjelaskan mengenai latar
belakang masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan sisimatika
penulisan.
BAB II Keadaan Umum Sarana Dan Prasarana Kesehatan : dalam bab ini
penulis menguraikan Keadaan Geografis, Kependudukan, Jumlah Sarana
dan Prasarana Kesehatan yang ada di Puskesmas DTP Labuan
3

BAB III Penyakit Tuberkulosis Paru : pada bab ini penulis menguraikan tentang
hal-hal yang berhubungan dengan Penyakit Tuberkulosis paru mulai dari
Pengertian, Manifestasi klinik, Diagnosis TB, Penatalaksanaan TB baik
TB pada orang dewasa ataupun pada anak, Standard Internasional
Penanggulangan TBC (ISTC International Standard for Tuberculosis
Care)
BAB IV Pelaksanaan Pengobatan TB paru di Puskesmas DTP Labuan : Pada
bab ini penulis memaparkan hasil pengamatan dan observasi bagaimana
pelaksanaan pengobatan TB paru beserta kendalanya di Puskesmas
Labuan tahun 2010. Serta upaya pemecahannya.
BAB V Kesimpulan dan Saran : Dalam bab ini penulis menguraikan kesimpulan
dari hasil penelitian yang dilakukan. Dan saran-saran untuk memperbaiki
keadaan sehingga kedepan ada perbaikan-perbaikan.
4

BAB II
KEADAAN UMUM SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN

A. Keadaan Geografi

Puskesmas DTP Labuan terletak di ibu kota Kecamatan Labuan Kabupaten


Pandeglang Propinsi Banten. Jarak Puseksmas Labuan ke ibu kota Kabupaten atau
ke RSUD Berkah Pandeglang sekitar 40 Km yang dapat ditempuh dalam perjalanan
sekitar 1 jam. Sedangkan dari Propinsi atau RSUD Serang berjarak sekitar 65 Km
dengan waktu tempuh sekita 1,5 jam perjalanan.
Batas wilayah kerja Puskesmas Labuan adalah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Carita
2. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Sunda
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pagelaran
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Carita dan Kecamatan Cikedal
Wilayah kerja Puskesmas Labuan dilalui oleh 2 buah sungai yaitu sungai
Cisanggoma dan sungai Cipunten agung. Struktur daerah sebelah Utara berupa
perbukitan dan sebelah selatan merupakan dataran rendah atau pantai.

B. Kependudukan

Kecamatan Labuan dipimpin oleh Camat dan dibantu oleh Sekretaris Kecamatan,
memiliki 9 (Sembilan) Desa dan 73 RW, 82 Kampung serta 216 RT. Dibidang
Kesehatan merupakan binaan Puskesmas Labuan.

Table. 2.1. RT, RW dan Kampung di Kecamatan Labuan tahun 2010

NO DESA RT RW KAMPUNG
1 Labuan 52 14 14
2 Teluk 30 14 14
3 Cigondang 35 8 9
4 Caringin 18 6 13
5 Suka Maju 15 6 7
6 Kalang Anyar 27 10 10
7 Ranca Teureup 14 4 4
8 Banyu Biru 16 6 3
9 Banyu Mekar 10 5 8
PUSKESMAS 216 73 82
5

Jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas Labuan tahun 2010 berdasarkan


proyeksi dari data BPS Kabupaten Pandeglang adalah 53.250 jiwa dengan 11.654 KK.
Yang terdiri dari Laki-laki 27.275 jiwa dan Wanita 25.567 jiwa dengan ratio jenis
kelamin 106.68. sedangkan ratio beban tanggungan adalah 44,7.
Kepadatan penduduk Kecamatan Labuan adalah 3498,69 jiwa/km2. Desa Labuan
merupakan desa terpadat dan terbanyak peduduknya dengan kepadatan penduduk 12.622
jiwa/km2, diikuti desa Teluk dan desa Kalang Anyar.
Dari 53.250 jumlah pendudukdi Kecamatan Labuan, dapat dirinci sasaran penduduk
berdasarkan program kesehatan, sebagai berikut :

Table 2.2 Jumlah Penduduk Sasaran Program KIA Tahun 2010

Jumlah BUMIL
NO DESA BUMIL BULIN BAYI BAYI BALITA BUTEKI WUS
Penduduk RESTI
1 Labuan 11.524 266 251 239 120 1.152 251 2.996 53
2 Teluk 10.573 245 236 225 113 1.057 236 2.749 49
3 Cigondang 8.288 191 183 174 87 829 183 2.155 38
4 Caringin 6.217 144 137 131 65 622 137 1.616 29
5 Suka Maju 6.713 155 148 141 70 671 148 748 31
6 Kalang Anyar 2.878 66 63 60 30 288 63 1.745 13
7 Ranca Teureup 2.916 67 64 61 31 292 64 758 13
8 Banyu Biru 2.214 51 49 46 23 221 49 576 10
9 Banyu Mekar 1.927 45 42 40 20 193 42 501 9
PUSKESMAS 53.250 1.230 1.174 1.118 559 5.325 1.174 13.845 246

Table 2.3 Jumlah Penduduk Sasaran Program Lain Tahun 2010

Neonates BAYI 0- BALITA ANAK REMAJA REMAJA LANSIA


NO DESA PUS
0-7 th 1 th 1-4 th 5-9 th 10-14 th 15-19 th 50-70 th
1 Labuan 239 239 1.152 2,159 1.335 1.383 1.268 1.330
2 Teluk 225 225 1.057 1.981 1.225 1.269 1.163 1.220
3 Cigondang 174 174 829 1.553 960 995 912 956
4 Caringin 131 131 622 1.165 720 746 684 717
5 Suka Maju 141 141 671 1.258 778 806 738 774
6 Kalang Anyar 60 60 288 539 330 345 317 332
7 Ranca Teureup 61 61 292 546 338 350 321 336
8 Banyu Biru 46 46 221 4156 258 266 244 255

9 Banyu Mekar 40 40 193 361 223 231 212 222

PUSKESMAS 1.118 1.118 5.325 9.976 6.169 6.354 5.197 6.144

C. Jumlah Sarana Dan Prasarana Kesehatan


6

Puskesmas Labuan merupakan Puskesmas Dengan Tempat Perawatan (DTP)


dengan Puskesmas PONED yaitu Puskesmas yang sudah siap melaksanakan
Pelayanan Obtetri Neonatal Dasar dengan tenaga dokter, bidan dan perawat PONED
yang sudah dilatih. Puskesmas Labuan juga terdiri dari 2 buah Puskesmas Pembantu
yang berlokasi di Desa Teluk dan Desa Banyu Biru serta sebuah Pondok Bersalin
Desa (Polindes) yang terletak di Desa Kalang Anyar.
Karyawan Puskesmas DTP Labuan berjumlah 55 orang ; Tenaga Medis 4 orang
termasuk Kepala Puskemas, 3 orang Dokter umum dan 1 orang Dokter gigi. Bidan
Puskesmas 4 orang dan 9 orang Bidan Desa ditambah bidan magang seorang.
Perawat berjumlah 15 orang. Seorang tenaga Gizi, seorang tenaga Asisten Apoteker
dan 2 orang Analis Laboratorium. Serta seorang Perawat gigi.sisanya tenaga ADM
dan OB. Secara keseluruhan terdapat 34 PNS, 10 TKK, 3 orang magang dan 7 orang
honorer.
Table 2.3 Daftar Tenaga di Puskesmas Labuan Tahun 2010

NO JENIS TEBAGA PNS TKK HONORER MAGANG JUMLAH

1 Dokter Umum 3 - - - 3
2 Dokter Gigi 1 - - - 1
3 Apoteker 0 - - - -
4 Bidan Puskesmas 4 - - - 4
5 Bidan Desa 9 - - 1 10
6 Perawat Puskesmas 4 - - - 4
7 Perawat Desa 4 6 - 3 13
8 Perawat Gigi 1 - - - 1
9 Analis Laboratorium 1 - 1 - 2
10 Pelaksana Gizi 1 - - - 1
11 Asisten Apoteker 1 - 1 - 2
12 Tenaga Adminstrasi 5 2 1 - 8
13 Tenaga Rontgen - 1 - - 1
14 Supir - 1 - - 1
15 Petugas Dapur - - 2 - 2
16 Office Boy - - 2 - 2
JUMLAH 34 10 7 4 55

Sarana Transportasi yang ada di Puskesmas DTP Labuan terdiri dari sebuah
kendaraan roda 4 merk Toyota Kijang digunakan sebagai Puskesmas Keliling tahun
pengadaan 1998 dan 4 buah kendaraan roda 2.
Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Labuan terdiri dari Ruang UGD, Ruang Rawat
Inap dengan 19 tempat Tidur dan Ruang Nifas 2 tempat tidur. Ruang Bersalin,
Ruang KIA, Ruang Balai Pengobatan, Ruang MTBS, Ruang Gizi, Ruang TB,
7

Ruang BP Gigi mulut, Ruang USG, Ruang Rontgen dan Ruang Laboratorium
Klinik serta Ruang Obat.
Sarana pelayanan kesehatan di Kecamatan Labuan terdiri dari 2 buah Klinik
umum, dan satu dokter praktik, 7 buah Apotek, 2 buah toko obat, 2 buah
Pengobatan Tradisonal.

BAB III
PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU
8

A. Pengertian

Tuberculosis (TB) Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis sistemis sehingga dapat mengenai hampir semua organ
tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi
primer, dengan gejala yang sangat bervariasi.

B. Manifestasi Klnik

Inhalasi Basil TBC alveolus Patogenesis oleh Makrofag

Basil TBC Berkembang Biak Destruksi Basil TBC

Destruksi Basil TBC

Resolusi Pembentukan Kelenjar Limfe


tuberkel

Kalsifikasi
Perkejuan Penyebaran Hematogen

Kompleks Ghon
Pecah

Lesi di Hepar, Lien, Ginjal,


Lesi Skunder Paru Tulang, Otak dll

Bagan 3.1. Pathogenesis Tuberkulosis

Gejala Klinik TB Paru pada orang dewasa pada umumnya adalah batuk lebih dari
4 minggu dengan atau tanpa sputum, malaise gejala flu demam derajat rendah, nyeri
dada dan batuk darah.

Penderita TB paru menampakan gejala klinis diantaranya :


1. Tahap Asimptomatis
2. Gejala TB yang khas, kemudian stagnasi dan regresi
3. Eksaserbasi yang memburuk
4. Gejala berulang dan menjadi kronik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
1. Tanda-tanda infiltrate (redup, bronchial, ronkhi basah dan lain-lain)
2. Tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum
9

3. Sekret di saluran nafas dan ronkhi


4. Suara nafas amforik adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan
bronchus

Sedangkan Gejala Klinik pada anak


1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam satu bulan
dengan penanganan gizi
2. Anoreksia dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik secara adekuat
(failure to thrive).
3. Demam lama dan berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria, atau
infeksi saluran nafas akut), dapat disertai keringan malam.
4. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multiple.
5. Batuk lama lebih dari 30 hari.
6. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare

Gejala spesifik sesuai organ yang terkena : TB Kulit/Skrofuloderma; TB Tulang


dan Sendi (Gibbus/pincang); TB Otak dan Syaraf/Meningitris dengan gejala iritebel,
kaku kuduk, muntah, dan kesadaran menurun; TB Mata (Konjuntivitis fliktenularis,
tuberkel koroid) dll.

C. Diagnosis
1. Anamnesis dan Pemeriksaan fisik
2. Laboratorium darah rutin (LED normal atau meningkat, limfositosis)
3. Foto Thoraks PA dan Lateral ; gambaran foto thoraks yang menunjang TB, yaitu
a. Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apical lobus bawah.
b. Bayangan berawan (patchy) atau bercak (noduler).
c. Adanya Cavitas tunggal atau ganda.
d. Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru.
e. Adanya Kalsifikasi.
f. Baynagan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.
g. Bayangan Milier.
4. Pemeriksaan Sputum BTA
10

Pemeriksaan Sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, nemun pemeriksaan


ini tidak sensitive karena hanya 30-70% pasien TB yang dapat didiagnosis
berdasarkan pemeriksaan ini.
5. Test PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen
imunoperoksidase staining untuk menentukan danya IgG spesifik terhadap hasil
TB.
6. Test Mantoux/Tuberkulin
7. Teknik Polymerase Chain Reaction.
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai tahap
sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada satu mikroorganisme dalam
specimen . juga dapat mendeteksi adanya resistensi.
8. Bacton Dickinson Diagnostic Instrument System (BACTEC)
Deteksi Growth Indeks berdasarkan CO2, yang dihasilkan dari metabolisme
asam lemak oleh M tuberculosis
9. Enzym Linked Immunosorbent Assay
Deteksi Respons Humoral, berupa proses antigen-antibodi yang terjadi.
Pelaksanaannya rumit dan antibodi dapat menetap dalam waktu lama sehingga
menimbulkan masalah.
10. MYCODOT
Deteksi antibodi memakai antigen lipoarabinomannan yang direkatkan pada
suatu alat berbentuk seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam serum
pasien. Bila terdapat antibody spesifik dalam jumlah memadai maka warna sisir
akan berubah.

Klasifikasi Diagnositik TB

1. TB Paru
a. BTA mikroskopis langsung (+) atau biakan (+), kelainan foto totaks
menyokong dan gejala klinis sesuai TB.
b. BTA mikroskopis langsung atau biakan (-), tetapi kelainan foto totaks
menyokong dan gejala klinis sesuai TB, dan memberikan perbaikan pada
pengobatan awal anti TB (initial therapy) . pasien golongan ini memerlukan
pengobatan yang adekuat.
11

2. TB Paru Tersangka
Diagnosa pada tahap ini bersifat sementara sampai hasil pemeriksaan BTA di
dapat (paling lambat 3 bulan). Pasien dengan BTA mikroskopis langsung (-)
atau belum ada hasil pemeriksaan atau pemeriksaan belum lengkap, tetapi
kelainan rontgen dan klinis sesuai TB paru. Pengobatan dengan obat anti TB
sudah dapat dimulai.
3. Bekas TB (tidak sakit)
Ada riwayat TB pada pasien di masa lalu dengan atau tanpa pengobatan atau
gambaran rontgen normal atau abnormal tetapi stabil pada fotoserial dan sputum
BTA (-). Kelompok ini tidak perlu diobati.
4. TB pada Anak
IDAI mempunyai standar sendiri dalam mendiagnosa TB, yaitu berdasarkan
sistem scoring.

Table 3.2. Sistem Skoring TB Anak dari IDAI Gejala dan Pemeriksaan Penujang

Parameter 0 1 2 3 Jumlah
Laporan Keluarga
BTA (-) atau
Kontak TB Tidak Jelas BTA (+)
Tidak tahu,
BTA tidak jelas
Positif > 10 mm
atau > 5mm pada
Uji Tuberkulin Negative
keadaan
Imunosupresan
Bawah garis
Berat Badan/ merah (KMS) Klinis Gizi Buruk
Keadaan Gizi atau BB/U <60%
BB/U <80%
Demam tanpa
> 2 minggu
sebab yg jelas
Batuk > 3 minggu
Pembesaran
> 1 cm,
Kelenjar Limfe
jumlah > 1,
coli, Axilla,
tidak nyeri
Inguinal
Pembengkakan
Tulang/ sendi Ada
panggul, lutut Pembengkakan
falang
Normal /
Foto Thoraks Kesan TB
tidak jelas
JUMLAH
Catatan :
a. Diagnosis dengan system scoring harus ditegakkan oleh Dokter
12

b. Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik


lainnya seperti Asthma, Sinusitis dan lain-lain.
c. Jika dijumpai Skrofuloderma (TB pada Kelenjar dan Kulit), pasien dapat
langsung di diagnose TB.
d. Berat badan dinilai saat pasien dating (momrnt opname) – lampirkan table
berat badan
e. Foto Thoraks bukan alat diagnostic utama pada TB anak.
f. Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi local timbul < 7 hari setelah
penyuntikan) harus dievaluasi dengan system scoring TB anak.
g. Anak di diagnose TB jika skor > 6, (skor maksimal 14)
h. Pasien usia Balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih
lanjut.

D. Penatalaksanaan

1. Prinsip Pengobatan

a. OAT dalam bentuk kombinasi (beberapa jenis obat ) jumlah dan dosis tepat
sesuai kategori. Dapat diberikan dalam bentuk lepas atau KDT
b. Pengawas Menelan Obat (PMO)
c. Tahap Intensif (2-3 bulan) : diberikan tiap hari, pengawasan ketat sangat
penting untuk mencegah kekebalan obat
d. Tahap Lanjutan (4-5 bulan) : diberikan lebih sedikit namun lebih lama untuk
membunuh kuman agar tidak kambuh
2. Pengobatan TB
a. Fase awal: Membunuh dengan cepat M. Tuberculosis
b. Fase kedua:Membunuh M. Tuberculosis yag berreplikasi lambat
c. Fase sterilisasi:Eradikasi M. Tuberculosis yang tertinggal (intracellular/
stationary/ dormantbacilli)
3. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
a. Lini pertama :
 Rifampisin (R)
 INH (H)
 Pirazinamid (Z)
13

 Etambutol (E)
 Streptomisin (S)
b. Lini kedua :
 suntikan ( kanamisin, kapreomisin, amikasin )
 Kuinolon
 Tionamid ( etionmid, protionmid )
 Sikloserin
 PAS
 makrolid+ Asas Klavulanat
 Tionamid
 Lain-lain

Table 3.3. Dosis Obat anti TB

DOSIS DOSIS YANG DOSIS DOSIS mg/kg.BB


OBAT
OBAT DIANJURKAN MAKSIMAL < 50 40-60 > 60
1 2 3 4 5 6 7 8
Rifampicin 8-12 10 10 600 300 450 600
INH 4-6 5 10 300 150 300 450
Pirazinamid 20-30 25 35 750 1000 1500
Etambotol 15-20 15 30 750 1000 1500
Streptomicin 15-18 15 15 1000 BB 750 1000

Table 3.4. Panduan Obat pada Kasus TB

KATEGORI KASUS PANDUAN YANG DIANJURKAN

I TB paru BTA (+), BTA (-), lesi luas 2 RHZE/4RH atau 2 RHZE/ 6 RH

II Kambuh 2 RHZES/1 RHZE/5 RHE


Gagalpengobatan 2 RHZES/1 RHZE/5 RHE
TB paru putus berobat 2 RHZES/1 RHZE/5 RHE

III TB paru BTA (-), lesi minimal 2 RHZE/4 RH atau 2 RHZE/6 RH


Rujuk untuk tatalaksana TB dengan
IV Lain-lain
Resistensi obat

4. Pengobatan TB pada Anak


14

a. Pengobatan

Bagan 3.5. Alur Tatalaksana Pasien TB Anak pada Unit Kesehatan Dasar

Skor > 6

Berikan OAT
Selama 2 bulan dan di evaluasi

Respon + Respon -

Terapi TB diteruskan Teruskan terapi Tb sambil


mencari penyebabnya

Katagori Anak adalah (2RHZ dan 4 RH)


Prinsip dasar pengobatan TB anak minimal 3 macam obat dan diberikan
dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap
intensif maupun tahap lanjutan, dosis harus disesuaikan dengan berat badan anak.

Table 3.6. Dosis OAT Kombipak pada Anak


Jenis Obat BB 10 kg BB 10-19 kg BB 20-32 kg
Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampicin 75 mg 150 mg 300 mg
Pirazinamide 150 mg 300 mg 600 mg

Table 3.7. Dosis OAT Kombipak pada Anak


2 bulan tiap hari 4 bulan tiap hari
Berat Badan (kg)
RHZ (75/50/150) RH (75/50)
5-9 1 tablet 1 tablet
10-19 2 tablet 2 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet

Keterangan :
 Bayi dengan BB < 5 kg dan dengan BB > 33 kg dirujuk ke RS
 Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet
 Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
 OAT KDT dapat diberikan dengan cara ditelan secara utuh atau digerus
sesaat sebelum diminum
15

b. Pengobatan Pencegahan (Profilaksis pada Anak)

Pada anak terutama Balita dengan kontak KP BTA (+), perlu dilakukan
pemeriksaan dengan skoring, apabila skor <5, pada anak tersebut diberikan INH
selama 6 bulan dengan disis 5-10 mg?kg BB/hari. Bila anak tersebut belum
pernah BCG maka Immunisasi BCG dilakukan setelah pengobatan selesai.
Perlu diperhatikan apabiladitemukan salah satu keadaan dibawah ini :
 Tanda Bahaya : Kerjang, kaku kuduk, penurunan kesadaran, kegawatan lain
missal sesak nafas.
 Foto Thorak merupakan gambaran Milier, Kavitas, Effusipleura
 Gibbus, Koksitis

Table 3.8. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Ulang Dahak (hal 29)
5.
Tipe Pasien Hasil
Uraian Tindak Lanjut
TB BTA
Negative Tahap Lanjutan dimulai
Akhir tahap Dilanjutkan dengan OAT sisipan
Pasien baru selama 1 bulan, jika setelah sisipan
Intensif Positif
BTA (+) masih (+), tahap lanjutan tetap
Dengan diberikan
Pengobatan Sebulan sebelum Negative
Kategori 1 Sembuh
akhir Pengobatan keduanya
atau Akhir Gagal, ganti dengan OAT Kategori 2
Positif
Pengobatan (AP) mulai dari awal
Pasien baru Berikan Pengobatan tahap lanjutan
BTA (-) Negative sampai selesai, kemudian pasien
RO (+) dinyatakan pengobatan lengkap
Akhir Intensif
dengan
Ganti dengan OAT Kategori 2 mulai
Pengobatan Positif
dari awal
Kategori 1
Teruskan Pengobatan dengan tahap
Negative
lanjutan
Beri sisipan 1 bualn, jika setelah
Penderita baru Akhir Intensif
sisipan masih (+) teruskan pengobatan
BTA (+) Positif
tahap lanjutan. Jika ada fasilitas
dengan
RUJUK untuk uji kepekaan obat.
Pengobatan
Negative
ulang Sebulan sebelum Sembuh
keduanya
KAtegori 2 akhir Pengobatan
Belum ada PEngobatan, disebit kasuisu
atau Akhir
Positif KRONIK, jika mungkin RUJUK ke
Pengobatan (AP)
unit pelayanan Spesialis
Table 3.9. Tatalaksana Pasien Yang Berobat Tidak Teratur
16

Tindakan pada pasien yang putus berobat kurang dari 1 bulan


Lacak pasien
Diskusi dengan pasien untuk mencari penyebab berobat tidak teratur
Lanjutkan pengobatan sampai sembuh dosis selesai

Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan

Tindakan 1 Tindakan 2
Bila hasil BTA (-) Lanjutkan Pengobatan sampai seluruh diosis
atau TB Extra Paru selesai
Lacak pasien
Lama Pengobatan Lanjutkan Pengobatan
Diskusi dan cari
seblumnya kurang sampai seluruh diosis
masalah
dari 5 bulan selesai
Periksa 3x dahak SPS
Bila satu atau lebih Kategori 1
dan lanjutkan
hasil BTA (+) Lama Pengobatan Mulai Kategori 2
pengobatan sementara
seblumnya lebih dari Kategori 2
menunggu hasilnya
5 bulan Rujuk,
mungkin kasus kronik
Tindakan pada pasien yang putus berobatkurang dari 2 bulan (Default)
Periksa 3x dahak SPS Pengobatan dihentikan, pasien di observasi
Bila hasil BTA (-)
Diskusikan dan cari bila gejalanya semakin parah perlu dilakukan
atau TB Extra Paru
masalah pemeriksan kembali (SPS dan atau Biakan)
Hentikan Pengobatan Kategori 1 Mulai Kategori 2
sambil menunggu Bila satu atau lebih
hasil pemeriksaan hasil BTA (+) Rujuk,
Kategori 2
dahak mungkin kasus kronik

5. Hasil Pengobatan

a. Sembuh
Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkapdan pemeriksaan
ulang dahak (follow-up) hasilnya pada AP dan pada satu pemeriksaan
follow-up sebelumnya
b. Pengobatan Lengkap
Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap
tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal
c. Meninggal
Adalah pasien yang meninggaldalam masa pengobatan karena sebab apapun
d. Pindah
Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB.0.3 yang lain
yang hasil pengobatannya tidak diketahui
e. Default (Putus Berobat)
17

Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum
masa pengobatnnya selesai.
f. Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan ke 5 atau lebih selama pengobatan.

E. Standard Internasional Penanggulangan TBC (ISTC International Standard


for Tuberculosis Care)

Standard 1
Setiap orang dengan batuk produktif selama 2-3 minggu atau lebih, yang tidak
jelas penyebabnya, harus di evaluasi untuk tuberkulosis.
Addendum: Untukpasienanak, selaingejalabatuk, entry untuk evaluasi adalah berat
badan yang sulit naik dalam waktu kurang lebih 2 bulan terakhir atau gizi buruk.

Batuk bercak darah sesak nafas

Nafsu kmakan turun berat badan turun demam > ibulan

Keringat malam
Standard 2
18

Semua pasien (dewasa, remaja, dananak) yang diduga menderita tuberculosis paru
harus menjalani pemeriksaan dahak mikroskopik minimal 2 kali yang diperiksa
di laboratorium yang kualitasnya terjamin. Jika mungkin paling tidak satu spesimen
harus berasal dari dahak pagi hari.

Standard 3

Pada semua pasien (dewasa, remaja, dan anak) yang diduga menderita tuberkulosis
ekstra paru, spesimen dari bagian tubuh yang sakit seharusnya diambil untuk
pemeriksaan mikroskopik, biakan, dan histopatologi.
Addendum:Sebaiknya dilakukan juga pemeriksaan foto toraks untuk mengetahui
ada tidaknya TB paru dan TB milier. Pemeriksaan dahak juga dilakukan, bila
mungkin, pada anak.

Standard 4

Semua orang dengan temuan foto toraks diduga tuberculosis seharusnya menjalani
pemeriksaan dahak secara mikrobiologi.

Standard 5

Diagnosis tuberculosis paru sediaan apus dahak negative harus di dasarkan


criteria berikut:
 minimal dua kali pemeriksaan dahak mikroskopik negative (termasuk minimal 1
kali dahak pagi hari);
 temuan foto toraks sesuai tuberkulosis;
 dan tidak ada respons terhadap antibiotika spectrum luas (catatan: fluorokuinolon
harus dihindari karena aktif terhadap M .tuberculosis complexs sehingga dapat
menyebabkan perbaikan sesaat pada penderita tuberkulosis).

Untuk pasien ini biakan dahak harus dilakukan.


Pada pasien yang sakit berat atau diketahui atau diduga terinfeksi HIV, evaluasi
diagnostik harus disegerakan dan jika bukti klinis sangat mendukung ke arah
tuberkulosis, pengobatan tuberkulosis harus dimulai.
19

Standard 6

Pada semua anak yang diduga menderita tuberkulosis intra toraks (yakni paru,
pleura, dan kelenjar getah bening mediastinum atau hilus), konfirmasi bakteriologis
harus dilakukan dengan pemeriksaan dahak (dengan cara batuk, kumbah lambung,
atau induksi dahak) untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakan.

Jika hasil bakteriologis negatif, diagnosis tuberkulosis harus didasarkan pada


kelainan radiografi toraks sesuai tuberkulosis, riwayat terpajan kasus
tuberkulosis yang menular, bukti infeksi tuberkulosis (uji tuberkulin positif atau
interferon gamma release assay) dan temuan klinis yang mendukung ke arah
tuberkulosis.

Untuk anak yang diduga menderita tuberculosis ekstra paru, specimen dari lokasi
yang dicurigai harus diambil untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopik, biakan,
dan histopatologis.

Addendum: Untuk penatalaksanaan di Indonesia, diagnosis didasarkan atas pajanan


kepada kasus tuberculosis yang menular atau bukti infeksi tuberculosis (uji kulit
tuberculin positif atau interferon gamma release assay) dan kelainan radiografi
toraks sesuai TB.

Standard 7

Setiap praktisi yang mengobati pasien tuberculosis mengemban tanggung jawab


kesehatan masyarakat yang penting untuk mencegah penularan infeksi lebih
lanjut dan terjadinya resistensi obat. Untuk memenuhi tanggung jawab ini
praktisi tidak hanya wajib memberikan paduan obat yang memadai tetapi juga
memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat local dan sarana lain, jika
memungkinkan, untuk menilai kepatuhan pasien serta dapat menangani ketidak
patuhan bila terjadi.

Standard 8
20

Semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV) yang belum pernah diobati
harus diberi paduan obat yang disepakati secara internasional menggunakan obat
yang bioavailabilitinya telah diketahui.

Fase inisial seharusnya terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, dan


Etambutol.

Fase lanjutan seharusnya terdiri dari Isoniazid dan Rifampisin yang diberikan
selama 4 bulan.
Dosis obat anti tuberculosis yang digunakan harus sesuai dengan rekomendasi
internasional.
Kombinasi dosis tetap yang terdiri dari kombinasi 2 obat (isoniazid dan rifampisin),
3 obat (isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid), dan 4 obat (isoniazid, rifampisin,
pirazinamid, dan etambutol) sangat direkomendasikan.

Addendum: Secara umum terapi TB pada anak diberikan selam 6 bulan, namun
pada keadaan tertentu (meningitis TB, TB tulang, TB milier, dan lain-lain) terapi
TB diberikan lebih lama (9-12 bulan) dengan paduan OAT yang lebih lengkap
sesuai derajat penyakitnya.

Standard 9

Untuk membina dan menilai kepatuhan (adherence) terhadap pengobatan, suatu


pendekatan pemberian obat yang berpihak kepada pasien, berdasarkan
kebutuhan pasien dan rasa saling menghormati antara pasien dan penyelenggara
kesehatan, seharusnya dikembangkan untuk semua pasien.

Pengawasan dan dukungan seharusnya berbasis individu dan harus


memanfaatkan bermacam-macam intervensi yang direkomendasikan dan
layanan pendukung yang tersedia, termasuk konseling dan penyuluhan pasien.

STANDARD UNTUK PENGOBATAN

Elemen utama dalam strategi yang berpihak kepada pasien adalah penggunaan cara-
cara menilai dan mengutamakan kepatuhan terhadap paduan obat dan menangani
ketidak patuhan, bila terjadi.
21

Cara-cara ini seharusnya dibuat sesuai keadaan pasien dan dapat diterima oleh
kedua belah pihak, yaitu pasien dan penyelenggara pelayanan.

Cara-cara ini dapat mencakup pengawasan langsung menelan obat (directly


observed therapy-DOT) serta identifikasi dan pelatihan bagi pengawas
menelanobat (untuk tuberculosis dan, jika memungkinkan, untuk HIV) yang dapat
diterima dan dipercaya oleh pasien dan system kesehatan.

Insentif dan dukungan, termasuk dukungan keuangan dapat diberikan untuk


mendukung kepatuhan.

Standard 10

Respons terhadap terapi pada pasien tuberculosis paru harus dimonitor dengan
pemeriksaan dahak mikroskopik berkala (duaspesimen) saat fase inisial selesai
(duabulan). Jika apus dahak positif pada akhir fase inisial, apus dahak harus
diperiksa kembali pada bulan ketiga dan jika positif, biakan dan uji resistensi
terhadap Isoniazid dan Rifampisin harus dilakukan. Pada pasien tuberculosis
ekstra paru dan pada anak, penilaian respons pengobatan terbaik adalah secara
klinis.

Addendum: Respons pengobatan pada pasien TB milier dan efusi pleura atau TB
paru BTA negative dapat dinilai dengan foto toraks.

Standard 11

Penilaian kemungkinan resistensi obat, berdasarkan riwayat pengobatan


terdahulu, pajanan dengan sumber yang mungkin resisten obat, dan prevalensi
resistensi obat dalam masyarakat seharusnya dilakukan pada semua pasien.

Uji sensitivity obat seharusnya dilakukan pada awal pengobatan untuk :

 semua pasien yang sebelumnya pernah diobati.


 Pasien yang apus dahak tetap positif setelah pengobatan tigabulan selesai dan
pasien gagal pengobatan,
 putus obat,
 atau kasus kambuh setelah pengobatan
22

Harus selalu dinilai terhadap resistensi obat.


Untuk pasien dengan kemungkinan resistensi obat, biakan dan uji sensitiviti/
resistensi obat setidaknya terhadap isoniazid dan rifampisin seharusnya
dilaksanakan segera untuk meminimalkan kemungkinan penularan.
Cara-cara pengendalian infeksi yang memadai seharusnya dilakukan sesuai tempat
pelayanan.

Standard 12

Pasien yang menderita atau kemungkinan besar menderita tuberculosis yang


disebabkan kuman resisten obat (khususnya MDR/XDR) seharusnya diobati
dengan paduan obat khusus yang mengandung obat anti tuberculosis lini kedua.

Paduan obat yang dipilih dapat distandarisasi atau sesuai pola sensitivity obat
berdasarkan dugaan atau yang telah terbukti.

Paling tidak harus digunakan empat obat yang masih efektif, termasuk obat
suntik, harus diberikan paling tidak 18 bulan setelah konversi biakan.

Cara-cara yang berpihak kepada pasien disyaratkan untuk memastikan kepatuhan


pasien terhadap pengobatan. Konsultasi dengan penyelenggara pelayanan yang
berpengalaman dalam pengobatan pasien dengan MDR/XDR TB harus dilakukan.

Standard 13

Rekaman tertulis tentang pengobatan yang diberikan, respons bakteriologis, dan


efek samping seharusnya disimpan untuk semua pasien.

Standard 14

Uji HIV dan konseling harus direkomendasikan pada semua pasien yang
menderita atau yang diduga menderita tuberkulosis.

Pemeriksaan ini merupakan bagian penting dari manajemen rutin bagi semua pasien
di daerah dengan prevalensi infeksi HIV yang tinggi dalam populasi umum, pasien
dengan gejala dan/atau tanda kondisi yang berhubungan HIV, dan pasien dengan
riwayat risiko tinggi terpajan HIV.
23

Mengingat terdapat hubungan yang erat antara tuberculosis dan infeksi HIV, pada
daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi pendekatan yang terintegrasi
direkomendasikan untuk pencegahan dan penatalaksanaan kedua infeksi.

Standard 15

Semua pasien dengan tuberculosis dan infeksi HIV seharusnya dievaluasi untuk
menentukan perlu/tidak nya pengobatan anti retroviral diberikan selama masa
pengobatan tuberkulosis.

Perencanaan yang tepat untuk mengakses obat anti retroviral seharusnya dibuat
untuk pasien yang memenuhi indikasi.

Bagaimanapun juga pelaksanaan pengobatan tuberculosis tidak boleh ditunda.

Pasien tuberculosis dan infeksi HIV juga seharusnya diberi Kotrimoksazol sebagai
pencegahan infeksi lainnya.

Standard 16

Pasien dengan infeksi HIV yang, setelah dievaluasi dengan seksama, tidak
menderita tuberculosis aktif seharusnya diobati sebagai infeksi tuberculosis laten
dengan isoniazid selama 6-9 bulan.

Standard 17

Semua penyelenggara kesehatan harus melakukan penilaian yang menyeluruh


terhadap kondisi komorbid yang dapat mempengaruhi respons atau hasil pengobatan
tuberkulosis.

Saat rencana pengobatan mulai diterapkan, penyelenggara kesehatan harus


mengidentifikasi layanan-layanan tambahan yang dapat mendukung hasil
yang optimal bagi semua pasien dan menambahkan layanan-layanan ini pada
rencana penatalaksanaan.
24

Rencana ini harus mencakup penilaian dan perujukan pengobata nuntuk


penatalaksanaan penyakit lain dengan perhatian khusus pada penyakit-penyakit
yang mempengaruhi hasil pengobatan, seperti diabetes mellitus, program
berhentimerokok, dan layanan pendukung psikososial lain, atau layanan-
layanan seperti perawatan selama masa kehamilan atau setelah melahirkan.

Standard 18

Semua penyelenggara pelayanan untuk pasien tuberkulosis seharusnya memastikan


bahwa semua orang yang mempunyai kontak erat dengan pasien tuberkulosis
menular seharusnya dievaluasi dan ditatalaksana sesuai dengan rekomendasi
internasional. Penentuan prioritas penyelidikan kontak didasarkan pada
kecenderungan bahwa kontak:
1) menderita tuberkulosis yang tidak terdiagnosis;
2) berisiko tinggi menderita tuberkulosis jika terinfeksi;
3) berisiko menderita tuberkulosis berat jika penyakit berkembang; dan
4) berisiko tinggi terinfeksi oleh pasien.

STANDARD UNTUK KESEHATAN MASYARAKAT


Prioritas tertinggi evaluasi kontak adalah:
 Orang dengan gejala yang mendukung ke arah tuberkulosis.
 Anak berusia <5 tahun.
 Kontak yang menderita atau diduga menderita imunokompromais, khususnya
infeksi HIV.
 Kontak dengan pasien MDR/XDR TB.
 Kontak erat lainnya merupakan kelompok prioritas yang lebih rendah.

Standard 19

Anak berusia <5 tahun dan individu semua usia dengan infeksi HIV yang memiliki
kontak erat dengan pasien tuberkulosis dan setelah dievaluasi dengan seksama, tidak
menderita tuberkulosis aktif, harus diobati sebagai infeksi laten tuberkulosis dengan
isoniazid.

Standard 20
25

Setiap fasiliti pelayanan kesehatan yang menangani pasien yang menderita atau
diduga menderita tuberkulosis harus mengembangkan dan menjalankan rencana
pengendalian infeksi tuberkulosis yang memadai.

STANDARD UNTUK KESEHATAN MASYARAKAT

Standard 21

Semua penyelenggara pelayanan kesehatan harus melaporkan kasus tuberkulosis


baru maupun kasus pengobatan ulang serta hasil pengobatannya ke kantor Dinas
Kesehatan setempat sesuai dengan peraturan hukum dan kebijaksanaan yang
berlaku.
Addendum: Pelaksanaan pelaporan seharusnya difasilitasi dan dikoordinasikan oleh
Dinas Kesehatan setempat, sesuai dengan kesepakatan yang dibuat.
26

BAB IV
PELAKSANAAN PROGRAM TB PARU
DI PUSKESMAS LABUAN TAHUN 2010.

A. Identifikasi Masalah

1. Gambaran Umum
a. Tenaga Kesehatan Yang Berhubungan Dengan Pengelolaan TB
Tenaga Kesehatan yang ada di Puskesmas Labuan tahun 2010 berjumlah
orang, seperti table di bawah ini :

Table. 4.1. Tenaga Kesehatan Yang Berhubungan Dengan P2TB

No Tenaga Kesehatan PNS NON PNS JUMLAH


1 Dokter umum 3 3
2 Perawat 8 10 18
3 Bidan 13 1 14
4 Analis Laboratorium 1 1 2
5 Petugas Obat (Asisten Apoteker) 2 1 3
6 Petugas Rontgen 1 1
Jumlah 28 13 41

b. Struktur Organisasi
4.2. Struktur Organisasi Puskesmas DTP Labuan
27

Kepala Puskesmas

spesialis
TU

Unit 1 Unit 2 Unit 3 Unit 4 Unit 5 Unit 6


Pengobatan Promkes Kesga P2PL Gigi Mulut

Pustu Pusling PKD BIDES

c. Alur Pasien TB
4.3. Gambar Alur Pasien TB di Puskesmas DTP Labuan

P LABORATORIUM
E
N
D RONTGEN
A
F
T
A P 2 TB
R
A
N P OLI

d. Sarana dan prasarana yang ada/tersedia


1) Di Ruang Periksa/Konsultasi
a) Keadaan Ruang Periksa
 Ukuran 4 x 5 meter2
 Ventilasi baik
 Pencahayaan baik
 Mebler memadai
b) Administrasi
 Buku TB.01, TB.02, TB.03, TB.04, TB.05, TB.06, TB.07,
TB.09, TB.10
28

 Poster
 Surat Rujukan lain
c) Alkes
 Tensi meter
 Stetoskop
 Timbangan
d) APD
 Jas
 Hand skun
 Masker
 Anti septic untuk cuci tangan
2) Ruang Tunggu
 Ventilasi dan Pencahayaan Baik
 Mebler cukup
3) Ruang Laboratorium Memadai
4) Ruang Rontgen Memadai
e. Pendanaan
Sementara ini dana di dapat dari
1) Oprasional Puskesmas
2) BOK

2. Hasil Cakupan

Teluk 20, Sukamaju 1,

4.3. Tabel Cakupan

N TR TR TR TR
INDIKATOR TH
O
I II III IV
1 2 3 4 5 6 7
1 Penduduk Kecamatan Labuan 53.250
2 Sasaran/Angka Penjaringan Suspek 1.001
3 Seluruh Susp TB yang diperiksa 124 155 125 129 533
4 Pasien TB BTA (+) yang ditemukan 25 37 27 38 127
5 Pasien TB BTA (+) yang diobati 22 40 29 24 115
6 Pasien TB BTA (-), Ro(+), Klinis(+) yang diobati 4 7 6 6 23
29

7 Pasien TB BTA(+) kambuh 0 0 1 2 3


8 Seluruh Pasien TB (semua tipe) 29 44 34 46 153
9 Pasien TB BTA (+) yang gagal 0 1 0 0 1
10 Pasien TB Anak yang ditemukan 5 6 5 8 24
11 Seluruh Pasien TB yang dicatat 34 50 39 54 177
12 Pasien baru TB BTA (+) yang dilaporkan dalam TB.07 127
13 Perkiraan jumlah Pasien baru TB BTA (+) 47 70 51 71 239
14 Pasien TB (semua tipe) yang dilaporkan dalam TB.07 22 40 30 26 118
15 Pasien baru TB Paru BTA (+) yang konversi 20 19 27 38 104
16 Pasein baru TB BTA (+) yang sembuh 10 26 15 12 63
17 Pasien baru TB BTA (+) sembuh+pengobatan lengkap 14 36 22 17 89
18 Pasien DO 0 1 2 1 4
19 Pasien Meninggal 0 0 0 1 1

3. Analisa Indikator Pelaksanaan Pengobatan TB Paru di Puskesmas Labuan.


a. Angka Penjaringan Suspek
Jml Susp yang diperiksa x 100.000
Jumlah Penduduk
b. Proporsi Pasien TB BTA Positif diantara Suspek
Jml Pasien TB BTA (+) yang ditemukan x 100%
Jml seluruh Susp TB yang diperiksa
c. Proporsi Pasien TB Paru BTA Positif diantara semua pasien TB Paru Tercata
atau diobati.
Jml Pasien TB BTA(+) (baru+kambuh) x 100%
Jml Seluruh Pasien TB (semua tipe)
d. Proporsi pasien TB TB Anak diantara seluruh pasien TB
Jml Pasien TB Anak yang ditemukan x 100%
Jml Seluruh Pasien TB yang dicatat
e. Angka Penemuan Kasus
Jml Pasien baru TB BTA (+) yang dilaporkan dalam TB.07 x 100%
Perkiraan jumlah Pasien baru TB BTA (+)
f. Angka Notifikasi Kasus
Jml Pasien TB (semua tipe) yang dilaporkan dalam TB.07 x 100.000
Jml Penduduk
g. Angka Konversi
30

Jml Pasien baru TB Paru BTA (+) yang konversi x 100%


Jml Pasien baru TB paru BTA (+) yang diobati
h. Angka Kesembuhan
Jml Pasein baru TB BTA (+) yang sembuh x 100%
Jml Pasien baru TB paru BTA (+) yang diobati
i. Angka Keberhasilan Pengobatan
Jml Pasien baru TB BTA (+) (sembuh+pengobatan lengkap x 100%
Jml Pasien baru TB BAT (+) yang diobati
j. Angka Kesalahan Laboratorium
Jml Sediaan yang di baca x 100%
Jml Seluruh Sediaan yang diperiksa

Tabel. 4.4. Indikator Keberkhasilan Program P2TB

WAKTU
NO INDIKATOR SUMBER DATA Target
Triw 1 Triw 2 Triw 3 Triw 4 Tahunan
1 2 3 4 5 6 7 8 9

Angka Penjaringan Daftar Suspek (TB.06)


1
Suspek Data Kependudukan 233 291 235 242 1001 1- 3 %

Proporsi pasien TB
Daftar Suspek (TB.06)
paru BTA+ diantara
2
suspek yang diperiksa
Register TB. Kab (TB.03) 20% 24% 22% 29% 24% 5-15%
Laporan Penemuan TB.07
dahaknya
Proporsi pasien TB
Kartu Pengobatan (TB.01)
paru BTA+ diantara
3
seluruh pasien TB
Register TB. Kab (TB.03) 76% 91% 88% 57% 78% 65%
Laporan Penemuan TB.07
paru
Proporsi pasien TB Kartu Pengobatan (TB.01)
4 Anak diantara seluruh Register TB. Kab (TB.03) 15% 12% 13% 15% 14% 5-15%
pasien TB Laporan Penemuan TB.07
Laporan Penemuan TB.07
Angka Penemuan
5
kasus CDR
Data Perkiraan jumlah pasien 53% > 70%
baru BTA+
Angka Notifikasi Laporan Penemuan TB.07
6
kasus Data Kependudukan 238 -

Kartu Pengobatan (TB.01)


7 Angka Konversi Register TB. Kab (TB.03) 90% 48% 93% 158% 97% 80%
Laporan Konversi (TB.11)
Kartu Pengobatan (TB.01)
Register TB. Kab (TB.03)
8 Angka Kesembuhan
Laporan Hasill Pengobatan 45% 65% 52% 50% 53% 85%
(TB.08)
Kartu Pengobatan (TB.01)
Angka Keberhasilan Register TB. Kab (TB.03)
9
Pengobatan Laporan Hasill Pengobatan 77% 85%
(TB.08)
Angka Kesalahan Laporan Hasil Uji Silang
10
Laboratorium (TB.12) 100% 100% 100% 100% 100% < 5%
31

Catatan :
 Sembuh disini berarti Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap
dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya pada AP (akhir pengobatan) dan
pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya.
 Pengobatan lengkap adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara
lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal

Pembahasan :

a. Angka Penjaringan Suspek adalah 1001 kasus


Prevalensi
Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) di Indonesia adalah 1-3%.
1000-3000 dari 100.000 penduduk terinfeksi. Sedangkan di Puskesmas
Labuan 1001 dari 53.250 penduduk. Berarti 1880 dari 100.000 penduduk.
Sebenarmya masih di bawah rata-rata akan tetapi masih dikategorikan tinggi
karena diatas 1%.
Prevalensi TB Nasional BTA Positif tahun 2004 untuk wilayah Jawa Bali
adalah 110 tiap 100.000 penduduk. Sedangkan untuk Kecamatan Labuan 127
BTA Positif dari 53.250 penduduk. Berarti 238 tiap 100.000 penduduk.
berarti dua kali lipat lebih dari angka Nasional (110 tiap 100.000 penduduk).
Masih tringginya prevalensi BTA positif ini, kemungkinan disebab oleh
beberpa hal, diantaranya :
1) Memang benar Prevalensinya tinggi
2) Banyak penderita dari luar wilayah yang diobati di Puskesmas Labuan,
karena Puskesmas DPT Labuan merupakan Puskesmas Rujukan dari
Puskesmas sekitarnya.
b. Proporsi pasien TB paru BTA positif diantara suspek yang diperiksa
dahaknya adalah 24% tiap tahunnya. Sedangkan angka Nasional 5-15%,
menandakan masih tingginya paparan BTA positif terhadap yang diduga
BTA positif sekitar 1 : 4. Angka ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan
angka Nasional.
c. Proporsi pasien TB paru BTA positif diantara seluruh pasien TB paru adalah
78%. Sedangkan angka Nasional adalah 65%. Berarti dari seluruh Penderita
32

TB paru 78% nya adalah BTA positif. Menandakan masih banyaknya


penderita dengan BTA positif dan masih diatas angka Nasional.
d. Proporsi pasien TB Anak diantara seluruh pasien TB adalah 14% tiap
tahunnya. Berarti 14% dari seluruh penderita TB adalah Anak-anak.
Sedangkan angka Nasional adalah 5-15%. Masih dalam batas angka Nasional
tetapi angkanya batas atas. Dari analisa yang ada kemungkinan angka yang di
dapat bisa lebih tinggi lagi.
e. Angka Penemuan kasus/CDR adalah 53% tiap tahunnya. Sedangkan angka
Nasional adalah diatas 70%. Jadi untuk Puskesmas DTP Labuan baru kurang
lebih setengahnya yang dapat dilacak. Berarti dibutuhkan kerja keras untuk
menemukan kasus baru.
f. Angka Notifikasi kasus adalah 238 tiap tahunnya Penilaiannya ada di
Kabupaten.
g. Angka Konversi adalah 97% tiap tahunnya. Sudah cukup bagus hampir
seluruh penderita TB dikonversi. Sedangkan angka Nasional adalah 80%.
h. Angka Kesembuhan didapat sebanyak 53% tiap tahunnya. Sedangkan angka
Nasional 85%. Masih jauh dari angka Nasional, berarti masih banyak
penderita TB paru yang tidak sembuh, kemungkinan disebabkan oleh
beberapa hal, diantaranya :
1) Tidak memeriksakan dahak sesuai perjalanan penyakitnya.
2) Pengobatan belum selesai
3) Perpanjangan pengobatan
4) Pada saat Konversi BTA pada tiga bulan pengobatan setelah sisipan BTA
masih+ sehingga pengobatan ke pindah Kategori II
5) Tidak mampu untuk beli obat injeksi Streptomicin/Kanamicin ketika
harus masuk ke pengobtan kategori II
6) Tidak kuat obat suntik
7) Tidak teratur disuntik
8) Tidak mau di rujuk ke Rumah sakit.
9) Jatuh pada MDR (Multi Drug Resistant) atau ke XDR (X Drug Resistant)
10) Drop Out
11) Gagal pengobatan
12) Meniggal dunia
13) Pencatatan dan Pelaporan tidak optimal
33

Angka Kesembuhan ini merupakan angka keberhasilan program, sembuh


disini berarti Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan
pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya pada AP (akhir pengobatan)
dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya. Dengan demikian program
P2TB di Puskesmas Labun masih belum memuaskan atau baru setengahnya
yang sembuh.
i. Angka Keberhasilan Pengobatan adalah 77% tiap tahunnya sedangkan angka
Nasional adalah 85%.
j. Angka Kesalahan Laboratorium adalah 100% tiap tahunnya.
Hal ini menunjukkan bahwa pemeriksaan dahak di Laboratorium Puskesmas
DTP Labuan tidak pernah salah. Mungkin disebabkan karena tenaganya
sudah terlatih karena seorang analis murni bukan petugas laboratorium yang
dihasilkan dari pelatihan.
4. Kendala Yang Ada Dalam Pelaksanaan Pengobatan TB Paru di Puskesmas
Labuan.
a. Kurang aktif mencari penderita, karena minimnya dana yang dialokasikan
untuk program TB, jadi hanya temuan dari pasien yang berobat ke Puskesmas
atau dari temuan tenaga kesehatan dan kader yang dirujuk ke Puskesmas.
b. Sulit membendung pasien dari wilayah lain untuk berobat di Puskesmas
Labuan.
c. Sulitnya memantau kepatuhan penderita untuk makan obat walau sudah ada
PMO (Pengawas Menelan Obat).
d. Terkadang pasien tidak datang untuk memeriksakan diri hanya menyuruh
orang lain atau keluarganya untuk mengambil obat. Dan sering terlambat
untuk makan obat.
e. Pasien tidak memeriksakan dahak sesuai perjalanan penyakitnya.
f. Tidak mampu untuk beli obat injeksi Streptomicin/Kanamicin ketika harus
masuk ke pengobtan kategori II
g. Tidak kuat obat suntik.
h. Tidak teratur disuntik.
i. Tidak mau di rujuk ke Rumah sakit.
j. Jatuh pada MDR (Multi Drug Resistant) atau ke XDR (X Drug Resistant)
k. Drop Out
l. Gagal pengobatan
34

m. Pencatatan dan Pelaporan tidak optimal, karena banyaknya buku yang harus
diisi petugas dalam melakukan pencatatan dan pelaporan tidak terkejar
sehingga pengisian tidak optimal.

B. Solusi Pemecahan Masalah

Pelaksanaan Pengobatan TB Paru di Puskesmas Labuan Tahun 2010 pada dasarnya


masih jauh dari memuaskan, upaya yang telah dilakukan :
1. Dokter ditunjuk sebagai koordinator pelayanan rawat jalan
2. Pertemuan secara periodik dengan petugas yang terkait (BP, KIA, UGD,
PUSTU/PUSLING dan pembina desa) tentang pelayanan TB harus terus di
gencarkan.
3. Penyuluhan tentang TB di radio dan melalui kegiatan “Maung Pande”.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

C. Kesimpulan

1. Pelaksanaan Pengobatan TB Paru di Puskesmas Labuan Tahun 2010.

a. Masih jauh dari memuaskan karena


1) Dalam penjaringannya tidak optimal masih ada 468 penderita yang belum
ditemukan. 533 dari 1001.
2) Proporsi pasien TB paru BTA+ diantara suspek yang diperiksa dahaknya
24%, sekitar 1: 4.
3) Proporsi pasien TB Anak diantara seluruh pasien TB adalah 14%, masih
berkisar angka Nasional, angka ini bias lebih tinggi lagi bila dilakukan
penjaringan aktif.
4) Angka Penemuan kasus/CDR belum memuaskan karena masih dibawah
angka Nasional (53% dari 70%).
5) Angka Konversi sangat baik yaitu 97%, hampir semua pasien BTA+
dikonversi.
6) Angka Kesembuhan 53%, angka ini merupakan indikator keberhasilan
program TB. Hanya sekitar setengahnya penderita TB paru yang sembuh,
35

masih banyak yang tidak sembuh kemungkinan disebabkan oleh beberapa


hal, diantaranya :
a) Tidak memeriksakan dahak sesuai perjalanan penyakitnya.
b) Pengobatan belum selesai
c) Perpanjangan pengobatan
d) Pada saat Konversi BTA pada tiga bulan pengobatan setelah sisipan
BTA masih+ sehingga pengobatan ke pindah Kategori II
e) Tidak mampu untuk beli obat injeksi Streptomicin/Kanamicin ketika
harus masuk ke pengobtan kategori II
f) Tidak kuat obat suntik
g) Tidak teratur disuntik
h) Tidak mau di rujuk ke Rumah sakit.
i) Jatuh pada MDR atau ke XDR
j) Drop Out
k) Gagal pengobatan
l) Meniggal dunia
m) Pencatatan dan Pelaporan tidak optimal
7) Angka Keberhasilan Pengobatan sangat rendah 77%, masih di bawah
angka Nasional yaitu 85%.

b. Masih ada yang dapat dibanggakan diantaranya


1) Angka konversi cukup baik
2) Tidak ditemukan adanya kesalahan Pemeriksaan laboratorium

2. Kendala Yang Ada Dalam Pelaksanaan Pengobatan TB Paru di Puskesmas


Labuan Tahun 2010
a. Kurang aktif mencari penderita, karena minimnya dana yang dialokasikan
untuk program TB, jadi hanya temuan dari pasien yang berobat ke Puskesmas
atau dari temuan tenaga kesehatan dan kader yang dirujuk ke Puskesmas.
b. Sulit membendung pasien dari wilayah lain untuk berobat di Puskesmas
Labuan.
c. Sulitnya memantau kepatuhan penderita untuk makan obat walau sudah ada
PMO (Pengawas Menelan Obat).
36

d. Terkadang pasien tidak datang untuk memeriksakan diri hanya menyuruh


orang lain atau keluarganya untuk mengambil obat. Dan sering terlambat
untuk makan obat.
e. Pasien tidak memeriksakan dahak sesuai perjalanan penyakitnya.
f. Tidak mampu untuk beli obat injeksi Streptomicin/Kanamicin ketika harus
masuk ke pengobtan kategori II
g. Tidak kuat obat suntik.
h. Tidak teratur disuntik.
i. Tidak mau di rujuk ke Rumah sakit.
j. Jatuh pada MDR (Multi Drug Resistant) atau ke XDR (X Drug Resistant)
k. Drop Out
l. Gagal pengobatan
3. Pencatatan dan Pelaporan tidak optimal, karena banyaknya buku yang harus
diisi petugas dalam melakukan pencatatan dan pelaporan tidak terkejar
sehingga pengisian tidak optimal.
4. Solusi yang telah dilakukan diantaranya :
a. Dokter ditunjuk sebagai koordinator pelayanan rawat jalan
b. Pertemuan secara periodik dengan petugas yang terkait (BP, KIA, UGD,
PUSTU/PUSLING dan pembina desa) tentang pelayanan TB harus terus
di gencarkan.
c. Penyuluhan tentang TB di radio dan melalui kegiatan “Maung Pande”.

B. Saran

Pelaksanaan Pengobatan TB Paru di Puskesmas Labuan Tahun 2010 pada dasarnya


masih jauh dari memuaskan, banyak hal yang harus diperbaiki, terutama :.
1. Dialokasikan dana khusus untuk keberhasilan program TB, baik dana untuk
petugas, dana untuk PMO ataupun untuk penderita. Termasuk dana untuk
pelacakan, penyuluhan dan lainnya.
2. Digencarkannya penyuluhan Kesehatan tentang TB saat Posyandu, Pusling,
ataupun saat ada perkumpulan dengan masyarakat Maung Pande.
3. Bekerja sama dengan LSM baik LSM dalam negeri ataupun luar negeri.
4. Untuk memantau keberhasilan Pengobatan sebaiknya dilakukannya kunjungan
rumah (Home Visit) kepada penderita TB, terutama pada yang membandel.
37

5. Dioptimalkannya Pencatatan dan Pelaporan Data TB


6. Sering di supervise baik dari Dinkes, Kepala Puskesmas ataupun dokter.
7. Ada dokter yang khusus betanggung jawab terhadap keberhasilan program TB.
8. Ada penelitian berkala sesuai dengan prioritas masalah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Edisi 2 Cetakan


Pertama Jakarta, 2007 ; 616.99524/Ind/P
2. Depkes RI, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Cetakan ke-10
Jakarta, 2006; 616.99524/Ind/P
3. Depkes RI, Survei Prevalensi Tuberkulosis di Indonesia 2004, Jakarta, 2005;
ISBN979-8270-46-0
4. Depkes RI, Pedoman Manajemen Obat Anti Tuberkulosis (OAT), Jakarta,2002.
5. Prihatini S. Directly observed tretment shortcourse (DOTS). Simposium
Tuberkulosis Terintegrasi Jakarta, Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Rumah Sakit Persahabatan, 1998.
6. Kapita Selekta Kedokteran hal 474-476, Edisi ke 3, Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia 1999.
7. WHO, Global Tuberculosis Control, Surveilance, Planning, Financing. WHO
Report 2006, Geneva, 2006; WHO/HTM/TB/2006.362
8. WHO, Treatment of Tuberculosis; Guidelines for National Programmes, 3nd
edition, Geneva, 2003; WHO/CDS/TB/2003.313
9. Profil Kesehatan Puskesmas DTP Labuan tahun 2009
38

Anda mungkin juga menyukai