PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
yaitu pulau Sumatera dan terletak di ujung barat nya pulau Sumatera.
Aceh juga memiliki Ibu Kota, yaitu Banda Aceh. Luas besaran 58.377
memiliki daya alam yang melimpah seperti minyak bumi dan gas alam
yang manamembuat Aceh disebut dengan daerah yang makmur dan juga
episentrum gempa bumi Samudra Hindia. Hai ini yang menyebabkan Aceh
pernah di Landa Gempa dan Tsunami sejak lama dan kadang- kadang
masih muncul.
Aceh memiliki kemashuran sebutan Aceh Darussalam (1511-1945)
dan Provinsi ini di bentuk pada 1956 silam yang diberi nama Aceh
sebelum di ubah menjadi Daerah Istimewa pada tahun 2001 hingga 2009
yang lalu dan kembali ke nama awalnya yaitu Aceh sejak 2009. Dalam
Pasifik ( India ).
sebenarnya dari sumber yang masih ada perdebatan dari mana awal
masuknya Islam di Aceh, ada yang berpendapat sudah mulai dari masa
ketiga.
Islam, dan Kesultanan Aceh sendiri adalah lanjutan dari kerjaan Aceh
yang sebelumnya yaitu Samudra Pasai yang hancur di abad ke-14 akibat
sekarang yang disebut Banda Aceh dengan Sultan Pertamanya Sultan Ali
Mughayat Syah.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
A. Samudra Aceh
Kerajaan Aceh atau Kesultanan Aceh terletak di utara Pulau
Sumatera dengan ibu kota Bandar Aceh Darussalam. Kerajaan Aceh
berdiri menjelang keruntuhan Samudra Pasai. Aceh berdiri sekitar
abad ke-16, di mana pada masa itu jalur perdangangan lada yang
semula melalui Laut Merah, Kairo, dan Laut Tengah diganti melewati
Tanjung Harapan dan Sumatera. Hal ini membawa perubahan bagi
perdagangan Samudra Hindia, khususnya Kerajaan Aceh. Pedagang yang
rata-rata pemeluk agama Islam lebih suka berlayar melewati utara
Sumatera dan Malaka (Lombard, 2006:61-63).
B. Kehidupan Politik
Pada awalnya, Kerajaan Aceh merupakan wilayah kekuasaan dari
Kerajaan Pedir. Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis, Kerajaan
Aceh semakin berkembang hingga akhirnya melepaskan diri dari
Kerajaan Pedir.
Kerajaan Aceh terletak di Pulau Sumatera bagian Utara, berdekatan
dengan jalur pelayaran internasional. Sementara wilayah Kerajaan
Aceh terbentang dari daerah Deli sampai semenanjung Malaka. Kerajaan
Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada
Ahad, 1Jumadil Awal 913 H atau pada tanggal 8 Septembet 1507 M.
Kerajaan Aceh memiliki sistem pemerintahan yang teratur sesuai
dengan hukum Islam. Kerajaan Aceh juga mewujudkan pusat-pusat
pengkajian ilmu pengetahuan dan menjalin hubungan diplomatik dengan
bangsa lain.
Sultan Kerajaan Aceh dibantu oleh beberapa pejabat tinggi dalam
mengatur pemerintahan. Beberapa pejabat tinggi tersebut meliputi
berikut ini.
1. Syahbandar, merupakan petugas yang mengurus masalah
perdagangan di pelabuhan.
2. Teuku Kadhi Malikul Adil, merupakan hakim tinggi dalam hukum
dan pemerintahan.
3. Wazir Seri Maharaja Mangkubumi, yaitu pejabat yang mengurus
segala Hulubalang, seperti peran Menteri Dalam Negeri
4. Teuku Keurukon Katibul Muluk, yaitu pejabat yang mengurus
sekretariat negara termasuk penulis surat resmi kesultanan.
Perkembangan politik pemerintahan di Kerajaan Aceh mengalami
pasang surut seiring dengan dengan pergantian pemimpin dan kebijakan
yang dilaksanakan. Berikut ini beberapa sultan yang memerintah
kerajaan Aceh.
1. Sultan Ali Mughayat Syah
Sultan Ali Mughayat Syah adalah raja pertama Kerajaan Aceh.
Dibawa kekuasaanya, Kerajaan Aceh melakukan perluasan ke
beberapa daerah di Sumatera Utara, seperti daerah Daya dan
Pasai. Sultan Ali Mughayat Syah juga mengadakan serangan
terhadap kedudukan Portugis di Malaka dan penyerangan
terhadap Kerajaan Aru.
2. Sultan Salahudin
Setelah Sultan Ali Mughayat Syah wafat,pemerintahan
dilanjudkan oleh putranya yang bernama Sultan Salahudin. Pada
masa pemerintahan Sultan Salahudin, keadaan pemerintahan
semakin melemah sehingga kerajaan mengalami kemunduran. Oleh
sebab itu, pada tahun 1537 M Sultan Salahudin digantikan
saudaranya yang bernama Sultan Alauddin Riayat Syah.
3. Sultan Alauddin Riayat Syah
Sultan Alauddin Riayat Syah memerintah Kerajaan Aceh sejak
tahun 1537-1568 M. Pada masa pemerintahannya, Aceh berkembang
menjadi bandar perdagangan Islam di Asia. Kedudukan Aceh yang
strategis menjadikan bandar transit lada dari Sumatera dan
rempah-rempah dari Maluku. Perkembangan Kerajaan Aceh ini
mengalami gangguan dari Portugis yang berusaha menanamkan
pengaruhnya. Guna mengamankan perdagangan, Kerajaan Aceh
membangun angkatan laut yang kuat dan menjalin hubungan
diplomatik dengan Turki Ottoman yang dianggap memegang
kedaulatan Islam tertinggi pada masa itu.
4. Sultan Iskandar Muda
Kerajaan Aceh mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Sultan
Iskandar Muda. Ia naik tahta pada awal ke-17 menggantikan
Sultan Alauddin Riayat Syah. Beberapa kebijakan yang
dilakukan oleh Sultan Iskandar Muda adalah sebagai berikut:
a) Membagi aturan hukum dan tata negara ke dalam empat bidang
yang sesuai dengan tatanan kebudayaan masyarajat Aceh.
b) Membangun angkatan perang dan melakukan ekspedisi angkatan
laut ke berbagai wilayah.
c) Melakukan menajemen politik dengan melakukan kontrol di
dalam negeri.
d) Membagi wilayah Aceh dalam beberapa wilayah administrasi
yang dinamakan uleebalang dan mukmin.
e) Membina hubungan dengan bangsa luar.
f) Merebut pelabuhan penting di pesisir barat dan timur
Sumatera.
5. Sultan Iskandar Thani
Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Thani, ia lebih
memperhatikan pembangunan dalam negeri dari pada politik
ekspansi. Oleh sebab itu, meskipun hanya memerintah selama 4
tahun, Aceh mengalami suasana damai. Hukum yang berdasarkan
syariat Islam sangat ditegakkan. Hubungan dengan wilayah
taklukan dijalankan dengan suasana liberal, bukan tekanan
politik atau militer. Masa pemerintahan Sultan Iskandar Thani
juga ditandai oleh perhatian terhadap studi agama Islam.
Sepeninggal Sultan Iskandar Thani, Kerajaan Aceh mengalami
kemunduran. Hal ini dikarenakan pertahanan Kerajaan Aceh
mulai melemah yang diikuti dengan pelepasan daerah
kekuasaanya.
C. Kegiatan Ekonomi
Perekonomian Kerajaan Aceh berkembang karena didukung oleh
beberapa faktor sebagai berikut:
1. Letak ibu kota Kerajaan Aceh yang sangat strategis yaitu di
pinti gerbang dari India dan Timur Tengah yang akan ke Malaka,
Cina, atau ke Jawa.
2. Pelabuhan Aceh (Olele) memiliki persyaratan yang baik sebagai
pelabuhan dagang.
3. Daerah Aceh kaya akan tanaman lada yang merupakan komoditas
ekspor penting.
4. Jatuhnya pelabukan Malaka ke Portugis menyebabkan perdagangan
Islam banyak yang singgah ke Aceh, apalagi setelah jalur
pelayaran beralih melalui sepanjang pantai Barat Sumatera.
D. Kehidupan Sosial Budaya
Struktur organisasi masyarakat Aceh terdiri atas empat golongan,
yaitu Teuku (kaum bangsawan yang memegang kekuasaan pemerintahan
sipil), Tengku (kaum ulama yang memegang peran penting dalam
keagamaan), Hulubalang atau Ulebalang (para prajurit), dan rakyat
biasa. Antara golongan Tengku dan Teuku biasanya sering terjadi
persaingan yang kemudian melemahkan Aceh.
Perkembangan Kebudayaan di Aceh lebih bernuansa Islam. Hal ini
terlihat pada beberapa peninggalan seperti masjid Baiturrahman, buku
Bustan al-Mustafid
E. Pengaruh Keberadaan Kerajaan Aceh