Anda di halaman 1dari 9

DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM

A. Sinopsis
Yasin merupakan anak tunggal dari keluarga uluan. Dia seorang pemuda yang baru berumur dua
puluh tahun.Sekarang tinggalah ia berdua saja dengan ibunya.Ketika ia berumur 9 tahun ayahnya
meninggal dunia. Setiap hari Yasin dan ibunya berjualan hasil kebun ke enam belas ilir, sungai musi
palembang Suatu pagi ketika perahu Yasin melewati sebuah rumah besar ia melihat seorang yang
termashur cantik di negeri itu. Gadis itu bernama molek. Ia baru berumur 17 tahun. Ia anak dari Raden
Mahmud yang terkenal kaya raya. Semenjak itu, setiap Yasin melewati rumah Molek mereka saling
berpandangan, Tanpa saling mengenal, mereka saling jatuh cinta. Akhirnya pada suatu hari mereka
ketemuan. Setelah betemu dengan Molek, Yasin kembali ke panggiran. Selang beberapa waktu ibu
Yasin, bibi Munah, ayah dan bunda pesirah Thalib datang meminang Molek. Tapi mereka pulang dengan
tangan hampa, karena Cek Sitti berterus terang bahwa Molek tidak dapat diserahkan kepada orang
Uluan. Ia menangis dan menangis akhirnya ibunya tahu, kalau Molek menangis karena ibunya menolak
pinangan keluarganya Yasin. Setelah tahu hal itu, ibunya Molek menjadi marah dan murka. Kemudian ia
pun memberitahu Raden Mahmud. Ayahnya sangat marah kepada Molek. Ia ditampar, ditempeleng dan
mengatai Yasin dengan kata-kata yang pedas. Molek dibenci oleh orangtuanya, seolah-olah ia
melakukan dosa besar. Ayahnya mengancam, kalau Yasin datang lagi menemui Molek, maka ia akan
binasa.

Pada suatu hari Molek dipinang oleh Syaid Mustafa, yaitu seorang arab yang ternama kaya dan
berharta di kota Palembang. Pinangan itu diterima. Walaupun ia bukan keturunan nabi atau berasal dari
tanah suci. Molek dan Yasin putus asa dengan keadaannya. Pada malam esoknya ia akan dikawinkan,
Molek ingin bertemu dahulu dengan Yasin. Akhirnya merekapun bertemu. Mereka saling melepas rindu.
Namun ketika pertemuan itu berlangsung tiba-tiba ombak menghantam perahu Yasin sehingga mereka
berpisah. Setelah pernikahan itu, orangtua Molek pergi untuk beribadah haji. Sejak menikah Molek
sering termenung dan sendiri. Suaminya tidak mencintai, ia sering ditinggal suaminya itu. Ternyata dia
hanya ingin menguasai harta dan kekayaan orang tua Molek saja, bahkan suaminya itu tak
menafkahinya sehingga ia sangat menderita. Dalam kesendiriannya itu, Molek menulis surat buat Yasin;
isi surat itu, menyatakan penderitaan Molek selama ini dan ingin bertemu dengan Yasin. Sebenarnya
pertemuan itu pertemuan terakhir. Setelah menerima surat dari Molek, Yasin dengan segera menemui
Molek. Dalam pertemuan itu, Molek menjatuhkan diri memeluk kaki Yasin. Ia meminta maaf karena
telah menikah dengan laki-laki lain. Perlahan Yasin mengangkat tubuh Molek dan memeluknya. Sambil
berkata bahwa Molek tidak bersalah. Tapi Molek tiba-tiba menjadi kasar kepada Yasin. Ia mnyuruh Yasin
untuk pergi meninggalkannya. Yasin terkejut dengan sikap Molek itu. Ia pun pegi meninggalkan rumah
Molek. Setelah kejadian itu, ia menemukan sebuah surat terakhir dari Molek. Isi surat itu yaitu demi
menjaga kemuliaan cintanya kepada Yasin lebih baik ia berputih tulang.

Surat pertama dari Yasin ia bawa ke liang lahatnya dan Molek pun menulis kalau ia akan
menunggu Yasin di akhirat. Yasin ingin menggagalkan niat kekasihnya itu namun ia gagal. Esoknya ia
mengetahui kalau Molek telah meninggal dunia. Beberapa hari Yasin tinggal di kuburan Molek bersama-
sama dengan orang yang mengaji buat arwah Molek. Beberapa minggu sesudah itu Yasin pulang ke
dusunnya Beberapa lamanya yasin tinggal bersama-sama ibunya di sungai Lematang. Suatu hari ibunya
sakit, lalu dibawanya ke dusun Gunung Megang. Disanalah ibunya berpulang dan beberapa hari sesudah
itu hilanglah Yasin dari dusun kecil itu dan seorang pun tahu kemana peginya Yasin. Pada suatu tempat
rimba lebat di gunung Seminung, di pekan dusun Sukau tinggalah seorang laki-laki telah lanjut dan ia
adalah Yasin. Disana Yasin bersahabat dengan anak muda yang bernama Rahma. Yasin menjadi orang
tua yang saleh dan taat beribadah. Suka menolong siapapun dengan segala tenaganya tanpa pamrih.
Hidupnya aman dan sentosa seakan-akan setiap waktu disinari oleh cahaya Illahi.

B.UNSUR INTRINSIK
1)TEMA : PERSOALAN CINTA

2)PENOKOHAN

· Yasin
Pemuda yang rajin beribah dan baik hati ini memiliki watak yang sedikit pendiam.“sejak pulang dari
Palembang itu pekertinya yang pendiam itu se-olah2 menjadi bertambah pendiam lagi” (Alisjahbana,
1986:25).
· Molek
Walaupun ia dilahirkan dari keluarga yang kaya raya dan dari keturunan bangsawan, tetapi Molek tidak
pernah menjadi angkuh pula dan ia juga tidak pernah membeda-bedakan orang berdasarkan harta dan
keturunan. Molek adalah sosok yang rendah hati dan hormat kepada orangtuanya, Molek sangat
mencintai Yasin.

“lagi pula rupanya kerendahan hatinya dan pekertinya yang pengasih dan penyayang itu amat
berlawanan dengan perasaan kesombongan dan keangkuhan yang acap kali terdapat pada orang yang
mengaku dirinya bangsawan dan dengan hal yang demikian, Molek bolehlah dibandingkan dengan
bunga mawar yang tinggal suci tumbuh di-tengah2 semak yang rapat” (Alisjahbana, 1986:50).

· Raden Mahmud dan Cek Sitti


Ayah dan Ibu dari Molek ini adalah saudagar yang ternama di Palembang. Walaupun begitu, mereka
memiliki sifat yang angkuh dan hanya memandang seseorang dari hartanya. Mereka juga menerima
pinangan Sayid Mustofa untuk meminang Molek hanya karena harta dan keturunan. Padahal Molek
hanya mencintai Yasin.

“pada suatu hari Molek dipinang oleh Sayid Mustofa, yaitu seorang Arab yang ternama kaya dan
berharta di kota Palembang. Pinangan itu diterima oleh Raden Mahmud dengan istrinya, sebab
meskipun Sayid Mustofa itu bukan seorang bangsawan Palembang, tetapi pada pemandangannya
mereka drajatnya tiada kurang, karena ia keturunan nabi dan berasal dari Tanah Suci” (Alisjahbana,
1986:93).

· Ibunda Yasin
Ia menjadi orangtua tunggal semenjak ditinggal mati suaminya, ia adalah ibu yang baik, sosok yang halus
budinya, dan peka terhadap perasaan anaknya.
“bunda yang penuh kasih-sayang itupun teruslah meng-amat2i anaknya itu. Dalam peralatan itu lebih
nyatalah kepadanya, bahwa pekerti Yasin sebenarnya telah berubah tiada seperti biasa lagi”
(Alisjahbana, 1986:36).
3) ALUR/PLOT

Alur Maju

Alur atau plot pada Novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM, menggunakan alur maju. Yaitu diceritakan
dari awal pertemuan antara Molek dan Yasin hingga akhir dari kisah mereka secara beruntut.

Pengembangan Plot

Pada pengembangan plot dalam novel ini, ditunjang oleh adanya perkenalan, permunculan konflik,
peningkatan konflik, klimaks dan penyelesaian.

 Tahap perkenalan/penyituasian pada tahapan ini pengarang perkenalkan tokoh-tokoh yang


terdapat dalam cerita.

“menilik pada badannya dan lengannya nyatalah ia bukan seorang yang besar dalam bujikan, dalam
cumbuan, bahkan sebaliknya.” Halaman 3

 Tahap permunculan Konflik yang terkandung dalam novel ini, yaitu ketika Yasin mengutarakan isi
hatinya kepada ibunya tentang perasaannya kepada Molek putrid Raden Mahmud.

“beberapa lamanya Yasin menundukkan kepalanya melihat batu2 kecil ditepi air yang ber-cahaya2
rupanya disinari matahari. Sekonyang2 iapun memalingkan mukanya kepada mata ibunya yang terang
dan tajam seakan2 hendak meng-amat2i berubah atau tidakkah ia mendengar perkataannya: “Bunda,
sejak kita pergi ke Palembang baru ini, jatuh cinta…kepada anak Raden Mahmud.” “mata perempuan
itupun terbelalak, tetapi Yasin segera menyambung perkataannya” “ya, anak Raden Mahmud saudagar
yang kaya itu. Tetapi ibu tak boleh heran, ibu tak boleh menyangkal, ibu harus menerima hal itu seperti
aku menerima dia.” Halaman 43

 Tahap Peningkatan Konflik yang terdapat dalam novel ini, yaitu ketika ibunda Yasin dan sanak
keluarga pergi melamar Molek namun pada akhirnya lamaran itu ditolak mentah-mentah oleh orangtua
Molek.

“belum selang beberapa lama ibu Yasin dengan dua orang perempuan lain dan seorang laki2 turun dari
rumah yang besar itu, balik dari meminang Molek. Mereka pula dengan hampa tangan, karena cek Sitti
berkata terus terang bahwa anaknya yang bungsu itu tak dapat diserahkan kepada orang Uluan.
Jodohnya mesti seorang bangsawan seperti dia pula.” Halaman 82

 Tahap Klimas yang terdapat dalam novel ini, yaitu ketika Molek bersedih memikirkan nasib
cintanya dengan Yasin yang terhalang karena kebangsawanannya.

“dengan tiada dirasainya melelehlah air matanya dipipinya yang lembut itu. Sungguh iba hatinya
memikirkan kemalangannya itu…kebangsawanan, kemuliaan orang itu, terasa kepada Molek sebagai
suatu beban yang memberati hidupnya. Mengapakah ia turun ke dunia sebagai orang bangsawan?
Baginya lebih baik, lebih mujir dan berbahagia ia lagi, kalau ia lahir sebagai orang biasa, orang yang tiada
meninggi-ninggikan dirinya, karena keturunan, yang pada hakekatnya hampa-kosong itu. O, kalau ia lahir
sebagai orang kebanyakan, orang yang tiada berbangsa, berapalah beruntung dirinya! Jurang-jurang
yang dalam, yang menceraikan dia dengan kekasihnya itu, tentu tak kan ad, pastilah dapat hidup
berbahagia dengan buah hatinya itu.” Halaman 85

 Tahap penyelesaian yang terdapat dalam novel ini, yaitu ketika Molek telah benar-benar hancur
dan dia memutuskan untuk meninggalkan dunia agar ia bisa tenang hidupnya.

“kakandaku, jiwaku! Mengapakah maka tiap2 perceraian itu penuh kesedihan, se-akan2 penderitaan
yang sudah2 belum cukup beratnya. Aku tiada menaruh dendam dan dengki, tiada pada orang tuaku
yang menyebabkan sekalian penderitaan ini dan tiada pula pada suami duniaku yang menjadikan aku
perkakas untuk mencapai napsu keduniaannya pada masa aku hendak meninggalkan dunia yang fana
ini, harus aku bersihkan dulu diriku dari sekalian yang rendah dan tiada layak itu, agar tak ada yang
menghalangi aku berpindah ketempat ruh dan arwah dengan wajah kakanda yang mulia itu.” Halaman
143

 Konflik Internal, yaitu konflik yang terjadi di dalam diri tokoh utama.
Sungguh iba hatinya memikirkan kemalangannya itu…kebangsawanan, kemuliaan orang itu, terasa
kepada Molek sebagai suatu beban yang memberati hidupnya. Mengapakah ia turun ke dunia sebagai
orang bangsawan? Baginya lebih baik, lebih mujir dan berbahagia ia lagi, kalau ia lahir sebagai orang
biasa, orang yang tiada meninggi-ninggikan dirinya, karena keturunan, yang pada hakekatnya hampa-
kosong itu. O, kalau ia lahir sebagai orang kebanyakan, orang yang tiada berbangsa, berapalah
beruntung dirinya! Jurang-jurang yang dalam, yang menceraikan dia dengan kekasihnya itu, tentu tak
kan ad, pastilah dapat hidup berbahagia dengan buah hatinya itu.” Halaman 85

 Konflik Eksternal, yaitu konflik yang terjadi di lingkungan luar tokoh utama.
“ayahnya sangat marah kepadanya, sehingga tak sedikit juapun tampak kasih sayangnya. Ia ditampar,
ditempelengnya, dan berbagai perkataan yang pedih2 dikatakannya terhadap kepada Yasin kekasihnya
itu.”Halaman 92

“Sitti berkata terus terang, bahwa anaknya yang bungsu itu tak dapat diserahkan kepada orang Uluan.
Jodohnya mesti seorang bangsawan seperti dia pula.”Halaman 82

 Akhir suatu cerita dalam novel ini, yaitu menampilkan adegan sebagai penyelesaian yang terkait
dengan adanya rasa kesedihan (sad ending). Karena Yasin tak dapat bersatu dengan kekasihnya Molek di
dunia. Novel ini juga merupakan Novel terbuka, karena membiarkan pembaca menentukan sendiri
kelanjutan dari kisah kehidupan Tokoh utamanya.

4) LATAR

Latar Tempat :
Palembang : “Hatta pada suatu hari tiba pulalah Yasin di Palembang membawa para dan
pisangnya.” Halaman 70
Penaggiran : “Di ruang tengah rumah pesirah Talib di dusun Penanggiran duduklah pada suatu
petang Yasin dengan ibunya, Muluk dan pesirah Talib dengan isterinya.” Halaman 75

Gunung Megang : “Di gunung Megang lima hari lamanya mereka berunding dengan Bibi
Munah” Halaman 80

Kuburan : “Beberapa hari Yasin tinggal di kubur ber-sama dengan orang yang mengasikan
arwah perempuan yang berpulang itu”. Halaman 147

Perahu : “sebuah layang2 jatuh dekat Yasin ditengah sampan2 yang menanti itu. Sekalian
sampan itu oleng dan air ber-ombak2, galah meranting diatasperahu.” Halaman 17

Sungai Musi : “sesungguhnya amat sedap pemandangan di Sungai Musi pada waktu dini hari.
Ketika kesunyian malam ketika kesunyian malam lambat laun berubah menjadi kesibukan
siang.”Halaman 5

Pasar : “Yasin telah menjual perahunya. Ia pergi membeli2 ke pasar enam belas Ilir, sebab
esok hari ia akan pulang ke dusun” Halaman 15

Dapur : “Cek Sitti, isteri Raden Mahmud, duduk di dapur menjerangkan air panas. Tiap2 pagi,
setelah sembahyang subuh, itulah kerjanya, sebab sebelum suaminya pergi ke took di Enam belas Ilir
diberinya minum kopi dan makan kue2 dahulu.” Halaman 9

Latar Waktu :
Malam : “malam itu jua ditulisnyalah surat kepada Molek, dan setelah selesai redalah rasa
hatinya.”Halaman 103

Pagi : “keesokan harinya pagi-pagi duduklah ia diujung perahunya, menanti2kan Molek member
isyarat kepadanya.” Halaman 71

Siang : “lewat Lohor sedikit mereka naik perahu dan berdayung ke dekat rumah Raden Mahmud
kembali.” Halaman 15

Sore :“kira2 pukul lima ia dibangunkan bundanya; sambil mengeluh iapun berdirilah dan dari
badannya mengalir peluh sangat banyaknya.”Halaman 17

“matahari yang hampir terbenam itu mencurahkan cahayanya yang penghabisan”

Latar Suasana :
Sedih : “keesoakan harinyaketika Molek bangun amat-amat berat kepalanya se-malam2an ia menangis
karena memikirkan kemalangannya. Ayahnya sangat marah kepadanya, sehingga tak sedikit juapun lagi
tampak kasih-sayangnya. Ia ditampar, ditempelengnya dan ber-bagai2 perkataan yang pedih2
dikatakannya terhadap kepada Yasin kekasihnya itu.” Halaman 92

Bahagia :“sejurus lamanya Molek menurutkan perasaan yang nikmatitu. Setelah reda gelora cinta itu, ia
pun terus menulis, demikian bunyinya : “tiada dapat adinda katakana betapa girang hati adinda
menerima surat kakanda itu. Sekarang sea-akan2 sudah terbuka bagi adinda suatu jalan kea rah tempat
yang mulia, yang telah lama ter-bayang2 oleh adinda.” Halaman 63
Gelisah : “sedang orang bergirang hati,bersenda gurau dan bercumbu2an, ia harus hadir di tempat ber-
suka2an itu dengan hati yang penuh gundah gulana dan pikiran yang kusut. Pertentangan, keriangan
yang dilihat dan didengarnya dengan batinnya yang kacau-balau itu laksana olehnya seolah2 sebilah
sembilu yang tipis dan tajam yang disayatkan pada dagingnya lambat2, perlahan2…..pedih sedikit2,
menyayat lambat2,…tetapi terus mendalam! Halaman 39

Latar Atmosfer :
”Belum seorang juapun sampai kesanadanudaranya yang lembab se-akan2 uap uap tanah yang hitam
dan amat subur itu.”

“ Dalam gelap-gulita itu iapun berjalan dengan tiada tentu arah tujuannya, laksana kapal kehilangan
pedoman.”

”Angin pagi sejuk itu berembus menyegarkan badannya dan ketika itu tetap pikirannya hendak
mencegah kekasihnyanmengerjakan pekerjaan yang ngeri itu.”

5) AMANAT

1. Tidak selamanya harta dapat memberikan kebahagiaan.


2. Cintailah seseorang dengan tulus, jangan hanya melihat harta tapi lihat juga bagaimana dia bisa
membuat kita bahagia.
3. Seburuk apapun orang tua, kita sebagai anak harus tetap patuh kepadanya.
4. Manusia harus sabar dan tawakal menghadapi segala macam cobaan dan penderitaan keran
sesungguhnya dalam kesulitan itu ada kemudahan.

6) POINT OF VIEW

Sudut pandang yang dipergunakan oleh pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh yaitu sudut
pandang persona ketiga (ia, dia). Yang dalam hal ini, pengarang sebagai pengamat (sebagai narator).
Selain itu juga, pengarang menyebutan langsung nama dari tokoh-tokoh yang berperan dalam tiap-tiap
peristiwa pada novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM.

7) GAYA BAHASA

Di dalam novel DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAMini, terdapat beberapa Gaya bahasa diantaranya
yaitu :
1. Simile : perbandingan dua hal yang hakekatnya berlainan, akan tetapi sengaja dianggap sama:
seperti, sebagai, ibarat, dan sebagainya.
“sungai musi yang lebar itu berkilau-kilauan seolah2 sebuah cermin yang amat besar.” Halaman 3
“lampu dirumah dan diperahu terbayang, gelisah seperti ular melata di tempat yang licin.” Halaman 3
“rambut yang hitam dan lebat berserak dipunggungnya yang kuning seperti gading pilihan.” Halaman 7
“mengapakah engkau tersenyum Molek?” katanya sambil memperhatikan muka anaknya yang
kemerah2an seperti jambu air yang ranum itu.” Halaman 9
2. Personifiasi yaitu perbandingan dengan cara menghidupkan atau menganggap benda mati,
tumbuh-tumbuhan, binatang seperti manusia.
“dalam waktu yang akhir itu harga para amat jatuh, sehingga sekalian orang yang mempunyai kebun
para kusut pikirannya.” Halaman 4
“Molek bolehlah dibandingkan dengan bunga mawar yang tinggal suci tumbuh di-tengah2 semak yang
rapat.”Halaman 56
“ai sungai musi berombak2, sehingga sekalian jukung dan perahu yang tertambat dengan tenang, tiba2
menari-nari di muka ai.” Halaman 7
3. Hiperbola yaitu gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang melebih-lebihkan baik jumlah,
uuran atau pun sifatnya dengan tujuan untuk menekankan, memerhebat, meningkatkan kesan dan
pengaruhnya.
“seketika ia lupakan dirinya, seketika ia diambungkan oleh ombak percintaan setinggi langit.” Halaman
13

C.ADAT, KEBIASAAN, ETIKA

 Adat yang ditampilkan : Pesta perkawinan


Bukti : “Penduduk dusun Penanggiran amat sibuk, sbab peralatan kawin adik pesirah akan mulai,
lima hari lima malam lamanya. Sudah beberapa hari tak lain yang dipercakapkan orang melainkan
penjamuan yang besar itu saja”.

 Kebiasaan yang muncul :


 Berpergian menggunakan perahu
Bukti : “sebuah layang2 jatuh dekat Yasin ditengah sampan2 yang menanti itu. Sekalian sampan itu
oleng dan air ber-ombak2, galah meranting diatasperahu.” Halaman 17
 Rajin beribadah
Bukti : “mereka itu taat berbuat ibadat. Dalam kehidupannya yang tenang itu tiada pernah mereka
melupakan kewajibannya sebagai umat islam. Sembahyang lima waktu jarang ditinggalinya, meski
mereka di jalan sekalipun, dan kalau mereka tak dapat bekerja dan terpaksa tinggal di rumah karena
hujan, kerap kali mereka mengeluarkan Qur’an akan dibacanya.” Halaman 25

 Etika

Dalam karangan-karangannya, STA selalu memancarkan cita yang sama, yaitu rasa cinta kepada
bangsa dan negaranya serta perjuangan untuk mengangkat dearajat bangsanya ke taraf yang layak
dalam pergaulan umum. Seperti pada karya-karyanya yang lain, yaitu tak putus dirundung malang, anak
perawan di sarang penyamun, dan layar terkembang.
Karya sastra ini sangat menarik, ketika STA menggambarkan suasana pada masa dahulu yang
mungkin tak semua orang tau. Dengan sifat orang zaman dahulu yang tak berani mengungkapkan suatu
hal secara langsung, hal tersebut sangat mempunyai point tersendiri bagi saya.

Sedikit hal yang kurang menarik dari karya ini adalah ketika beberapa bagian pada naskah yang
diulang, sehingga membuatnya sedikit membosankan.

Pendapat saya tentang perbedaan novel dulu dengan sekarang :


Novel dulu,banyak yang memakai majas –majas yang susah dimengerti.Sehingga susah dibaca untuk
pembaca novel pemula,Tapi bagi pembaca novel yang sudah biasa,novel ini akan menjadi novel yang
lebih menarik.Novel sekarang ,sudah memudar majas – majas seperti personifikasi dan
smile.Tapi,memang masih ada novel sekarang yang memakai majas – majas seperti itu

Seperti umumnya tema novel-novel Balai Pustaka pada masa permulaan, tema Dian yang Tak Kunjung
Padam juga masih berkisar pada persoalan cinta dalam hubungannya dengan adat-istiadat yang
digenggam kukuh oleh pihak orang tua. Novel kedua Sutan Takdir Alisjahbana ini, bersama novel
pertamanya, Tak Putus Dirundung Malang (1929), pernah diteliti sebagai bahan skripsi Ambarini
Asriningsari dari Fakultas Sastra Universitas Diponegoro.

D. RELEVANSI DENGAN KEHIDUPAN MASA KINI

Anda mungkin juga menyukai