Anda di halaman 1dari 1

Pernikahan Dini

Fradyardianz Liu . Regina Haura Zatihulwani

Pernikahan dini tentunya bukan menjadi hal yang baru lagi dalam masyarakat. Tidak
jarang kita menemukannya di pedesaan ataupun di lingkup perkotaan. Kementerian PPPA
(Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) menyatakan adanya peningkatan angka
pernikahan dini di perkotaan selama pandemi Covid-19 yaitu terdapat 62.000 anak di bawah
umur mengajukan dispensasi menikah. Namun sebenarnya, pernikahan dini mengandung
banyak bahaya yang perlu diperhatikan.
Pernikahan usia dini adalah suatu ikatan perkawinan yang belum memenuhi
persyaratan suatu perkawinan menurut pemerintah. Usia ini dianggap masih rentan untuk
melangsungkan pernikahan yang sebenarnya, hal ini didasari pada tingkat kesetabilan
emosional seseorang (Riyadi 2009). Pernikahan dini tentu sangat merugikan anak remaja
terutama di umur 18 tahun kebawah. Tentunya para remaja akan mengalami banyak
masalah setelah melakukan pernikahan dini dikarenakan kesehatan mental ataupun psikis
dan kedewasaan anak belum cukup untuk melakukan pernikahan dini.
Pernikahan dini yang terjadi dalam masyarakat bisa saja terjadi karena unsut paksaan
dari orang tua. Selain itu, dikarenakan faktor ekonomi dimana orang tua memaksakan
anaknya untuk menikah dengan anak orang kaya supaya mereka memiliki hidup yang
mewah. Pernikahan dini juga bisa terjadi karena pergaulan bebas dari pengaruh lingkungan
sekitarnya. Dalam hal ini orang tua kurang berperan dalam memberi perhatian lebih kepada
anak dan mengawasi anaknya, sehingga menimbulkan anak terjerumus dalam
pergaulan yang negatif.
Faktor pergaulan bebas seperti kehamilan yang tidak dikehendaki, terjadinya hubungan
seksual sebelum menikah usia muda dan terjadinya kekerasan seksual berupa pemaksaan hubungan
seksual baik oleh pacar. Pernikahan dini tidak hanya menempatkan anak perempuan pada
risiko infeksi menular seksual, namun juga dapat menimbulkan meningkatnya angka putus
sekolah, kemiskinan, berisiko pada kesehatan reproduksi perempuan, Ibu mengalami anemia
dan hipertensi, dapat terjadinya abortus, kekerasan seksual, peningkatan risiko kematian ibu
(yang berusia antara 15 hingga 19 tahun) akibat komplikasi selama kehamilan dan
persalinan.
Persepsi masyarakat sekitar mengenai menikah di usia muda dapat berbeda beda. Ada yang
menganggap hidup berumah tangga lebih nikmat serta khawatir anaknya menjadi “perawan
tua”. Hal tersebut tentu menyebabkan sebagian anak ingin segera menikah dan orang tua
mendukung pernikahan muda tersebut. Padahal pernikahan dini dapat menyebabkan
berbagai dampak seperti hal nya risiko kesehatan jasmani, dampak psikologis pada pasangan
muda, pengaruh pada perkembangan anak, serta perubahan sikap masyarakat terhadap
mereka yang menikah muda.

Anda mungkin juga menyukai