Anda di halaman 1dari 16

paling dekat dengan Allah SWT.

Para Malaikat juga terlibat dalam tugas


pengawasan kepada manusia dari dunia sampai akhirat.

D. Kegiatan Pembelajaran ke-4


1. Tujuan Pembelajaran
a. Mahasiswa mampu menjelaskan īmān kepada Nabi dan Rasūl.
b. Mahasiswa mampu menjelaskan īmān kepada Kitab-kitab.
2. Materi Pembelajaran
a. Īmān Kepada Para Nabi/Rasūl
1) Pengertian
Nabi berasal dari kata Naba’a yang berarti a’lama atau khabara
(memberitakan), atau irtafa’a (naik atau tinggi)55. Nabi adalah orang
yang menyampaikan berita (wahyu) dari Allāh dan memiliki derajat
yang Mulia dan tinggi dibanding dengan manusia lain.
Nabi merupakan manusia biasa yang mendapatkan keistimewaan
menerima “wahyu” dari Allāh SWT,56 tetapi tidak wajib
menyampaikan wahyu tersebut kepada umat manusia. Sementara
itu, Rasūl secara etimologi berarti utusan atau kurir (al-mursal, al-
mab’ūṣ), tanda atau alamat terhadap hal-hal yang akan datang (al-
dalīl), dan risalah atau misi (al-risālah),57 Sedangkan secara
terminologi rasūl adalah nabi yang diberi Allāh wahyu yang
diamanatkan untuk menyampaikannya kepada umat manusia.
Jumlah nabi dan rasūl dalam Islam sebenarnya cukup banyak. Para
ulama berpendapat bahwa rasūl yang diutus seluruhnya berjumlah
313 orang, sedangkan jumlah nabi sebanyak 124.000 orang. Adapun
jumlah nabi yang wajib diimani dan diketahui umat Islam sebanyak
25 orang karena nama-nama mereka tercantum dalam Al-Qur’an.

55
AW. Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap (Jakarta: Pustaka Progressif, tt), h.
1375
56
Departemen Pendidikan Nasional, Ensiklopedi Islam, jilid 3 (Jakata: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,
2003), h. 326
57
Departemen Pendidikan Nasional, Ensiklopedi Islam, jilid 4 (Jakata: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,
2003), h. 156.
52
Nama-nama nabi tersebut adalah: Nabi Adam, Idrīs, Nūḥ, Hūd,
Shālīh, Ibrāhīm, Lūth, Ismā’īl, Ishāq, Ya’qūb, Yūsuf, ‘Ayyūb,
Syu’aib, Mūsa, Harūn, Dzulkifli, Dāwd, Sulaimān, Ilyās, Ilyasa’,
Yūnus, Zakaria, Yahyā, ‘Īsā , dan Muḥammad SAW.
Dari ke 25 nabi dan rasūl di atas, terdapat lima orang rasūl yang
dikenal memiliki ketabahan dan kesabaran yang luar biasa dalam
menghadapi berbagai cobaan, penderitaan, serta gangguan dalam
melaksanakan tugas mereka mengemban risālah dari Allāh yaitu;
Nabi Muḥammad SAW, Ibrāhīm AS, Mūsa AS, ‘Īsā AS, dan Nabi
Nūḥ AS. Kelima nabi atau rasūl ini disebut dengan “Ūlul ‘Azmi”.58
Adapun pengertian īmān kepada para Nabi dan Rasūl adalah
percaya kepada para Nabi dan Rasūl adalah utusan Allāh SWT
kepada umat-Nya. Īmān kepada rasūl mencakup keimanan terhadap
seluruh rasūl yang namanya disebut dalam Al-Qur’an ataupun tidak.
Percaya pada kejujuran mereka, terpeliharanya mereka dari dosa, 59
dan kecerdasan mereka dalam penyampaian dakwah. Kejujuran
mereka bermakna perkataan mereka merupakan dasar yang
digunakan untuk mengukur perkataan orang lain sehingga jika orang
lain bersebarangan dengan mereka, berarti orang-orang itu berdusta.
Kecerdasan mereka bermakna mereka merupakan panutan tertinggi
dalam masalah kecerdasan sehingga seluruh perilaku yang keluar
dari panutan terhadap mereka berarti tindakan yang rendah secara
akal dan juga rendah ditinjau dari sisi moral.
Īmān kepada para rasūl bukan hanya sekedar mempercayai dengan
hati dan mengucapkannya dengan lisan, melainkan lebih dari itu,
īmān terhadap para rasūl bermakna juga melaksanakan sunah-
sunnah dan ajaran-ajaran yang dibawa para rasūl yang diimani.

58
Ensiklopedi Islam, Jilid 4, h. 160
59
Said Hawwa, Al-Islam, terj. Abdul Hayyie, dkk (Jakarta: Gema Insani, 2004), h. 47
53
Īmān kepada para rasūl merupakan salah satu rukun īmān yang
enam. Setiap muslim wajib mempercayainya sebagaimana firman
Allāh dalam surah al-Baqarah (2) ayat 285 ;

           

          

      


“Rasūl telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan
kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman.
semuanya beriman kepada Allāh, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-
Nya dan rasūl-rasūl-Nya. (mereka mengatakan): "Kami tidak
membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari
rasūl-rasūl-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan Kami
taat." (mereka berdoa): "Ampunilah Kami Ya Tuhan Kami dan
kepada Engkaulah tempat kembali’.

2) Mengenal Sifat-Sifat Rasūl


Sebagai utusan Allāh untuk menyampaikan berbagai risālah kepada
umat, para rasūl dibekali Allāh dengan sifat-sifat yang mulia dan
agung. Dengan sifat agung tersebutlah, para nabi dan rasūl diyakini
sebagai utusan Allāh. Sifat dimaksud adalah; shiddīq, amānah,
tablīgh dan Fathānah.
a) Shiddīq artinya benar atau jujur.
Para rasūl dibekali sifat jujur yang melekat dalam kepribadian
mereka ketika menyampaikan pesan-pesan Tuhan. Untuk itu,
mereka tidak boleh mendua, dusta, hipokrit, atau munafik.
Kejujuran itu sebagai landasan ketaatan para nabi terhadap Allāh
SWT dan kecintaannya terhadap umat. Kejujuran ini sebagai
dasar manusia mempercayai mereka sebagai rasūl Allāh.
b) Amānah artinya dapat dipercaya atau kepercayaan yang
dilimpahkan Allāh kepada rasūl untuk menuntun manusia. Sifat ini
menegaskan rasūl tidak berkhianat. Jika ia berkhianat, maka akan

54
bertentangan dengan kedudukannya sebagai manusia yang
utama.
c) Tablīgh berarti menyampaikan.
Salah satu tugas rasūl adalah menyampaikan segala perintah dan
larangan Allāh kepada umat. Tidak satupun pesan boleh
dirahasiakan atau disembunyikan sebagaimana hadis nabi
menyatakan:

‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ أََﻻ َﻻ‬


َ ‫ُﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ‬
ُ ‫َﺎل َرﺳ‬ َ ‫َﺎل ﻗ‬ َ‫يﻗ‬ ‫َﻋ ْﻦ أَِﰊ َﺳﻌِﻴ ٍﺪ اﳋُْ ْﺪ ِر ﱢ‬
ُ‫ُﻮل اﳊَْ ﱠﻖ إِذَا رَآﻩ‬
َ ‫ﱠﺎس أَ ْن ﻳـَﻘ‬ِ ‫ﳝَْﻨَـ َﻌ ﱠﻦ أَ َﺣ َﺪ ُﻛ ْﻢ ﳐََﺎﻓَﺔُ اﻟﻨ‬
“Rasūlullāh SAW bersabda,’Tidaklah, sungguh seseorang tidak
bercita-cita menyembunyikan kepada manusia lain untuk
mengatakan kebenaran apabila dia melihatnya’ (Hadis Musnad
Ahmad no. 11404),
d) Fathānah berarti bijaksana. Seorang rasul juga dibekali sifat
bijaksana yang dapat menjadikan seseorang dapat menyelesaikan
berbagai persoalan dengan bijak dan baik.
Keempat sifat yang harus dimiliki para rasūl di atas merupakan sifat
yang wajib. Jika keempat sifat ini dimiliki siapapun, maka akan
membuat seseorang akan sempurna kepribadiannya dan disenangi
siapapun termasuk lawan. Sifat-sifat nabi dan rasūl ini dimiliki para
rasūl, tanpa terkecuali, termasuk Rasūlullāh Muhammad SAW. Oleh
karena itu, sebagai orang yang mengimani para nabi dan rasūl,
maka dapat mengikuti dan mencontoh keteladanan mereka untuk
dijadikan sifat dan sikap hidup setiap pribadi.
Adapun sifat yag mustahil bagi rasūl, juga ada empat macam, yakni;
a) Kadzib artinya pendusta atau pembohong yang merupakan lawan
dari sifat shiddīq (jujur dan benar).
b) Khiyānah artinya tidak dapat dipercaya yang merupakan lawan
dari sifat amānah (kepercayaan).

55
c) Kitmān artinya menyembunyikan yang merupakan lawan dari sifat
tablīgh (menyampaikan).
d) Baladah artinya bodoh yang merupakan lawan dari sifat Fathānah
(bijaksana).
3) Tugas Para Rasūl
Sebagai utusan Allah, para rasūl memiliki berbagai macam tugas,
antara lain:
a) Memberi penjelasan kepada manusia tentang Ke-Esa-an Allāh,
sifat-sifat-Nya, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya.
b) Menjelaskan kebesaran Allāh SWT di dalam berbagai aspekya,
termasuk mengenai ketinggian qadar-Nya, kekuasaan-Nya,
Kemulian-Nya, dan irādah (kehendak)-Nya.
c) Mengajak manusia untuk memiliki moral yang baik, berakhlak
mulia, dan hidup beradab.
d) Menjelaskan kepada manusia cara-cara memuliakan dan
membesarkan Allāh SWT dalam bentuk kegiatan-kegiatan ibadah,
menjauhi larangan, serta perbuatan jahat. Rasūl juga menjelaskan
tentang pahala dan dosa.
e) Memberikan aturan-aturan kehidupan manusia untuk memelihara
mereka dari hal-hal yang dapat merugikan manusia itu sendiri.
Aturan tersebut merupakan hukum dari Allāh yang harus ditaati,
baik aturan mengenai pergaulan antar sesama (mu’āmalah),
perkawinan (munākaḥat nikah)
f) Mendorong manusia untuk giat dan gigih dalam berusaha
mencapai kehidupan yang baik di dunia dan di akhirat, dan
mencegah manusia bersifat malas
g) Menyatukan kepercayaan manusia untuk hanya mengabdi kepada
satu Tuhan (ber-tawḥīd)
h) Membawa manusia untuk memalingkan hawa nafsu dari
mengecap kelezatan dunia yang fanā untuk mencapai cita-cita
yang tinggi.
56
i) Menyampaikan berita-berita ghaib yang diizinkan Allāh untuk
disampaikan, seperti tentang malaikat, jin, dan hal-hal yang akan
terjadi di akhirat nanti.
j) Membawa kabar gembira dan memberi peringatan kepada umat
manusia.60

Seluruh tugas tersebut diamanahkan Allāh kepada para rasūl adalah


untuk menyelamatkan manusia dari kebinasaan dan kerugian. Dari
kesemua tugas tersebut, hal yang paling pokok adalah membimbing
manusia agar ber-tawḥīd (mengesakan) Allāh SWT karena dengan
hidup ber-tawḥīd, manusia akan dapat menerima seluruh ajaran
yang ditugaskan Allāh tersebut kepada para rasūl yang diimani.
4) Keistimewaan Para Rasūl
Para nabi dan rasūl tidak hanya diberi sifat yang baik dan tugas yang
berat oleh Allāh, tetapi para nabi diberi keistimewaan lain untuk
menunjukkan keagungan dan kemahakuasaan-Nya, serta menunjukkan
kebenaran risalāh yang diemban mereka sebagai nabi atau rasūl, yaitu
“mu’jizat”.
Mu’jizat adalah suatu kejadian luar biasa yang menyalahi adat
kebiasaan atau sesuatu yang luar biasa bagi seorang nabi.
Keluarbiasaan itu mendapat tantangan, tetapi tantangan itu tidak
mampu mengalahkannya.61 Keluarbiasaan tersebut tidak dapat dicerna
akal manusia karena sering menyalahi hukum sebab akibat (causality),
akan tetapi dapat disaksikan dengan kasat mata dan nyata.
Keberadaan mu’jizat sebagai bukti akan kerasulan seorang nabi, agar
tak dapat dipungkiri bahwa ia memang utusan Allah.
Berikut ini adalah beberapa nabi dan rasūl yang diberi mu’jizat, yakni;
a) Nabi Mūsā AS dengan tongkatnya yang dapat membelah Laut Merah
sehingga ia dan rombongannya selamat sampai ke seberang.

60
Ensiklopedi Islam, Jilid. 4, h. 157
61
Ensiklopedi.., jilid 3, h. 287
57
Kemudian, laut tersebut menyatu kembali, sedangkan Fir’aun dan
tentaranya yang mengejar dari belakang tewas tenggelam di dalam
laut.
b) Nabi Ibrāhīm AS dilemparkan raja Namrud ke dalam api yang
sedang menyala, tetapi Ibrāhīm malah merasa sejuk, dan tidak ada
satu bagian tubuhnya yag terbakar.
c) Nabi Īsā AS diberi Allāh mu’jizat kemampuan menyembuhkan orang
buta sehingga dapat melihat kembali, menyembuhkan penyakit
kusta, bahkan dapat menghidupkan kembali orang yang mati.
d) Nabi Yūnus AS ditelan ikan dan berada di dalam perut ikan tersebut
selama 40 hari , tetapi masih tetap hidup.62
e) Nabi Sulaimān AS mengerti bahasa-bahasa binatang dan
memerintahnya
f) Nabi Muḥammad SAW sebagai penutup para nabi dan rasūl,
memiliki banyak mu’jizat, tetapi yang paling agung mu’jizat beliau
adalah Al-Qur’an,63 yang dengannya Allāh menantang umat yang
paling fasīḥ, paling ahli dalam sastra dan paling mampu dalam
manthīq (logika). Termasuk mu’jizat paling besar -sesudah Al-
Qur’an- yang dengannya Allāh menguatkan Nabi-Nya adalah mu’jizat
Isra’ Mi’rāj.64 Sebagai Mu’jizat yang terbesar, Al-Qur’an menjadi
pedoman dan petunjuk hidup bagi seluruh umat manusia.
Mu’jizat yang diberikan Allāh kepada para nabi itu, pada hakekatnya
Allāh ingin menunjukkan kepada makhlūq-Nya akan kebesaran-Nya.
5) Hikmah Beriman Kepada Para Rasūl
Beriman kepada rasūl memiliki banyak hikmah, yang dapat dijadikan
i’tibār bagi kehidupan, diantaranya;
a) Memperoleh cinta Allāh dan Rasūl-Nya sekaligus.
b) Mencapai kesempurnaan dan merasakan kemanisan īmān.
62
Ensiklopedi, Jilid 4, h. 158
63
Nasruddin Razak, Dienul Islam (Bandung: PT. Alma’arif, 1973), h. 185
64
Syaik Abdullah bin Abdul Hamid al-Atsari dan Syaik Muhammad bin Ibrahim al-Hamad, Ringkasan
Keyakinan Islam (Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah), Penerj. Izzuddin Karimi dan Najib Junaidi (Surabaya:
Pustaka La Raiba Bima Amanta, 2006), h. 105.
58
c) Menumbuhkan akhlak dan perilaku yang terpuji.
d) Bersama Rasūlullāh di Akhirat kelak.
e) Memiliki contoh tauladan yang sempurna dalam menjalani
kehidupan.
f) Memperoleh pengajaran yang baik karena adanya bimbingan para
nabi dan rasūl.
g) Merasakan kebesaran dan Pengasih-nya Allāh SWT kepada
hamba-Nya.
h) Mengamalkan apa yang disampaikan para rasūl baik berupa
perintah maupun larangan.
i) Menyelamatkan hidup manusia di dunia dan akhirat.
j) Dan sebagainya.65
b. Īmān Kepada Kitab-Kitab Allāh
1) Pengertian
Kitab artinya buku. Asal kata kitab sendiri adalah dari bahasa Arab
kataba yang berarti menulis, bentuk jamaknya adalah kutub dan
setelah menjadi mashdar berarti yang ditulis atau tulisan. Adapun
yang dimaksud dengan Kitab Allāh adalah kitab suci yang diturunkan
Allāh kepada para Nabi dan Rasūl.
Īmān kepada Kita-kitab Allāh berarti percaya kepada kitab-kitab Allāh
yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasūl-Nya, sekaligus
percaya tentang adanya dan keseluruhan eksistensi, esensi dan
substansiya. Artinya, īmān terhadap kitab-kitab mencakup keimanan
kepada setiap Rasūl yang menerima kitab-kitab dan percaya kepada
segala tata-aturan dan syari’at yang termaktub di dalamnya.
Akhirnya, menjadi kewajiban bagi orang yang percaya untuk
menjalankan segala kandungannya.

65
Samsul Munir Amin dan Haryanto Al-Fandi, The World Idol Muhammad Rasulullah, (Jakarta:
Amzah, 2008), h. 349-357
59
Dalam Al-Qur’an, banyak terdapat kata-kata al-Kitāb yang berarti
kitab suci, tetapi tidak semua kata kitab suci menunjukkan pada satu
kitab suci saja seperti Al-Qur’an.66
Beberapa ayat akan menjelaskan tentang kitab-kitab suci, baik
secara menyeluruh, maupun kitab suci tertentu, di antaranya,
a) Sūrah al-Baqarah ayat 177 di bawah ini akan menjelaskan al-Kitāb
yang mengarah pada Kitab suci yang pernah diturunkan kepada
para nabi dan rasūl;

           

…       

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu


suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah
beriman kepada Allāh, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-
kitab, nabi-nabi…”
b) Sūrah al-Ra’d ayat 43 menjelaskan tentang Kitab suci yang
diturunkan sebelum Al-Qur’an;

          

     


“Berkatalah orang-orang kafir: "Kamu bukan seorang yang
dijadikan Rasūl". Katakanlah: "Cukuplah Allāh menjadi saksi
antaraku dan kamu, dan antara orang yang mempunyai ilmu al-
Kitāb".
c) Sūrah al-Baqarah ayat 87 menunjukkan Kitab suci Taurat;

…    

66
Disarikan dari Yunahar Ilyas, h. 107-109
60
“Dan Sesungguhnya Kami telah mendatangkan al-kitāb (Taurat)
kepada Mūsā,…”
d) Sūrah al-Baqarah ayat 2 menunjukkan Kitab suci Al-Qur’an secara
khusus;

         

“Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi


mereka yang bertaqwa,”
Selain disebut dengan al-Kitāb, Allāh juga menurunkan Kitab suci
dalam bentuk lembaran-lembaran kepada para Nabi dan Rasūl-Nya.
Lembaran-lembaran ini dalam Al-Qur’an disebut dengan Shuḥūf dan
Zubur atau Zabūr. Kitab-kitab suci ini diturunkan kepada Nabi
Ibrāhīm dan Nabi Mūsā berupa shuḥūf (jamak dari shaḥīfah).
Dalam bentuk shuḥūf dikemukakan Allāh dalam firmannya sūrah al-
A’lā (87) ayat 18-19;

         

” Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam Kitab-Kitab yang


dahulu, (18), (yaitu) shuḥūf (Kitab-Kitab) Ibrāhīm dan Mūsā (19)”
Sementara itu, Zubur adalah jamak dari Zabūr yang artinya buku.
Zubur dan Zabur menunjukkan kitab suci yang diturunkan sebelum
Al-Qur’an sebagaimana firman Allāh dalam sūrah Ᾱli ‘Imrān (3) ayat
184;

          

 
“Jika mereka mendustakan kamu, Maka Sesungguhnya Rasūl-rasūl
sebelum kamupun telah didustakan (pula), mereka membawa

61
mukjizat-mukjizat yang nyata, Zabūr dan al-Kitāb yang memberi
penjelasan yang sempurna”.
Zabūr merupakan kitab yang diturunkan Allāh, khusus untuk Nabi
Daud AS sebagaimana firman Allāh dalam sūrah an-Nisā’ (4) ayat
163;

   …


“…Kami berikan Zabūr kepada Daud”.

2) Nama-Nama Kitab dan Rasūl Pembawanya.


Pada dasarnya, jumlah kitab suci banyak, sebanyak jumlah nabi dan
rasūl. Hal ini beralasan dari keterangan Al-Qur’an dalam sūrah al-
Baqarah (2) ayat 213;

          

        


“Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan),
Maka Allāh mengutus Para Nabi, sebagai pemberi peringatan, dan
Allāh menurunkan bersama mereka kitab yang benar, untuk memberi
keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka
perselisihkan”.
Namun, berita yang sampai kepada kita dari Al-Qur’an sendiri hanya
ada enam. Empat dalam bentuk kitab (Taurat, Zabūr, Injīl dan Al-
Qur’an) sebagaimana terdapat Al-Qur’an sūrah-sūrah al-Mā’idah (5)
ayat 44, al-Isrā’ (17) ayat 55, al-Ḥadīd (57) ayat 27, dan al-Baqarah
(2) ayat 23. Dua dalam bentuk shuḥūf yakni shuḥūf Ibrāhīm dan
Mūsā sūrah al-A’lā (87) ayat 18-19).

62
Adapun nama-nama kitab suci sekaligus nabi/rasūl pembawanya
sebagai berikut:67
a) Kitab Taurat yang diwahyukan kepada Nabi Mūsā As. Kitab Taurat
mengandung beberapa syari’at/hukum agama yang sesuai
dengan tempat dan kondisi masa itu. Taurat menerangkan perihal
akidah yang benar, janji-janji Allāh, dan ancaman-ancaman-Nya.
Kitab Taurat dan Nabi penerimanya dijelaskan Allāh dalam Al-
Qur’an sūrah al-Isrā’ (17) ayat 2;

         

  

“Dan Kami berikan kepada Mūsā kitab (Taurat) dan Kami jadikan
kitab Taurat itu petunjuk bagi Banī Isrā’īl (dengan firman):
"Janganlah kamu mengambil penolong selain Aku”
b) Kitab Zabūr adalah wahyu Allāh yang diturunkan kepada Nabi
Daud AS. Kandungannya berisi do’a-do’a, zikir, pengajaran, dan
hikmah, sedangkan hukum agama/syari’at tidak ada di dalamnya.
Sejarah kenabian menunjukkan Nabi Daud mengikuti hukum
agama/syariat Taurat yang diturunkan kepada Nabi Mūsā AS.
Kitab Zabūr dan Nabi penerimanya terdapat dalam ayat Al-Qur’an
surah al-Isrā’ (17) ayat 55;

          

      

“Dan Tuhan-mu lebih mengetahui siapa yang (ada) di langit dan di


bumi. dan Sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi
itu atas sebagian (yang lain), dan Kami berikan Zabūr kepada
Daud”

67
Nasruddin Razak, h. 198-199
63
c) Kitab Injīl diwahyukan kepada Nabi Īsā AS. Secara global injīl
berisi berbagai hukum dan mengajak manusia kembali kepada
akidah tawḥīd (mengesakan Tuhan). Injīl berisi ajaran untuk
perbaikan kehidupan Banī Isrā’īl yang telah jauh menyimpang dari
kebenaran. Injīl juga menerangkan tentang kedatangan
Muhammad SAW kelak.
d) Kitab Injīl dan Nabi penerimanya dapat dilihat pada sūrah al-
Māidah (5) ayat 46;

            

          

   


‘Dan Kami iringkan jejak mereka (Nabi-nabi Banī Isrā’īl) dengan
Īsā putera Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, Yaitu:
Taurat. dan Kami telah memberikan kepadanya kitab Injil sedang
didalamnya (ada) petunjuk dan dan cahaya (yang menerangi), dan
membenarkan kitab yang sebelumnya, Yaitu kitab Taurat. dan
menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang
bertakwa’.

e) Kitab Al-Qur’an diwahyukan Allāh melalui Malaikat Jibrīl ‘Alaihi al-


salām kepada Nabi Muhammad SAW sebagaimana firman Allāh
dalam surah al-Baqarah (2) ayat 23;

           

        


“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur’an yang
Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu
surat (saja) yang semisal Al-Qur’an itu dan ajaklah penolong-
penolongmu selain Allāh, jika kamu orang-orang yang benar’
Demikianlah 6 (enam) nama-nama kitab yang diturunkan kepada
nabi dan rasūl yang wajib diimani. Tiga dalam bentuk kitab dan
64
dua dalam bentuk shuḥūf yang diturunkan sebelum Al-Qur’an,
sedangkan Al-Qur’an adalah kitab suci yang ke enam dan terakhir.
Sebagai Kitab Suci, kandungan Al-Qur’an mencakup seluruh
tatanan aspek kehidupan, baik tentang ideologi (akidah), akhlak
(etika), ibadah, Mu’amalah Duniawiyah, dan ada juga kisah-kisah
bangsa terdahulu yang dapat menjadi i’tibār bagi manusia
sepanjang zaman. Selain itu, seluruh kandungannya menjadi
petunjuk hidup bagi seluruh manusia karena ajaran Al-Qur’an
bersifat universal.
Al-Qur’an merupakan penyempurna ajaran-ajaran yang dibawa
oleh para nabi dan rasūl terdahulu yang terdapat dalam Kitab dan
shuḥūf. Percaya kepada Al-Qur’an yang berperan sebagai
penyempurna syari’at-syari’at yang terdapat dalam kitab-kitab
sebelumya merupakan sesuatu yang harus diyakini sejak awal.
Selanjutnya, akal berproses mencari kebenaran Al-Qur’an melalui
fakta dan bukti yang ada. Keyakinan semakin mantap jika diiringi
dengan bukti dan fakta ilmiah.
Al-Qur’an tidak pernah berubah satu huruf pun dan tidak pernah
tergantikan dengan yang lain. Jika ada informasi yang
menyesatkan tentang adanya perubahan, penambahan satu atau
beberapa ayat/sūrah sejak zaman Rasūlullāh SAW sampai saat
ini, hal itu merupakan upaya pihak-pihak tertentu yang tidak
senang terhadap Islam dan kemurnian Al-Qur’an. Upaya tersebut
acap kali gagal karena Allāh telah menjanjikan akan tetap
menjaga keorisinilan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya dalam
sūrah al-Ḥijr (15) ayat 9;

       

”Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan


Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”.

65
Menurut Tafsīr Jalālain, ayat ini menegaskan tentang jaminan
Allāh akan kesucian dan kemurnian Al-Qur’an tanpa ada
penambahan maupun pengurangan.68 Bagian yang termasuk
dalam keimanan terhadap Al-Qur’an adalah mengharamkan apa
yang diharamkan Al-Qur’an, menghalalkan apa yang
dihalalkannya, meyakini adanya hidāyah (petunjuk) terdapat di
dalamnya, dan kesesatan selalu berada di sumber yang lain jika
sumber itu berbeda dengan Al-Qur’an. Ajaran yang terdapat
dalam Al-Qur’an memiliki kebenaran yang tidak ada kebenaran
selainnya, seperti akidah, ibadah, manhāj kehidupan, akhlak,
syari’at, dan adab. Keimanan terhadap Al-Qur’an juga
menyangkut dengan meyakini keghaiban yang diberitakan Al-
Qur’an, seperti adanya malaikat, iblis, syaithān, jin, malaikat,
syurga, neraka, para rasūl terdahulu bersama dengan
mukjizatnya, Hari Kiamat, Hari Akhirat, dan sebagainya.
Selanjutnya, keimanan terhadap sunnah karena berfungsi sebagai
penjelas (tabayyun) karena Al-Qur’an tidak dapat difahami
seutuhnya tanpa penjelasan sunnah.
3) Hikmah Beriman kepada Kitab-Kitab Allāh
Ada banyak hikmah yang dapat diambil dari beriman kepada kitab-
kitab Allāh, antara lain;
a) Memiliki pedoman hidup yang menjadi petunjuk agar tidak
tersesat ke tempat nista dan maksiat.
b) Jiwa menjadi aman dan tenteram.
c) Memperoleh rasa optimis menjalani kehidupan karena petunjuk
yang ada menjanjikan kebahagiaan lahir dan batin.
d) Jiwa akan tenteram jika kandungan kitab diyakini sepenuhnya.
e) Mampu membedakan yang Haqq dan bāthil.
3. Latihan
a. Carilah domilisi/daerah bertugas dari 25 (duapuluh lima) Nabi/Rasul !

68
Muslim Eksplorer (Islam Softwarefor al-Quran and al-Hadith Studies) v. 7 Surah Al-Hijr 15: 9.
66
b. Carilah nama-nama Rasul/Nabi diluar dari 25 (Duapuluh Lima)
Nabi/Rasul yang ditetapkan sejarawan di dalam Alquran dan Hadis !
4. Evaluasi
a. Bagaimana wujud kongkrit beriman kepada para Nabi/Rasūl ?

b. Bagaimana wujud kongkrit beriman kepada Kitab-kitab ?

5. Kunci Jawaban
a. Mempercayai eksistensi Para Nabi/Rasul (para utusan Allah SWT)
dalam sejarah yang berupaya mengembalikan ketauhidan dan
kepatuhan manusia kepada Allah SWT dari kemusyrikan dan kebatilan
mereka sendiri. Mukjizat dan Kitab-Kitab Allah SWT yang diturunkan
(Suhuf, Zabur, Taurat, Injil, dan Alquran) membuktikan kebenaran
tugas-tugas mereka. Setelah zaman Nabi/Rasul berakhir, maka setiap
zaman harus ada sosok manusia yang mengembalikan kemurnian
akidah dan ketaatan kepada Allah SWT terhadap manusia lain yang
melakukan kemusyrikan, kedurhakaan, dan kebatilan.
b. Kitab-kitab seperti Suhuf, Zabur, Taurat, Injil, dan Alquran adalah
pedoman hidup manusia di dunia dan akhirat. Aturan-aturan berakidah
dan beramal dengan segala perangkat umum manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya diatur, diinspirasi, dan perkaya dengan
eksistensi Kitab-Kitab ini. Selain Alquran, Kitab-kitab itu sudah
kadulawarsa dalam pemakaiannya, tetapi sebagian isi Alquran telah
memenuhi bagian Suhuf (cerita Nabi Ibrahim), Zabur (cerita Nabi
Daud), Taurat (cerita Nabi Musa), dan Injil (cerita Nabi Isa bersama
ibunya Maryam) berserta umatnya masing-masing yang pantas
dijadikan orientasi sejarah dan renungan bagi manusia belakangan.
Membaca Alquran merupakan awal memahami kedahsyatan masa
sejarah, masa kontemporer, dan masa depan manusia untuk
keselamatannya di dunia dan akhirat.

67

Anda mungkin juga menyukai