Nabi, kata Arab nabi yang berasal dari kata naba’ yang artinya,
pemberitahuan yang besar faedahnya, yang menyebabkan orang mengetahui
sesuatu. Kata naba’ hanya diterapkan terhadap pemberitahuan yang tidak
mungkin salah. Seorang ahli bahasa Arab menjelaskan bahwa kata nabi
artinya duta besar antara Allah dan makhluk yang berakal. Menurut ulama
lain, arti kata nabi ialah orang yang memberi informasi tentang Allah, dan ini
diberi penjelasan lebih lanjut bahwa nabi ialah orang yang diberi informasi
oleh Allah tentang keesaan-Nya, dan dibukakan kepadanya rahasia zaman
yang akan datang, dan ia diberitahu bahwa ia utusan Allah (Maulana
Muhammad Ali, 1977: 220).
Nabi juga disebut rasul, artinya utusan, kata nabi dan rosul digunakan
secara bergantian dalam Al-Quran. Kata rasul mempunyai arti yang lebih
luas, yang menurut makna aslinya dapat diterapkan terhadap sembarang
utusan (Ariani, 1994: 2).
Menurut Imam Baidhawi (1964: 35), Rasul adalah orang yang diutus
Allah SWT. dengan syari’at yang baru untuk menyeru manusia kepada-Nya.
Sedangkan nabi adalah orang yang diutus Allah SWT. untuk menetapkan
(menjalankan) syari’at rasul-rasul sebelumnya. Sebagai contoh bahwa Nabi
1
Musa adalah nabi sekaligus rasul. Tetapi Nabi Harun hanyalah nabi, sebab ia
tidak diberikan syari’at yang baru. Ia hanya melanjutkan atau membantu
menyebarkan syari’at yang dibawa Nabi Musa AS.
Nabi dan Rasul tentunya mempunyai tugas atau misi kenapa mereka
diciptakan. Tugas pokok para rasul Allah ialah menyampaikan wahyu yang
mereka terima dari Allah SWT. kepada umatnya. Tugas ini sungguh sangat
berat, tidak jarang mereka mendapatkan tantangan, penghinaan, bahkan
siksaan dari umat manusia. Karena begitu berat tugas mereka, maka Allah
SWT. memberikan keistimewaan yang luar biasa yaitu berupa mukjizat.
Mukjizat ialah suatu keadaan atau kejadian luar biasa yang dimiliki
para nabi atau rasul atas izin Allah SWT. untuk membuktikan kebenaran
kenabian dan kerasulannya, dan sebagai senjata untuk menghadapi musuh-
musuh yang menentang atau tidak mau menerima ajaran yang dibawakannya.
Adapun selain tugas pokok di atas terdapat tugas-tugas para nabi dan
rasul sebagai berikut:
2
3. Menjelaskan hukum-hukum dan batasan-batasan bagi umatnya, mana hal-
hal yang dilarang dan mana yang harus dikerjakan menurut perintah Allah
SWT.
4. Memberikan contoh kepada umatnya bagaimana cara menghiasi diri
dengan sifat-sifat yang utama seperti berkata benar, dapat dipercaya,
menepati janji, sopan kepada sesama, santun kepada yang lemah, dan
sebagainya.
5. Menyampaikan kepada umatnya tentang berita-berita gaib sesuai dengan
ketentuan yang digariskan Allah SWT.
3
Malaikat termasuk golongan makhluk lain, dan tak dapat bertindak sebagai
contoh bagi manusia. Jadi tugas membangun manusia itu dipercayakan
kepada manusia (Maulana Muhammad Ali, 1977: 224).
4
11. Nabi Yusuf as.
12. Nabi Ayyub as.
13. Nabi Dzulkifli as.
14. Nabi Syuaib as.
15. Nabi Musa as.
16. Nabi Harun as.
17. Nabi Daud as.
18. Nabi Sulaiman as.
19. Nabi Ilyas as.
20. Nabi Ilyasa’ as.
21. Nabi Yunus as.
22. Nabi Zakaria as.
23. Nabi Yahya as.
24. Nabi Isa as.
25. Nabi Muhammad SAW (Muh Rifa’i, 1976:110)
5
kepada Allah SWT. di satu sisi, dan keimanan kepada Rasulullah di sisi
lainnya. Dalam bahasa lain, beriman kepada para rasul Allah dengan
melaksanakan segala sunah-sunahnya dan menghindari apa yang
dilarangnya adalah dalam rangka ketaatan kepada Allah SWT.
Kebenaran yang dibawa para rasul tidak lain adalah wahyu Allah
baik yang berupa Al-Qur’an maupun hadis-hadisnya. Meyakini kebenaran
wahyu Allah adalah masalah yang sangat prinsip bagi siapapun yang
mencari jalan keselamatan, karena wahyu Allah sebagai sumber petunjuk
bagi manusia.
6
diutus oleh Allah SWT. Tidak akan terlintas sedikitpun dalam hatinya
untuk merendahkan salah satu dari rasul-rasul Allah atau beriman kepada
sebagian rasul dan kufur kepada sebagian yang lain. Sikap seorang
mukmin adalah seperti yang digambarkan oleh Allah SWT. dalam surah
Al Baqarah ayat 285: yang artinya sebagai berikut:
7
rasulullah dan penutup para nabi. Dan adalah Allah maha mengetahui
terhadap segala sesuatu (QS. Al-Ahzab ayat 40)
8
3. Dalam berkeluarga, misalnya sebagai seorang suami yang harus
melindungi, mencintai dan menyayangi keluarganya.
4. Sebagai pemimpin umat, Beliau lebih mendahulukan kepentingan umatnya
daripada kepentingan pribadinya. Beliau bukan tipe manusia
individualistik yang hanya memikirkan dirinya sendiri.
5. Sebagai anggota masyarakat, Beliau bukan manusia yang suka berdiam
diri di rumah seraya memisahkan diri dengan masyarakat sekitar, tetapi
selalu berinteraksi dengan semua lapisan masyarakat dan sering
mengunjungi rumah-rumah para sahabatnya.
9
8. Menyadari bahwa hakikat dirinya adalah makluk (ciptaan) Allah (Ali
Muhammad Ash-Shallabi, 1963: 254).
G. Simpulan
Beriman kepada seluruh nabi adalah ajaran pokok agama Islam, dan
walaupun agama Islam itu dapat disimpulkan dalam dua kalimat syahadat
singkat yaitu: “tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah”,
tetapi orang yang mengucapkan syahadat rasul itu hakikatnya menerima
sekalian nabi di dunia, baik yang namanya disebutkan di dalam Al-Qur’an
maupun tidak dituntut oleh agama-agama lain demikian pula Islam
meletakkan dasar persaudaraan yang amat luas seperti luasnya umat manusia
itu sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari cerminan beriman kepada nabi harus
selalu dipegang, karena mengingat bahwa nabi dan rasul merupakan suri
tauladan bagi manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shallabi, Ali Muhammad. 1963. Iman kepada Rasul, Jakarta: Ummul Qura.
Rifa’i, Muh. 1976. Riwayat 25 Nabi dan Rasul, Semarang: Toha Putra.
10