Anda di halaman 1dari 15

Sabitha Angelina Putri

5014221010 / A

TUGAS DISKUSI 1-5

DISKUSI 1

1. Bentuk
Bentuk menggambarkan sifat fisik yang menjelaskan susunan partikel dalam
suatu materi, apakah susunannya teratur atau tidak dalam ruang tiga dimensi. Hal ini
mencerminkan sejauh mana partikel-partikel tersebut menempati posisi relatif satu
sama lain.
• Klasifikasi:
• Solid: Molekul-molekul dalam bentuk padat disusun secara rapat dan teratur.
Solid memiliki bentuk yang tetap dan terdefinisi dengan jelas karena molekul-
molekulnya terikat secara kaku pada posisi mereka. Meskipun molekul-molekul
padat bergerak dalam getaran di sekitar posisi keseimbangan, mereka tetap
dalam struktur kristal yang teratur.
• Liquid: Partikel-partikel dalam bentuk cair tidak tersusun dengan keteraturan
yang kaku. Cairan tidak memiliki bentuk yang tetap, namun tetap
mempertahankan volume yang konsisten. Partikel-partikel cair dapat saling
mengalir dan bergerak dengan lebih kebebasan, meskipun masih berada dalam
jarak yang dekat satu sama lain.
• Gas: Partikel molekul dalam gas tidak memiliki susunan atau pola teratur,
melainkan tersebar bebas di seluruh ruang. Gas tidak memiliki bentuk atau
volume yang tetap, gas menyesuaikan dan mengisi seluruh ruang wadah di
mana mereka ditempatkan, bergerak secara acak.
2. Kemampuan Mengalir (Fluidity):
(Kemampuan Mengalir) Fluidty adalah sifat materi untuk bergerak dari satu lokasi ke
lokasi lain tanpa mengalami perubahan bentuknya (deformasi).
• Klasifikasi:
• Solid: Solid tidak memiliki sifat fluidity. Partikel-partikel padat umumnya
memiliki sifat yang kaku dan tidak mampu mengalir sebagaimana halnya
dengan liquid atau gas.
• Liquid: memiliki kemampuan untuk mengalir (fluidity) dan dapat mengisi
wadah di mana mereka ditempatkan. Viskositas merupakan parameter sifat yang
memengaruhi seberapa cepat suatu cairan mengalir; contohnya, sirup mengalir
lebih lambat daripada air karena viskositasnya yang lebih tinggi.
• Gas: Gas memiliki fluidity atau kemampuan aliran yang sangat tinggi dan dapat
mengisi seluruh volume wadah di mana mereka ditempatkan. Molekul-molekul
gas memiliki mobilitas yang tinggi, memungkinkan mereka untuk bergerak
dengan mudah.
3. Elastisitas:
Elastisitas mengacu pada sifat materi untuk kembali ke bentuk asalnya setelah mengalami
deformasi atau tekanan dari luar.
• Klasifikasi:
• Solid: Solid memiliki karakteristik elastisitas yang baik. Partikel-partikel padat
memiliki kemampuan untuk kembali ke bentuk asalnya setelah mengalami
tekanan atau deformasi.
• Liquid: Liquid memiliki elastisitas yang lebih rendah dibandingkan dengan
solid. Liquid cenderung tidak dapat mengembalikan diri ke bentuk asal setelah
diberikan tekanan. Sebagai medium yang kurang elastis, cairan tidak memiliki
kecenderungan yang kuat untuk kembali ke bentuk semula setelah mengalami
deformasi.
• Gas: Gas memiliki elastisitas yang lebih rendah dibandingkan dengan solid dan
liquid. Mereka cenderung tidak kembali ke volume awal setelah tekanan
diberikan dan dilepaskan. Sebagai hasilnya, gas kurang mampu mengembalikan
diri ke ukuran atau volume semula setelah mengalami deformasi.
4. Permukaan:
Permukaan ialah batas atau interface yang memisahkan dua fase materi yang berbeda, atau
merupakan batas antara suatu materi dengan lingkungannya.
• Klasifikasi:
• Solid: Permukaan solid memiliki batas yang jelas dan sesuai dengan bentuk
geometris solid yang bersangkutan. Sebagai contoh, permukaan kubus memiliki
karakteristik bentuk yang terdefinisi dengan baik..
• Liquid: Permukaan cairan memiliki sifat kurang terdefinisi karena
kemampuannya mengalir dan berubah bentuk sesuai dengan wadah yang
memuatnya. Permukaan cairan sering disebut sebagai "permukaan bebas" dan
menunjukkan sifat-sifat khusus terkait tegangan permukaan.
• Gas: Gas tidak memiliki permukaan yang terdefinisi karena mereka menyebar
di seluruh ruang wadah di mana mereka berada, dan tidak terdapat batas fisik
yang jelas yang memisahkan gas dengan lingkungannya. Hal ini disebabkan
oleh sifat gas yang mengisi ruang secara merata dan tak terbatas, tanpa
mempertahankan batas atau permukaan yang jelas seperti solid atau liquid.
5. Perubahan Fasa (entalpi, densitas, derajat ketidakteraturan):
A. Perubahan Fasa Solid ke Liquid (Pembekuan ke Pelelehan):
Perubahan dari keadaan solid ke liquid, di mana partikel-partikel dalam solid
(contohnya, molekul air dalam es) mulai bergerak dengan lebih bebas dan berubah menjadi
liquid (misalnya, air). Proses ini memerlukan energi (entalpi) yang positif karena energi panas
diserap untuk mengatasi gaya antarmolekuler yang mempertahankan bentuk solid. Densitas
liquid biasanya lebih tinggi daripada solid, dan derajat ketidakaturan dalam fase liquid sedikit
meningkat.
Contoh: Pada saat suhu es naik melewati titik lelehnya (0°C), molekul air dalam bentuk solid
es mulai bergerak dengan lebih leluasa dan berubah menjadi fase liquid air yang memiliki
densitas sekitar 1 g/cm³. Energi (entalpi) yang diperlukan untuk mencairkan es sekitar 334 J/g.
B. Perubahan Fasa Liquid ke Gas (Penguapan atau Peleburan):
Perubahan dari keadaan liquid ke gas, di mana partikel-partikel dalam liquid (seperti
molekul air) menerima tambahan energi panas dan beralih ke fase gas (uap air). Proses ini juga
memerlukan energi (entalpi) positif karena energi panas diperlukan untuk melepas ikatan
antarmolekuler dalam liquid. Densitas gas jauh lebih rendah dibandingkan dengan liquid, dan
tingkat ketidakaturan dalam fase gas sangat tinggi.
Contoh: Pada suhu 100°C, air (dalam bentuk liquid) mendidih dan berubah menjadi uap air
(gas). Energi (entalpi) yang diperlukan untuk mengubah air menjadi uap air sekitar 2,257 J/g.
Densitas uap air sangat rendah, dan molekul-molekulnya bergerak bebas dalam fase gas.
C. Perubahan Fasa Solid ke Gas (Sublimasi):
Sublimasi adalah perubahan dari keadaan solid langsung ke gas tanpa melalui fase
liquid. Proses ini memerlukan energi (entalpi) positif dan dapat menghasilkan densitas gas yang
sangat rendah dan tingkat ketidakaturan yang tinggi. Pada saat sublimasi, partikel-partikel
langsung berubah dari bentuk padat ke fase gas tanpa melewati fase liquid.
Contoh: Iodine padat dapat mengalami sublimasi pada suhu kamar. Ketika iodine padat
terpapar udara, partikel-partikel iodine langsung beralih ke bentuk uap iodine tanpa melalui
fase liquid. Energi (entalpi) sublimasi iodine sekitar 62,7 J/g, dengan densitas gas iodine yang
rendah, dan partikel-partikel gas iodine bergerak bebas.

D. Perubahan Fasa Gas ke Plasma (Ionisasi):


Plasma adalah fase materi yang terdiri dari partikel bermuatan (ion) dan elektron yang
bebas. Proses ini terjadi ketika gas sangat dipanaskan sehingga terjadi pembentukan ion-ion
dan lepasnya elektron. Perubahan ini memerlukan energi (entalpi) yang sangat tinggi, dengan
densitas yang sangat rendah dan tingkat ketidakaturan yang sangat tinggi. Plasma ditemukan
dalam kondisi suhu sangat tinggi di mana partikel gas mendapatkan energi yang cukup untuk
terionisasi.
Contoh: Plasma dapat ditemui dalam bintang, seperti Matahari. Pada inti Matahari, suhu yang
sangat tinggi menyebabkan terjadi ionisasi pada gas hidrogen, menghasilkan proton dan
elektron. Energi (entalpi) dalam reaksi ini sangat tinggi, dengan densitas yang sangat rendah,
dan partikel dalam plasma sangat energik dan bergerak dengan bebas.
Densitas adalah ukuran massa materi dalam suatu volume tertentu. Densitas
dinyatakan dalam satuan massa per satuan volume, seperti gram per sentimeter kubik (g/cm³)
atau kilogram per meter kubik (kg/m³). Semakin tinggi densitas, semakin padat materi tersebut.
Entalpi adalah jumlah total energi dalam suatu sistem, yang melibatkan energi panas
(panas) dan energi dalam (energi potensial). Dalam konteks perubahan fase, perubahan entalpi
mengukur jumlah energi yang diserap atau dilepaskan selama perubahan fase. Entalpi diukur
dalam joule (J) per gram (J/g) atau joule per mol (J/mol).
Derajat ketidakaturan mengacu pada tingkat pengaturan atau tata letak partikel dalam
suatu materi. Semakin tinggi derajat ketidakaturan, semakin acak pengaturan partikel tersebut
dalam fase materi tersebut. Fase padat memiliki derajat ketidakaturan yang rendah karena
partikel tersusun dengan teratur, sedangkan fase gas memiliki derajat ketidakaturan yang tinggi
karena partikel bergerak dengan sangat bebas dan acak. Derajat ketidakaturan biasanya tidak
diukur dalam satuan tertentu, tetapi merupakan konsep kualitatif yang menggambarkan tingkat
ketidakaturan pengaturan partikel dalam materi.
DISKUSI 2: Gas Ideal dan Gas Tidak Ideal (nyata)

1. Apa yang dimaksud dengan gas ideal dan gas tidak ideal?

1. Gas Ideal:
Gas ideal adalah representasi teoretis dari gas yang mematuhi hukum gas ideal. Ini
melibatkan asumsi bahwa gas terdiri dari partikel-partikel sangat kecil, memiliki massa nol,
dan bergerak secara acak. Gas ideal juga mematuhi hukum Boyle, hukum Charles, dan hukum
Avogadro. Dalam pengertian ini, gas ideal adalah suatu model ideal di mana tidak ada gaya
tarik-menarik antara molekulnya dan tumbukan antarmolekul bersifat elastis.
Kaitan dengan Sifat-sifat:
➢ -Motion dan Kinetic : Gas ideal mengikuti teori kinetik gas di mana partikel-partikel
gas bergerak secara acak dan memiliki energi kinetik yang merata. Karena memiliki
massa nol dan tidak mengalami gaya antarmolekul, partikel-partikel gas ideal bergerak
secara bebas.
➢ Tumbukan Antarmolekul: Dalam gas ideal, tumbukan antarmolekul dianggap bersifat
elastis di mana energi kinetik dipertahankan selama tumbukan. Ini berarti tumbukan
tidak menghasilkan kehilangan energi atau deformasi molekul.
➢ Gaya yang Bertindak pada Setiap Molekul: Gas ideal diasumsikan tidak mengalami
gaya tarik-menarik antarmolekul, yang berarti tidak ada gaya tarik-menarik van der
Waals yang hadir dalam gas nyata. Gaya ini tidak memengaruhi sifat fisik gas ideal.
➢ Kecepatan Gerak Molekular: Kecepatan molekul dalam gas ideal sesuai dengan
distribusi kecepatan Maxwell-Boltzmann, yang menggambarkan sebaran kecepatan
molekul dalam suatu gas ideal pada suhu tertentu.
Rumus Terkait:
Persamaan Gas Ideal:
PV = nRT
Keterangan :
▪ P adalah tekanan
▪ V adalah volume
▪ n adalah jumlah zat dalam mol
▪ R adalah konstanta gas
▪ T adalah suhu dalam Kelvin
Rumus ini menggambarkan hubungan antara tekanan, volume, jumlah zat, dan suhu dalam gas
ideal.
2. Gas Tidak Ideal (Nyata):
Gas tidak ideal merujuk pada gas yang tidak selalu mematuhi hukum gas ideal dan tidak
memenuhi asumsi-asumsi model gas ideal. Hal ini dapat terjadi karena adanya gaya tarik-
menarik antarmolekul, volume molekul, atau efek lain yang menyebabkan gas nyata tidak
mengikuti perilaku gas ideal.
Hubungan dengan Sifat-sifat:
➢ Motion dan Kinetik: Gas nyata memiliki partikel-partikel yang tetap bergerak secara
acak, tetapi mungkin terpengaruh oleh gaya tarik-menarik antarmolekul atau memiliki
volume yang signifikan. Hal ini dapat menyebabkan perubahan perilaku dari model gas
ideal.
➢ Tumbukan Antar Molekul: Dalam gas nyata, tumbukan antarmolekul mungkin tidak
bersifat elastis, yang berarti energi kinetik bisa hilang atau deformasi molekul dapat
terjadi selama tumbukan. Hal ini dapat menyebabkan deviasi dari model gas ideal.
➢ Gaya yang Bekerja pada Tiap Molekul: Gas nyata mengalami gaya tarik-menarik
antarmolekul, yang bisa berupa gaya van der Waals, gaya elektrostatik, atau efek
lainnya. Gaya ini memengaruhi perilaku gas nyata dan menyebabkan perbedaan dengan
gas ideal.
➢ Kecepatan Gerak Molekular: Kecepatan molekul dalam gas nyata bisa beragam, dan
distribusi kecepatan mungkin tidak selalu mengikuti distribusi Maxwell-Boltzmann.
3. Gas Campuran
Gas campuran merupakan kombinasi dari dua atau lebih jenis gas yang terdiri dari
molekul-molekul yang berbeda. Sifat-sifat gas campuran bergantung pada komposisi masing-
masing komponen gas dalam campuran dan interaksi antara molekul-molekul yang berbeda di
dalam campuran tersebut.
Hubungan dengan Sifat-sifat Gas Ideal dan Gas Tidak Ideal:
• Motion dan Kinetic: Gas campuran mengikuti prinsip hukum gerakan molekul yang
berlaku baik untuk gas ideal maupun gas nyata. Molekul-molekul dalam campuran
bergerak secara acak dan memiliki energi kinetik yang merata. Hukum kinetik gas
berlaku untuk masing-masing komponen dalam campuran.
• Tumbukan Antar Molekul: Tumbukan antarmolekul dalam gas campuran dipengaruhi
oleh karakteristik dari setiap komponen. Bila salah satu komponen memiliki tumbukan
yang elastis, maka campuran juga akan memperlihatkan tumbukan elastis. Sebaliknya,
jika salah satu komponen memiliki tumbukan yang tidak elastis, maka campuran akan
mengalami tumbukan yang tak elastis.
• Gaya yang Bekerja pada Tiap Molekul: Interaksi antarmolekul dalam gas campuran
bergantung pada jenis molekul dalam campuran. Komposisi molekul dalam campuran
menentukan jenis interaksi yang terjadi antara molekul-molekul yang berbeda.
Misalnya, dalam campuran gas ideal, gaya tarik-menarik antarmolekul diabaikan,
sementara dalam campuran gas nyata, gaya tarik-menarik van der Waals atau gaya
elektrostatik antarmolekul dapat terjadi.
• Kecepatan Gerak Molekular: Kecepatan molekul dalam campuran gas berfluktuasi
sesuai dengan masing-masing komponen. Distribusi kecepatan Maxwell-Boltzmann
berlaku untuk tiap komponen gas dalam campuran. Oleh sebab itu, setiap komponen
dapat memiliki kecepatan molekular yang berbeda tergantung pada suhu dan massa
molekulnya.
Persamaan Termodinamika untuk Gas Campuran
Untuk menganalisis karakteristik gas campuran, digunakan rumus termodinamika
yang sesuai, seperti modifikasi dari hukum gas ideal atau persamaan Van der Waals yang
disesuaikan untuk menjelaskan sifat campuran. Persamaan ini memperhitungkan pengaruh
masing-masing bahan dalam campuran serta kemungkinan interaksi antarmolekul yang terjadi.
Penyesuaian rumus dilakukan berdasarkan berat molekul dan jumlah mol dari setiap bahan
dalam campuran. Sebagai contoh, persamaan Van der Waals yang dimodifikasi untuk campuran
dua bahan dapat diberikan sebagai ilustrasi:
𝑛12 𝑎11 + 𝑛22 𝑎22
(𝑃 + )(𝑉 − 𝑛) = 𝑛𝑅𝑇
𝑉2
Keterangan:
• P adalah tekanan.
• V adalah volume.
• T adalah suhu.
• n adalah jumlah mol campuran.
• aij adalah parameter van der Waals antarmolekul yang berhubungan dengan komponen
i dan j.
• ni adalah jumlah mol komponen i.

Persamaan ini merupakan sebuah contoh persamaan yang dimodifikasi untuk menggambarkan
campuran dua komponen dengan parameter van der Waals. Dalam konteks campuran dengan
lebih dari dua komponen, persamaan serupa dapat disusun untuk memodelkan sifat campuran
dengan variable yang lebih banyak.
DISKUSI 3 : Soal Perhitungan

Diketahui:
• qs = 1500 scfm (minute)
• Ta = 3500F = (350 + 460) 0R = 810 0R
• Ts = 700F = (70 + 460) 0R = 530 0R
• A = 1,3 ft2
Ditanya : v…?

Jawab:
➢ Hukum Charles:
𝑇
𝑞𝑎 = 𝑞𝑠 𝑇𝑎
𝑠
810
𝑞𝑎 = 1500
530
𝑞𝑎 = 2292 acfm

➢ Kecepatan rata-rata:
𝑞
𝑣 = 𝐴𝑎
2292
𝑣=
(1,3)(60)
𝒗 = 𝟐𝟗, 𝟒 ft/s

Jadi, nilai kecepatan rata-rata pergerakan gas melewati inlet stack ialah 29,4 ft/s atau
89,61 m/s.

DISKUSI 4

Bagaimana sebaran Gas dan Partikulat dari Sumber ke Penerima, dihubungkan dengan ukuran/
diameter materialnya?

Jawab:
Sebaran gas dan partikulat dari sumber ini dapat memudahkan untuk menentukan lokasi stasiun
pengukuran kualitas udara yang efektif dan ekonomis berdasarkan jauh tidaknya sebaran
partikel emisi
1. Ukuran Partikel dan Sebaran Partikulat:
a. Partikulat Kasar (Diameter Lebih Besar dari 10 Mikrometer):
➢ Pola Penyebaran: Partikulat kasar cenderung memiliki jangkauan penyebaran
terbatas. Mereka cenderung turun ke permukaan tanah dengan cepat karena gaya
gravitasi. Angin atau aliran udara yang lemah hanya mampu mengangkut partikulat
ini dalam radius yang pendek dari sumbernya.
➢ Lingkup Penyebaran: Partikulat kasar hanya menyebar dalam radius beberapa ratus
meter hingga beberapa kilometer dari titik emisi, bergantung pada tingkat emisi
dan kondisi cuaca.
➢ Contoh Penyebaran: Debu dari jalan raya, serbuk kayu dari aktivitas penebangan,
atau partikel material dari lokasi konstruksi adalah contoh partikulat kasar. Mereka
cenderung tersebar di sekitar lokasi asalnya, dan dampak kesehatannya umumnya
lebih lokal.
b. Partikulat Sedang (Diameter Antara 2,5 hingga 10 Mikrometer):
➢ Pola Penyebaran: Partikulat sedang memiliki kemampuan untuk bertahan atau
mengendap di udara lebih lama daripada partikulat kasar. Mereka dapat menyebar
lebih jauh dari titik emisi dan terpengaruh oleh aliran udara yang lebih kuat.
➢ Lingkup Penyebaran: Partikulat sedang cenderung menyebar dalam jarak yang lebih
luas, sering kali mencapai beberapa kilometer dari sumber emisi, tergantung pada
kondisi cuaca dan tingkat emisi.
➢ Contoh Penyebaran: Partikulat ini termasuk PM2.5, sering kali berasal dari
pembakaran bahan bakar fosil seperti yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor atau
pembangkit listrik yang menggunakan batu bara sebagai sumber energi. Partikulat
PM2.5 dapat mencapai kota-kota yang jauh dari sumbernya dan memiliki dampak
kesehatan yang lebih serius.
c. Partikulat Halus (Diameter Kurang dari 2,5 Mikrometer):
➢ Pola Penyebaran: Partikulat halus adalah yang paling mungkin terangkut dalam
udara dan dapat menyebar dalam jarak yang sangat jauh dari titik emisi. Mereka
sangat dipengaruhi oleh pola aliran udara, angin, dan kondisi meteorologi.
➢ Lingkup Penyebaran: Partikulat halus seperti PM1 dan PM0.1 mampu menyebar
sangat jauh, bahkan mencapai ratusan kilometer dari titik emisi, bergantung pada
kondisi cuaca. Mereka dapat menjadi polutan yang berdampak secara global.
➢ Contoh Penyebaran: Partikulat halus umumnya berasal dari proses pembakaran
bahan bakar fosil, aktivitas industri, atau kejadian seperti kebakaran hutan. Asap dari
kebakaran hutan di satu wilayah dapat memengaruhi kualitas udara di wilayah yang
sangat jauh.
2. Ukuran Molekul Gas dan Sebaran Gas:
• Ukuran Molekul yang Kecil: Gas yang terbentuk dari molekul-molekul kecil, seperti
oksigen (O2) dan nitrogen (N2), memiliki kecenderungan untuk menyebar luas.
Molekul-molekul tersebut mampu difusi dan tersebar dengan mudah di atmosfer.
• Ukuran Molekul yang Besar: Gas yang tersusun dari molekul-molekul yang lebih
besar, contohnya metana (CH4), umumnya memiliki mobilitas yang lebih terbatas dan
cenderung memiliki jangkauan sebaran yang lebih terbatas. Molekul-molekul gas yang
lebih besar cenderung tetap lebih dekat dengan sumbernya.
3. Dampak Kesehatan dan Lingkungan:
• Partikel yang Lebih Kecil: Partikel-partikel sangat kecil, seperti PM2.5 (partikulat
dengan ukuran kurang dari 2,5 mikrometer), mampu bertahan terapung di udara dalam
durasi yang lama dan dapat memberikan dampak kesehatan yang serius apabila
terhirup. Mereka juga mampu menyebar dalam jarak yang jauh dan mencemari
lingkungan.
• Partikel yang Lebih Besar: Partikel yang berukuran lebih besar, seperti debu kasar,
umumnya memiliki dampak kesehatan yang lebih rendah karena cenderung mengendap
lebih cepat. Namun, mereka dapat menyebabkan masalah lingkungan terutama di
sekitar sumbernya.
Dalam situasi penyebaran gas dan partikulat, perhatian terhadap ukuran dan diameter
material sangat penting karena ini mempengaruhi sejauh mana material tersebut dapat
menyebar, berapa lama material tersebut bertahan di udara, dan dampaknya terhadap kesehatan
dan lingkungan. Penyebaran dapat menjadi masalah yang signifikan tergantung pada ukuran
dan sifat material yang dilepaskan ke atmosfer. Di bawah ini merupakan rentang penyebaran
partikulat yang diemisikan.
DISKUSI 5

1. Ekspresi dari gas


Ekspresi dari gas dapat dinyatakan dalam berbagai sistem pengukuran. Tiga sistem
pengukuran umum yang digunakan untuk mengekspresikan gas adalah:
a. Kelvin (K): Kelvin adalah satuan dasar dalam sistem pengukuran suhu yang disebut
sistem International (SI). Dalam sistem SI, suhu diukur dalam kelvin (K). Skala
Kelvin dimulai dari nol mutlak, di mana tidak ada gerakan termal molekul, yang
setara dengan -273,15 derajat Celsius.
b. Fahrenheit (°F): Fahrenheit adalah sistem pengukuran suhu yang banyak digunakan
di Amerika Serikat, dan masih terbatas di beberapa negara lainnya. Skala
Fahrenheit dimulai dari nol pada campuran es-saltpeter dan 96 pada suhu manusia
normal. Konversi dari Fahrenheit ke Celsius dapat dilakukan dengan rumus: °C =
(°F - 32) × 5/9.
c. Celsius (°C): Celsius, juga dikenal sebagai skala Centigrade, adalah sistem
pengukuran suhu yang paling umum digunakan di seluruh dunia, terutama dalam
konteks ilmiah dan sehari-hari. Skala Celsius dimulai dari nol pada titik beku air
dan 100 pada titik didih air pada tekanan standar. Konversi dari Celsius ke
Fahrenheit dapat dilakukan dengan rumus: °F = (°C × 9/5) + 32.
d. Konstanta Gas Universal (°R): Dalam sistem SI (Sistem Internasional), nilai R
adalah sekitar 8,314 J/(mol\cdotp K)(joule per mol per kelvin). Dalam satuan
alternatif, nilai R adalah sekitar 0 , 0821 L \cdotp atm/(K \cdotp mol) (liter atmosfer
per kelvin per mol).
2. Temperatur Absolut
Temperatur absolut merujuk pada suhu yang diukur dalam skala mutlak, di mana
nol mutlak (0 K atau nol Kelvin) adalah titik di mana gerakan termal dari partikel molekuler
atau atom berhenti sepenuhnya. Pada titik ini, energi kinetik dari partikel molekuler atau
atom adalah nol.
Skala temperatur absolut yang paling umum digunakan adalah skala Kelvin (K),
yang merupakan bagian dari Sistem Internasional (SI) dan tidak memiliki nilai negatif. Nol
Kelvin setara dengan -273,15 derajat Celsius. Beberapa hal penting tentang temperatur
absolut:
a. Pada skala Kelvin, suhu mutlak dari objek atau sistem dapat diukur dan
diekspresikan dalam angka positif saja.
b. Temperatur absolut berhubungan dengan gerakan molekuler. Semakin tinggi suhu
absolut, semakin tinggi energi kinetik rata-rata dari molekul atau atom dalam suatu
sistem.
c. Nol Kelvin, atau nol mutlak, merupakan batas bawah teoretis dari suhu yang dapat
dicapai dalam alam semesta kita. Tidak ada sistem fisik yang dapat mencapai suhu
di bawah nol Kelvin.
3. Tekanan
Tekanan adalah gaya per unit area yang diberikan oleh suatu zat pada suatu permukaan.
Ada tiga jenis tekanan yang umum digunakan:
a. Tekanan Atmosfer (Barometric Pressure):
• Tekanan atmosfer adalah tekanan udara di sekitar kita yang disebabkan oleh
berat kolom udara di atas kita
• Tekanan atmosfer bervariasi dengan ketinggian di atas permukaan bumi dan
juga dapat dipengaruhi oleh faktor cuaca.
• Satuan tekanan atmosfer umum yang digunakan adalah atmosfer (atm) atau
pascal (Pa).
b. Tekanan Gage (Gauge Pressure):
• Tekanan gage mengukur perbedaan antara tekanan dalam suatu sistem
dengan tekanan atmosfer sekitarnya.
• Tekanan gage adalah tekanan relatif terhadap tekanan atmosfer.
• Misalnya, tekanan ban dalam mobil yang biasa kita lihat adalah tekanan
gage. Jika tekanan ban adalah 30 psi, maka tekanan sebenarnya adalah 30
psi di atas tekanan atmosfer sekitarnya.
c. Tekanan Absolut (Absolute Pressure):
• Tekanan absolut mengukur tekanan terhadap nol absolut, yang merupakan
tekanan nol mutlak atau tekanan terendah yang dapat dicapai dalam sistem
fisik.
• Tekanan absolut mencakup tekanan atmosfer sekitarnya, jadi tekanan
absolut pada permukaan bumi adalah tekanan atmosfer plus tekanan yang
diberikan oleh sistem atau zat tertentu.
4. Berat molekul gas
a. Gas Hidrogen (H2): Sekitar 2.016 gram per mol (g/mol) - Hal ini karena gas
hidrogen terdiri dari dua atom hidrogen, masing-masing dengan massa molar
sekitar 1.008 g/mol.
b. Gas Oksigen (O2): Sekitar 31.9988 g/mol - Gas oksigen terdiri dari dua atom
oksigen, masing-masing dengan massa molar sekitar 15.999 g/mol.
c. Gas Karbon Dioksida (CO2): Sekitar 44.01 g/mol - Karbon dioksida terdiri dari satu
atom karbon dengan massa molar sekitar 12.011 g/mol dan dua atom oksigen,
masing-masing dengan massa molar sekitar 15.999 g/mol.
d. Gas Nitrogen (N2): Sekitar 28.0134 g/mol - Gas nitrogen terdiri dari dua atom
nitrogen, masing-masing dengan massa molar sekitar 14.007 g/mol.
e. Gas Argon (Ar): Sekitar 39.948 g/mol - Argon adalah gas mulia dengan massa
molar sekitar 39.948 g/mol.
f. Gas Metana (CH4): Sekitar 16.04 g/mol - Metana terdiri dari satu atom karbon
dengan massa molar sekitar 12.011 g/mol dan empat atom hidrogen, masing-
masing dengan massa molar sekitar 1.008 g/mol.
g. Untuk komposisi atmosfer bumi, terutama terdiri dari gas nitrogen (N2) dan gas
oksigen (O2), dengan jumlah kecil gas lain seperti argon, karbon dioksida, dan lain-
lain. Massa molekul rata-rata udara kering adalah sekitar 28.97 g/mol. Perlu diingat
bahwa nilai ini dapat sedikit bervariasi tergantung pada faktor-faktor seperti
ketinggian dan kondisi atmosfer lokal.
5. Hukum gas ideal
Hukum gas ideal menyatakan bahwa tekanan dan volume dari suatu gas ideal
berbanding terbalik jika suhu dan jumlah mol gas tetap. Artinya, jika tekanan gas naik,
maka volume gas akan turun. Begitu pula sebaliknya. Adapun hukum dari gas ideal
adalah:
PV = nRT
Dimana P adalah tekanan gas, V adalah volume gas, n adalah jumlah mol gas, adalah
kontanta gas universal, dan T adalah suhu gas dalam kelvin.
6. Densitas
Densitas adalah besaran yang mengukur sejauh mana materi padat, cair, atau gas
terkonsentrasi dalam suatu ruang atau volume tertentu. Densitas didefinisikan sebagai
massa per unit volume dan diukur dalam satuan massa per satuan volume, seperti gram per
sentimeter kubik (g/cm³) dalam sistem metrik atau kilogram per meter kubik (kg/m³) dalam
Sistem Internasional (SI). Rumus matematis untuk densitas (ρ) adalah:
𝑚
ρ= 𝑣

Dimana ρ adalah densitas, m adalah massa dari materi, dan V adalah volume yang
diisi oleh materi. Adapun densitas pada ketiga molekul sebagai berikut:

a. Densitas pada Padatan:


• Padatan memiliki molekul atau atom yang terikat erat dan
terstruktur secara teratur.
• Densitas padatan biasanya tinggi karena partikel-partikelnya rapat
terkompresi.
• Struktur molekuler padatan yang padat menyebabkan partikel tidak
dapat bergerak bebas, sehingga memiliki bentuk dan volume yang
tetap.
• Contoh: Logam seperti besi atau tembaga memiliki densitas tinggi
karena atom-atomnya saling terikat dengan kuat dalam kisi kristal.
b. Densitas pada Cairan:
• Cairan memiliki molekul atau atom yang tidak terikat secara ketat
dan dapat mengalir bebas.
• Densitas cairan biasanya lebih rendah dibandingkan dengan padatan
dengan massa molar yang serupa.
• Cairan tidak memiliki bentuk yang tetap, tetapi memiliki volume
yang tetap pada suhu dan tekanan tertentu.
• Contoh: Air memiliki densitas kira-kira 1 g/cm³ pada suhu dan
tekanan standar.
c. Densitas pada Gas:
• Gas memiliki molekul atau atom yang bergerak bebas dan memiliki
jarak antar partikel yang besar.
• Densitas gas sangat rendah karena partikelnya tersebar dan memiliki
ruang kosong yang besar di antara mereka.
• Gas tidak memiliki bentuk atau volume yang tetap dan dapat
mengisi wadah yang diberikan.
• Densitas gas dapat bervariasi tergantung pada tekanan, suhu, dan
jenis gasnya.
• Contoh: Gas alam memiliki densitas yang jauh lebih rendah
daripada cairan atau padatan.

Anda mungkin juga menyukai