Anda di halaman 1dari 10

RESUME MATERI

PELATIHAN CYBER CRIME


IN CRIMINALIBUS, PROBANTIONES BEDENT ESSE LUCE
CLARIORES

Nama:Gregorio Crisantus Putra Djoudi Moru


NIM:230710101277
Dosen Pengampu:Pak Fiskar S.H.,M.H,

Pembawa Materi: Pak I Gede Widhiana Suarda and Pak Meldy Ance Almendo

Fakultas Hukum

UNIVERSITAS JEMBER
Materi 1: Pak I Gede Widhiana Suarda

Cyber Crime:Sebuah Pengantar

Dunia mengalami perubahan secara terus-menerus, dalam hal ini kita bisa melihat dengan
jelas dalam perkembangan teknologi yang semakin canggih, dimana apabila dahulu orang
masih menggunakan kamera roll untuk mengambil gambar dan masih melalui proses
pengolahan, kini menggunakan kamera hp yang memiliki kualitas tinggi.

Perkembangan teknologi sudah mengantar ke era yang baru dengan kemudahan ada,
namun terdapat pula aspek lain. Era ini disebut sebagai Era Distrupsi.

Dalam menyikapi era ini terdapat dua jenis sikap kelompok,

1.Bersikap Positif, menanggapi era ini dengan harapan yang tinggi dan positif

2.Bersikap Negatif, menanggapi era ini dengan pesimis dan menggangap ancaman.

Era ini memiliki dampak positif dan dampak negative,

Dampak positif:

1.Praktis, pada era ini, teknologi semakin mempermudah kita dalam menjalankan tugas
kita.

2.Cepat, teknologi membantu memberikan hasil secara cepat.

Dampak Negatif:

1.Munculnya modus kejahatan baru


2.a.White Collar Crime (WCC), tindakan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang yang
berpendidikan atau yang terdapat dalam posisi strategis semakin mudah melaksanakan
tindakan kriminal

b.Cyber Crime(CC).

Apa perbedaan?

Dalam WCC, Menggunakan IT dan mencakupi kelas menengah keatas.

Dalam CC, Menggunakan IT dan mencakupi seluruh kelas masyarakat (tidak perlu
pendidikan dan kemampuan yang tinggi).

Contoh Cyber Crime:Judi Online, Penyebaran Pornografi, Cyber-bullying.

Pengertian Cyber crime:

Luas:Kejahatan/tindakan pidana dan segala perbuatan tercela yang terjadi di dunia maya.
(Australian Federal Policy).

Sempit:Kejahatan/Tindak Pidana yang diatur dalam UU.

Legal Framework

UU 11/2008 ITE => UU 19/2016 perubahan ITE=> UU 1/2023 KUHP

Terdapat Implikasi hukum pidana dan kriminologi

1.Kriminalisasi

2.Aparat penegak hukum harus cerdas

3.Mengedepankan Pencegahan

4.Surat Keputusan bersama Jaksa Agung agar UU ITE lebih rigid.


Materi 2: Pak Meldy Ance Almendo

Sistem Pembuktian Penyidikan Tindak Pidana Cyber

Pembuktian merupakan istilah yang merujuk pada ketentuan-ketentuan yang berisi


penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang
untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, sehingga dapat
membuktikan bersalah tidaknya seseorang melakukan perbuatan pidana.

Dalam peradilan, pembuktian dilakukan oleh beberapa pihak.

1.Upaya jaksa penuntut hukum secara maksimal dalam membuktikan kesalahan


yang didakwa.

2.Upaya Terdakwa/Penasihat hukum(pengacara) dalam membuktikan


ketidakbersalahan atau melemahkan dakwaan pembuktian yang diajukan oleh
Jaksa penuntut hukum( JPU)

3.Upaya hakim secara cermat untuk mempertimbangkan bukti yang diajukan


penuntut umum. Agar alat bukti tersebut hakim benar-benar yakin bahwa telah
terjadi tindak pidana dan terdakwalah pelakunya.

Dalam suatu kasus kriminal, entah dalam tindakan kriminak konvensional maupun
tindakan kriminal dunia maya (cyber crime) terdapat beberapa teori pembuktian.

1.Teori Pembuktian Positif (Positif Wetteljick), dimana bersalah atau tidaknya


terdakwa tergantung sepenuhnya kepada sejumlah alat bukti yang telah ditetapkan
terlebih dahulu. Teori ini berkembang pada abad pertengahan dan kini jarang
diterapkan dalam praktek pengadilan
2.Teori Pembuktian Negatif (Negatif Wetteljick), Hakim hanya boleh menjatuhkan
pidana ditentukan dengan keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara dan
dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.

3.Teori Conviction in Time, teori ini menyatakan bahwa salah tidaknya seorang
terdakwa semata-mata ditentukan oleh penilaian “Keyakinan Hakim” keyakinan
hakimlah yang menentukan wujud kebenaran sejati dalam sistem pembuktian.

4.Teori Conviction Raisonne, teori ini berbunyi bahwa pembuktian harus


didasarkan pada keyakinan hakim yang didukung dengan alasan-alasan yang jelas.
Dalam sistem pembuktian ini, faktor keyakinan hakim dibatasi. Menurut teori ini
keyakinan hakim harus dilandaskan dengan alasan/Reasoning atau alasan-alasan
dan Reasoning yaitu harus “Reasonable” harus berdasarkan alasan yang dapat
diterima, logis dan masuk akal.

5.Teori Pembuktian, Terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia


tidak melakukan tindak pidana korupsi dan wajib memberikan keterangan tentang
seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda
setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan perkara yang
bersangkutan dan penuntut umum tetap berkewajiban membuktikan dakwaannya
(penjelasan umum UU No.31 Tahun 1999 Tentang PPTPK) pembuktian
dibebankan kepada terdakwa,gratifikasi dan perampasan asset.

Hakekat dari Pembuktian adalah untuk menyajikan gambaran secara utuh tentang
tindak pidana yang terjadi pada hakim, sehingga seolah-olah hakim melihat sendiri
peristiwa tersebut seolah-olah peristiwa pidana tersebut terjadi dihadapannya, atau
hakim seakan-akan mengalami sendiri peristiwa tersebut melalui alat bukti yang
ada yang didukung dengan barang bukti yang berkaitan dengan tindak pidana
tersebut.
Tujuan pembuktian tersebut adalah sebagai suatu kepastian bahwa benar benar
telah terjadi suatu tindak pidana dan seorang sebagai pelakunnya dengan cara
menyajikan fakta-fakta yang dapat dipercaya berdasarkan alat bukti yang ada
sehingga hakim memperoleh keyakinan tentang apa yang sebenarnya dan terdakwa
yang sebagai pelakunya.

Terdapat 3 prinsip pembuktian dalam penyidikan

1.Pembuktian memegang peran sangat penting dalam siding pengadilan untuk


mencari kebenaran sejati/absolut.

2.Pengakuan tersangka/terdakwa tidak melenyapkan kewajiban pembuktian

3.Hal yang umum tidak perlu dibuktikan.

Terdapat sistem pembuktian yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum


Acara Pidana (KUHAP). Dalam Pasal 183 KUHAP berbunyi:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia peroleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

Berdasarkan pasal diatas, maka diketahui bahwa suatu kesalahan harus dibuktikan
dengan ada setidaknya 2 alat bukti yang sah dan atas dasar dari alat bukti yang sah,
hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan
terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Prinsip minimum pembuktian dalam penyidikan terdapat dalam putusan


mahkamah konstitusi nomor 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 Oktober menyatakan
bahwa frasa “bukti permulaan” dan bukti permulaan yang cukuo dan bukti yang
cukup sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 1 angka 14, pasal 17 dan pasal 21
ayat 1 KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bukti permulaan, bukti permulaan yang
cukup dan bukti yang cukup adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam
pasal 184 KUHAP.

Barang bukti pada dasarnya adalah benda yang digunakan untuk melakukan tindak
pidana atau benda yang diperoleh dari suatu tindak pidana yang menunjukkan telah
terjadinya tindak pidana.

Prinsip sahnya pembuktian

1.Regulasi/Dasar Hukum

2.Kewenangan/Petugas (Illegally Obtained) perolehan secara illegal

3.Prosedur atau caranya memperoleh (tertangkap tangan, penyitaan, diserahkan


oleh korban atau saksi atau tersangka)

4.Prosedur atau cara menyimpan (bukti yang relevan)

5.Prosedur atau cara perpindahan tangan yang menguasai (A Reasonable


Expectation of Privacy)

6.Prosedur membawa ke Persidangan

7.Prosedur menunjukkan di Persidangan

Parameter pembuktian

1.Bewijstheorie (Negatief Wetteljick Bewustheorie)


2.Bewusmiddelen (alat-alat bukti yang digunakan untuk membuktikan suatu
peristiwa hukum pidana).

3.Bewijsvoering/Exlusionary rules/Unlawful lega evidence(Cara mengemukakan


alat bukti di pengadilan, menemukan, mengumpulkan, memperoleh dan
menyampaikan.)

4.Pembagian beban pembuktian

5.Kekuatan masing-masing alat bukti

6.Bukti Minimum yang diperlukan

Pasal International Covenant on Civil and Political Right 1966 yang telah
diratifikasi melalui UU No.12 Tahun 2005 mengatur bahwa tidak boleh seorang
yang dengan sewenang-wenang atau secara tidak sah dicampuri perihal
kepribadiannya, keluarganya, rumah tangganya atau surat demikian pula tidak
boleh dicemari kehormatannya dan nama baiknya secara tidak sah.

Pada Pasal 40 UU no.36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagai alat bukti dilakukan


dalam rangka penegakkan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan dan/atau
penegak hukum lainnya yang ditetapkan dengan UU.

Alat bukti diluar KUHAP.

Alat bukti yang sah dalam petunjuk sebagaimana dimaksud dalam pasal 188 ayat 2
Undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana, khusus untuk
tidak pidana korupsi juga dapat diperoleh dari:

a.Alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau
disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa denga itu;dan
b.Dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat,dibaca,
dana tau didengarkan dengan atau tanpa bantuan suatu saran, baik yang tertuang
diatas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara
elektronik berupa tulisan,suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka
yang memiliki makna.

Pasal 5 UU No.11 Tahun 2008 tentang ITE

1.Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya


merupakan alat bukti hukum yang sah.

2.Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya


sebagaimana yang dimaksud pada ayat 2 merupakan perluasan dari alat bukti yang
sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.

Pasal 44 UU. No.11 Tahun 2008 tentang ITE

Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di siding pengadilan menurut


ketentuan undang-undang ini adalah sebagai sebagai berikut:

a.alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan perundang-undangan;dab

b.alat bukti lainnya berupa informasi elektronik dan/atau alat eletronik


sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat 1 dan angka 4 serta pasal 5 ayat (1),
ayat (2) dan ayat (3).

Dalam Keterangan ahli terdapat dualisme alat bukti yaitu ahli kedokteran dan ahli
pada umumnya’atau ahli yang lainnya punya dampak pada bentuk keterangan ahli
seperti: Keterangan ahli yang berbentuk laporan VER, Keterangan ahli dalam
bentuk BAP didepan Penyidik dan Keterangan Ahli yang berupa keterangan
langsung secara lisan didepan siding pengadilan dan dicatat oleh panitera siding.

Anda mungkin juga menyukai