Anda di halaman 1dari 5

SELEMBAR KERTAS PENYATU PERBEDAAN

Indonesia adalah negara sejuta keberagaman dan tentunya didukung sikap toleransi
yang harus dimiliki bangsanya. Masih adakah sikap toleransi dijiwa pemuda sekarang?

Cerita bermula, saat para siswa berkumpul untuk berlatih paduan suara dalam rangka
mengikuti perlombaan tahunan sekolah. Latihan tidak begitu kondusif. Hingga insiden
kecil menjadi awal mula pertengkaran mereka.

Audy : "Stop! Stop!"

Suasana menjadi hening. Mereka menatap ke arah yang sama. Dengan raut kesal salah
satu dari mereka menghampiri sumber masalah.

Dea : "Aku bilang apa?! (tatapan jengah) Anak ini seharusnya nggak usah diikutin
lomba.. lebih baik keluarin aja dari pada jadi beban!"
Anggi : "Setuju. Kita ikut lomba untuk menang, bukan malu-maluin diri sendiri."
Mayang : " Kalian berdua nggak capek ngritik Intan terus?" (berjalan mendekat ke
arah Dea dan Anggi)
Anggi : "Belain aja terus! Kalo nggak mau dikritik, pindah ke planet lain sekalian."
Mayang : "Susah ngomong ke kalian yang dibutain kemenang, kita ikut untuk nambah
penga--"
Dea : "M U N A F I K !! Pasti kamu mau bilang kalo kita ikut lomba nggak perlu
menang 'kan? Tapi untuk nambah pengalaman, gitu? Halahh! Basi!"
Intan : "Udah.. aku minta maaf kalo suaraku nggak bagus. Nanti aku latihan lagi
biar nggak malu-maluin." (Logat Timur)
Mayang : "Tan. Mereka ngritik kamu bukan karena suaramu, tapi karena kamu murid
pindahan dari Timur Tengah. (ia menoleh ke arah Dea dan Anggi) Itu kan
alasan kalian? Ngaku aja, dasar rasis!"

Suasana kian memanas. Teman-teman yang lain hanya terdiam, malas meladeni
perdebatan dihadapan mereka.

Dara : " Uwes lo uwes! Mayang, wei ojo gampang kepancing emosi. Dea karo
Anggi juga ojo terus-terusan rasis."
Dea : "Apa?! Mau belain dia juga? Kita udah nurut usulan kamu untuk masukin
murid baru ini. Lagian nggak cuma aku sama Anggi, yang lainnya juga
kepikiran suara dia yang aneh, 'kan?!" (sebagian mengangguk meski ragu).

Tiba-tiba suara gebrakan meja menganggetkan mereka semua.


Septa : "Ais.. buang-buang waktu doang." (Bahasa Bali)

1
Elma : "Eh.. eh. Bentar! Kita latihan dulu." (Logat Sunda)
Aldi : "Males, mending main game aja. Lagian kita dapet apa kaya gini!" (mereka
keluar dari ruangan)
Anggi : "Tuh, kan. Siapa lagi kalo bukan dia pekaranya." (menunjuk Intan)
Elma : "Ini bukan pertama kalinya kalian rasis. Waktu Jesica sekolah disini, kalian
buli karena kulitnya hitam. Sampai-sampai dia keluar dari sekolahan.
Salaysia, karena logat jawa ngapaknya, kalian jauhin. Jangan lupa kalian
tinggal di Indonesia yang beragam budaya, agama, ras, suku. Mau seberapa
rasis lagi kalian? Apa mau aku aduin ke kepala sekolah?" (Logat Sunda)

Keduanya terdiam, dengan perasaan yang dongkol keluar dari ruangan.

Citra : "Penuh drama sekali kelas kita." (diangguki teman-teman yang berada di
dekatnya)
Dara : "Cit, piye seragam awak dewe?"
Citra : "Aduh, aku lupa lagi."
Dara : "Kok ngono sih? Kan kowe seng ngurusi seragam, kowe juga seng ngomong
lek seragam kudu dadi seurung kelas lain."
Citra : "Maaf banget ya. Soalnya akhir-akhir ini aku banyak ngayah muda-mudi"
(bingung)
Audy : "Kamu boleh lah ikut ini itu, tapi kamu jangan lupa tanggung jawab kamu
disini. Kamu kan seksi perlengkapannya!"
Citra : "Kok jadi ngegas sih!"
Audy : "Aku perhatiin, semenjak kamu jadi ketua muda-mudi. Kok jadi sok sibuk.
Acara kumpulan lah, acara agamalah--."
Citra : "Memangnya aku pernah skip latihan?!! Enggak kan!" (menahan amarah)
Laksmi : "Wait! Jadi menurut Lo acara keagamaan nggak penting gitu?" (Logat anak
gaul)
Cita : "Maksud Audy pasti nggak kaya gitu,"
Laksmi : "Terus maksudnya gimana? Citra suruh keluar dari muda mudi, fokus ke
paduan suara gitu? Gila! Kelas ini nggak ada toleransinya sama sekali."

Citra begitupun rombongannya keluar dari ruangan sehingga tersisa beberapa orang.

Alifatun : "Wes, ancur, angel wes!"

Cerita berlanjut, hari demi hari anggota mereka tidak pernah lengkap lagi saat latihan.
Ada yang beralasan, ada pula yang tidak hadir tanpa alasana. Hingga hari ini, tiga hari
sebelum perlombaan mereka masih dengan kondisi yang sama.
Diam-diam beberapa teman mereka membuat sebuah rencana agar dapat membuat
mereka kembali akur.

Di siang hari mereka menuju ke ruang seni. Semuanya berkumpul dalam ruangan yang
sama, tapi sayangnya tidak ada percakapan yang terjadi. Segerombolan anak laki-laki

2
datang dengan raut kesal.

Aldi : "Aissh.. Jujur. Siapa yang ngasih kita surat-surat gini?" (menunjukan secarik
kertas)
Galang : "Mana isinya ngancem kaya gini." (Bahasa Bali)
Laksmi : "Loh, kalian dapet juga. Jangan-jangan..." (menatap temennya yang lain)

Semuanya saling pandang, kemudian mengeluarkan secarik kertas yang sama dengan isi
yang sama. Perhatian mereka teralih saat beberapa orang memasuki ruangan.

Irma : "Akhirnya berkumpul juga. Berarti kalian udah nerima suratnya ya?"
(mendapatkan tatapan tajam dari yang lain)
Isna : "Tenang! Tatapannya jangan gitu. Kita nggak bermaksud neror kok. Kita
cuma pengen ngumpulin kalian biar nggak berantem lagi karena perbedaan
kita."
Laksmi : "Jadi ini dari kalian?" (mereka mengangguk)
Riska : "Iya. Aku yang masukin ke tas kalian diem-diem." (meringis)

Semuanya terdiam. Tidak ada lagi yang berniat mengeluarkan suara karena sibuk
dengan pikiran masing-masing.

Irma : "Kita tiga hari lagi bakal ngadepin musuh yang beragam. Mereka pasti
ngeciptain paduan suara yang berbeda sesuai dengan keberagaman pikiran
mereka. Tolong.. jangan ciptain musuh di dalam kelas kita sendiri. Karena
kalo tidak ada musuh di dalam maka musuh di luar juga nggak dapat
menghalangi kita."
Intan : "Maaf, pasti semua ini gara-gara aku. Paduan suaranya pasti tidak jadi
bagus karena aku ikut. Apa aku boleh usul untuk nggak diikutin paduan
suara?" (Logat Timur)

Dea dan Anggi yang mendengar itu mengeratkan genggaman mereka. Rasa bersalah
langsung menguasai mereka. Mayang yang berada didekatnya menyadari tingkah laku
ke dua temannya.

Mayang : "Nyesel?" (tidak mendapat jawaban)


Mayang : "Muka kalian nggak usah melas gitu dong. Tapi, wajar sih nyesel. Kata-kata
kalian berdua pasti nyakitin hati Intan. Anak sebaik itu kalian buli, nggak
waras."
Dea : "Pasti dipandangan kalian, kita jahat. (menatap teman-temannya) Inget
kasus Jesica? Kita selama ini udah berusaha ngehubungin Jesica, tapi kata
orang tuanya, Jesica nggak mau ngomong sama kita. Jujur, kita nggak
pernah buli dia, kita cuma nggak sengaja kebetulan liat dia di buli sama
anak sekolah lain. Tapi kayaknya dia malu karena ketauan kita. Kalo masalah
Salaysia (melirik ke arah orangnya) kita udah berusaha minta maaf, tapi

3
dianya selalu ngehindar."

Salaysia yang berdiri sedikit jauh menangis sesegukan. Ia merasa bersalah ketika
menyadari telah percaya dengan rumor buruk tentang temannya.

Salaysia : "Maaf. Aku udah percaya sama rumor di sekolah ini tentang kalian." (Logat
Jawa Ngapak)
Anggi : "Kita yang seharusnya minta maaf karena dulu sempet ngucilin kamu."
(memeluk Salaysa)

Semuanya menatap haru ke arah mereka. Pelukan itu tak berlangsung lama, Anggi mulai
berkata jujur tentang alasan sebenarnya.

Anggi : "Kita gak rasis, tapi kita tau disini masih minim sikap toleransinya. Kita
memang bisa menghargai perbedaan ini, tapi nggak tau yang lain. Makanya
itu, kita berdua takut waktu paduan suara nanti, Intan bakal jadi bahan
ketawaan kelas lain. Karena itu, kita pikir lebih baik Intan nggak usah
ikut paduan suara."

Penjelasan yang sama sekali tidak terduga membuat semuanya terkejut.

Mayang : "Denger kan tan? (Intan langsung mendekat dan memeluk dua temannya
itu)
Intan : " Terimakasih ya, sudah menghawatirkan aku."
Dea : "Kita berdua minta maaf ya, Tan." (membalas pelukan Intan)
Riska : "Intan, kamu memang dari tempat yang jauh dan bahasamu berbeda. Tapi
jangan merasa sendiri, karena kita selalu ngedukung kamu. Kita semua
berbeda, itu bagus karena kita semua unik. Tanpa keragaman, hidup jadi
membosankan. Contoh, kelas kita yang lingkup kecil aja isinya beragam. Ada
berbagai agama, suku, dan tentunya bahasa. Tapi itu bukan hambatan
untuk kita asalkan memiliki sikap toleransi."

Semua mengangguk setuju. Kejadian barusan membuat Audy tergerak. Ia berjalan


mendekati Citra yang juga sedang menatapnya.

Audy : "Citra, aku minta maaf. Maaf karena kurangnya sikap toleransiku.
Seharusnya aku nggak bilang kaya gitu. Agama adalah kepercayaan yang
harus kita utamakan, maaf udah mencela tentang agamamu." (menjulurkan
tangan meminta maaf)
Citra : "Maaf juga ya. Maaf udah lalai sama tanggung jawab yang udah dipercayain
ke aku."
Laksmita : "Gue juga minta maaf udah kepancing emosi. Kemaren gue agak capek,
apalagi suasananya nggak enak sehabis mereka debat, jadinya ikut emosi."
Irma : "Apa kalian pernah denger? (menghentikan langkah mereka) Persatuan

4
adalah kekuatan. Ketika ada kerja tim dan kolaborasi, hal-hal indah dapat
dicapai. Bahkan yang lemah menjadi kuat ketika bersatu, apa itu?"
Semua : "Ketika laba-laba bersatu, mereka bisa mengikat seekor singa" (Tertawa
lepas)
Aldi : "Cie.. udah baikan nih."
Laki-laki : "Ayok latihan!"
Semua : "Yuukk!"
Mitha : "Ayuk! Ganti baju kalian."

Kenapa Indonesia memiliki perbedaan beragam tetapi dapat bersatu? Karena Indonesia
memiliki Pancasila sebagai dasar ideologi negara yang kuat dan bisa mempersatukan
keberagaman tersebut. Toleransi antara umat beragama, antara suku, ras dan bahasa
dibutuhkan oleh Indonesia yang merupakan negara multikultural. Perbedaan bukanlah
hambatan untuk kita bersatu.

Sebuah perbedaan tentang keberagaman di Indonesia dikemas dalam bingkai Bhinneka


Tunggal Ika. Keragaman yang ada di Indonesia adalah kekayaan dan keindahan bangsa.

Sumpah Pemuda
Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928
Dengan ini bersaksi:
Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia
Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia
Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia

Sekian persembahan teater dari kelas XII.3


Terimakasih.

Anda mungkin juga menyukai