Anda di halaman 1dari 4

Prosedur Pengangkatan Arbiter

Arbitrase pada dasarnya merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa perdata tetapi
tidak melalui jalur pengadilan pada umumnya. Hal ini sesuai dengan pengertian arbitrase
yang diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU 30/1999”) sebagai berikut:
“Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang
didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa.”
Syarat Menjadi Arbiter Pada Umumnya
Arbiter itu sendiri adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa
atau yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau oleh lembaga arbitrase, untuk memberikan
putusan mengenai sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase,
demikian yang disebut dalam Pasal 1 angka 7 UU 30/1999.
Secara umum, mengenai penunjukan atau pengangkatan arbiter dapat kita jumpai
pengaturannya dalam Pasal 12 UU 30/1999 yang berbunyi:
(1) Yang dapat ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter harus memenuhi syarat:
a. cakap melakukan tindakan hukum;
b. berumur paling rendah 35 tahun;
c. tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat
kedua dengan salah satu pihak bersengketa;
d. tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas putusan arbitrase;
dan
e. memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidangnya paling sedikit 15 tahun.
(2) Hakim, jaksa, panitera dan pejabat peradilan lainnya tidak dapat ditunjuk atau diangkat
sebagai arbiter.
Prosedur Pengangkatan Arbiter dalam Suatu Penyelesaian Sengketa/Kasus
Pada dasarnya, pemilihan arbiter itu dilakukan oleh para pihak yang bersengketa dan
diusulkan sendiri oleh pihak yang bersengketa. Akan tetapi, dalam hal para pihak tidak dapat
mencapai kesepakatan mengenai pemilihan arbiter atau tidak ada ketentuan yang dibuat
mengenai pengangkatan arbiter, Ketua Pengadilan Negeri menunjuk arbiter atau majelis
arbitrase. Pengaturan ini dapat kita lihat dalam Pasal 13 ayat (1) UU 30/1999.
Kemudian, dalam suatu arbitrase ad hoc bagi setiap ketidaksepakatan dalam penunjukan
seorang atau beberapa arbiter, para pihak dapat mengajukan permohonan kepada Ketua
Pengadilan Negeri untuk menunjuk seorang arbiter atau lebih dalam rangka penyelesaian
sengketa para pihak [Pasal 13 ayat (2) UU 30/1999].
Mengenai pemilihan dan pengangkatan arbiter tunggal dapat dilihat pengaturannya
dalam Pasal 14 UU 30/1999:
(1) Dalam hal para pihak telah bersepakat bahwa sengketa yang timbul akan diperiksa dan
diputus oleh arbiter tunggal, para pihak wajib untuk mencapai suatu kesepakatan tentang
pengangkatan arbiter tunggal.
(2) Pemohon dengan surat tercatat, telegram, teleks, faksimili, e-mail atau dengan buku
ekspedisi harus mengusulkan kepada pihak termohon nama orang yang dapat diangkat
sebagai arbiter tunggal.
(3) Apabila dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah termohon menerima usul
pemohon sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) para pihak tidak berhasil menentukan
arbiter tunggal, atas permohonan dari salah satu pihak, Ketua Pengadilan Negeri dapat
mengangkat arbiter tunggal.
Ketua Pengadilan Negeri akan mengangkat arbiter tunggal berdasarkan daftar nama yang
disampaikan oleh para pihak, atau yang diperoleh dari organisasi atau lembaga arbitrase
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, dengan memperhatikan baik rekomendasi maupun
keberatan yang diajukan oleh para pihak terhadap orang ybs.
Pasal di atas menjelaskan tentang pengangkatan arbiter tunggal. Dari sini kita bisa ketahui
bahwa undang-undang memberikan kesempatan kepada salah satu pihak yang bersengketa
untuk mengusulkan kepada pihak lainnya mengenai arbiter tunggal yang akan memeriksa dan
memutus perkaranya. Jadi, para pihaklah yang menentukan arbiter tunggal itu. Akan tetapi,
jika dalam kurun waktu yang ditentukan para pihak tidak berhasil menentukan, maka ketua
pengadilan negeri yang mengangkat arbiter tunggal itu.
Para pihak juga bisa menentukan lebih dari satu arbiter yang akan memeriksa dan memutus
perkaranya (Pasal 15 UU 30/1999).
Dengan ditunjuknya seorang arbiter atau beberapa arbiter oleh para pihak secara tertulis dan
diterimanya penunjukan tersebut oleh seorang arbiter atau beberapa arbiter secara tertulis,
maka antara pihak yang menunjuk dan arbiter yang menerima penunjukan terjadi suatu
perjanjian perdata. Penunjukan ini mengakibatkan bahwa arbiter atau para arbiter akan
memberikan putusannya secara jujur, adil, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan
para pihak akan menerima putusannya secara final dan mengikat seperti yang telah
diperjanjikan bersama, demikian yang dikatakan dalam Pasal 17 UU 30/1999.
Pada praktiknya, arbiter yang bekerja pada suatu badan/instansi tertentu juga harus memenuhi
persyaratan tambahan yang ditentukan oleh badan/instansi yang bersangkutan. Sebagai
contoh, arbiter pada Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) mempunyai syarat
khusus yang tertuang dalam Pasal 3 ayat (1) Lampiran Keputusan Badan Arbitrase Pasar
Modal Indonesia Nomor Kep–03/BAPMI/11.2002 tentang Arbiter BAPMI (“Keputusan
BAPMI 03/2002”), yakni seseorang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Warga negara Indonesia;
2. Cakap melakukan tindakan hukum;
3. Berumur paling rendah 35 tahun dan;
4. Memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif bidangnya paling sedikit 15
Tahun;
5. Tidak pernah dihukum karena suatu tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan
yang telah mempunyai kekuatan pasti; dan
6. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum tetap;
7. Bukan merupakan pihak-pihak yang dilarang untuk menjadi Arbiter oleh ketentuan
perundang-perundangan yang berlaku;
8. Terdaftar sebagai anggota dari asosiasi, himpunan, ikatan dan/atau bentuk organisasi
lain yang telah menjadi anggota BAPMI;
9. Berpendidikan minimum sarjana atau setara;
10. Telah memperoleh izin orang-perorangan profesi pasar modal dari BAPEPAM atau
terdaftar sebagai profesi penunjang pasar modal di BAPEPAM;
11. Tidak termasuk dalam Daftar Orang Tercela dan/atau daftar orang yang tidak boleh
melakukan tindakan tertentu di bidang pasar modal sesuai dengan daftar yang
dikeluarkan oleh BAPEPAM dan/atau tidak pernah dihukum karena suatu tindak
pidana yang terkait dengan masalah ekonomi dan/atau keuangan dan;
12. Memahami ketentuan perundang-perundangan di bidang pasar modal dan bidang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa di Indonesia;
13. Memahami Peraturan dan Acara BAPMI;
14. Bukan merupakan pejabat di bidang pengawas pasar modal, direksi bursa efek, atau
lembaga kliring dan penjaminan, atau lembaga penyimpanan dan penyelesaian; serta
15. Bukan merupakan pejabat aktif dari instansi peradilan, kejaksaan atau kepolisian.
Dari sini, kita bisa lihat syarat lain atau syarat tambahan khusus yang juga harus dipenuhi
oleh arbiter BAPMI yang membedakan dengan arbiter pada badan lainnya adalah terdaftar
sebagai anggota dari asosiasi, himpunan, ikatan dan/atau bentuk organisasi lain yang telah
menjadi anggota BAPMI, memahami Peraturan dan Acara BAPMI, dan sebagainya.
Berdasarkan Pasal 8 Keputusan BAPMI 03/2002, calon arbiter yang telah memenuhi syarat-
syarat di atas, akan diangkat sebagai Arbiter BAPMI, dengan mendaftarkan namanya ke
dalam daftar Arbiter BAPMI.
Pengurus BAPMI berwenang memberhentikan atau membatalkan pendaftaran Arbiter dalam
Daftar Arbiter BAPMI [Pasal 9 ayat (1) Keputusan BAPMI 03/2002] dengan
memperhatikan ketentuan Pasal 10 Keputusan BAPMI 03/2002 tentang hal-hal yang dapat
menyebabkan dicoretnya atau dibatalkannya pendaftaran seseorang sebagai Arbiter BAPMI,
yaitu:
1. Terbukti melakukan suatu tindak pidana kejahatan yang telah mendapat kekuatan
pasti;
2. Termasuk dalam Daftar Orang Tercela dan/ atau daftar orang yang tidak boleh
melakukan tindakan tertentu dibidang pasar modal sesuai dengan daftar yang
dikeluarkan oleh BAPEPAM dan/ atau dihukum karena suatu tindak pidana yang
terkait dengan masalah ekonomi dan/ atau keuangan;
3. Berdasarkan pertimbangan dan saran dari Dewan Kehormatan dengan alasan-alasan
tertentu;
4. Meninggal Dunia;
5. Tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam pasal 3 peraturan ini.
Jika Arbiter BAPMI telah dicoret atau dikeluarkan dari Daftar Arbiter BAPMI, maka ia tidak
diperkenankan untuk menangani sengketa atau beda pendapat di BAPMI baik sebagai
mediator maupun sebagai arbiter. Demikian disebut dalam Pasal 11 Keputusan BAPMI
03/2002.

Dasar Hukum:
1. Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa;
2. Keputusan Badan Arbitrase Pasar Modal IndonesiaNomor
Kep–03/BAPMI/11.2002 tentang Arbiter BAPMI.

Anda mungkin juga menyukai