Anda di halaman 1dari 7

RAGAM DAN BENTUK ALTERNATIF

PENYELESAIAN SENGKETA
Oleh SITI YUNIARTI (Mei 2017)

Alternative dispute resolution (ADR) atau alternatif penyelesaian sengketa (APS) merupakan
upaya penyelesaian sengketa di luar litigasi (non-litigasi). Dalam ADR/APS terdapat beberapa
bentuk penyelesaian sengketa. Bentuk-bentuk ADR/APS menurut Suyud Margono (2000:28-31)
adalah: (1) konsultasi; (2) negosiasi; (3) mediasi; (4) konsiliasi; (5) arbitrase; (6) good offices;
(7) mini trial; (8) summary jury trial; (9) rent a judge; dan (10) med arb [1]. Adapun Jacqueline
M. Nolan-Haley dalam bukunya yang berjudul “Alternative Dispute Resolution in A Nutshell,
menjelaskan bahwa ADR “is an umbrella term which refers generally to alternatives to court
adjudication of dispute such as negotiation, mediation, arbitration, mini trial and summary jury
trial”. [2]

Bentuk ADR/APS dalam Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa adalah konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli. Tidak
dijabarkan lebih lanjut pengertian dari masing-masing bentuk ADR/APS tersebut dalam UU
No.30/1999. Adapun, arbitrase dikeluarkan dari lingkup ADR/APS dan diberikan definisi
tersendiri dalam UU No.30/1999 yakni “cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh
para pihak yang bersengketa”.

Berikut pengertian umum dari bentuk-bentuk ADR/APS yang dirangkum dari beberapa literatur
sebagai berikut:

1. Konsultasi

Konsultasi adalah suatu tindakan yang bersifat “personal” antara suatu pihak tertentu (klien)
dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, dimana pihak konsultan memberikan
pendapatnya kepada klien sesuai dengan keperluan dan kebutuhan kliennya[3].

1. Marwan dan Jimmy P, menjelaskan arti konsultasi, sebagai berikut: “Permohonan nasihat
atau pendapat untuk menyelesaikan suatu sengketa secara kekeluargaan yang dilakukan
oleh para pihak yang bersengketa kepada pihak ketiga”[4] Dengan demikian dapat
disimpulan bahwa konsultasi adalah permintaan pendapat kepada pihak ketiga
(konsultan) terkait sengketa yang dihadapi.
2. Negosiasi

Negosiasi sebagai sarana bagi para pihak yang bersengketa untuk mendiskusikan
penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah, sehingga tidak ada prosedur
baku, akan tetapi prosedur dan mekanismenya diserahkan kepada kesepakatan para pihak yang
bersengketa tersebut. Penyelesaian sengketa sepenuhnya dikontrol oleh para pihak, sifatnya
informal, yang dibahas adalah berbagai aspek, tidak hanya persoalan hukum saja[5]. Dalam
praktik, negosiasi dilakukan karena 2 (dua) alasan, yaitu: (1) untuk mencari sesuatu yang baru
yang tidak dapat dilakukannya sendiri, misalnya dalam transaksi jual beli, pihak penjual dan
pembeli saling memerlukan untuk menentukan harga, dalam hal ini tidak terjadi sengketa; dan
(2) untuk memecahkan perselisihan atau sengketa yang timbul di antara para pihak[6]. Dengan
demikian, dalam negosiasi, penyelesaian sengketa dilakukan sendiri oleh pihak yang
bersengketa, tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai penengah.

3. Konsiliasi

Konsiliasi adalah penyelesaian sengketa dengan intervensi pihak ketiga (konsiliator), dimana
konsiliator lebih bersifat aktif, dengan mengambil inisiatif menyusun dan merumuskan langkah-
langkah penyelesaian, yang selanjutnya ditawarkan kepada para pihak yang bersengketa. Jika
pihak yang bersengketa tidak mampu merumuskan suatu kesepakatan, maka pihak ketiga
mengajukan usulan jalan keluar dari sengketa. Meskipun demikian konsiliator tidak berwenang
membuat putusan, tetapi hanya berwenang membuat rekomendasi, yang pelaksanaanya sangat
bergantung pada itikad baik para pihak yang bersengketa sendiri.[7]

4. Mediasi

Pengertian mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan dibantu oleh pihak ketiga (mediator)
yang netral/tidak memihak. Peranan mediator adalah sebagai penengah (yang pasif) yang
memberikan bantuan berupa alternatif-alternatif penyelesaian sengketa untuk selanjutnya
ditetapkan sendiri oleh pihak yang bersengketa[8]. Dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 1
Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, mediasi diberikan arti sebagai cara
penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak
dengan dibantu oleh mediator. Peran mediator membantu para pihak mencari berbagai
kemungkinan penyelesaian sengketa dengan cara tidak memutus atau memaksakan pandangan
atau penilaian atas masalah-masalah selama proses mediasi berlangsung.

5. Penilaian Ahli

Pendapat para ahli untuk suatu hal yang bersifat teknis sesuai dengan bidang keahliannya[9].

6. Arbitrase

Berbeda dengan bentuk ADR/APS lainnya, arbitrase memiliki karakteristik yang hampir serupa
dengan penyelesaian sengketa adjudikatif. Sengketa dalam arbitrase diputus oleh arbiter atau
majelis arbiter yang mana putusan arbitrase tersebut bersifat final and binding. Namun demikian,
suatu putusan arbitrase baru dapat dilaksanakan apabila putusan tersebut telah didaftarkan ke
Pengadilan Negeri (lihat Pasal 59 ayat (1) dan (4) UU No.30/1999). Dalam hal para pihak
sepakat untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrase, maka sengketa tidak dapat diselesaikan
melalui pengadilan
Pengertian Sanksi Hukum
Sanksi hukum merupakan hukuman yang diberikan pada seseorang yang melakukan pelanggaran
hukum. Ini adalah bentuk perwujudan yang jelas dari kekuasaan negara dalam menjalankan
kewajibannya dalam memaksakan ditaatinya suatu hukum.

Di dalam pelanggaran suatu peraturan hukum umumnya yang bertindak terhadap pelanggaran
yakni pemerintah. Dengan perantaraan alat-alat paksanya pemerintah bisa memaksa setiap orang
berkelakuan menurut kaidah-kaidah tata tertib masyarakat, utamanya tata tertib dalam hukum di
masyarakat. Di dalam pelanggaran hukum umumnya yang mendapat kerugian (oleh pelanggar
itu) pertolongan oleh pemerintah.

Macam Sanksi Hukum


 Sanksi pidana
 Sanksi perdata
 Sanksi administrasi

Sanksi Pidana

Dalam hukum pidana, sanksi hukum berarti hukuman. Dalam arti suatu perasaan tidak enak
(sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar
undang-undang hukum pidana.

Hukuman itu telah diatur di dalam pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),
yaitu:

Hukuman pokok dibagi menjadi 4 point:

1. hukuman mati
2. hukuman penjara
3. hukuman kurungan
4. hukuman denda

Hukuman tambahan, terbagi menjadi:

 pencabutan beberapa hak yang tertentu


 perampasan barang yang tertentu
 pengumuman keputusan hakim

Sanksi perdata
Di dalam hukum perdata, putusan yang dijatuhkan oleh hakim dapat berupa:

 Putusan condemnatoir yaitu yang bersifat menghukum pihak yang dikalahkan untuk
memenuhi kewajibannya.
 Putusan declaratoir yaitu yang amarnya menciptakan keadaan yang sah menurut hukum.
Putusan ini bersifat menerangkan dan menegaskan suatu keadaan hukum semata.
 putusan constitutif yaitu putusan yang menghilangkan suatu keadaan hukum dan
menciptakan keadaan hukum baru

Sanksi administrasi

Untuk sanksi administrasi ialah sanksi yang berlakukan kepada pelanggar administrasi atau
ketentuan undang-undang yang bersifat administratif. Pada umumnya sanksi administrasi yang
berupa;

1. Denda (misalnya yang diatur dalam PP No. 28 Tahun 2008),


2. Pembekuan hingga pencabutan sertifikat dan/atau izin (misalnya yang diatur dalam
Permenhub No. KM 26 Tahun 2009),
3. Penghentian sementara pelayanan administrasi hingga pengurangan jatah produksi
(misalnya yang diatur dalam Permenhut No. P.39/MENHUT-II/2008 Tahun 2008),
4. Tindakan administratif (contohnya yang diatur dalam Keputusan KPPU No.
252/KPPU/KEP/VII/2008 Tahun 2008)
Menurut “Black's Law Dictionary Seventh Edition”, sanksi (sanction) adalah:

“A penalty or coercive measure that results from failure to comply with a law, rule, or
order (a sanction for discovery abuse)”

Di Indonesia, secara umum, dikenal sekurang-kurangnya tiga jenis sanksi hukum yaitu:

1. sanksi hukum pidana


2. sanksi hukum perdata
3. sanksi administrasi/administratif

 
 

Dalam hukum pidana, sanksi hukum disebut hukuman. Menurut R. Soesilo, hukuman adalah:

“Suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis kepada
orang yang telah melanggar undang-undang hukum pidana”

Hukuman sendiri diatur dalam pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),
yaitu:

1. Hukuman pokok, yang terbagi menjadi:

a)     hukuman mati

b)     hukuman penjara

c)     hukuman kurungan


d)     hukuman denda

2. Hukuman-hukuman tambahan, yang terbagi menjadi:

a)     pencabutan beberapa hak yang tertentu

b)     perampasan barang yang tertentu

c)     pengumuman keputusan hakim

 
 

Dalam hukum perdata, putusan yang dijatuhkan oleh hakim dapat berupa:

1.      putusan condemnatoir yakni putusan yang bersifat menghukum pihak yang dikalahkan
untuk memenuhi prestasi (kewajibannya). Contoh: salah satu pihak dihukum untuk
membayar kerugian, pihak yang kalah dihukum untuk membayar biaya perkara

2.      putusan declaratoir yakni putusan yang amarnya menciptakan suatu keadaan yang sah
menurut hukum. Putusan ini hanya bersifat menerangkan dan menegaskan suatu keadaan
hukum semata-mata. Contoh: putusan yang menyatakan bahwa penggugat sebagai pemilik
yang sah atas tanah sengketa

3.      putusan constitutif yakni putusan yang menghilangkan suatu keadaan hukum dan
menciptakan keadaan hukum baru. Contoh: putusan yang memutuskan suatu ikatan
perkawinan.

Jadi, dalam hukum perdata, bentuk sanksi hukumnya dapat berupa:

1. kewajiban untuk memenuhi prestasi (kewajiban)


2. hilangnya suatu keadaan hukum, yang diikuti dengan terciptanya suatu keadaan hukum
baru

 
Sedangkan untuk sanksi administrasi/administratif, adalah sanksi yang dikenakan terhadap
pelanggaran administrasi atau ketentuan undang-undang yang bersifat administratif. Pada
umumnya sanksi administrasi/administratif berupa;

-         denda (misalnya yang diatur dalam PP No. 28 Tahun 2008),

-         pembekuan hingga pencabutan sertifikat dan/atau izin (misalnya yang diatur dalam
Permenhub No. KM 26 Tahun 2009),

-         penghentian sementara pelayanan administrasi hingga pengurangan jatah produksi


(misalnya yang diatur dalam Permenhut No. P.39/MENHUT-II/2008 Tahun 2008),

-         tindakan administratif (misalnya yang diatur dalam Keputusan KPPU No.
252/KPPU/KEP/VII/2008 Tahun 2008)

Demikian uraian singkat kami. Semoga bermanfaat.

Dasar hukum:

1.      Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

2.      Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2008 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa
Denda

3.       Peraturan Menteri Kehutanan No. P.39/MENHUT-II/2008 Tahun 2008 tentang Tata Cara
Pengenaan Sanksi Administratif Terhadap Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan

4.       Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 252/KPPU/KEP/VII/2008 Tahun 2008
tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

5.       Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 26 Tahun 2009 tentang Sanksi Administratif
Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Bidang Keselamatan Penerbangan

Anda mungkin juga menyukai