Khutbah I
Khutbah I
َع َذ اِبي َلَش ِد يٌد َو ِفي أَيٍة َأَخ َر َو َقِلْيٌل ِم ْن ِع َباِدَي الَّشُك ْو ُر
Rasa syukur harus kita implementasikan dalam rupa tindakan nyata.
Karena dengan demikian, kita seperti tengah mengikat semua nikmat
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah tersebut agar tidak lepas lebih-lebih bisa bertambah. Syukur adalah
Alhamdulillah, di siang yang mulia ini kita bisa bertatap muka lagi dalam pengagungan kita kepada Sang Pemberi nikmat dengan tidak berani-
kondisi yang sehat. Khatib berwasiat kepada diri khatib sendiri dan berani kepada-Nya dan mengkufuri nikmat-Nya.
hadirin sekalian, agar selalu memupuk ketakwaan kita. Sebagai bentuk
rasa syukur atas nikmat keimanan yang Allah berikan. Dan menjauhkan
diri dari apa-apa yang dilarang-Nya. Menurut Imam Al-Ghazali, paling tidak dari ungkapan syukur itu, kita
tidak menjadikan anugerah nikmat tersebut sebagai alat untuk
bermaksiat. Itulah standar syukur yang paling rendah versi beliau. Tidak
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah menggunakan nikmat yang ada menjadi tunggangan dan tameng untuk
bermaksiat.
Rasa syukur kita yang paling besar atas nikmat Allah adalah nikmat
berupa iman dan terjaga dari melakukan maksiat. Bersyukur kepada
Hadirin rahimakumullah Sebagian lain mengatakan, tidak ada suatu musibah kecuali selalu
dibarengi dengan kenikmatan. Dari sisi mana kenikmatan tersebut?
Di dunia ini selalu mempunya sisi lain yang berseberangan, ada hitam
Yaitu kenikmatan seperti yang diungkapkan Abdullah bin Umar;
ada putih, ada gelap ada terang, begitu seterusnya. Seperti kata
pepatah, roda selalu berputar. Yang di atas akan merasakan juga
bagaimana berada di bawah. Begitulah pola kehidupan. Ujian, kesulitan
“Aku tidak pernah diuji dengan suatu musibah kecuali Allah memberiku
dan musibah yang kita hadapi, sejatinya mengandung hikmah yang
empat kenikmatan sekaligus di dalamnya. Nikmat pertama, ternyata
sangat besar jika kita mampu menghadapi dengan sabar.
musibah tersebut tidak menimpa terhadap agama dan keyakinanku.
Kedua Ternyata musibah tersebut tidaklah lebih besar (sebab masih ada
musibah yang lebih berat). Ketiga, aku tidak terhalangi untuk
Dari sini kita bisa mengambil kesimpulan, bahwa ketika nikmat yang
mendapatkan ridla Allah karena musibah yang datang itu. Terakhir, aku
diberikan Allah begitu banyak, kita selayaknya harus selalu
bisa mendapatkan pahala darinya dengan cara bersabar.”
mensyukurinya. Bagaimana cara bersyukur? Yakni dengan mentaati-Nya,
menghindarkan diri dari semua yang dilarang, atau setidaknya, seperti
yang diungkapkan Imam al-Ghazali, kita tidak memanfaatkan fasilitas
Sebagian menambahkan, kenikmatan yang lain ketika diterpa musibah,
kenikmatan tersebut sebagai alat untuk mendurhakai Allah swt.
yakni ternyata musibah tersebut tidaklah lama, dia pasti berlalu. Lalu
antara syukur dan sabar mana yang lebih utama dari keduanya? Ulama
berbeda pandang. Sebagian mengatakan syukur lebih utama, sebab
Dan saat musibah hidup melanda pun, kita bisa pula mendapatkan nilai
banyak pujian Allah kepada utusan-Nya yang mampu bersyukur, seperti
pahala dengan bersabar menghadapinya. Bisakah kita tetap bersyukur
pujian-Nya kepada Nabi Nuh As. Dalam sebuah ayat;
saat musibah mendera? Sebagian ulama berpandangan, bahwa syukur
hanya bisa diaplikasikan pada suatu kenikmatan, tidak sebaliknya yakni “(Wahai) keturunan orang yang Kami bawa bersama Nuh. Sesungguhnya
musibah dan ketidak-nyamanan hidup. Sebab dalam konteks tersebut, dia (Nuh) adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur.”
tugas seorang hamba adalah sabar, bukan syukur.
Khutbah II