Anda di halaman 1dari 13

ALIRAN JABARIYAH

MAKALAH
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

ILMU KALAM

Dosen Pengampu :

Drs. KH. Muzakir,M.M

Kelompok 1 :

Dindin
Enung Yuningsih
Rahma Azhari AN
Sena Apriliani
Shabila
Dela Yustika

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( PAI )


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
BAITUL ARQOM AL – ISLAMI
Lemburawi KM 09 Ciparay-Pacet Telepon : (022) 85962223 Bandung 4038
Jawa Barat,Indonesia
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala, atas berbagai
nikmat, rahmat, taufiq, dan hidayahnya sehingga penyusun mampu menyelesaikan makalah yang
berjudul Aliran Jabariyah. Makalah guna memenuhi tugasmata kuliah Ilmu Kalam.

Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini
dapat di selesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah
ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi dan manfaat bagi kita semua untuk pengembangan
wawasan dan ilmu pengetahuan.

Bandung,Oktober 2023
DAFTAR ISI

Daftar Isi. .................................................................................................. iii

BAB I ........................................................................................................ 1

PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. Latar belakang .................................................................................... 1

B Rumusan Masalah .............................................................................. 1

BAB II ....................................................................................................... 2

PEMBAHASAN ........................................................................................ 2

1. Pengertian Jabariah .............................................................................. 3

2. Latar Belakang kemunculan Aliran Jabariah ......................................... 4

3. Perkembangan dan tokoh jabariyah ...................................................... 5

4. Paham Jabariyah dan argumennya ...................................................... 6

BAB III ...................................................................................................... 7

PENUTUP ................................................................................................. 7

A. Kesimpulan .......................................................................................... 7

B. Saran ................................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 8


BAB I

PENDAHUAN

A. Latar Belakang

Persoalan Iman (aqidah) agaknya merupakan aspek utama dalam ajaran Islam yang didakwahkan oleh
Nabi Muhammad. Pentingnnya masalah aqidah ini dalam ajaran Islam tampak jelas pada misi pertama
dakwah Nabi ketika berada di Mekkah. Pada periode Mekkah ini, persoalan aqidah memperoleh perhatian
yang cukup kuat dibanding persoalan syari’at, sehingga tema sentral dari ayat-ayat al-Quran yang turun
selama periode ini adalah ayat-ayat yang menyerukan kepada masalah keimanan (Manna, 2004).

Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam berarti berbicara tentang Ilmu Kalam. Kalam secara
harfiah berarti “kata-kata”. Kaum teolog Islam berdebat dengan kata-kata dalam mempertahankan
pendapat dan pemikirannya sehingga teolog disebut sebagai mutakallim yaitu ahli debat yang pintar
mengolah kata. Ilmu kalam juga diartikan sebagai teologi Islam atau ushuluddin, ilmu yang membahas
ajaran-ajaran dasar dari agama. Mempelajari teologi akan memberi seseorang keyakinan yang mendasar
dan tidak mudah digoyahkan. Munculnya perbedaan antara umat Islam. Perbedaan yang pertama muncul
dalam Islam bukanlah masalah teologi melainkan di bidang politik. Akan tetapi perselisihan politik ini,
seiring dengan perjalanan waktu, meningkat menjadi persoalan teologi (Nasution, 1986).

Perbedaan teologis di kalangan umat Islam sejak awal memang dapat mengemuka dalam bentuk praktis
maupun teoritis. Secara teoritis, perbedaan itu demikian tampak melalui perdebatan aliran-aliran kalam
yang muncul tentang berbagai persoalan. Tetapi patut dicatat bahwa perbedaan yang ada umumnya masih
sebatas pada aspek filosofis diluar persoalan keesaan Allah, keimanan kepada para rasul, para malaikat,
hari akhir dan berbagai ajaran nabi yang tidak mungkin lagi ada peluang untuk memperdebatkannya.
Misalnya tentang kekuasaan Allah dan kehendak manusia, kedudukan wahyu dan akal, keadilan Tuhan.
Perbedaan itu kemudian memunculkan berbagai macam aliran, yaitu Mu'tazilah, Syiah, Khawarij,
Jabariyah dan Qadariyah serta aliran-aliran lainnya.

Makalah ini akan mencoba menjelaskan aliran Jabariyah. Dalam makalah ini penulis hanya menjelaskan
secara singkat dan umum tentang aliran Jabariyah. Mencakup di dalamnya pengertian, latar belakang
kemunculan, perkembangan dan tokoh jabariyah serta paham jabariyah dan argumennya.

B. Rumusan Masalah

1. Pengertian Jabariyah

2. Latar Belakang kemunculan Aliran Jabariah

3. Perkembangan dan tokoh jabariyah

4. Paham Jabariyah dan argumennya


BAB II

PEMBAHSAN

1) pengertian jabariyah

Secara Etimologi jabariyah merupakan suatu paksaan didalam melakukan setiap sesuatu, [1] Dikatakan
demikian, karena segala sesuatu yang terjadi bukanlah atas kehendak manusia itu sendiri, akan tetapi
perbuatan itu terjadi atau terlaksana adalah atas kekuasaan Allah semata. Seumpama terbit dan
terbenamnya matahari, pahala dan siksa. Dalam hal ini manusia bagaikan kapas, kemana angin bertiup
kesanalah kapas pergi. Dengan demikian dapat dikemukakan, bahwa Allah akan memperbuat sesuatu
adalah atas kehendak, karena kekuasaan dan kemutlakan-NYA dalam berbuat.[2] Di dalam kamus Munjid
dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan
mengharuskannya melakukan sesuatu. Salah satu sifat dari Allah adalah al-Jabbar yang berarti Allah
Maha Memaksa. Sedangkan secara istilah Jabariyah adalah menolak adanya perbuatan dari manusia dan
menyandarkan semua perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain adalah manusia mengerjakan perbuatan
dalam keadaan terpaksa (majbur).[3]

2) Latar belakang kemunculan aliran jabariyah

Pola pikir Jabariyah kelihatannya sudah dikenal bangsa Arab sebelum Islam, mereka kelihatannya lebih
dipengaruhi oleh paham fatalis.[6] Bangsa Arab pada waktu itu bersifat serba sederhana dan jauh dari
pengetahuan, terpaksa menyesuaikan hidup mereka dengan suasana padang pasir yang tandus dan
gersang. Mereka tidak banyak melihat jalan untuk merubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan
keinginan mereka sendiri. Mereka merasa lemah dan tak kuasa menghadapi berbagai kekerasan dan
kesukaran hidup yang ditimbulkanoleh suasana padang pasir. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka
banyak bergantung pada kehendak alam.[7]

Pada masa Nabi, benih-benih paham Jabariyah itu sudah ada perdebatan di antara para sahabat di seputar
masalah qadar Tuhan merupakan salah satu indikatornya. Rasulullah SAW, menyuruh umat Islam beriman
kepada taqdir, tetapi beliau mencegah mereka membicarakannya secara mendalam. Pada masa sahabat
(Khulafa’ al-Rasyidin) kelihatannya sudah ada orang yang berpikir Jabariyah.[8] Diceritakan dalam suatu
riwayat yang masyhur bahwa Khalifah Umar bin Khattab pernah bertanya kepada seorang pencuri yang
dihadapkan kepadanya: “mengapa kamu mencuri…?? Lalu menjawab Allah telah menetaokan perbuatan
tersebut atas saya sejak azali. Riwayat ini menunjukan bahwa masalah qadha dan qadar merupakan
masalah yang pertama dipersoalkan . khalifah umar bin khotobbmenghukum pencuri it karena
memanfaatkan perbuatannya itu dengan pemahaman yang salah. Sehingga dia berani menisbahkan
kepada Allah perbuatan mencuri yang diakukan.

Pada masa pemerintahan bani umayyah, pandangan tentang jabar semakin mencuat kepermukaan.
Abdullah bin Abbas dengan suratnya, memberi reaksi karena kepada penduduk syiria yang diduga
berpaham Jabariyah. Hal yang sama dilakukan oleh Hasan Basri kepada penduduk Basrah. Ini
menunjukkan bahwa sebagai suatu pola pikir (Mazhab) yang dianut, dipelajari, dan dikembangkan terjadi
pada akhir pemerintahan Bani Umayah.[10]

Paham Jabariyah pertama kali dikembangkan oleh al-Ja’ad bin Dirham dan Jahm bin Safwam yang
menyebarkannya sehingga memperoleh pengikut yang banyak. Adapun ajaran Jabariyah ini juga dikenal
dengan mazhab Jahamiyah, paham ini jelas didasarkan pada kuasa Allah yang mutlak meliputi segala
sesuatu.[11] Di samping dua tokoh utama ini, ada lagi tokoh lain yang cukup dikenal dari kalangan
Jabariyah yaitu al-Husein bin Mahmun al-Najjar dan Dhirar bin Amr yang menganut paham Jabariyah
moderat, sedangkan al-Ja’ad bin Dirham dan Jahm bin Safwam menganut paham Jabariyah ekstrem

Menurut Harun Nasution Jabariyah adalah paham yang menyebutkan bahwa segala perbuatan manusia
telah ditentukan dari semula oleh Qadha dan Qadar Allah. Maksudnya adalah bahwa setiap perbuatan
yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak manusia, tapi diciptakan oleh Tuhan dan dengan
kehendak-Nya, di sini manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berbuat, karena tidak memiliki
kemampuan. Ada yang mengistilahlkan bahwa Jabariyah adalah aliran manusia menjadi wayang dan
Tuhan sebagai dalangnya.[12]

Adapun mengenai latar belakang lahirnya aliran Jabariyah tidak adanya penjelelasan yang sarih. Abu Zahra
menuturkan bahwa paham ini muncul sejak zaman sahabat dan masa Bani Umayyah. Ketika itu para ulama
membicarakan tentang masalah Qadar dan kekuasaan manusia ketika berhadapan dengan kekuasaan
mutlak Tuhan.[13] Adapaun tokoh yang mendirikan aliran ini menurut Abu Zaharah dan al-Qasimi adalah
Jahm bin Safwan,[14] yang bersamaan dengan munculnya aliran Qadariayah.

Pendapat yang lain mengatakan bahwa paham ini diduga telah muncul sejak sebelum agama Islam datang
ke masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab yang diliputi oleh gurun pasir sahara telah memberikan
pengaruh besar dalam cara hidup mereka. Di tengah bumi yang disinari terik matahari dengan air yang
sangat sedikit dan udara yang panas ternyata dapat tidak memberikan kesempatan bagi tumbuhnya
pepohonan dan suburnya tanaman, tapi yang tumbuhhanya rumput yang kering dan beberapa pohon kuat
untuk menghadapi panasnya musim serta keringnya udara.[15]

Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian masyarakat arab tidak melihat jalan untuk
mengubah keadaan disekeliling mereka sesuai dengan kehidupan yang diinginkan. Mereka merasa lemah
dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Artinya mereka banyak tergantung dengan Alam,
sehingga menyebabakan mereka kepada paham fatalisme.[16]

Terlepas dari perbedaan pendapat tentang awal lahirnya aliran ini, dalam Alquran sendiri banyak terdapat
ayat-ayat yeng menunjukkan tentang latar belakang lahirnya paham Jabariyah, diantaranya:

QS ash-Shaffat: 96

3. Perkembangan dan tokoh jabariyah

Dari sisi bahasa, Jabariyah berasal dari bahasa Arab, "jabara" yang artinya memaksa. Jadi, orang-orang
Jabariyah menganggap bahwa semua perbuatan manusia adalah "terpaksa". Mereka meyakini manusia
tidak memiliki kekuasaan apa pun atas kehendak dan nasibnya. Segala tindak-tanduknya, mulai ia lahir,
bekerja, siapa jodohnya, hingga ajalnya sudah ditentukan Allah SWT. Tidak hanya itu, selepas ia mati pun,
Allah sudah menentukan apakah ia masuk surga atau neraka.

Manusia tidak ikut campur sedikit pun atas takdir yang ia miliki. Maka itu, Asy-Syahratasāni pernah
menulis, paham Jabariyah menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang sesungguhnya dan secara
mutlak menyandarkanya kepada Allah SWT. Dalil paham ini berasal dari banyak ayat Al-Quran dan hadis
Nabi Muhammad SAW, di antaranya adalah ayat-ayat berikut ini: “Dan kamu tidak menghendaki
[menempuh jalan itu] kecuali bila dikehendaki Allah” (Q.S. Al-Insan [76]: 30).

Pada surah Al-An'am ayat 111, Allah berfirman: “Mereka sebenarnya tidak percaya sekiranya Allah tidak
menghendaki,” (Q.S. Al-An’am [6]: 111). Aliran Jabariyah lahir di Khurasan, Persia, dengan tokohnya
bernama Jaham bin Shafwan. Nama lain dari Jabariyah adalah Jahmiyah yang dinisbahkan kepada nama
Jaham bin Shafwan. Sebenarnya, aliran ini dicetuskan pertama kali oleh Ja'ad bin Dirham, barulah
kemudian diteruskan oleh Jaham bin Shafwan.

Karena pahamnya yang serba pasrah, khalifah pertama dari dinasti Umayyah, Muawiyah bin Abu Sufyan
"mempolitisasinya" sehingga Jabariyah jadi aliran yang memperoleh dukungan pemerintah Daulah
Umayyah (Siswanto, dalam Akidah Akhlak, 2020). Terdapat sejumlah tokoh aliran Jabariyah yang
berpengaruh dalam sejarah pemikiran ilmu kalam. Dari pemikiran tokoh-tokoh itu, aliran Jabariyah terbagi
menjadi dua paham lagi. Pertama, Jabariyah ekstrem yang dipelopori Ja'ad bin Dirham dan Jaham bin
Shofwan. Sementara yang kedua adalah Jabariyah moderat yang dipengaruhi oleh An-Najjar dan Ad-
Dhirar. Pemikiran para tokoh itu adalah sebagai berikut, sebagaimana dikutip dari buku Studi Ilmu Kalam
(2015) yang ditulis oleh Didin Komarudin.

1. Ja'ad bin Dirham dan Jaham bin Shafwan Ja'ad bin Dirham adalah pencetus awal aliran Jabariyah.
Setelah diusir dari Damaskus, Ja'ad pindah ke Kufah dan meneruskan ajarannya. Salah satu muridnya
adalah Jaham bin Shafwan yang menjadikan aliran Jabariyah kian populer di kalangan umat Islamkala itu.
Menurut Ja'ad bin Dirham dan Jaham bin Shafwan, manusia adalah makhluk yang tak memiliki kehendak
apa pun. Allah yang mengendalikan segala perbuatan manusia. Aliran Jabariyah ekstrem dari kedua tokoh
ini meyakini fatalisme dan manusia adalah sosok pasif dalam kehidupan dunia. Selain itu, aliran Jabariyah
ekstrem juga berpandangan bahwa surga dan neraka tidaklah kekal. Menurut pendapat mereka, yang
kekal di alam semesta ini adalah Allah SWT. Jika surga dan neraka juga kekal, maka keduanya akan
menyaingi sifat Allah yang Maha Kekal.

2. An-Najjar dan Ad-Dhirar Husain bin Muhammad An-Najjar dan Dhirar bin Amr sebenarnya juga
meyakini bahwa Allah SWT memang mengendalikan semua perbuatan manusia. Namun, ia berpendapat
manusia pun memiliki peran dalam mewujudkan perbuatan tersebut. Pendapat kedua tokoh tersebut
berdasarkan firman Allah SWT dalam Al-Quran berikut ini: “Allah-lah yang menciptakan kamu apa yang
kamu kerjakan” (Q.S. As-Shaffat [37]: 96). Dalam surah Al-Balad ayat 10, Dia SWT juga berfirman: "Dan
Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan [jalan kebaikan dan keburukan. Manusia bebas memilih
jalan yang mana]," (QS. Al-Balad [90]:10)
Menurut pendapat mereka, jika manusia tidak memiliki kehendak bebas sama sekali, maka akan sangat
tidak adil jika manusia diganjar dosa atas perbuatan buruknya atau memperoleh pahala atas amalan
baiknya. Pemikiran An-Najjar dan Ad-Dhirar melandasi perkembangan kelompok Jabariyah moderat yang
tidak serta-merta menganggap manusia mutlak tunduk pada takdir, melainkan juga berpartisipasi dalam
memutuskan segala perbuatannya.

Baca selengkapnya di artikel "Sejarah Aliran Jabariyah, Pemikiran, dan Perbedaan dengan Qadariyah",
https://tirto.id/ghVf

4. Paham Jabariyah dan argumennya

1. Aliran jabariyah exstrem:

Adapun ajaran yang dibawa jaad bun dirham,ialah ajaran-ajaran extrem, antara lain

a. Al-Qur`an itu adalah makhluk dan karenanya AlQur`an itu baru (hadits). Sesuatu yang
baru itu tidak dapat disifatkan kepada Allah.

b. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti berbicara, melihat dan
mendengar. Allah juga tidak berbicara kepada Nabi Musa, dan tidak menjadikan Nabi
Ibrahim sebagai Khalil(kekasih)

c. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segalanya. Aliran ini kemudian disebarkan oleh Jahm
Ibnu Shafwan dari Khurasan (Persia). Jahm bin Shafwan ini adalah orang yang sama
dengan Jahm yang mendirikan aliran Murji`ah ekstreem. Jahm ibnu Shafwan digelari
AbuMakhroj. Dia adalah seorang pemipin Bani Roshab dari Azd. Ia pandai berbicara dan
seorang orator ulung. Karena kepandaiannya berbicara serta kefasihannya, AlHarits Ibn
Sarij al-Tamimi pada waktu berada di Khurasan mengangangkatnya sebagai juru tulis dan
seorang mubaligh. Di samping sebagai mubaligh ia juga dikenal sebagai seorang ahli
debat.

2. Aliran jabariyah moderat,

a. Husain ibnu Muhammad An-Najjar Pengikutnya disebut Najjariyah. An-Najjar hidup


pada masa khalifah Al-Makmun sekitar tahun 198 H sampai 218 H. Pada mulanya ia
adalah murid dari seorang Mu`tazillah bernama Basyar al-Marisi. Tapi beliau keluar,
mengikuti mazhab Ahlus Sunnah wal Jama`ah dan akhirnya membuat mazhab sendiri
yaitu Najariyyah. Beliau ini berusaha mempersatukan di antara fahamfaham yang ada.
Kadaang-kadang fatwanya sama dengan Mu`tazilah, lain kali mirip dengan Jabariyah, lain
waktu persis dengan Murji`ah atau Syi`ah bahkan Ahlus Sunnah wal Jama`ah. Tapi
sekarang aliran ini sudah tidak ada lagi, karena tidak adanya pengikut, hilang bersama
waktu.

Ajaran-ajarannya diantaranya:
1) Tuhanlah yang menciptakan perbuatan-perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun
perbuatan baik. Tetapi manusia mempunyai bagian dalam mewujudkan perbuatan-
perbuatan tersebut. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk
mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dan inilah yang disebut dengan kasab atau
acquisition.151Dengan demikian manusia dalam pandangan AnNajjar tidak lagi seperti
wayang yang gerakannya bergantung pada dalang. Sebab tenaga yang perbandingan
diciptakan Tuhan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatan-
perbuatannya.

2) Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi AnNajjar mengatakan bahwa Tuhan
dapat saja memindahkan potensi hati (ma`rifat) pada mata
sehingga manusia dapat melihat Tuhan. Pendapat ini dibantah oleh Sayid Sabiq153
menurutnya kenikmatan terbesar bagi penduduk surga adalah melihat Allah. Bermunajat
kepada-Nya, memperoleh kebahagiaan dengan kerelaan-Nya. Allah berfirman yang
artinya: Pada hari ini wajah berseri-seri melihat Tuhannya‖. (QS.75:21-22).

b. Ad-Dhirar Nama lengkapnya adalah Dhirar bin Amr. Tidak diketahui secara pasti
lengkap biografinya. Beliau memiliki paham moderat yang menengahi paham Qadariyah
yang dibawa oleh Ma`bad Al-Juhani dan Gahilan Al-Dimasqi dengan paham Jabariyah
yang dibawa oleh Jahm ibnu Shafwan.154Ajaran-

Ajarannya diantaranya:

1) Beliau sependapat dengan An-Najjar, yakni bahwa manusia tidak hanya merupakan wayang yang
digerakkan dalang. Manusia mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatannya dan tidak
semata-mata dipaksa dalam melakukan perbuatannya. Menurutnya, suatu perbuatan dapat
ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, yakni perbuatanperbuatan yang diciptakan Tuhan
dan perbuatanperbuatan yang diusahakan (iktasaba/acquired) oleh manusia. Dengan kata lain,
Tuhan dan manusia bekerjasama dalam mewujudkan perbuatanperbuatan manusia. Karenanya
manusia tidak sematamata dipaksa dalam melakukan perbuatannya. Dhirar dan juga An-Najjar
mengatakan bahwa perbuatanperbuatan manusia, pada kenyataannya, diciptakanoleh Allah dan
manusia. Mungkin saja sebuah perbuatan dilakukan oleh dua orang pelaku.

2) Tentang melihat Tuhan. Menurutnya Tuhan dapat dilihat di akhirat melalui indera keenam. Ia juga
berpendapat bahwa hujjah yang dapat diterima setelah nabi adalah ijma` saja, sedangkan yang
bersumber dari hadits ahad dipandang tidak dapat dijadikan sumber dalam menetapkan hukum.

3) Menurut Dhirar imamah bisa dipegang oleh orang lain selain bangsa Quraisy

Dari uraian diatas dapat di simpulkan ssebagai berikut:


a) Qudrat dan Iradat Manusia
Aliran Jabariyah berpendapat bahwa Kemampuan/daya berbuat atau berkehendak yang dimiliki
oleh manusia adalah Mutlak milik Allah semata, dalam artian manusia tidaklah mempunyai daya
dan kemampuan dalam berbuat.Manusia hanyalah sebagai fasilitator saja, sedangkan Allah lah
yang menggerakkan perbuatan manusia, manusia hanyalah menjadi objek dari kemampuan dan
keinginan Allah, diibaratkan manusia sebagai wayang yang digerakakan oleh dalang, yang dalam
hal ini Allah lah dalangnya. Diantara nukilan dalil dalam AlQuran adalah;Qs.ashaffat:96
Artinya: Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu". (QS.ashaffat :
96)

b) Sifat Allah
Pendapat mereka tentang sifat Allah ialah; tidak benar mensifati Allah SWT dengan sifat-sifat
yang terdapat pada makhluk-Nya. Ayat al-Qur'an yang menyebutkan Allah Maha mendengar,
berbicara, melihat dan lain-lain, tidak difahami secara tekstual tetapi secara kontekstual. mereka
juga peniadaan sifat Allah semisal hayyun (maha hidup), ‘alim (maha mengetahui) dan juga sifat-
sifat lainnya yang menurutnya dapat menimbulkan tashbih (penyerupaan) Allah dengan makhluk-
Nya.

c) Surga dan Neraka


Surga dan Neraka serta aktifitasnya menurut mereka tidaklah mudah kekal, meskipun banyak
ayat yang menyatakan kekekalanya, surga dan neraka adalah ciptaan Allah maka mereka
mengganggap semua ciptaan Allah tidak ada yang kekal, karena jika surga dan neraka kekal maka
Allah tidak lagi Absolut kekekalanNYA.

d) Iman dan Kufur


Iman dan Kufur yang menyertai manusia, adalah sebagai sarana Allah menunjukkan kekuasaan-
Nya. Manusia tidak akan menjadi kafir meskipun ia ingkar terhadap Allah, dan sebaliknya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Jabariyah adalah paham yang menganut bahwa hidup manusia ditentukan oleh Allah dan manusia tidak
mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak
mempunyai pilihan. Manusia dalam perbuatan adalah dipaksa dengan tidak ada kekuasaan, kemauan dan
pilihan baginya perbuatan-perbuatan diciptakan tuhan dalam dirinya.

Faham Jabariyah ini terpecah menjadi 3 firqah besar yaitu : Aliran Jahmiyah, yang dipimpin oleh Jaham
bin Safwan, Aliran Najjariyah, yang dipimpin oleh Husein bin Muhammad an Najjar dan Aliran
Dlirariyah, yang dipimpin oleh Dlirar bin Umar.

Adapun ajaran-ajaran Jabariyah dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu ekstrim dan moderat.

B. Saran

Menurut penulis solusi terhadap pandangan aliran Jabariyah yaitu bahwa manusia benar-benar memiliki
kebebasan berkehendak dan karenanya ia akan dimintai pertanggungjawaban atas keputusannya,
meskipun demikian keputusan tersebut pada dasarnya merupakan pemenuhan takdir (ketentuan) yang
telah ditentukan. Dengan kata lain, kebebasan berkehendak manusia tidak dapat tercapai tanpa campur
tangan Allah SWT, seperti seseorang yang ingin membuat meja, kursi atau jendela tidak akan tercapai
tanpa adanya kayu sementara kayu tersebut yang membuat adalah Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA

Manna Khalil al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu Alqur'an, diterjemahkan dari "Mabahits fi Ulum al-Qur'an.
(Jakarta: Litera AntarNusa, 2004), h. 86

Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-Press, 1986),
cet ke-5, h. 1

Abu lois Ma'luf, almunjib (beirut:martabah alsyirkah, 1986) , 78

Ahmad sjalabi, Al thariq al-islami, Vol.3(kairo:martabak annahdlah al-misyiriyah, 1976) 282.

Nasution teologi islam, 25.lihat pula ali mustofa alghurabi, tarikh alfiraq al-islam(kairo maktabah Ali shabih,
t. Th. ) , 21;assyarastani, Almilal 85.

Rozak dalam Murtiningsih, “Pengaruh Pola Pikir Jabariyah dalam Kehidupan Sehari-hari,” 17,2,UIN Raden
Fatah Palembang (2016): h.194

144 Ris`an Rusli, Teologi Islam Telaah Sejarah dan Pemikiran Tokohtokohnya, h.35.

Murtiningsih, “Pengaruh Pola Pikir Jabariyah dalam Kehidupan Sehari-hari”, h.198-199.151 Harun
Nasution, Teologi Islam, Aliran-aliran Sejarah analisa Perbandingan, h. 36

Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, h.69153 Sayid Sabiq, Akidah Islam Suatu Kajian yang Memposisikan Akal
Sebagai Mitra Wahyu, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1996), h.305-306154 Murtiningsih, “Pengaruh Pola Pikir
Jabariyah dalam Kehidupan Sehari-hari”, h.199.

155 Asyahrastani, Al Milal wa Al-Nihal, h.143.

156 Nunu Burhanuddin, Ilmu Kalam dari Tauhid Menuju Keadilan, Ilmu Kalam Tematik, Klasik dan
Kontemporer, h.87
157 Murtiningsih, “Pengaruh Pola Pikir Jabariyah dalam Kehidupan Sehari-hari”, h.200.

Abu Sa’d Abdul Karim as-Sam’ani, al-Milal wa an-Nihal al-Waridah fi Kitab al-Ansab, (Riyad : Dar al-
Watan, 1996), hal. 26-

Anda mungkin juga menyukai