LANDASAN TEORI
3.1 Bandara
Bandara (airport) merupakan sebuah fasilitas di mana pesawat terbang
seperti pesawat udara dan helikopter dapat lepas landas dan mendarat. Suatu
bandar udara yang paling sederhana minimal memiliki sebuah landasan pacu atau
helipad (untuk pendaratan helikopter), sedangkan untuk bandara-bandara besar
biasanya dilengkapi berbagai fasilitas lain, baik untuk operator layanan
penerbangan maupun bagi penggunanya seperti bangunan terminal dan hanggar.
Definisi bandara menurut PT. Angkasa Pura I adalah lapangan udara, termasuk
segala bangunan dan peralatan yang merupakan kelengkapan minimal untuk
menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara untuk masyarakat
Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization),
bandar udara adalah area tertentu di daratan atau perairan (termasuk bangunan,
instalasi dan peralatan) yang diperuntukkan baik secara keseluruhan atau sebagian
untuk kedatangan, keberangkatan dan pergerakan pesawat..
Terdapat dua bagian utama pada bandara yaitu sisi udara (airside) dan sisi
darat (landside). Sisi udara (airside) suatu bandar udara meliputi runway, taxiway,
apron dan elemen-elemen penunjang-penunjang lainnya bagi kegiatan pesawat
selama pendaratan maupun lepas landas. Sedangkan yang termasuk dalam dalam
sisi darat (landside) suatu bandar udara meliputi gedung terminal, tempat parkir
dan sirkulasi serta jalan masuk darat ke bandara.
11
12
𝑅₂₄ 24 2
It = ( 24 ) 𝑥 (𝑇𝑐)3 (3.1)
dengan:
I = Intensitas hujan dalam waktu tertentu (mm/jam)
t = Lamanya hujan (jam)
R24 = Curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm).
17
0,87 𝑥 𝐿²
Tc = (1000 𝑥 𝑆 )0,385 (3.2)
dengan:
Tc = Waktu konsentrasi (jam)
L = Panjang saluran (km)
S = Kemiringan dasar saluran (mm)
Qr = 1/360 x C x I x A (3.3)
dengan:
Qr = Debit aliran air hujan (m³/s)
A = Luas daerah aliran (Ha)
C = Koefisien Limpasan
I = intensitas hujan (mm/jam)
C1.A1+C2.A2+C3.A3+⋯+Cn.An
C= (3.4)
A1+A2+A3+⋯+An
Dengan :
Cn = Koefisien yang sesuai dengan tipe kondisi permukaan
An = Luas daerah limpasan yang diperhitungkan sesuai dengan kondisi
Permukaan
( Xi X rata rata ) 2
S= (3.5)
n 1
n2 ( Xi X rata rata ) 4
Ck =
(3.8)
(n 1)( n 2)( n 3) 4
−(𝑥−𝜇)²
1
P(X) = 𝜎√2𝜋 𝑒𝑥𝑝( 2𝜎² , -∞ < x < ∞ (3.9)
dengan :
P(X) = Fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal)
X = Variable acak kontinu
µ = Rata-rata nilai
X σ = Simpangan baku dari nilai X
𝑋𝑇 − 𝑋
𝐾𝑇 = (3.10)
𝑆
dengan :
𝑋𝑇 = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dalam periode ulang T Tahunan
X = Nilai rata-rata hitung variat
S = Deviasi standar nilai variat
𝐾𝑇 = Faktor frekuensi (nilai variabel reduksi Gauss)
24
−(𝑥−𝜇)²
1
P(X) = 𝜎√2𝜋 𝑒𝑥𝑝( 2𝜎² , (3.11)
Y = log X (3.12)
dengan :
P(X) = Peluang log normal
X = Nilai varian pengamatan
µY = Nilai rata- rata populasi Y
σY = Deviasi standar nilai variat Y
Dengan persamaan yang dapat didekati:
𝑌𝑇 = Y + 𝐾𝑇 .S (3.13)
𝑌𝑇−𝑌
𝐾𝑇 = (3.14)
𝑆
dengan :
YT = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan
Y = Nilai rata- rata hitung variat
S = Deviasi standar nilai variat
K T = Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang Y
dengan :
log X̅ = Harga rata- rata sampel
S = Harga simpangan baku
Cs = Koefisien kemencengan
S = Deviasi standar nilai variat
K = Faktor probabilitas
4. Distribusi Gumbel.
Gumbel menggunakan harga ekstrim untuk menunjukkan bahwa untuk setiap
data merupakan data exponential. Jika jumlah populasi yang terbatas dapat
didekati dengan persamaan:
Xt = X̅ + S.K (3.20)
26
dengan :
X = Harga rata-rata sample
S = Nilai varian pengamatan X
Faktor probabilitas K untuk harga-harga ekstrim Gumbel dapat dinyatakan
dalam
𝑌𝑡−𝑌𝑛
K= (3.21)
𝑆𝑛
dengan :
Yn = Reduced mean yang tergantung jumlah sampel/data ke-n
Sn = Reduced standard deviation, yang juga tergantung pada jumlah
sampel/data ke-n
Ytr = Reduced variated, yang dapat dihitung dengan persamaan berikut ini:
𝑇𝑟−1)
Yt = − ln(ln ( )) (3.22)
𝑇𝑟
(𝑂𝑖 −𝐸𝑖 )²
χ²ℎ = ∑𝐺𝑖=0 (3.23)
𝑂𝑖
27
dengan:
χ²ℎ = Parameter Chi-Kuadrat terhitung.
G = Jumlah sub kelompok.
Oi = Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke i.
Ei = Jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke i.
Parameter χ²ℎ merupakan variabel acak. Peluang untuk mencapai nilai χ²ℎ
sama atau lebih besar dari pada nilai Chi-Kuadrat yang sebenarnya (χ ²) dengan
derajat kebebasan (dk) yang ditentukan melalui parameter statistik yang
digunakan. Derajat kebebasan diperoleh dengan persamaan:
𝑑𝑘 = G−𝑅−1 (3.24)
Nilai R=2 untuk distribusi normal dan binomial, dan nilai R=1 untuk
distribusi Poisson.
memerlukan luasan yang cukup untuk dibangun dan dipergunakan untuk saluran
pengairan sawah daan limpasan air hujan (Departemen PU, 1980).
Qa = A x V (3.25)
dengan:
Qa = Debit aliran (m³/det)
A = Luas penampang basah (m²)
V = Kecepatan aliran (m/det)
suatu lokasi tertentu berubah terhadap waktu , maka alirannya disebut aliran
tidak permanen atau tidak tunak (unsteady flow).
2. Aliran Seragam dan Berubah
Jika kecepatan aliran pada suatu waktu tertentu tidak berubah sepanjang
saluran yang ditinjau, maka alirannya disebut aliran seragam (uniform flow).
Jika kecepatan aliran pada saat tertentu berubah terhadap jarak, maka alirannya
disebut aliran tidak seragam atau aliran berubah (non-uniform flow)
Persamaan yang pada umumnya dipakai di Indonesia untuk menentukan
nilai kecepatan aliran ada dua, yaitu Persamaan Chezy dan Persamaan Manning.
Pada perencanaan ini untuk menentukan kecepatan rata-rata digunakan Persamaan
Manning.
2 1
1
V = 𝑛 x 𝑅3 x 𝑆 2 (3.26)
dengan:
V = Kecepatan rata-rata (m/s)
R = Jari-jari hidrolis saluran (m)
S = kemiringan dasar saluran
n = Koefisien kekasaran Manning
1. Penampang segi empat berarti terdiri dari lebar saluran (B) dan tinggi
saluran (H).
2. Hitung luas penampang
(A) = B x h (3.27)
3. Keliling basah
(P) = B + 2h (3.28)
32
4. Jari-jari hidrolis
5. Kecepatan aliran
2 1
1
(V) = V = 𝑛 x 𝑅 3 x 𝑆 2 (3.30)
6. Debit aliran
(Qa) = A x V (3.31)
7. Tinggi Jagaan
(H) = h + w (3.33)
Asumsi : B = H
2. A = B . H (3.35)
= H . H = H2
3. P = 2B + 2H (3.36)
= 2H + 2H = 4H
𝐴 𝐻2
4. R = 𝑃 = 4𝐻 = 0,25 H (3.37)
33
1
5. V = 𝑛 . 𝑅 2/3 . 𝑆 1/2 (3.38)
= 𝑣 𝐻 2/3
6. Qa = A.v (3.39)
2
Q = H2. (v)𝐻 3
Q = x 𝐻 8/3
𝑄
H = ( 𝑋 )3/8
H=B