BAB I
PENDAHULUAN
Rancangan sebuah lapangan terbang adalah suatu proses yang rumit dan saling kait-mengkait,
sehingga analisa suatu kegiatan tanpa memperhatikan pengaruhnya kepada kegiatan yang lain bukan
merupakan pemecahan yang memuaskan
Sebuah lapangan terbang meliputi kegiatan yang sangat luas, yang mempunyai kebutuhan
yang berbeda, seperti misalnya kegiatan keamanan membatasi sedikit mungkin hubungan (pintu-
pintu) antara land side dan air side. Sedangkan kegiatan pelayanan membutuhkan sebanyak mungkin
pintu terbuka dari land side ke air side agar pelayanan berjalan lancar.
Rancangan induk adalah konsep pengembangan lapangan terbang ultimate, tujuan rancangan
induk adalah untuk memberikan pedoman dalam pengembangan di kemudian hari yang memadai
bagi operasi penerbangan yang selaras dengan lingkungan dan pengembangan masyarakat serta
modal transportasi yang lain.
Walaupun rancangan induk lapangan terbang mempunyai isi yang berbeda untuk setiap lokasi
dan berbeda untuk setiap perencana, namun paling kurang harus mengandung:
Suatu bandara mencakup suatu kumpulan kegiatan yang luas yang mempunyai
kebutuhan-kebutuhan yang berbeda dan terkadang saling bertentangan antara satu kegiatan
dengan kegiatan lainnya. Misalnya kegiatan keamanan membatasi sedikit mungkin hubungan
(pintu-pintu) antara sisi darat (land side) dan sisi udara (air side), sedangkan kegiatan pelayanan
memerlukan sebanyak mungkin pintu terbuka dari sisi darat ke sisi udara agar pelayanan
berjalan lancar.
Kegiatan-kegiatan itu saling tergantung satu sama lainnya sehingga suatu kegiatan
tunggal dapat membatasi kapasitas dari keseluruhan kegiatan.Sebelum tahun 1960-an rencana
induk bandara dikembangkan berdasarkan kebutuhan-kebutuhan penerbangan lokal. Namun
sesudah tahun 1960-an rencana tersebut telah digabungkan ke dalam suatu rencana induk
bandara yang tidak hanya memperhitungkan kebutuhan-kebutuhan di suatu daerah, wilayah,
propinsi atau negara. Agar usaha-usaha perencanaan bandara untuk masa depan berhasil dengan
baik, usaha-usaha itu harus didasarkan kepada pedoman-pedoman yang dibuat
Berdasarkan pada rencana induk dan sistem bandara yang menyeluruh, baik
berdasarkan peraturan FAA, ICAO ataupun Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan dan Kepmen Perhubungan No. KM 44 Tahun 2002
tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional.
Airport: Area daratan atau air yang secara regular dipergunakan untuk kegiatan take-off and
landing pesawat udara. Diperlengkapi dengan fasilitas untuk pendaratan, parkir pesawat,
perbaikan pesawat, bongkar muat penumpang dan barang, dilengkapai dengan fasiltas
keamanan dan terminal building untuk mengakomodasi keperluar penumpang dan barang
dan sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi.
Kebandar udaraan: meliputi segala susuatu yang berkaitan dengan pennyelenggaraan nadar
udara (bandara) dan kegiatan lainnya dalang melaksanakan fungsi sebgaia bandara dalam
menunjang kelancaran, keamanan dan ketertiban arus lalulintas pesawat udara, penumpang,
barang dan pos.
Airfield: Area daratan atau air yang dapat dipergunakan untuk kegiatan take-off and landing
pesawat udara. fasilitas untuk pendaratan, parker pesawat, perbaikan pesawat dan terminal
building untuk mengakomodasi keperluar penumpang pesawat.
Aerodrom: Area tertentu baik di darat maupun di air (meliputi bangunan sarana-dan
prasarana, instalasi infrastruktur, dan peralatan penunjang) yang dipergunakan baik sebagian
maupun keseluruhannya untuk kedatang, keberangkatan penumpang dan barang, pergerakan
pesawat terbang. Namun aerodrom belum tentu dipergunakan untuk penerbangan yang
terjadwal.
Aerodrom reference point: Letak geografi suatu aerodrom.
Landing area: Bagian dari lapangan terbang yang dipergunakan untuk take off dan landing.
Tidak termasuk terminal area.
Landing strip: Bagian yang bebentuk panjang dengan lebar tertentu yang terdiri atas
shoulders dan runway untuk tempat tinggal landas dan mendarat pesawat terbang.
Runway (r/w): Bagian memanjang dari sisi darat aerodrom yang disiapkan untuk tinggal
landas dan mendarat pesawat terbang.
Taxiway (t/w): Bagian sisis darat dari aerodrom yang dipergunakan pesawat untuk
berpindah (taxi) dari runway ke apron atau sebaliknya.
Apron: Bagian aerodrom yang dipergunakan oleh pesawat terbang untuk parkir, menunggu,
mengisis bahan bakar, mengangkut dan membongkar muat barang dan penumpang.
Perkerasannya dibangun berdampingan dengan terminal building.
Holding apron: Bagian dari aerodrom area yang berada didekat ujung landasan yang
dipergunakan oleh pilot untuk pengecekan terakhir dari semua instrumen dan mesin pesawat
sebelum take off. Dipergunakan juga untuk tempat menunggu sebelum take off
Holding bay: Area diperuntukkan bagi pesawat untuk melewati pesawat lainnya saat taxi,
atu berhenti saat taxi.
Terminal Building: Bagian dari aeroderom difungsikan untuk memenuhi berbagai keperluan
penumpang dan barang, mulai dari tempat pelaporan ticket, imigrasi, Penjualan ticket, ruang
tunggu, cafetaria, penjualan souvenir, informasi, komunikasi, dan sebaginnya.
Turning area: Bagian dari area di ujung landasan pacu yang dipergunakan oleh pesawat
untuk berputar sebelum take off.
Over run (o/r): Bagian dari ujung landasan yang dipergunakan untuk mengakomodasi
keperluan pesawat gagal lepas landas. Over run biasanya terbagi 2 (dua) : (i) Stop way :
bagian over run yang lebarnya sama dengan run way dengan diberi perkerasan tertentu, dan
(ii) Clear way: bagian over run yang diperlebar dari stop way, dan biasanya ditanami rumput.
Fillet: Bagian tambahan dari pavement yang disediakan pada persimpangan unmway atau
taxiway untuk menfasilitasi beloknya pesawat terbang agar tidak tergelincir keluar jalur
perkerasan yang ada.
Shoulders: Bagian tepi perkerasan baik sisi kiri kanan maupun muka dan belakang runway,
taxiway dan apron.
Bagian-bagian dari bandara diperlihatkan pada Gambar 1.1. Bandara dibagi menjadi dua bagian
utama yaitu sisi udara dan sisi darat . Gedung-gedung terminal menjadi perantara antara kedua
bagian tersebut.
1.2. Fasilitas
Secara umum fasilitas pada suatu bandara terbagi dalam 3 bagian yaitu; Landing Movement (LM),
Terminal Area, dan Terminal Traffic Control (TCC).
Untuk lebih jelas mengenai fasilitas bandara tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.5 berikut:
1) Beban pesawat
Adalah beban pesawat yang diperbolehkan untuk diangkut oleh pesawat sesuai dengan
persyaratan angkut pesawat. Biasanya beban muatan menghasilkan pendapatan
(beban yang dikenai biaya). Secara teoritis beban maksimum ini merupakan
perbedaan antara berat bahan bakar kosong dan berat operasi kosong.
c) Berat bahan bakar kosong (Zero Fuel Weight = ZFW)
Adalah beban maksimum yang terdiri dari berat operasi kosong, beban penumpang
dan barang.
d) Berat Ramp maksimum (Maximum Ramp Weight = MRW)
Adalah beban maksimum untuk melakukan gerakan, atau berjalan dari parkir pesawat
ke pangkal landas pacu. Selama melakukan gerakan ini, maka akan terjadi
pembakaran bahan bakar sehingga pesawat akan kehilangan berat.
e) Berat maksimum lepas landas (Maximum Take Off Weight = MTOW) Adalah beban
maksimum pada awal lepas landas sesuai dengan bobot pesawat dan persyaratan
kelayakan penerbangan. Beban ini meliputi berat operasi kosong, bahan bakar dan
cadangan (tidak termasuk bahan bakar yang digunakan untuk melakukan gerakan
awal) dan muatan (payload).
f) Berat maksimum pendaratan (Maximum Landing Weight = MLW)
Adalah beban maksimum pada saat roda pesawat menyentuh lapis keras (mendarat)
sesuai dengan bobot pesawat dan persyaratan kelayakan penerbangan.
Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian beban pesawat saat pengoperasian dirangkum
dalam Tabel 1.2 berikut:
Man = Manuver (gerakan), T.o =Take off (tinggal landas), Trav = Travelling (Perjalanan),
Jangka ramalan makin auh, ketepatan dan ketelitiannya menyusut, maka perlu disadari
bahwa ramalan jangka panjang 20 tahun hanyalah pendekatan.
Telah dikatakan bahwa beberapa ramalan seperti pergerakan pesawat, jumlah tahunan
maupun jam-jam sibuk sangat diperlukan,akan tetapi untuk untuk barang dan pos cukup
ramalan tahunan saja.
Ada beberapa cara untuk meramal permintaan (Deamnd) di waktu akan datang. Tiap –
tipa metode peramalan bias memepunyai perbedaan yang sangat besar. Ada metode ramalan
yang sangat rumit, tetapi mempunyai itngkat ketidaktentuan yang relative baik. Ada metode
yang memuaskan untuk ramalan jangka panjang.
Teknik ramalan yang paling sederhana adalah meramal kecenderungan volume lalu
linta dimasa depan, dan ramalan yang lebih komplek, rumit, adalah meramal yang berhubungan
dengan permintaan (Demand) dengan mengindahkan factor-faktor social,ekonomi,factor-faktor
teknologi, selera yang yang mempengaruhi transportasi udara.
Hubungan antara variable ekonomi, social, teknologi disatu sisi dengan permintaan
transportasi dipihak lain disebut “model permintaan” (Demand Model).
a. Tinjau dan amati kecendrungan dari permintaan perjalanan udara (Air travel) dimasa lalu.
b. Perhatikan dan perinci pengaruh berbagai factor variasi ekonomi,sosial dan teknologi
terhadap permintaan perjalanan udara.
c. Buatlah model-model hubungan antara permintssn transport udara dan factor butir 2.
d. Proyeksikan harga – harga dari butir 3 kemaa depan.
e. Pakailah dari butir 3 dan ramalan dari butir 4 untuk mendapatkan harga ramalan dari
permintaan transport udara dimasa depan.
BAB II
PERENCANAAN RUNWAY (LANDASAN PACU)
Dalam membuat keseragaman dari areal pendaratan (landing area) dan untuk segi keamanan,
maka untuk melayani penerbangan tingkat internasional adalah diadakan standar spesifikasi. Adanya
bandar udara yang berbeda tingkatannya terhadap pesawat yang dilayani, sehingga terdapat
perbedaan perencanaan geometriknya, Sehingga untuk perencanaan geometrik berbagai lapangan
terbang dan fungsi pelayanannya oleh ICAO diadakan klasifikasi pelabuhan udara.
General Transport
Berat
Berat biasanya
maksimum
Poros baling
Kelas umum (lb)
(%) (lb)
General transport : Pelabuhan udara yang digunakan untuk melayani penerbangan umum
dengan berat pesawat sampai dengan 75000 lb atau lebih.
Jenis Pesawat
Group
I B-727-100; B-737-200; DC-9-10; DC-9-30; DC-9-40; BAC 111; B-737-100
III B-747
Perkerasan struktural
Blast Pad
Safety area yang
diperluas
Gambar 2.2 Tampang Atas landasan
Sumber ; Gambar 4-2,Heu Basuki,1986
2.1. PERENCANAAN ARAH RUNWAY DENGAN METODE WIND ROSE
A. Analisa Angin
Sebuahanalisa angin adalah dasar bagi perencanaan lapangan terbang, sebagai
pedoman pokok, landasan pacu sebuah lapangan terbang arahnya harus sedemikian rupa
sehingga searah dengan prevailling wind (arah angin dominan).
Ketika mengadakan pendaratan dan lepas landas, pesawat dapat melakukan manuver
sejauh komponen angin samping (cross wind) tidak berlebihan. Maksimum cross wind
yang diizinkan tergantung pada bukan saja ukuran pesawat, tetapi juga pada konfigurasi
sayap dan kondisi perkerasan landasan.
Persentase angin yang bersesuaian dengan arah dan rentang kecepatan yang
diberikan ditandai dalam sektor yang sesuai dengan mawar angin dengan menggunakan
skala koordinat kutub untuk arah dan besar angin.
Arah landasan pacu optimum dapat ditentukan dari mawar angin dengan
menggunakan suatu lembar bahan yang tembus pandang yang padanya telah dilukiskan 3
garis sejajar dan berjarak sama. Garis tengah menyatakan garis tengah landasan pacu dan
jarak antara kedua garis yang di tepi, den gan skala adalah 2 kali komponen angin sisi
yang diizinkan. Lembaran tembus pandang itu diletakkan di atas mawar angin sedemkian
rupa, sehingga garis tengah pada lembaran melalui pusat mawar angin. Dengan pusat
mawar angin sebagai titik pusat, lembaran itu diputar di atas mawar angin sampai jumlah
dari persentase yang tercakup di antara garis tepi maksimum, apabila salah satu garis tepi
pada lembaran itu membagi suatu segmen arah angin, bagian yang terbagi itu dihitung
secara visual dengan pembulatan 0,1%. Langkah berikutnya adalah membaca arah
landasan pacu skala sebelah luar mawar angin, dimana garis tengah pada lembaran itu
memotong skala arah. Sebagai langkah pertama dalam hal ini adalah memplot data
kecepatan dan arah angin ke dalam mawar angin yaitu lingkaran yang terdiri dai berbagai
sektor arah angin dan kecepatan angin.
- Arah N – S. - Arah W – E.
- Arah NNE – SSW - Arah ESE - WNW
- Arah N E – SW. - Arah NW – SE.
- Arah ENE – WSW - Arah SSE - NNW
Memberikan jumlah landasan hubung yang cukup sehingga pesawat yang mendarat dapat
meninggalkan landasan pacu secepat mungkin dan mengikuti rute yang paling pendek ke
arah terminal. (Sumber : Robert Horonjeff, 201)
Konfigurasi Runway
Runway tunggal
Konfigurasi ini merupakan konfigurasi yang paling sederhana. Kapasitas runway jenis ini
dalam kondisi VFR berkisar diantara 50 sampai 100 operasi per jam, sedangkan dalam
kondisi IFR kapasitasnya berkurang menjadi 50 sampai 70 operasi, tergantung pada
komposisi campuran pesawat terbang dan alat-alat bantu navigasi yang tersedia..
Kondisi VFR (Visual Flight Rules) adalah kondisi penerbangan dengan keadaan cuaca
yang sedemikian rupa sehingga pesawat terbang dapat mempertahankan jarak pisah yang
aman dengan cara-cara visual. Sedangkan kondisi IFR (Instrument Flight Rules) adalah
kondisi penerbangan apabila jarak penglihatan atau batas penglihatan berada dibawah
yang ditentukan oleh VFR. Dalam kondisi-kondisi IFR jarak pisah yang aman di antara
pesawat merupakan tanggung jawab petugas pengendali lalu lintas udara, sementara
dalam kondisi VFR hal itu merupakan tanggung jawab penerbang. Jadi dalam kondisi-
kondisi VFR, pengendalian lalu lintas udara adalah sangat kecil, dan pesawat terbang
diizinkan terbang atas dasar prinsip “melihat dan dilihat”.
Runway sejajar
Kapasitas sistem ini sangat tergantung pada jumlah runway dan jarak diantaranya.
Untuk runway sejajar berjarak rapat, menengah dan renggang apasitasnya per jam dapat
bervariasi di antara 100 sampai 200 operasi dalam kondisi-kondisi VFR, tergantung pada
komposisi campuran pesawat terbang. Sedangkan dalam kondisi IFR kapasitas per jam
untuk yang berjarak rapat berkisar di antara 50 sampai 60 operasi, tergantung pada
komposisi campuran pesawat terbang. Untuk runway sejajar yang berjarak menengah
kapasitas per jam berkisar antara 60 sampai 75 operasi dan untuk yang berjarak renggang
antara 100 sampai 125 operasi per jam.
Runway bersilangan
Kapasitas runway yang bersilangan sangat tergantung pada letak persilangannya dan pada
cara pengoperasian runway yang disebut strategi (lepas landas atau mendarat). Makin
jauh letak titik silang dari ujung lepas landas runway dan ambang (threshold) pendaratan,
kapasitasnya makin rendah. Kapasitas tertinggi dicapai apabila titik silang terletak dekat
dengan ujung lepas landas dan ambang pendaratan (Gambar 1.16). Untuk strategi yang
diperlihatkan pada Gambar 1.17 kapasitas per jam adalah 60 sampai 70 operasi dalam
kondisi IFR dan 70 sampai 175 operasi dalam kondisi VFR yang tergantung pada
campuranpesawat. Untuk strategi yang diperlihatkan pada Gambar 1.18, kapasitas per
jam dalam kondisi IFR adalah 45 sampai 60 operasi dan dalam kondisi VFR dari 60
sampai 100 operasi. Untuk strategi yang diperlihatkan pada Gambar 1.19, kapasitas per
jamdalam kondisi IFR adalah 40 sampai 60 operasi dan dalam kondisi VFR dari 50
sampai100operasi.
b
Gbr 2.8 a.Intersecting runways, b.Intersecting runways – top view
Runway V terbuka
Runway V terbuka merupakan runway yang arahnya memencar (divergen) tetapi tidak
berpotongan. Strategi yang menghasilkan kapasitas tertinggi adalah apabila operasi
penerbangan dilakukan menjauhi V (Gambar 1.20). Dalam kondisi IFR, kapasitas per
jam untuk strategi ini berkisar antara 50 sampai 80 operasi tergantung pada campuran
pesawat terbang, dan dalam kondisi VFR antara 60 sampai 180 operasi. Apabila operasi
penerbangan dilakukan menuju V (Gambar 1.21), kapasitasnya berkurang menjadi 50
atau 60 dalam kondisi IFR dan antara 50 sampai 100 dalam VER
a b
Gbr 2.9 a.Non-intersecting divergent runways, b. Non-intersecting divergent runways- Top View
pembahasan berikut istilah runway dan perkerasan kekuatan penuh mempunyai arti
yang sama.
a.Mendarat
Agar lebih jelas mengenai ketiga keadaan yang dimaksud diatas dapat dilihat pada
Gambar 2.10 dengan keterangan sebagai berikut:
1) Keadaan pendaratan (Gambar 2.10a), peraturan menyebutkan bahwa jarak
pendaratan (landing distance = LD) yang dibutuhkan oleh setiap pesawat terbang
yang menggunakan bandara, harus cukup untuk memungkinkan pesawat terbang
benar-benar berhenti pada jarak pemberhentian (stop distance = SD), yaitu 60 persen
dari jarak pendaratan, dengan menganggap bahwa penerbang membuat pendekatan
pada kepesatan yang semestinya dan melewati ambang runway pada ketinggian 50 ft.
2). Keadaan normal, semua mesin bekerja (Gambar 2.10b) memberikan definisi jarak
lepas landas (take off distance = TOD) yang untuk bobot pesawat terbang harus 115
persen dan jarak sebenarnya yang ditempuh pesawat terbang untuk mencapai
ketinggian 35 ft (D35). Tidak seluruh jarak ini harus dengan perkerasan kekuatan
penuh. Bagian yang tidak diberi perkerasan dikenal dengan daerah bebas (clearway =
CW). Separuh dari selisih antara 115 persen dari jarak untuk mencapai titik
pengangkatan, jarak pengangkatan (lift off distance = LOD) dan jarak lepas landas
dapat digunakan sebagai daerah bebas (clearway). Bagian selebihnya dari jarak lepas
landas harus berupa perkerasan kekuatan penuh dan dinyatakan sebagai pacuan lepas
landas (take off run = TOR).
3) Keadaan dengan kegagalan mesin (Gambar 2.10c), peraturan menetapkan bahwa
jarak lepas landas yang dibutuhkan adalah jarak sebenarnya untuk mencapai
ketinggian 35 ft (D35) tanpa digunakan persentase, seperti pada keadaan lepas landas
dengan seluruh mesin bekerja. Keadaan ini memerlukan jarak yang cukup untuk
menghentikan pesawat terbang dan bukan untuk melanjutkan gerakan lepas landas.
Jarak ini disebut jarak percepatan berhenti (accelerate stop distance = ASD). Untuk
pesawat terbang yang digerakkan turbin karena jarang mengalami lepas landas yang
gagal maka peraturan mengizinkan penggunaan perkerasan dengan kekuatan yang
lebih kecil, dikenal dengan daerah henti (stopway = SW), untuk bagian jarak
percepatan berhenti diluar pacuan lepas landas (take off run). Panjang lapangan (field
length = FL) yang dibutuhkan pada umumnya terdiri dari tiga bagian yaitu perkerasan
kekuatan penuh (FS), perkerasan dengan kekuatan parsial atau daerah henti (SW) dan
daerah bebas (CW). Untuk peraturan-peraturan diatas dalam setiap keadaan diringkas
dalam bentuk persamaan sebagai berikut:
Keadaan lepas landas normal:
FL = FS + CW ( Pers.2.1)
FL = FS + CW ( Pers.2.2)
FL = FS + SW ( Pers.2.3)
Dimana FL = ASD
Keadaan pendaratan:
FS = LD
Dimana LD = SD/0.60
Keterangan:
ASD : Jarak percepatan berhenti (Accelerate Stop Distance), m
LD : Jarak pendaratan (Landing Distance), m
SD : Jarak pemberhentian (Stop Distance), m
Untuk menentukan panjang lapangan yang dibutuhkan dan berbagai komponennya yang
terdiri dari perkerasan kekuatan penuh, daerah henti dan daerah bebas, setiap persamaan
diatas harus diselesaikan untuk rancangan kritis pesawat terbang di bandara. Hal ini akan
mendapatkan setiap nilai-nilai berikut:
T : temperatur dibandara, ˚C
3) Koreksi kemiringan runway
Faktor koreksi kemiringan runway dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Fs = 1 + 0.1 S ( Pers.2.6)
Dengan Fs : faktor koreksi kemiringan
S : kemiringan runway, %
4) Koreksi angin permukaan (surface wind)
Panjang runway yang diperlukan lebih pendek bila bertiup angin haluan (head wind)
dan sebaliknya bila bertiup angin buritan (tail wind) maka runway yang diperlukan
lebih panjang. Angin haluan maksimum yang diizinkan bertiup dengan kekuatan 10
knots, dan menurut Basuki (1990) kekuatan maksimum angin buritan yang
diperhitungkan adalah 5 knots. Tabel 2.4 berikut memberikan perkiraan pengaruh
angin terhadap panjang runway.
Tabel 2.4 Pengaru Angin Permukaan Terhadap Panjang Runway
Untuk perencanaan bandara diinginkan tanpa tiupan angin tetapi tiupan angin lemah
masih baik.
5) Kondisi permukaan runway
Untuk kondisi permukaan runway hal sangat dihindari adalah adanya genangan tipis
air (standing water) karena membahayakan operasi pesawat. Genangan air
mengakibatkan permukaan yang sangat licin bagi roda pesawat yang membuat daya
pengereman menjadi jelek dan yang paling berbahaya lagi adalah terhadap
kemampuan kecepatan pesawat untuk lepas landas. Menurut hasil penelitian NASA
dan FAA tinggi maksimum genangan air adalah 1.27 cm. Oleh karena itu drainase
bandara harus baik untuk membuang air permukaan secepat mungkin.
Jadi panjang runway minimum dengan metoda ARFL dihitung dengan persamaan
berikut:
Lro = Lo x ( Ft x Fe x Fs x (1+ Persentase pengaruh angi permukaan) ( Pers.2.7)
Dari ketentuan pada Tabel 2.5 apabila dihubungkan dengan Tabel 2.6 berikut maka dapat
ditentukan lebar runway rencana minimum.
Catatan : a = Lebar landasan presisi harus tidak kurang dari 30 m untuk kode angka 1 atau 2
Apabila landasan dilengkapi dengan bahu landasan lebar total landasan dan
bahu landasannya Paling kurang 60 m.
Catatan :
Untuk menjamin pengaliran air permukaan yang berada di atas landasan perlu kemiringan
melintang dengan ketentuan sebagai berikut:
b) Suatu titik setinggi 2 m (7 ft) dari permukaan landasan ke titik lain sejauh paling kurang
setengah panjang landasan yang tingginya 2 m (7 ft) dari permukaan landasan bagi
landasan-landasan berkode huruf B.
c) Suatu titik setinggi 1.5 m (5 ft) dari permukaan landasan ke titik lain sejauh paling kurang
setengah panjang landasan yang tingginya 1.5 m (5 ft) dari permukaan landasan bagi
landasan-landasan berkode huruf A.
5) Panjang, Lebar, Kemiringan dan Perataan Strip Landasan.
Persyaratan strip landasan menurut ICAO diberikan pada Tabel berikut :
Tabel 2.8 Panjang, Lebar, Kemiringan Dan Perataan strip Landasan
Catatan :
Didalam menentukan ketebalan perkerasan, terlebih dulu harus ditenyukan “pesawat rencana”
yaitu beban yang menghasilkan ketebalan yang paling besar, pesawat rencana tidak perlu harus
yang terberat. Penentuan tebal perkerasan landasan pacu dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain:
Rumus Koversinya :
( )
1/2
W2
W1
Log R1 = (Log R2) ( Pers.2.9)
Dimana:
Bagi pesawat beerbadan lebar, dianggap mempunyai berat 300.000 lbs denga roda
pendaratan Dual Tandem, dalm perhitungan Equivalent Annual Departure.Tipe roda pendaratan
juga berlainan bagi tiap –tiap jenis pesawat, maka perlu dikonversi juga. Dibawah ini diberikan
factor Konversinya.
Dalam menghitung R2 ,jumlah take off dikalikan dengan faktor konversi dari tiap
roda pesawat rencana yaitu yang mengakibatkan perkerasan paling tebal. Konversi tipe
roda pendaratan yang diperoleh dari table 2.9 hal 30 dan Konfigurasi Roda pendaratan
utama, dari table 1.3 hal 11.
Setelah mendapatkan nilai Annual Depature (R₂),Kemudian dihitung Equivalen Annual
Depature dengan rumus pada pers 2.8 :
( )
1/2
W2
W1
Log R1 = (Log R2) . ( Pers.2.9)
Dimana:
Berat Wheel load pesawat rencana (W1) dihitung dengan menganngap 95% ditumpu
oleh roda pendaratan utama ,maka
1. Memplot nilai CBR subgrade dam MSTOW didapat tebal perkerasan total dari
Gambar 2.11,2.12 dan 2,13, berikut:
Gambar 2.11 Kurva perencanaan perkersan fleksibel untuk daerah kritis .Single Wheel
Gear
Sumber : Grafik 6.15,Heru Basuki.1986.
Gambar 2.12 Kurva perencanaan perkersan fleksibel untuk daerah kritis .Dual Wheel
Gear
Sumber : Grafik 6.15,Heru Basuki.1986.
Gambar 2.13 Kurva perencanaan perkersan fleksibel untuk daerah kritis .Dual Tandem Gear
Sumber : Grafik 6.15,Heru Basuki.1986.
2. Dari grafik yang sama dengan CBR 20 ,diperoleh Tebalnya ,maka subbase = Tebel
total perkerasan – tebal yang diperoleh dengan nilai CBR 20.
3. Annual depature melebihi annual depature yang ada dalam grafik maka tebal surface
aspal ditambah 1 inchi.
Tebal surface untuk daerah kritis =4 1nchi.
Tebal surface untuk daerah non kritis = 3 inchi
4. Tebal Base Coarse = Tebal pada CBR 20 – Tebal Surface
5. Chek tebal minimum base course dengan CBR tanah dasar dari Gambar 2.14 berikut:
START
NASRUDIN ADIPRATAMA KAMBEA / F 111 16 059
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
Data perencanaan :
•Data ARFL pesawat
FINISH
Start
Data perencanaan :
•Pesawat yang dilayani
•Karakteristik Pesawat
Finish
BAB III
Taxiway adalah bagian dari lapangan terbang yang telah diberikan perkerasan yang digunakan
oleh pesawat sebelum take-off & setelah landing. Umumnya sebagai penghubung runway & apron.
Pesawat yang bergerak diatas taxiway, kecepatannya relatif rendah dibandingkan dengan pesawat
sewaktu berjalan diatas runway, karena kecepatan relative rendah, maka hal ini merupakan satu
faktor yang menyebabkan panjang & lebar taxiway lebih kecil daripada runway.Penampang taxiway
dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut
Tabel 3.1 Jarak Bebas minimu sisi terluar roda utama dengan perkerasan
Catatan : # Taxiway direncanakan penggunaannya untuk pesawat denga wheel base sama
atau lebih besar dari 18 m (60ft).
Lebar : Lebar Taxiway dan lebar total taxy way bersama dengan bahu landasan pada bagian
yang lurus ridak boleh kurang dari yang ditunjukkan pada table 3.2 berikut:
Catatan : Untuk pesawat dengan batas sisi luar roda utam 9 m (30 ft)
Catatan : Kemiringan transversal dari bagian strip taxiway diluar yang diratakan
kemiringan keatasnya tak boleh lebih dari 5%.
B. Kurva taxiway diusahakan sejajar mungkin. Jari-jari kurvanya harus cukup untuk belok
pesawat.Tabel 3.4 berikut memeberikan syarat-syarat jari-jari yang akan memenuhi
kebutuhan bagi pembeloknya halus bagi berbagai kecepatan pesawat.
Apabila terpaksa harus membuat belokan tajam, sehingga jari – jari tidak cukup
luas untuk menghindari keluarnya roda-roda pesawat yang sedang taxi, keluar dari
perkerasan perlu memperluas taxiway sehingga tecapai “Wheel Clearance” sepertiyang
disyaratkan pada table 3.1.Perluasan itu disebut “lebar taxiway tambahan” lihat gambar
3.2 berikut.
Catatan :
a. Jari jari dalm fillet pada kurve Rapid Exit Taxiway, harus cukup luasnya, sehingga
muara taxiway mudah ikenal dengan membelokkan pesawat masauk taxiway.
b. Rapid Exit Taxiway harus termaksud satu bagian yang memepunyai jarak lurus
sedemikian hingga pesawat bias berhenti penuh sebelum mendapatkan persilangan
dengan taxiway berikutnya
c. Sudut persilangan dariRapid Exit taxiway dan landasan takboleh lebih 45˚ dan
takboleh kurang dari 25˚ lebih disukai 30˚.
S 2 −S
1 22
D = 2a (Pers. 3.2)
Dimana:
D = jarak dari touch down ke titik perpotongan antara runway dan taxiway.
S1 = kecepatan touch down (m/s).
S2 = kecepatan awal ketika meninggalkan landasan (m/s).
a = perlambatan (m/s2).
Kalsifikasi pesawat menurut kecepatan Touchdown untuk perencana Exit Taxiway
diberikan pada tabel.3.7.
Catatan : kecepatan pesawat pada waktu touchdown diangggap rata-rata 1,3 kali kecepatan
Stall, pada konfigurasi pendarat dengan rata-rata berat pendaratn kotor 85% dari
maksimum.
Pada lapangan terbang yang mempunyai lalu lintas pesawat padat, sudah perlu dibangun
Holding Bay.Dengan disediakannya holding bay, maka pesawat dari apron dapat keujung
landasan dengan cepat, dan memungkinkan sebuah pesawat lain untuk menyalip masuk ujung
landasan tanpa harus menunggu pesawat didepannya yang sedang, menyelesaikan persiapan
teknis, macam-macam tipe holding bay seperti yang terlihat pada gambar 3.4, hal 44.
Keberangkatan sebuah pesawat tertentu yang harus ditunda karena suatu hal padahal sudah
masuk taxiway menjelang sampai ujung landasan, tidak menyebabkan tertundanya
pesawat lain yang ada dibelakangnya.
Pemeriksaan altimeter (alat pengukur tinggi) sebelum terbang, memprogram alat bantu
Navigasi Udara, apabila tidak bisa dilaksanakan di apron.
Pemanasan mesin sesaat sebelum lepas landas. Sebagai titik pemeriksaan aerodrome untuk
VOR (Very High Omny Range), karena untuk pemeriksaan itu pesawat harus berhenti
untuk menerima sinyal yang benar.
a. Bentuk Holding Bay
Apron tunggu (holding apron), lantai pemanasan (run-up pad) atau kadang-kadang
disebut holding bay, ditempatkan diujung landasan pacu. Apron-apron tersebut digunakan
sebagai tempat pesawat sebelum lepas landas, apron-apron tersebut harus cukup luas
sehingga apabila sebuah pesawat tidak dapat lepas landas karena ada kerusakan mesin,
pesawat lainnya yang siap untuk lepas landas dapat melewatinya (Gambar 3.4).
Gambar 3.4 Contoh landasan Holding Bay untuk landasan approach presisi kode angka
No.4
a). Jumlah dan posisi pesawat yang akan dilayani ditentukan oleh frekwensi
pemakaiannya.
Pada umumnya, kebebasan ujung sayap pesawat (Wing Tip Clerance) antara
pesawat yang sedang parker, dan pesawat yang berjalan melewatinya tak boleh kurang dari
15 m (50 feet) apabila pesawat yang bergerak adalah tipe Turbo Jet, dan 10 m (33 feet)
bila pesawat yang bergerak adalah tipe Propeler.
Kode angka
Tipe oprasi landasan
1 2 3 4
Non instrument 30 m (100 ft) 40 m (130 ft) 75 m (250 ft) 75 m (250 ft)
Non precision 40 m (130 ft) 40 m (130 ft) 75 m (250 ft) 75 m (250 ft)
approach
Precision approach
60 m (200 ft) 60 m (200 ft) 90 m (300 ft) 90 m (300 ft)
category I
Precision approach
category II dan III 90 m (300 ft) 90 m (300 ft)
BAB IV
Apron ialah suatu areal parkir pesawat untuk memuat dan menurunkan barang. Tempat naik
dan turunnya penumpang pesawat. Perencanaan apron dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
Tipe Noise In
Pesawat diparkir tegak lurus gedung terminal, hidung pesawat menghadap terminal.
Angied Noise In
Pesawat diparkir menyudut dan hidung pesawat menghadap kegadung terminal.
Pararel
Macam-macam tipe parkir tersebut dapat dilihat seperti yang tercantum pada gambar Berikut: :
TERMINAL
TERMINAL
c.T
G = μ
(Pers.4.1)
Dimana:
G = jumlah gate position.
c = volume rencana opesawat tiba / berangkat perjam
T = Rata – rata gate occupancy time
= faktor keamanan (0,65 – 0,85 T)
= Gi
C Ti. Mi
(Pers.4.2)
Dimana :
Gi = Jumlah gate
Mi = Mix pesawat
B 15 m (49 ft) up to but not including 24 m (79 ft) 3,0 m (10 ft)
C 24 m (79 ft) up to but not including 36 m (118 ft) 4,5 m (15 ft)
D 36 m (118 ft) up to but not including 52 m (171 ft) 7,5 m (25 ft)
E 52 m (171 ft) up to but not including 60 m (197 ft) 7,5 m (25 ft)
Rigid pavement biasanya dipilih untuk ujung landasan. Pertemuan antara landasan pacu
dengan taxiway, apron, dan daerah-daerah lain yang dipakai untuk parkir pesawat atau daerah-
daerah yang mendapat pengaruh panas blass jet dan limpasan minyak. Dalam merencanakan
tebal slab beton digunakan metode PCA (Portland Cement Asphalt) yang didasarkan pada
faktor keamanan.
Angka
keamanan (FK)
Daerah perkerasan
Kritis = apron, taxiway, ujung landasan s/d 30 m, lantai hanggar 1,7 – 2,0
MR 90
FK = WS ( Pers. 4.3 )
MR 90
FK
dimana WS =
Harga K
Bahan subgrade
MN/m3 Psi
6 – 7 inch (15 – 18 cm) ¾ inch (20 mm) 18 inch (46 cm) 12 inch (31 cm)
19 inch (46 cm)
8 – 12 inch (21 – 31 cm) 1 inch (25 mm) 12 inch (31 cm)
1 ¼ inch (30 mm) 20 inch (51 cm)
13 – 16 inch (33 – 41 cm) 15 inch (38 cm)
1 ½ inch (40 mm) 20 inch (51 cm)
17 – 20 inch (43 – 51 cm) 18 inch (46 cm)
2 inch (50 mm) 24 inch (61 cm)
21 – 24 inch (54 – 61 cm) 18 inch (46 cm)
8.Joint.
Sambungan atau joint dibuat agar beton dapat menyusut dan mengembang tanpa
halangan, sehingga dapat mengurangi tegangan bengkok akibat gesekan, perubahan
tekanan, perubahan suhu dan kelembaban serta untuk melengkapi konstruksi.Jenis joint:
1. Expansion joint.
Berfungsi untuuk memberikan ruangan pengembangan beton dan biasanya digunakan
pada slab beton yang berpotongan. Menyudut satu sama lain. Tidak digunakan dalam
perencanaan ini karena slab sukup tebal.
2. Constrcuction joint.Yaitu permukaan beton yang sengaja diperlemah agar bisa terjadi
penyusutan beton, tegangan susut bisa diperkecil dan jika retak, maka akan terjadi
pada daerah yang telah dipersiapkan itu.
Tipe-tipe joint ini:
BAB V
Tanda-tanda garis dan nomor dibuat pada perkerasan landasan dan taxiway agar pilot
mendapat alat bantu dalam mengemudikan pesawatnya mendarat ke landasan serta menuju apron
melalui taxiway. Marking ini hanya berguna pada siang hari saja, sedangkan malam hari fungsi
marking digantikan dengan sistem perlampuan.
Warna yang dipakai biasanya putih pada landasan yang mempunyai perkerasan aspal,
sedangkan warna kuning untuk taxiway dan apron.
Pada dasarnya warnanya harus mencolok terhadap sekitarnya. Jadi, kalau landasan berwarna putih
(landasan beton) harus diberi warna lain untuk markingnya.
Kedua organisasi penerbangan telah membuat standar marking. FAA dalam Advisory Circular
150/6340 1E kita pakai edisi tanggal 11-4-1980.
ICAO dalam Annox 14 Chapter 5, 6. 7 dipakai edisi kedelapan Maret 1983. Ada 4 macam tipe
marking:
a. Marking landasan.
b. Marking taxiway.
c. Marking untuk area yang dibatasi.
d. Marking untuk objek tetap.
ICAO membagi marking landasan menjadi tiga:
Landasan non presisi dioperasikan di bawah kondisi VFR (Visual Flight Rule). Landasan
approach non presisi, adalah landasan yang dibantu dengan peralatan VOR (Veri High Frequency
Omny Radio Range) bagi pesawat yang mendarat ke landasan dengan VOR sebagai pedoman.
Landasan instrument presisi adalah landasan yang dilengkapi dengan ILS(Instrument Landing
System).
Gambar 5.1 Ukuran – ukuran dan bentuk angka untuk marking nomor landasan
c. Marking threshold.
Ditempatkan di ujung landasan, sejauh 6 m dari tepi ujung landasan membujur landasan,
panjang paling kurang 30 m, lebar 1,8 m
Banyaknya strip tergantung lebar landasan.
18 m 4
23 m 6
30 m 8
45 m 12
60 m 16
Panjang Banyaknya
Landasan Pasangan
< 90 m 1
900 – 1200 m 2
1200 – 1500 m 3
1500 – 2100 m 4
> 2100 m 6
Gambar 5.2 Marking touchdown zone dilukiskan intuk landasan yang panjangnya 2.100
atau lebih
Merupakan garis lurus di tepi landasan, memanjang sepanjang landasan dengan lebar strip
0,9 m. Bagi landasan yang lebarnya lebih dari 30 m atau lebar strip 0,45 m bagi landasan
kurang dari 30 m. Berfungsi sebagai batas landasan terutama apabila warna landasan hampir
sama dengan warna shouldernya.
- Marking sumbu taxiway adalahsebagai garis pedoman dari sumbu landasan untuk masuk ke
taxiway, berbentuk garis selebar 15 cm berwarna kuning, Untuklebih mendetail lihat gambar
5.3 Berikut.
- Marking posisi taxiholding (Taxi Holding Position Marking) sebagai tanda bahwa taxiway
akan berpotongan dengan landasan pesawat harus berhenti disini sebelum mendapat perintah
masuk kelandasan.
Landasan atau taxiway yang tidak digunakan, dan ditutup untuk kegiatan lalu lintas pesawat,
diberi tanmda silang berwarna kuning, dengan ukuran sebagai gambar berikut ini.
a. Permukaan yang mampu menahan beban pesawat dan yang tidak mampu menahan berat
pesawat (taxiway dan bahunya) dipisahkan oleh taxiway slide strip marking. Pembuatan strip
taxiway sepenuhnya diserahakan sepenuhnya kepada pengelola lapangan terbang.
b. Dilandasan yang thresholdnya dpindahkan (displaced) secara permane, atau perkerasan diluar
threshold panjangnya lebih dari 60 m dibuat marking yang disebut “Prethreshold” Marking
yang bentuknya serupa kepala anak panah(Chevron).
Yang dimaksud dengan misalnya menara air, antenna, gedung/bangunan yang diperkirakan
menjadi halangan pada flight path harus diberi tanda yang menyolok, misalnya diberi warna
putih oranye berganti –ganti atau kotak-kotak.
BAB VI
6.1 HANGGAR
Hanggar ialah tempat reparasi pesawat yang terlindung.
- Menghitung panjang Hanggar (P)
P = (2 x Turning Radius) + (clearance x 4) (Pers. 6.1)
- Lebar hangar
L = (2 x turning radius) + (2 x clearance) (Pers. 6.2)
Untuk merencanakan luas ruangan yang dibutuhkan, maka harga-harga di atas dikalikan
dengan jumlah penumpang, dengan memperhitungkan faktor-faktor keamanan, kelancaran,
dan lain-lain. Dengan demikian, diperoleh masing-masing ruangan fasilitas bangunan
pelengkap sebagai berikut:
6.6. FUEL DEPUT
6.7. FASILITAS PEMADAM KEBAKARAN
6.8. TEMPAT PARKIR
Tempat parkir di suatu bandar udara harus disediakan untuk:
a. Penumpang pesawat.
Didasarkan pada jumlah penumpang pesawat yang menggunakan kendaraan pribadi dan
taxi.
b. Pengunjung atau pengantar yang datang bersama-sama dengan penumpang pesawat.
c. Penumpang yang datang hanya untuk melihat-lihat.
d. Karyawan-karyawan bandar udara
e. Mobil-mobil sewaan.
f. Orang-orang yang melaksanakan bisnis di bandar udara