Anda di halaman 1dari 9

KINDERGARTEN: Journal of Islamic Early Childhood Education

p-ISSN: 2621-0339 |e-ISSN: 2621-0770, hal. XX-XX


Vol. XX, No. XX, April 2020
DOI: ………

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PADA ANAK


USIA DINI MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK (PJBL)
DAN STEAM
Nabillah Nuriska 1, Nanda Mayasari2, Wahju Dyah Laksmi Wardhani 3
Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, FKIP, Universitas Muhammadiyah Jember
1,2,3

nabillahnuriska@gmail.com

ABSTRAK
Masa usia dini merupakan periode yang sangat penting dalam tumbuh kembang kehidupan anak
sehingga dikatakan sebagai golden period. Saat ini dunia tengah berada pada era digitalisasi abad
21.Perlu dilakukan upaya pembaruan dalam pendidikan anak usia dini yang dapat mengoptimalkan
kemampuan dan ketrampilan abad 21. Menurut Wibawa (2018) pendidikan abad 21 menuntut
generasi penerus bangsa untuk menguasai beberapa ketrampilan antara lain creativity, collaboration,
critical thinking, dan communication. Fakta yang ditemukan adalah rendahnya kualitas pendidikan di
Indonesia sebagaimana diumumkan oleh United Nations For Development Programe (UNDP) yang
menyatakan bahwa Indonesia menduduki peringkat 111 dari 117 negara (Jailani, 2014). Hasil
penelitian yang didapat kemmpuan berpikir kritis paa anak belum berkembang secara maksimal.
Peneliti menyadari perlunya meningkatkan kemampuan berpikir kritis pada anak melalui
pembelajaran berbasis proyek atau PJBL dengan mengintegrasikan unsur STEAM dalam
pembelajaran karena sesuai dengan implementasi Kurikulum merdeka dan tuntutan pendidikan abad
21. Pengalaman belajar berbasis STEAM didasarkan pada permasalahan yang ditemui sehari-hari
sehingga memberikan kesempatan bagi anak untuk dapat mengonstruksikan pengetahuan melalui
pengalaman bermakna. Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan selama 3 siklus didapatkan
hasil bahwa Pembelajaran berbasis proyek dan STEAM efektif untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis. Hasil penelitian tindakan kelas didapat secara bertahap pada masing-masing siklus.
Kata Kunci: pembelajaran berbasis proyek, STEAM, Berpikir kritis

ABSTRACT
Early childhood is a very important period in the growth and development of children's lives so it is said to be the
golden period. It is necessary to make renewal efforts in early childhood education that can optimize 21st century
abilities and skills. According to Wibawa (2018) 21st century education requires the nation's next generation to
master several skills including creativity, collaboration, critical thinking, and communication. The fact found is the
low quality of education in Indonesia as announced by the United Nations For Development Programe (UNDP)
which states that Indonesia is ranked 111 out of 117 countries (Jailani, 2014). The results of the research obtained
by the ability of critical thinking in children have not developed optimally. Researchers realize the need to improve
critical thinking skills in children through project-based learning or PJBL by integrating STEAM elements in
learning because it is in accordance with the implementation of the independent curriculum and the demands of 21st
century education. STEAM-based learning experiences are based on problems encountered daily so as to provide
opportunities for children to be able to construct knowledge through meaningful experiences. Based on the results of
research conducted over 3 cycles, it was found that project-based learning and STEAM were effective in improving
critical thinking skills. The results of classroom action research are obtained gradually in each cycle.

Keyword: project based learning, STEAM, critical thinking

, Vol. XX, No. XX, April 2020 | 1


Nabillah Nuriska 1, Nanda Mayasari2, Wahju Dyah Laksmi Wardhani 3

PENDAHULUAN
Masa usia dini merupakan masa yang sangat penting dalam tumbuh kembang kehidupan anak
sehingga dikatakan sebagai golden period. Menurut Uce (2019) berbagai penelitian mengungkapkan
bahwa pertumbuhan otak berlangsung dengan kecepatan yang tinggi dan mencapai proporsi
terbesar hampir seluruh dari jumlah sel otak yang normal. Golden age hanya berlangsung satu kali
seumur hidup, oleh karena itu perlu upaya optimalisasi dari orang dewasa. Upaya stimulasi pada
anak dapat dilakukan melalui pendidikan anak usia dini. Menurut Munawar dkk., (2019) program
pelaksanaan pendidikan anak usia dini perlu dilaksankan secara tepat sesuai karakteristik tumbuh
kembang anak. Pelaksanaan pendidikan anak usia dini juga perlu dilakukan pembaruan sesuai
tuntutan perkembengan zaman. Hal ini memerlukan kerja sama bagi seluruh stakeholder untuk
menciptakan pendidikan yang berkualitas dan sesuai dengan tuntutan perkembangan pendidikan
abad 21.
Pendidikan sebagai dasar utama sebuah negara untuk memperbaiki kualitas hidup dan
mengikuti tuntutan dunia internasional. Pendidikan abad 21 memegang peranan penting dalam
keberhasilan tersebut. Menurut Wibawa (2018) pendidikan abad 21 menuntut generasi penerus
bangsa untuk menguasai beberapa ketrampilan antara lain creativity, collaboration, critical thinking, dan
communication. Berbagai upaya dilaksanakan dalam hal pembaruan pendidikan salah satunya melalui
implementasi Kurikulum Merdeka.
Implementasi kurikulum merdeka dilaksanakan melalui pembelajaran berbasis proyek atau
project based learning. Kurikulum Merdeka menekankan pada penerapan suatu metode
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, melatih kemandirian peserta didik dan
bermuara pada pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan (Dewi, 2022). Implementasi
kurikulum merdeka dirasa tepat dengan tuntutan pendidikan abad 21. Project Based Learning
merupakan model pembelajaran yang ideal untuk mencapai tujuan pendidikan abad ke-21,
karena melibatkan prinsip berpikir kritis, komunikasi, kolaborasi dan kreativitas (Fitri et al.,
2018).
Hal ini menjadi tantangan dan tuntutan tersendiri bagi pendidik anak usia dini untuk dapat
mengimplementasikan kurikulum merdeka melalui pendekatan pembelajaran berbasis proyek
yang dapat menstimulasi kemampuan dan ketrampilan abad 21. Pelaksanaan pembelajaran
berbasis proyek dapat didukung dengan mengintegrasikan STEAM yang mencakup lima
komponen yaitu science, technology, engineering, art, dan math. Pengalaman belajar berbasis STEAM
didasarkan pada permasalahan yang ditemui sehari-hari sehingga memberikan kesempatan bagi
anak untuk dapat mengonstruksikan pengetahuan melalui pengalaman bermakna. Menurut
Yakman & Lee (2012) Pembelajaran STEAM bersifat Kontekstual. Anak mendapatkan
kesempatan untuk belajar melalui permasalahan yang ada disekitarnya guna memperoleh
pengetahuan baru. Pengelaman nyata yang didapat oleh anak membawa kebermaknaan
pengetahuan baru karena ia terlibat secara langsung dalam proses mengkonstruksi pengetahuan
baru.
Konsep STEAM diajarkan lebih sederhana dengan memberikan pengalaman nyata serta
mengedepankan prinsip anak sebagai pembelajar aktif. STEAM sebagai salah satu upaya
pembaruan pendidikan abad 21 (Munawar et al., 2019). Sejalan dengan pendapat Imamah &
Muqowim (2020) pembelajaran berbasis STEAM mendorong anak untuk belajar mengeksplorasi
semua kemampuan yang dimilikinya, dengan cara masing-masing. Anak mendapat kesempatan
untuk berpikir melalui permasalahan kontekstual secara holistic integratif sehingga mampu

2 | KINDERGARTEN: Journal of Islamic Early Childhood Education, DOI: ………


menstimulasi pengetahuan dan ketrampilan anak dengan cara mengonstruksikan pengalaman
bermakna. Tujuan mendasar dalam pembelajaran berbasis STEAM adalah peningkatan
kemampuan berpikir kritis.
Pengembangan kemampuan berpikir kritis bertujuan agar di kemudian hari terbentuk pribadi
yang mampu menghadapi, mengevaluasi, dan memberi solusi terhadap permasalahan yang
dihadapinya dengan pengetahuan dan sumber yang valid, relevan, dan dapat dipertanggung
jawabkan (Natalina, 2015). Seorang anak yang memiliki kemampuan berpikir kritis akan menjadi
pribadi yang mampu menyelesaikan permasalahan dengan baik, mengolah informasi yang didapat
dengan teliti karena sifatnya yang tidak mudah percaya, dan dapat memberikan informasi yang
terpercaya karena disertai dengan sumber yang valid. Menurut Brookfield (1987) aspek
kemampuan berpikir kritis pada anak usia dini meliputi asking question, point of view, being rational,
finsing out, dan analysis. Menurut Ennis (1996) kemampuan bepikir kritis anak meliputi focus, reasons,
inference, situation, clarity, overview. Didukung dengan teori dari Leicester & Taylor (2010) aspek
kemampuan berpikir kritis anak meliputi asking question, point of view, being rational, finsing out, dan
analysis. Berpikir kritis bukanlah kemampuan bawaan yang dapat berkembang secara alami,
sehingga perlu berbagai upaya untuk mengoptimalisasi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
oleh tenaga pendidik untuk menghasilkan generasi penerus bangsa dengan kemampuan berpikir
kritis yaitu melalui pelaksanaan pembelajaran berbasis STEAM.
Fakta yang ditemukan adalah rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia sebagaimana
diumumkan oleh United Nations For Development Programe (UNDP) yang menyatakan bahwa
Indonesia menduduki peringkat 111 dari 117 negara (Jailani, 2014). Rendahnya kualitas
pendidikan anak usia dini di Indonesia dipengaruhi oleh banyak faktor seperti tingkat ekonomi
masyarakat yang rendah, kesadaran orang tua tentang PAUD yang masih terbatas, kebijakan
pemerintah yang perlu perbaikan, dan kualitas guru yang tidak memenuhi standar (Saepudin,
2013). Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa perlu dilakukan upaya
pembaruan dalam pendidikan anak usia dini yang dapat mengoptimalkan kemampuan dan
ketrampilan abad 21. Permasalahan yang ditemukan adalah implementasi Kurikulum Merdeka
menjadi tantangan dan tuntutan tersendiri bagi pendidik pada saat ini. Pelaksanaan Kurikulum
Merdeka yang dilaksanakan dengan pembelajaran berbasis proyek mengharus pendidik terampil
dalam menyusun proyek yang menarik, sesuai karakteristik tumbuh kembang anak usia dini dan
sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.
Peneliti menyadari perlunya meningkatkan kemampuan berpikir kritis pada anak melalui
pembelajaran berbasis proyek atau PJBL dengan mengintegrasikan unsur STEAM dalam
pembelajaran. Bukan hal mudah bagi pendidik untuk menumbuhkan ketrampilan dalam
menyusun kegiatan proyek dengan mengintegrasikan STEAM serta mampu menumbuhkan
ketrampilan abad 21, akan tetapi tuntutan tersebut menjadi satu-satunya permasalahan yang harus
dihadapi. Oleh karena itu, peneliti bermaksud meneliti tentang peningkatan kemampuan berpikir
kritis melalui pembelajaran berbasis proyek dengan mengintegrasikan STEAM di dalamnya.
Adapun judul yang penulis ajukan adalah Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis pada Anak
Usia Dini melalui Pembelajaran Berbasis Proyek (PJBL) dan STEAM.

METODE

KINDERGARTEN: Journal of Islamic Early Childhood Education, DOI: ……… | 3


Nabillah Nuriska 1, Nanda Mayasari2, Wahju Dyah Laksmi Wardhani 3

Penelitian ini menggunakn rancangan PTK atau penelitian tindakan kelas dengan
pendekatan yang digunakan adalah kualitatif. PTK bertujuan untuk memecahkan suatu kendala
pembelajaran, dimana permasalahan tersebut bersifat penting untuk diatasi guna memperbaiki
kualitas pembelajaran di suatu kelas. Hasil yang diinginkan dari PTK adalah meningkatkan
kemampuan peserta didik melalui tindakan rasional seorang guru melalui perbaikan praktek
pembelajaran. Penelitian ini dilaksanakan selama dua siklus dimana masing-masing siklus terdiri
dari 4 pertemuan. Setiap siklus dilaksanakan dengan tahapan perencanaan, pelaksanaan,
observasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelompok B1 TK Negeri Pembina
Kota Kediri yang berjumlah 23 anak. Data penelitian didapat melalui pelaksanaan kegiatan
berbasis proyek dengan mengintegrasikan STEAM.
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini antara lain wawancara,
observasi, dan dokumentasi. Peneliti melaksankan observasi awal beserta wawancara untuk
mengetahui informasi awal kemampuan berpikir kritis anak. Saat melaksanakan siklus dengan
implementasi pembelajaran berbasis proyek dan mengintegrasikan STEAM peneliti juga
mengobservasi aktivitas kegiatan pembelajaran dan peningkatan kemampuan berpikir kritis pada
anak. Analisis data dilaksanakan dengan tahapan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data,
dan penarikan kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada hasil observasi awal peneliti menemukan permasalahan pada kemampuan berpikir kritis
anak. Hasil yang ditemukan ada pra siklus, peneliti menemukan masalah pada aspek kemampuan
berpikir kritis anak. Hampir lebih 12 anak dari 23 anak telah memiliki kemampuan yang baik
dalam menunjukkan rasa ingin tahu, berinisiatif mengajukan pendapat, dan mempraktikkan cara
kerja pesawat sederhana. Hal ini menunjukkan ketercapaian dari 3 indikator dari 5 indikator
kemampuan berpikir kritis yaitu asking question, pint f view, dan being rational. Apabila diamati lebih
dalam kemampuan berpikir kritis pada anak kurang berkembang dalam aspek identifikasi suatu
masalah, dan kemampuan menganalisis. Oleh karena itu peneliti fokus dalam permasalahan
meningkatkan kemampuan berpikir kritis pada anak. Hasil observasi awal dan wawancara dengan
guru kelas juga menunjukkan masih terdapat anak dengan kemampuan berpikir kritis yang kurang
berkembang.
Hasil Intervensi Siklus 1
a.Perencanaan
Proses perencanaan dilaksanakan oleh peneliti dengan tindakan menyusun perencanaan
pembelajaran. Peneliti menyesuaikan tema dan materi ajar sesuai dengan tema yang telah tertera
pada KOSP sekolah yang akan dilaksankan pada mingu tersebut. Proses perencanaan
dilaksanakan dengan berkolaborasi antara guru kelas dengan peneliti. Adapun langkah
perencanaan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1. Peneliti menyusun modul ajar dengan topik “Hasil Karya Barang Bekas”
2. Peneliti memilih tujuan pembelajaran yang sesuai dengan topik dan dapat mengintegrasikan
STEAM
3. Tujuan kegiatan dibuat dan disesuaikan dengan indikator kemampuan berpikir kritis
4. Perencanaan pembelajaran disusun sesuai dengan tahapan bermain proyek

4 | KINDERGARTEN: Journal of Islamic Early Childhood Education, DOI: ………


5. Menyiapkan media pembelajaran yang dapat mendukung ketercapaian kesuksesan
pembelajaran
6. Menyiapkan instrumen penilaian anak

b. Tindakan
Pada kegiatan ini anak diajak untuk mengenal lingkungan sekitar (sampah yang ada di
sekitar). Pengetahuan awal anak tentang sampah diharapkan mampu memunculkan ide dalam diri
anak untuk memanfaatkan barang bekas untuk dimanfaatkan menjadi barang yang bernilai guna.
Kegiatan ini mengajak anak untuk belajar secara langsung dengan lingkungan nyata yang ada
disekitarnya. Kegiatan akan dimulai dari mencari sampah dilingkungan sekolah, memunculkan ide
pada diri anak untuk memanfaatkan sampah tersebut menjadi barang yang bermanfaat,
merancang desain dari karya yang akan dibuat oleh kelompok, dan merealisasikan pembuatan
karya melalui proyek yang dilakukan secara berkelompok.
c. Observasi
Peneliti melaksankan observasi atau pengamatan dengan cara mengamati aktivitas anak. Pada
siklus satu tampak anak antusias mengikuti kegiatan proyek. Ketika awal kegiatan sebagian besar
anak terlihat aktif dalam bertanya dan menyampaikan pendapat. Akan tetapi masih ditemukan 5
anak dari 23 anak yang masih pasif dan belum mau bertanya ataupun berpendapat. Terdapat dua
catatan yang muncul dari pertanyaan anak pada waktu pembelajran yaitu “mengapa anak-anak
berbuat seperti pemulung dengan mengambil sampah yang telah dibuang ke tempat sampah” dan
“ Mengapa pemulung hanya mengambil botol bekas dan tidak mengambil sampah platik bekas
kemasan (jajan). Sebagian besar anak aktif mengikuti kegiatan anak ada siklus 1 tercermin melalui
keaktifan mereka dalam melaksankan kegiatan bermain proyek dan menggunakan teknologi
sederhana yang digunakan.
d. Refleksi
Dalam kegiatan refleksi , peneliti bersama dengan guru pamong saling berkolaborasi untuk
melihat hasil dari pelaksanaan pembelajaran. Hasil refleksi digunakan untuk menemukan solusi
dan melakukan perbaikan pada siklus selanjutnya. Beberapa hal yang menjadi catatan bagi peneliti
pada siklus satu adalah kurangnya kalimat pemantik dan motivasi anak untuk mengemukakan
pertanyaan, gagasan, pendapat, ataupun jawaban. Setelah diamati, ternyata terdapat 9 anak yang
belum mencapai indikator point of view pada kemampuan berpikir kritis. Padasiklus satu tampak
semua anak telah mampu menggunakan teknologi sederhana yang digunakan sehingga dalam hal
ini semua anak telah mencapai indikator berpikir kritis being rational.

Hasil Intervensi Siklus 2


a. Perencanaan
Tidak jauh berbeda dengan perencanaan pada siklus 1, peneliti menyusun kegiatan
pembelajaran disesuaikan dengan tema pada minggu tersebut sebagaimana telah tertera pada
KOSP sekolah. Perencanaan disusun oleh peneliti dengan kolaborasi dna persetujuan dari guru
pamong sebagai berikut :
1. Peneliti menyusun modul ajar dengan topik “Aku Pelukis Keren”
2. Peneliti memilih tujuan pembelajaran yang sesuai dengan topik dan dapat mengintegrasikan
STEAM
3. Tujuan kegiatan dibuat dan disesuaikan dengan indikator kemampuan berpikir kritis
4. Perencanaan pembelajaran disusun sesuai dengan tahapan bermain proyek

KINDERGARTEN: Journal of Islamic Early Childhood Education, DOI: ……… | 5


Nabillah Nuriska 1, Nanda Mayasari2, Wahju Dyah Laksmi Wardhani 3

5. Menyiapkan media pembelajaran yang dapat mendukung ketercapaian kesuksesan


pembelajaran
6. Menyiapkan instrumen penilaian anak
b. Tindakan
Pada kegiatan ini anak di ajak untuk mengenal seni lukis dengan memanfaatkan cat air. Anak
diajak untuk berkreasi baik menggunakan jari tangan atau pun kuas. Dalam hal ini guru memberi
kebebaan bagi anak untuk memiliki alat yang digunakan untuk melukis sehingga dapat
mengimplementasikan pembelajaran berdifferensiasi. Anak mendapat kesempatan untuk
berkreasi menemukan warna baru dari pencampuran 3 warna dasar. Kegiatan dilakukan
berkolaborasi pada media kertas besar yang digunakan untuk melukis bersama-sama, tujuannya
anak mampu menalar dan menyelesaikan masalah “bagaimana cara menggunakan kertas besar
untuk 5 anak dalam setiap kelompo” sehingga anak diberi kebebasan untuk menyelesaikan
masalahnya sendiri.
c. Observasi
Hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti adalah semua anak telah menunjukkan
kemampuan bertanya, menjawab, dan antusias dalam mengikuti kegiatan melukis baik bersama
guru maupun dengan narasumber yang saat itu dihadirkan ke sekolah. Dalam hal ini tampak
bahwa semua anak telah memenuhi indikator asking question dan point of view. Semua anak
juga tampak antusias dan mampu menggunakan peralatan lukis yang disediakan sepeti palet, kuas
dengan berbagai ukuran, dan mampu menggunakan cat air yang disediakan. Dalam hal ini tampak
bahwa semua anak telah mencapai indikator being rational. Terdapat beberapa catatan dalam hal
ini yaitu pada saat akan melukis, tiba-tiba Ananda Ahza bertanya “bagaimana cara kami bisa
melukis bersama di atas kertas yang besar ini bu”. Guru menjawab “ Kira-kira bagaimana ya
caranya”. Lalu Ahza menemukan ide “Bagaimana kalo kita bagi saja ya bu”. Lalu terdapat anak
yang berpendapat “kita garis saja bu menjadi kotak-kotak” lalu seorang anak yang bernama ical
menjawab “kita kan ber ima bu, jadi kita buat menjadi 5 kotak”. Pertanyaan lain yang timbul dari
anak terkait dengan kreasi membuat warna dari 3 warna dasar seperti “bu aku bisa membuat
warna coklat” lalu guru merespond dengan cara “oh iya?, memang tadi membuat nya dari warna
apa saja”
d. Refleksi
Dari kegiatan di siklus ke dua tampak anak sangat antusias dengan kegiatan proyek yang
dilaksanakan. Anak mulai terbiasa dengan pelaksanaan kegiatan bermain proyek, dan sudah
terbiasa dengan pertanyaan-pertanyaan pemantik. Selain itu anak juga sudah terbiasa untuk
memecahkan permasalhan dengan cara berkolaborasi. Pada kegiatan siklus 2 dapat disimpulkan
bahwa semua anak telah menguasai indikator asking question, poin of view, dan being rational.
Akan tetapi sebagian anak telah sampai pada tahap finding out atau menemukan sebab dan analys
sedangkan 12 dari 23 orang anak belum sampai pada ketercapaian 2 indikator berpikir kritis
tersebut.
Hasil Intervensi Siklus 3
a. Perencanaan
Tidak jauh berbeda dengan perencanaan pada siklus 1 dan 2, peneliti menyusun kegiatan
pembelajaran disesuaikan dengan tema pada minggu tersebut sebagaimana telah tertera pada
KOSP sekolah. Perencanaan disusun oleh peneliti dengan kolaborasi dna persetujuan dari guru
pamong sebagai berikut :
1. Peneliti menyusun modul ajar dengan topik “Fun Creating batik Jumputan”

6 | KINDERGARTEN: Journal of Islamic Early Childhood Education, DOI: ………


2. Peneliti memilih tujuan pembelajaran yang sesuai dengan topik dan dapat mengintegrasikan
STEAM
3. Tujuan kegiatan dibuat dan disesuaikan dengan indikator kemampuan berpikir kritis
4. Perencanaan pembelajaran disusun sesuai dengan tahapan bermain proyek
5. Menyiapkan media pembelajaran yang dapat mendukung ketercapaian kesuksesan
pembelajaran
6. Menyiapkan instrumen penilaian anak

b. Tindakan
Pada kegiatan ini anak di ajak untuk mengenal salah satu warisan budaya Bangsa Indonesia yaitu
batik. Pada hari selanjutnya anak diajak untuk membuat hasil karya batik dan batik jumputan.
Serta mengasah kemampuan literasi, berpikir kritis dengan mengintegrasikan STEAM. Pada
kegiatan ini anak mendapat kesempatan untuk membuat sebuah ke[utusan batik dengan motif
ikat mana yang akan dilihat. Dengan begitu anak akan menalar ketika ingin membuat ini ia harus
melakukan teknik lipat yang ini. Selain itu kemampuan memprediksi anak juga diasah, dengan
disajikan berbagai pola pada laptop, anak mengambil keputusan, ia juga harus menalar apa saja
yang ia perlukan untuk membuat patik seperti demikian, berapa jumlah karet yang harus dibuat.
Pada kegiatan ini anak juga mendapat kesempatan untuk membuat kreasi warna dari 3 warna yang
telah disediakan.
c. Observasi
Hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti anak menunjukkan rasa antusias. Peneliti
sengaja membuat kelmpok-kelompok kecil untuk memancung dan memotivasi anak dalam
meningkatkan kemampuan bertanya, menjawab, berpendapat, dan menyampaikan gagasannya.
Sehingga guru mengamati bahwa semua anak telah mencapai indikator asking question, point of
view, dan being rational. Padasiklus ke tiga guru mulai memberi kegiatan dan didukung dengan
pertanyaan pemantik yang dapat meningkatkan kemampuan anak dalam menemukan sebab akibat
dan mampu menganalisis sebuah peristiwa. Tampak 20 anak dari 23 anak mampu menunjukkan
indikatoor finding out yang berkaitan dengan menemukan hubungan sebab akibat dan Analysis
yang berkaitan dengan kemampuan membandingkan.
d. Refleksi
Dari kegiatan di siklus ke 3 dapat disimpulkan bahwa semua anak telah mencapai indikator
asking question, point ofview dan being rational. Sedangkan 20 anak telah mencapai indikator
Finding out dan analysis.

PEMBAHASAN
Pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek tepat dilaksankan pada anak usia dini karena
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Bentuk pembelajaran proyek (project based
learning) adalah suatu model pembelajaran yang dilakukan guru dengan jalan menyajikan suatu
bahan pembelajaran yang memungkinkn anak mengolah sendiri untuk menguasai bahan
pembelajaran tersebut (Sari et al., 2017). Pengalaman belajar anak yang didapat melalui
pengalaman nyata memberikan kesempatan anak untuk mengkonstruksi pemahamannya sendiri
sehingga memunculkan kebermaknaan dalam pembelajaran. Pembelajaran berbasis proyek
melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu

KINDERGARTEN: Journal of Islamic Early Childhood Education, DOI: ……… | 7


Nabillah Nuriska 1, Nanda Mayasari2, Wahju Dyah Laksmi Wardhani 3

(benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat
merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri (Sari et al., 2017).
Menurut Munawar et al., (2019)STEAM mendorong anak untuk membangun pengetahuan
tentang dunia di sekelilingnya melalui mengamati, menanya, dan menyelidiki. Pembelajaran
berbasis STEAM yang dilaksanakan dengan langkah-langkah saintifik merupakan salah satu upaya
untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Implementasinya dapat dilakukan dengan
berbagai cara seperti menempatkan anak sebagai seorang pembelajaran aktif, memberikan
stimulus pada anak untuk menalar secara kritis, menyuguhkan
proses belajar dan bermain yang menarik, menempatkan orang dewasa sebagai fasilitator, dan
pemberian fasilitas yang memadai sebagai sumber belajar bagi anak.
Hasil refleksi dari siklus 1 hingga 3 terlihat terjadi peningkatan secara bertahap. Pada siklus 1
sebagian anak sudah mencapai tahap asking question dan point of view. Terdapat 9 anak yang
belum mencapai indikator point of view pada kemampuan berpikir kritis dan semua anak telah
mampu menggunakan teknologi sederhana yang digunakan sehingga dalam hal ini semua anak
telah mencapai indikator berpikir kritis being rational. Pada siklus kedua peneliti memperbaiki
pembelajaran dan mendapatkan hasil semua anak telah menguasai indikator asking question, poin
of view, dan being rational. Akan tetapi sebagian anak telah sampai pada tahap finding out atau
menemukan sebab dan analys sedangkan 12 dari 23 orang anak belum sampai pada ketercapaian
2 indikator berpikir kritis tersebut. Pada siklus ketiga mendapatkan hasil bahwa semua anak telah
mencapai indikator asking question, point ofview dan being rational. Sedangkan 20 anak telah
mencapai indikator Finding out dan analysis
Melihat hasil dari pelaksanaan siklus ke 1, 2, dan 3 dapat disimpulkan bahwa terjadi
peningkatan kemampuan berpikir anak yang terjadi secara bertahap melalui pelaksanaan
pembelajaran berbasis proyekdengan mengintegrasikan STEAM. Peneliti juga menemukan
penggunan model pembelajaran Proyek dengan mengintegrasikan STEAM efektif untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis pada anak.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan selama 3 siklus didapatkan hasil bahwa
Pembelajaran berbasis proyek dan STEAM efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kritis. Hasil penelitian tindakan kelas didapat secara bertahap pada masing-masing siklus. Peneliti
melakukan refleksi pada silus 1 dan mengambil perbaikan dengan cara menambah kalimat
pemantik, dan pada siklus ke dua peneliti mengambil langkah perbaikan dengan cara membuat
kelompok kecil dan melaksanakan kegiatan yang mengahruskan semua anak untuk berpendapat
dan membuat keputusan serta menalar akibat dari pilihan yang telah diambilnya.

REFERENSI
Brookfield, S. D. (1987). Developing critical thinkers: Challenging adults to explore alternative ways of
thinking and acting. Jossey-Bass.
Dewi, M. R. (2022). Kelebihan dan kekurangan Project-based Learning untuk penguatan Profil
Pelajar Pancasila Kurikulum Merdeka. Inovasi Kurikulum, 19(2), Article 2.
https://doi.org/10.17509/jik.v19i2.44226
8 | KINDERGARTEN: Journal of Islamic Early Childhood Education, DOI: ………
Ennis, R. H. (1996). Critical thinking dispositions: Their nature and assessability. Informal Logic,
18(2).
Fitri, H., Dasna, I. W., & Suharjo, S. (2018). Pengaruh Model Project Based Learning (PjBL)
Terhadap Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Ditinjau dari Motivasi Berprestasi Siswa
Kelas IV Sekolah Dasar. Briliant: Jurnal Riset Dan Konseptual, 3(2), Article 2.
https://doi.org/10.28926/briliant.v3i2.187
Imamah, Z., & Muqowim, M. (2020). Pengembangan kreativitas dan berpikir kritis pada anak usia
dini melalui motode pembelajaran berbasis STEAM and loose part. Yinyang: Jurnal Studi
Islam Gender dan Anak, 263–278. https://doi.org/10.24090/yinyang.v15i2.3917
Jailani, M. S. (2014). Guru Profesional dan Tantangan Dunia Pendidikan. Al-Ta lim Journal, 21(1),
Article 1. https://doi.org/10.15548/jt.v21i1.66
Leicester, M., & Taylor, D. (2010). Critical thinking across the curriculum: Developing critical thinking
skills, literacy and philosophy in the primary classroom. Open Univ. Press.
Munawar, M., Roshayanti, F., & Sugiyanti, S. (2019). IMPLEMENTATION OF STEAM
(Science Technology Engineering Art Mathematics)—BASED EARLY CHILDHOOD
EDUCATION LEARNING IN SEMARANG CITY. CERIA (Cerdas Energik Responsif
Inovatif Adaptif), 2(5), 276. https://doi.org/10.22460/ceria.v2i5.p276-285
Natalina, D. (2015). Menumbuhkan Perilaku Berpikir Kritis Sejak Anak Usia Dini. Jurnal
Cakrawala Dini, 5, 1.
Saepudin, A. (2013). Problematika Pendidikan Anak Usia Dini Di Indonesia. Cakrawala Dini:
Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 4(1).
Uce, L. (2019). MASA EFEKTIF MERANCANG KUALITAS ANAK. 16.
Wibawa, S. (2018). Pendidikan dalam era revolusi industri 4.0. Indonesia. Yogyakarta: UST
Yogyakarta.
Yakman, G., & Lee, H. (2012). Exploring the exemplary STEAM education in the US as a
practical educational framework for Korea. Journal of the Korean Association for Science
Education, 32(6), 1072–1086.

KINDERGARTEN: Journal of Islamic Early Childhood Education, DOI: ……… | 9

Anda mungkin juga menyukai