Anda di halaman 1dari 10

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Audit Piutang Usaha

Audit adalah laporan keuangan yang disusun oleh manajemen dan

diperiksa oleh pihak independen secara sistematis dan kritis untuk mendapatkan

opini tentang kewajaran suatu laporan keuangan perusahaan (Agoes, 2012).

Menurut Arens (2017), auditing adalah bukti informasi yang dikumpulkan dan

dievaluasi untuk melaporkan dan menentukan tingkat kesesuaian antara informasi

tersebut dan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.

Piutang merupakan bagian dari akun aset lancar pada laporan keuangan

yang mencakup seluruh uang yang akan diklaim sebuah perusahaan dari entitas lain

baik itu perorangan, perusahaan, maupun organisasi (Warren, 2015). Menurut

Rudiantoro (2012), piutang yang muncul dari penjualan atas barrang maupun jasa

dari sebuah perusahaan merupakan definisi dari piutang usaha.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa audit

piutang usaha merupakan suatu proses pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak

independen kepada sebuah perusahaan berkaitan dengan saldo piutang yang

8
9

timbul dari penjualan perusahaan tersebut untuk menentukan kesesuaian informasi

atas saldo piutang usaha dengan kriteria-kriteria yang sudah ditetapkan.

2.2 Tujuan atas Audit Akun Piutang Usaha

Menurut Arens dkk (2012), tujuan dari audit saldo saldo akun piutang

usaha adalah untuk memastikan piutang usaha jumlahnya sama dengan file induk

terkait piutang usaha dan jumlahnya sudah dihitung dengan benar dan sesuai

dengan buku besar umm dalam neraca saldo, keberadaaan utang usaha yang telah

dicatat, seluruh piutang usaha yang ada telah dicantumkan, piutang usaha yangada

sudah akurat, telah diklasifikasikannya utang usaha dengan benar, kebenaran pisah

batas atas akun piutang usaha, piutang usaha yang dinyatakan pada nilai yang

realistis serta memastikan bahwa klien memiliki hak atas piutang usaha tersebut.

Tabel II. 1 Tujuan audit piutang usaha


Asersi Penjelasan
Exsistence (keberadaan) Piutang yang tercatat betul-betul ada keberadaannya
Competeness Seluruh piutang sudah dicantumkan dalam saldo akhir laporan
(kelengkapan) keuangan
Accuracy (akurasi) Saldo atas akun piutang sudah dijumlahkan dengan akurat
Classification (klasifikasi) Pengklasifikasian atas akun piutang dalam buku besar sudah tepat
Cut-off (pisah batas) Menentukan apakah transaksi atas saldo piutang usaha sudah sesuai
dengan periodenya
Detail tie-in (hubungan Kesesuaian antara saldo piutang pada aged trial balance dengan data
yang rinci) induk terkait dan kesesuaian saldo akun piutang usaha dengan
Realizable value (nilai Menentukan apakah perusahaan sudah menghapus saldo piutang
yang dapat direalisasikan) yang tidak tertagih serta apakah perushaan sudah mencatat
penyisihan atas piutang yang kemungkinan tidak akan tertagih
Right (hak) Piutang yang diungkapkan dalam laporan keuangan sebagai aset
harus dimiliki secara sah oleh perusahaan
Sumber: Diolah dari Buku “Auditing & Jasa Assurance Edisi Kelimabelas Jilid
2”
10

2.3 Metodologi Pengujian Rinci atas Saldo Piutang Usaha

2.3.1 Perencanaan Audit

Menurut Arens dkk (2012), penting bagi auditor untuk membuat

rancangan penugasan dengan tepat agar auditor mendapatkan bukti yang mencakupi

situasi yang deihadapi dengan tepat, untuk mempertahankan biaya audit tetap

wajar, serta untuk menghindar dari kesalahpahaman dengan kliennya. Secara

umum, perencanaan audit dapat dilakukan dengan tahapan seperti yangada pada

Gambar II. 2 di bawah ini.

Gambar II. 1 Perencanaan audit dan perancangan pendekatan audit

Sumber: Buku “Auditing & Jasa Assurance Edisi Kelimabelas Jilid 2”

Menurut Arens dkk (2012) dari kedelapan proses perencanaan audit

tersebut, 5 (lima) bagian penting dari perencanaan adalah menerima klien dan

melaksanakan perencanaan awal, memahami bisnis dan industri klien, menilai

risiko bisnis klien, serta melaksanakan prosedur analitis pendahuluan.


11

a) Menerima klien dan melaksanakan perencanaan awal

KAP akan menyelidiki perusahaan klien untuk menentukan akseptabilitasnya

sebelum akan menerima klien baru.

b) Memahami bisnis dan industri klien

Penting bagi auditor untuk memahami secara menyeluruh proses bisnis dan industri

klien serta operasi dari perusahaan tersebut untuk melaksanakan kegiatan audit

yang memadai karena sifat bisnis dan industri klien berpengaruh atas risiko salah

saji dalam laporan keuangannya.

c) Memahami risiko bisnis klien

Penilaian risiko bisnis klien akan dilaksanakan auditor menggunakan

pengetahuannya mengenai pemahaman strategis atas bisnis dan industri klien.

Risiko bisnis klien dapat timbul akibat dari teknologi, lingkungan klien, serta

kegagalan klien dalam pelaksanaan strateginya.

d) Melaksanakan prosedur analitis pendahuluan

Untuk memahami lebih dalam lagi proses bisnis klien dan untuk menilai risiko

bisnis dari klien.

2.3.2 Praktik Pekerjaan Lapangan Audit atas Piutang Usaha

Arens (2012) menjelaskan bahwa untuk menguji rinci saldo piutang

usaha, auditor harus menentukan dan memilih bukti audit yang akan digunakan

untuk memverifikasi saldo akun piutang usaha setelah mempertimbangkan

materialitas kinerja, melaksanakan pengendalian dan pengujian substantif atas


12

transaksi. Metodologi yang tepat untuk merancang pengujiana saldo piutang usaha

adalah menggunakan model risiko audit.

Gambar II. 2

Sumber : Buku “Auditing & Jasa Assurance Edisi Kelimabelas Jilid 2”

2.3.3 Identifikasi Risiko Bisnis Klien yang Memengaruhi Piutang Usaha

Pada tahap ini, auditor harus memahami dan mempelajari bagaimana

industri bisnis dari klien serta bagaimana kondisi eksternal maupun internal klien.

Selain itu, auditor juga harus mempelajari bagaimana proses bisnis klien dan

mengevaluasi tujuan manajemen dari klien (Arens dkk, 2012). Lebih lanjut, Arens

dkk (2012) menjelaskan bahwa dalam mengevaluasi risiko inheren dan bukti dari

transaksi piutang usaha, risiko bisnis klien yang memengaruhi saldo piutang usaha

harus dipertimbangkan oleh auditor. Sehubungan dengan Alinea 3 Standar Audit

(SA) 315 yang menjelaskan bahwa salah saji material yang terjadi akibat
13

kecurangan dan kesalahan, wajib diidentifikasi dan dinilai oleh auditor sebagai

tujuan audit. Risiko salah saji material ini dapat terjadi melalui risiko bawaan

(inherent risk) dimana risiko ini sudah muncul sebelum adanya pengendalian

internal oleh perusahaan, dan risiko pengendalian (control risk) dimana risiko ini

muncul setelah adanya pengendalian dari perusahaan (Arens dkk, 2012).

Berdasarkan aline 3 dan 25 Standar Audit dijelaskan bahwa identifikasi

atas risiko inheren wajib dilakukan oleh auditor agar diketahui apakah dampak

dari risiko ini memiliki pengaruh menyeluruh (pervasif) pada laporan keuangan dan

pada asersi. Risiko-risiko ini kemudian diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kategori,

yakni risiko tinggi, risiko sedang, dan risiko rendah. Jika auditor menilai suatu

risiko sebagai risiko yang tinggi, maka hal tersebut harus diulik lebih dalam lagi

oleh auditor.

2.3.4 Menetapkan Materialitas Kinerja dan Menilai Risiko Inheren

Standar auditing mengindikasikan bahwa seorang auditor harus

mengidentifikasi risiko kecurangan-kecurangan yang bersangkutan dengan

pengakuan pendapatan sebuah perusahaan. Penliaian risiko inheren auditor akan

memengaruhi keberadaan, pisah batas penjualan, pisah batas retur, serta

pengurangan penjualan. Dengan demikian klien sudah biasa mengungkapkan pisah

batas tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dengan alasan kesalahan

maupun kecurangan (Arens dkk, 2012).

2.3.5 Menilai Risiko Pengendalian untuk Siklus Penjualan dan Penagihan

Perusahaan menciptakan suatu sistem pengendalian dengan maksud agar

risiko dapat diminimalisir. Pengendalian yang buat oleh suatu perusahaan akan
14

dievaluasi dan dinilai sejauh mana pengendalian tersebut dapat memitigasi atas

keterjadian risiko. Jika pengendalian dianggap auditor tidak dapat memitigasirisiko,

maka pengendalian internal perusahaan tidak efektif dan harus diganti. Pernyataan

tidak efektif dikeluarkan oleh auditor jika pada saat implementasi pengendalian

tersebut gagal memitigasi risiko.

Metode yang dapat digunakan auditor untuk memahami pengendalian

suatu perusahaan adalah metode kuisioner, metode naratif, serta metode bagan arus

(Arens dkk, 2015). Sedangkan untuk mengevaluasi apakah pengendaliantersebut

efektif atau tidak, dapat diketahui dengan metode inquiry dimana auditor meminta

keterangan secara langsung kepada klien, metode observasi dimana auditor

mengamati suatu kegiatan secara langsung, metode inspeksi dimana auditor

memeriksa secara langsung keberlangsungan pengendalian, serta metode

walktrouht dimana auditor akan menelusuri transaksi yang berkaitan dengan

laporan keuangan. Risiko atas penilaian pengendalian ini dapat dibagi auditor

menjadi tiga kategori, yakni risiko pengendalian tinggi, risiko pengendalian sedang,

atau risiko pengendalian rendah.

Manajemen sangat menginginkan catatan yang akurat agar

mempertahankan hubungan baik dengan kliennya. Untuk itu, pengendalian untuk

transaksi penjualan dan penagihan kas harus cukup cukup efektif. Hal utama yang

harus menjadi perhatian auditor dalam aspek pengendalian internal adalah

pengendalian terkait penyisihan piutang tak tertagih, pengendalian terkait pisah

batas, serta pengendalian berkaitan dengan pencegahan atau pendeteksian

kecurangan.
15

2.3.6 Merancang dan Melaksanakan Pengujian Pengendalian dan Pengujian

Substantif atas Transaksi

Untuk menentukan sejauh mana risiko deteksi yang direncanakan akan

dipenuhi untuk setiap tujuan audit yang berkaitan dengan saldo piutang usaha,

auditor harus menggunakan hasil pengujian substantifnya. Selain itu, SA 330

menjelaskan bahwa bukti audit yang cukup dan tapat dapat diperoleh melalui

perancangan dan pengujian pengendalian.

Pengujian substantif sendiri adalah salah satu prosedur dalam audit untuk

mendeteksi adanya kesalahan penyajian yang material pada asersi. Pengujian

substantif ini terdiri dari pengujian rinci berkaitan dengan transaksi, saldo akun,

serta pengungkapan akun yang dinilai memiliki salah saji material.

Arens dkk (2017) menjelaskan bahwa ada 3 (tiga) kategori asersi. Yakni

asersi atas transaksi, asersi atas saldo akun, serta asersi atas penyajian dan

pengungkapan. Asersi atas transaksi meliputi keterjadian, kelengkapan ketepatan,

klasifikasi, serta pisah batas. Asersi atas saldo meliputi keberadaan, kelengkapan,

penilaian dan alokasi, serta hak dan kewajiban. Dan asersi atas penyajian dan

pengungkapan meliputi keterjadian, kelengkapan, ketepatan, serta klasifikasi.

Pengujian dan pengendalian khusus akun piutang usaha menurut Arens

dkk (2017) adalah keterjadian, kelengkapan, ketepatan, pencatatan dan

pengikhtisarian, klasifikasi, dan tepat waktu (timing). Pada Lampiran I karya tulis

ini, menunjukkan contoh kertas kerja yang dapat digunakan oleh auditor dalam

mengukur nilai substantif kliennya (tiga baris untuk risko pengendalian dan dua
16

untuk pengujian substantif, satu untuk penjualan dan lainnya untuk penerimaan

kas).

2.3.7 Merancang dan Melaksanakan Prosedur Analitis

Prosedur analitis tak jarang dilakukan baik selama perencanaan, ketika

melakukan pengujian terinci, maupun saat penyelesaian audit. Pelaksanaan

pengujian terperinci seringkali dilakukan setelah tanggal namun sebelum pengujian

rinci saldo. Dalam melaksanakan prosedur analitis ini, auditor harus melakukannya

untuk siklus penjualan dan penagihan secara keseluruhan, tidak hanya piutang

usahanya saja karena hal ini erat hubungannya dengan akun- akun yang ada pada

laporan keuangan pos laba rugi dan pos neraca (Arens dkk, 2017). Arens dkk (2017)

menjabarkan prosedur analitis untuk piutang usaha berupa membandingkan

persentase marjin kotor tahun ini dengan tahun lalu, membandingkan penjualan tiap

bulan, membandingkan volume retur dan pengurangan penjualan, membandingkan

saldo pelanggan individual terhadap jumlah yang dinyatakan dengan tahun

sebelumnya, membandingkan piutang tak tertagih dengan tahun sebelumnya,

membandingkan jumlah hari piutang usaha beredar tahun ini dan tahun lalu,

membandingkan umur piutang tak tertagih, dan yang terakhir membandingkan

penghapusan tak tertagih tahun ini. Semua perbandingan ini menurut Arens dkk

(2017) dilaksanakana dengan membandingkan tahun yang ingin diaudit dengan

tahun sebelumnya.
17

2.3.8 Merancang dan Melaksanakan Pengujian Rinci atas Saldo Piutang

Usaha

Pengujian rinci saldo dilakukan setelah prosedur analitis selesai

dilakukan. Tujuan audit terkait saldo harus terpenuhi jika ingin menguji rinci saldo

atas piutang. Pengujian rinci atas saldo ini lebih menekankan kesesuaian pada

neraca dengan bukti-bukti yang ada.

Rinci pada pengujian saldo yang tepat akan tergantung pada faktor- faktor

yang tertulis dalam contoh kertas kerja perencanaan bukti pada Lampiran 1. Akibat

dari pengukuran setiap faktor yang bersifat tidak jelas dan bobot yangtepat

yang akan diberikan pada setiap faktor sangatlah subjektif, maka untuk

menggabungkan faktor-faktor yang menentukan risiko deteksi yang direncanakan

sangatlah kompleks. Auditor harus menentukan ukuran sampel, penetapan waktu,

prosedur audit yang sesuai, serta item yang akan dipilih setelah memutuskan apakah

bukti audit yang direncanakan bagi tujuan tertentu adalah tinggi, sedang, atau

rendah. Rinci saldo pengujiannya yang paling penting ialah konfirmasi terhadap

pelanggan terkait. Konfirmasi ke pelanggan ini dilakukan secara berulang agar

auditor dapat mencapai tujuan keberadaan, ketepatan, dan pisah batas.

Anda mungkin juga menyukai