Anda di halaman 1dari 78

1

Untuk Jakarta yang lebih baik.


JPI 2021

2
Kata Pengantar

JPI adalah lembaga non-profit yang memiliki misi membantu


Jakarta menjadi kota lebih layak huni. Buku saku tentang
Basemen ini merupakan wujud partisipasi aktif kami untuk
mensosialisasikan praktik perencanaan dan penerapan Basemen
terbaik.

Buku ini adalah buku kedua dari rangkaian buku kami. Kami
berharap buku ini bisa menjadi sumber inspirasi bagi perencana
dan urban enthusiast yang tertarik pada perencanaan gedung
tinggi terutama dari sisi perencanaan dan pembangunan
Basemen. Buku ini berisi definisi, persyaratan dan kriteria serta
poin-poin penilaian dari para ahli. Informasi dari buku ini kami
susun apik agar bisa menjadi pedoman bagi perencana untuk
merencanakan pembangunan basemen di gedung tinggi
khususnya di DKI Jakarta.

Terima kasih kami kepada narasumber yang telah bersedia


memberikan data dan informasi serta meluangkan waktu dan
pikirannya untuk membantu terwujudnya buku ini.

Wendy Haryanto
Direktur Eksekutif Jakarta Property Institute

i
Kompendium Peraturan Bangunan di Jakarta
Basemen

Diterbitkan pertama kali oleh


© Jakarta Property Institute, 2022

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Tim Penyusun
Stevanus J Manahampi
Urfi Amaliah

Kontributor

Tim Ahli Bangunan Gedung Bidang Arsitektur dan Perkotaan (TABG-AP)


Provinsi DKI Jakarta

Tim Ahli Bangunan Gedung Bidang Struktur dan Geoteknik (TABG-SG)


Provinsi DKI Jakarta

Bapak Ir. Tateng K.Djajasudarma M.Arch.GP.IAI.AA

PDW Architects

Airmas Asri Architects

1
Daftar
Isi

Kata Pengantar i

Daftar Isi 2

Bab 1 Basemen 4-14

Bab 2 Komponen Basemen dan Sirkulasi Kendaraan 16-50

Bab 3 Desain dan Implementasi 51-70

Bab 4 Standar Penilaian terhadap Perizinan 71-74

2
Bab 1

3
Definisi Basemen

1. Ruangan di dalam bangunan gedung yang letak lantainya secara


horisontal berada di bawah permukaan tanah yang berada di sekitar
lingkup bangunan tersebut1.

2. Pembangunan bangunan gedung di bawah tanah yang melintasi


prasarana dan/atau sarana umum harus2:

• Sesuai dengan RTRW kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau RTBL.


• Tidak untuk fungsi hunian atau tempat tinggal.
• Tidak mengganggu fungsi sarana dan prasarana yang berada
di bawah tanah.
• Memenuhi persyaratan kesehatan sesuai fungsi bangunan
gedung.
• Memiliki sarana khusus untuk kepentingan keamanan dan
keselamatan bagi pengguna bangunan gedung.
• Mempertimbangkan daya dukung lingkungan.

3. Pembangunan bangunan gedung di bawah dan/atau di atas air


harus:

• Sesuai dengan RTRW kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau RTBL.


• Tidak mengganggu keseimbangan lingkungan, dan fungsi
lindung kawasan.
• Tidak menimbulkan perubahan arus air yang dapat merusak
lingkungan.
• Tidak menimbulkan pencemaran.
• Telah mempertimbangkan faktor keselamatan, kenyamanan,
kesehatan, dan kemudahan bagi pengguna bangunan gedung.

4. Pembangunan bangunan gedung di atas prasarana dan/atau


sarana umum harus:

• Sesuai dengan RTRW kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau RTBL.


• Tidak mengganggu fungsi prasarana dan sarana yang berada
di bawahnya dan/atau di sekitarnya.

Sumber :
1. SNI 03-1735- 2000 tentang Tata Cara Perencanaan Akses Bangunan dan Akses
Lingkungan untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
4
• Tetap memperhatikan keserasian bangunan gedung terhadap
lingkungannya.
• Memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehatan sesuai
fungsi bangunan gedung.

5. Basemen adalah ruangan di dalam bangunan gedung yang letak


laintainya secara horizontal berada di bawah permukaan tanah yang
berada di sekitar lingkup bangunan gedung tersebut1.

Khusus untuk DKI Jakarta2:

6. Ruang bawah tanah/Ruang dalam bumi adalah ruang di bawah


permukaan tanah yang menjadi tempat manusia beraktivitas.

7. Ruang bawah tanah terdiri atas:

• Ruang bawah tanah dangkal.


• Ruang bawah tanah dalam.

8. Ruang bawah tanah dangkal merupakan ruang di bawah


permukaan tanah sampai dengan kedalaman 10 m (sepuluh meter).

9. Ruang bawah tanah dalam merupakan ruang di bawah permukaan


tanah dari kedalaman di atas 10m (sepuluh meter) sampai dengan
batas kemampuan penguasaan teknologi dalam pemanfaatan
ruang bawah tanah atau batasan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

10. Kegiatan yang diperbolehkan pada ruang bawah tanah dangkal


yaitu akses stasiun MRT, sistem jaringan prasarana jalan, sistem
jaringan utilitas, kawasan perkantoran, fasilitas parkir, perdagangan
dan jasa, pendukung kegiatan gedung di atasnya dan pondasi
bangunan gedung di atasnya.

11. Kegiatan yang diperbolehkan pada ruang bawah tanah dalam


yaitu sistem angkutan massal berbasis rel (MRT), sistem jaringan
prasarana jalan, sistem jaringan utilitas dan pondasi bangunan
gedung di atasnya.

Sumber :
1. Peraturan Menteri Pekerjaan umum Nomor 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan
Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
2. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 167 Tahun 2012
tentang Ruang Bawah Tanah.
5
12. Tujuan dari pengaturan ruang bawah tanah adalah:

• Menyinergikan pemanfaatan ruang bawah tanah dengan


ruang di atas tanah.
• Memanfaatkan ruang bawah tanah untuk memenuhi
kebutuhan pembangunan dan menjaga kepentingan publik
dengan mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung
lingkungan.
• Mengurangi risiko bencana dari pemanfaatan ruang bawah
tanah
• Mengoptimalkan aset daerah.

Fungsi Basemen

Basemen biasanya digunakan/berfungsi untuk parkir kendaraan beserta


fasilitasnya.

Khusus untuk DKI Jakarta1:

1. Fungsi ruang di bawah permukaan tanah, diperbolehkan untuk


kegiatan sebagai berikut:

• Akses/sirkulasi pejalan kaki ke stasiun angkutan umum massal.


• Prasarana jalan dan utilitas kota.
• Perkantoran, perdagangan dan jasa.
• Fasilitas parkir.
• Sarana penunjang kegiatan gedung di atasnya.
• Jaringan angkutan umum massal.
• Kegiatan keamanan dan pertahanan.

2. Perencanaan tempat parkir dengan syarat tidak mengganggu


kelancaraan lalu lintas umum. Penyediaan parkir dapat diterapkan
pada:

• Bagian halaman/pelataran di dalam lahan perencanaan dan/


atau
• Bangunan (sebagai bangunan utama, bangunan khusus parkir
dan/atau basemen).

Sumber :
1. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 135 Tahun 2019
tentang Pedoman Tata Bangunan.

6
Ketentuan Basemen

1. Struktur atas dan struktur bawah

• Struktur bangunan gedung terdiri dari struktur atas dan


bawah. Struktur atas adalah bagian dari struktur bangunan
gedung yang berada di atas muka tanah. Struktur bawah
adalah bagian dari struktur bangunan gedung yang terletak di
bawah muka tanah, yang dapat terdiri dari struktur basemen,
dan/atau struktur fondasinya.

2. Persyaratan dasar

• Prosedur analisis dan desain seismik untuk struktur bangunan


gedung dan komponennya harus seperti yang ditetapkan
dalam pasal ini. Struktur bangunan gedung harus memiliki
sistem pemikul gaya lateral dan vertikal yang lengkap,
yang mampu memberikan kekuatan, kekakuan, dan
kapasitas disipasi energi yang cukup untuk menahan gerak
tanah seismik desain dalam batasan-batasan kebutuhan
deformasi dan kekuatan perlu. Gerak tanah seismik desain
harus diasumsikan terjadi pada sebarang arah horizontal
struktur bangunan gedung. Kecukupan sistem struktur
harus ditunjukkan melalui pembuatan model matematik
dan pengevaluasian model tersebut untuk pengaruh gerak
tanah seismik desain. Gaya seismik desain dan distribusinya
di setinggi struktur bangunan gedung, harus ditetapkan
berdasarkan salah satu prosedur yang sesuai serta deformasi
yang terkait pada komponen struktur tersebut harus
ditentukan. Prosedur alternatif yang disetujui tidak boleh
dipakai untuk menentukan gaya seismik dan distribusinya,
kecuali bila gaya-gaya dalam dan deformasi yang terkait pada
komponen strukturnya ditentukan menggunakan model yang
konsisten dengan prosedur yang diadopsi.Ketebalan dinding
minimum basemen

Sumber :
SNI 1726:2019 tentang Tata cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur
Bangunan Gedung dan Non-gedung.
7
• Ketebalan dinding minimum harus sesuai dengan tabel
dibawah. Dinding yang lebih tipis diizinkan bila hasil
analisis struktur menunjukkan kekuatan dan stabilitas yang
mencukupi.

Tipe dinding Ketebalan minimum h

100 mm (a)

Tumpu Terbesar dari 1/25 nilai terkecil dari (b)


panjang dan tinggi
tidak tertumpu

100 mm (c)

Bukan tumpu Terbesar dari 1/30 nilai terkecil dari (d)


panjang dan tinggi
tidak tertumpu

Basemen dan 190 mm (e)


fondasi eksterior
1
Hanya berlaku untuk dinding yang didesain sesuai dengan metode desain
sederhana pada 1.1.5.3

3. Untuk dinding dengan h lebih besar dari 250 mm, kecuali dinding
basemen dan dinding penahan kantilever, distribusi tulangan untuk
tiap arah harus diletakkan dalam dua lapis parallel dengan muka
dinding sesuai dengan:

• Satu lapis terdiri atas paling sedikit setengah dan tidak melebihi
dua per tiga total kebutuhan tulangan untuk tiap arah dan
harus diletakkan sejarak paling tidak 50 mm tapi tidak melebihi
h/3 dari permukaan eksterior.
• Lapisan lainnya terdiri atas sisa tulangan yang dibutuhkan pada
arah tersebut, harus diletakkan sejarak paling tidak 20 mm, tapi
tidak melebihi h/3 dari permukaan interior.

4. Desain harus memperhatikan:

• Gaya diafragma sebidang akibat beban lateral yang bekerja


pada bangunan
• Gaya transfer diafragma
• Gaya sambungan antara diafragma dan rangka vertikal atau
elemen nonstruktural
• Gaya yang dihasilkan dari pengaku (bracing) vertikal atau
elemen miring gedung

8
• Gaya tak-sebidang diafragma akibat beban gravitasi dan beban
lainnya yang bekerja pada permukaan diafragma

(Sumber : SNI 2847-2019 tentang Persyaratan Beton Struktural untuk


Bangunan Gedung dan Penjelasan.)

5. Dinding penumpu. Dinding penumpu adalah dinding beton polos


umumnya digunakan untuk konstruksi dinding basemen gedung
hunian dan gedung komersial ringan pada daerah dengan gaya
seismik kecil atau tidak ada sama sekali. Tebal minimum dinding
penumpu harus sesuai dengan tabel dibawah.

Tipe Dinding Tebal Minimum

Umum Terbesar dari : 140 mm

1/24 yang terkecil dari panjang

dan tinggi tak tertumpu

Basemen eksterior 190 mm

Fondasi 190 mm

6. Penggunaan beton polos struktur pada fondasi telapak dan dinding


basemen harus ditulangi pada bangunan yang terkena Kategori
Desain Seismik (KDS).

9
7. Lantai basemen, slab di atas tanah, fondasi, dan elemen-elemen
yang hampir horizontal sejenis lainnya yang berada di bawah
permukaan tanah harus dirancang untuk menahan beban angkat
yang bekerja. Tekanan air ke atas harus diperhitungkan sebesar
tekanan hidrostatik penuh yang bekerja di seluruh luasan. Beban
hidrostatik harus diukur dari sisi bawah konstruksi. Fondasi, slab di
atas tanah, dan komponen lainnya yang ditempatkan pada tanah
ekspansif harus dirancang untuk mengakomodasi pergerakan atau
menahan beban ke atas yang disebabkan oleh tanah ekspansif, atau
tanah ekspansif harus dibuang atau distabilisasi di sekitar dan di
bawah struktur1.

8. Persyaratan tapak basemen terhadap lingkungan2

• Kebutuhan basemen dan besaran Koefisien Tapak Basemen


(KTB) ditetapkan berdasarkan rencana peruntukan lahan,
ketentuan teknis, dan kebijaksanaan daerah setempat.
• Untuk keperluan penyediaan Ruang Terbuka Hijau Pekarangan
(RTHP) yang memadai, lantai basemen pertama (B-1) tidak
dibenarkan keluar dari tapak bangunan (di atas tanah) dan
atap basemen kedua (B-2) yang di luar tapak bangunan harus
berkedalaman sekurangnya 2 (dua) meter dari permukaan
tanah tempat penanaman.

Khusus untuk DKI Jakarta3 :

9. Penggunaan basemen yang berada di bawah prasarana umum dan


RTH harus mendapatkan persetujuan Gubernur, setelah mendapat
pertimbangan dari BKPRD.

10. Permukaan basemen 1 (satu)/lapis pertama diturunkan paling


kurang 3 m (tiga meter) di bawah permukaan tanah yang
dimanfaatkan sebagai resapan air dan RTH, diperhitungkan sebagai
KDH.

11. Basemen 2 (dua) atau lapis kedua yang berada di bawah permukaan
tanah paling kurang 3 m (tiga meter) KTB diperkenankan paling
besar 75 % (tujuh puluh lima persen).

Sumber :
1. SNI 1727-2020 tentang Beban Desain Minimum dan Kriteria Terkait untuk Bangunan
Gedung dan Struktur Lain.
2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/Prt/M/2007 tentang Pedoman
Teknis Pembangunan Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi.
3. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2014
tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi.
10
12. Penggunaan basemen yang dimanfaatkan untuk kegiatan lain
kecuali parkir dan fasilitasnya tetap diperhitungkan dalam KLB1.

13. Bangunan gedung atau basemen lebih dari 1 (satu) lantai dan
berada paling kurang 3 m (tiga meter) di bawah permukaan tanah
pada basemen lantai kedua diperkenankan paling besar 75 % (tujuh
puluh lima persen) dengan tidak mengurangi KDH.

14. Jarak dinding terluar basemen paling kurang 3 m (tiga meter) dari
GSJ, pengaman saluran dan/atau kaveling.

15. Jarak dinding terluar basemen pada bangunan ketinggian paling


tinggi 4 (empat) lantai paling kurang 3 m (tiga meter) dari GSJ atau
pengaman saluran, sekurang-kurangnya satu meter dari kaveling
lain, dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kaveling
sekitar.

16. Penghubung antar basemen yang berada di bawah prasarana


umum dan/atau RTH tidak diperhitungkan dalam KTB.

17. Batas perhitungan luas ruang bawah tanah (basemen) ditetapkan


oleh Gubernur Kepala Daerah.

18. Ruang bawah tanah (basemen) harus dilengkapi dengan minimal


dua buah tangga yang menuju ke tingkat permukaan tanah dan
apabila ruang tersebut dipakai untuk umum, maka satu diantaranya
harus langsung berhubungan dengan jalan, pekarangan atau
lapangan terbuka2.

19. Apabila tangga dari lantai ruang bawah tanah (basemen) dan
tangga dari lantai tingkat bertemu pada suatu sarana jalan keluar
yang sama, maka harus diberikan pemisah dan tanda petunjuk jalan
ke luar yang jelas.

20. Perencanaan basemen yang diperkirakan dapat menimbulkan


kerusakan dan gangguan pada bangunan dan lingkungan
sekitarnya harus dilengkapi perencanaan pengamanannya.

21. Pada bangunan dengan basemen di mana dasar galian lebih


rendah dari muka air tanah, harus dilengkapi perencanaan
penurunan muka air tanah (dewatering).

Sumber :
1. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2014
tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi.
2. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 1991 tentang
Bangunan dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
11
22. Penggalian pondasi pada basemen yang memerlukan dewatering,
pelaksanaannya tidak boleh merusak lingkungan sekitarnya1.

23. Ruang parkir pada ruang bawah tanah (basemen) yang terdiri dari
lebih satu lantai, gas buangan mobil pada setiap lantai tidak boleh
mengganggu udara bersih pada lantai lainnya.

24. Jarak bebas basemen adalah jarak minimum yang diperkenankan


dari dinding terdalam basemen ditambah 30 cm (tiga puluh
sentimeter) sampai batas lahan perencanaan1.

Koefisien Tapak Basemen (KTB)

Khusus untuk DKI Jakarta:

1. Koefisien Tapak Basemen (KTB) adalah angka persentase


perbandingan antara luas tapak basemen terluas dihitung dari
dinding terluar struktur basemen terhadap lahan perencanaan.

2. Perhitungan nilai KTB dilakukan dengan ketentuan:

• Dinding terluar bangunan basemen yang dihitung 30 cm


(tiga puluh sentimeter) dari dinding perimeter sisi dalam
harus berjarak minimum 3 m (tiga meter) dari batas lahan
perencanaan.

(Sumber : Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 135


Tahun 2019 tentang Pedoman Tata Bangunan.)

12
3. Pembebasan perhitungan nilai KTB dengan ketentuan:

• Bangunan basemen yang menghubungkan antar basemen


yang berada di bawah prasarana umum seperti jalan dan
saluran.

(Sumber : Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 135


Tahun 2019 tentang Pedoman Tata Bangunan.)

• Koridor basemen yang berada pada area 3 m (tiga meter) dari


GSJ yang menghubungkan basemen bangunan gedung,
halaman dan/atau ruang publik dengan prasarana dan/atau
sarana stasiun transportasi bawah tanah, lebar maksimum 7 m
(tujuh meter) dan hanya dimanfaatkan untuk jalur pejalan kaki.

(Sumber : Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 135


Tahun 2019 tentang Pedoman Tata Bangunan.)

13
• Intensitas pemanfaatan ruang berdasarkan KTB, harus sesuai
dengan RDTR dan PZ, kecuali pada:

‫ ݕ‬Sub zona R.1, R.2, R.3, R.4, R.5, R.6 dan R.9, KTB paling
tinggi sama dengan KDB yang telah ditetapkan, dan
hanya digunakan sebagai fungsi penunjang kegiatan
utama hunian.
‫ ݕ‬Kegiatan rumah susun (rumah susun komersial/
apartemen dan rumah susun terjangkau) dan rumah
susun umum yang menggunakan ketentuan khusus
sesuai RDTR dan PZ besar KTB pada:
1. PSL sangat padat paling tinggi 60% (enam
puluh persen)
2. PSL padat paling tinggi 55% (lima puluh lima
Persen)
3. PSL kurang padat paling tinggi 50% (lima
puluh persen)
4. PSL tidak padat paling tinggi 45% (empat
puluh lima persen)
5. Sub zona KDB rendah dan sub zona rumah
vertikal KDB rendah besar KTB paling tinggi
50% (lima puluh persen).

‫ ݕ‬Sub blok dengan KTB yang tidak ditentukan dalam


RDTR dan PZ, besar KTB paling tinggi sama dengan KDB
yang telah ditetapkan dalam RDTR dan PZ.

14
15
Komponen dalam Basemen untuk Parkir

Khusus untuk DKI Jakarta:

1. Tinggi minimum ruang bebas struktur (head room) untuk ruang


parkir ditentukan 2,25 m (dua koma dua puluh lima meter).

2. Setiap lantai parkir harus memiliki sarana transportasi dan atau


sirkulasi vertikal untuk orang berupa tangga. Radius pelayanan
tangga adalah 25 m (dua puluh lima meter) untuk yang tidak
dilengkapi sprinkler dan/atau 40 m (empat puluh meter) untuk yang
dilengkapi sprinkler.

3. Pada setiap lantai untuk ruang parkir bila dapat menampung lebih
dari 20 kendaraan harus disediakan ruang tunggu/kantin sopir.

4. Pada kawasan pembatasan lalu lintas, Kawasan berorientasi transit


dan/atau pada koridor moda angkutan umum massal dengan
radius 400 meter dari rencana sumbu jalur angkutan umum
dikenakan batasan parkir maksimum.

5. Cerobong udara (intake/exhaust) yang menerus dari basemen


dengan luas maksimum tiap cerobong 4 m² (empat meter persegi).

16
Standar Desain Lerengan (ramp) Kendaraan

1. Kelandaian ramp. Transisi kelandaian ramp diperlukan jika


kelandaian melebihi 10%.

(Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat


Nomor 14/Prt/M/2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung)

2. Ramp berbentuk helix

(Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat


Nomor 14/Prt/M/2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung)

17
3. Kemiringan Jalan:

• Sebagian besar jalan dibangun dengan kemiringan 7% atau


kurang.
• Jalanan yang landai untuk ruang kendaraan besar seperti truk
dan garasi parkir mobil kemiringan dibatasi hanya maksimal
10%. Namun, untuk tempat parkir mobil di basemen atau parkir
mobil bertingkat memiliki kemiringan 15% atau bahkan lebih.
• Khusus untuk parkir mobil di basemen dan parkir bertingkat
membutuhkan kurva transisi vertikal di setiap ujungnya untuk
menghindari kerusakan pada kendaraan.
• Setiap kemiringan yang curam baik ke atas atau ke bawah,
harus menghindari dekat dengan bagian belakang garis
perkerasan jalan. Karena sulit untuk dilihat dan juga sulit untuk
mengambil tindakan jika terjadi kecelakaan1.

Khusus untuk DKI Jakarta2:

4. Berdasarkan jenisnya ramp kendaraan dibagi menjadi ramp


kendaraan lurus, ramp kendaraan lurus dengan parkir, dan ramp
spiral.

5. Ramp kendaraan tidak boleh memotong jalur pedestrian/sarana


pejalan kaki umum.

6. Ramp kendaraan menuju dan/atau dari basemen di luar bangunan


minimum berjarak 60 cm (enam puluh sentimeter) dari GSJ jalan
dan batas persil/perpetakan.

Sumber :
1. Metric Handbook Planning and Design Data (Third Edition).
2. Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 135 Tahun 2019 tentang
18 Pedoman Tata Bangunan
(Sumber: Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 135
Tahun 2019 tentang Pedoman Tata Bangunan)

(Sumber: Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 135


Tahun 2019 tentang Pedoman Tata Bangunan)

19
7. Setiap lantai untuk fungsi parkir dengan luas diatas 5.000 m² (lima
ribu meter persegi) atau minimum 250 (dua ratus lima puluh) SRP
(Satuan Ruang Parkir) harus dilengkapi ramp kendaraan paling
sedikit masing-masing 1 (satu) unit untuk ramp naik dan ramp
turun.

8. Jarak bebas antara struktur ke ramp minimum 40 cm (empat puluh


sentimeter).

9. Ramp kendaraan lurus harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

• Kemiringan ramp kendaraan lurus minimum 1 (satu)


berbanding 7 (tujuh)

(Sumber: Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 135


Tahun 2019 tentang Pedoman Tata Bangunan)

20
• Kemiringan ramp lurus dengan lantai parkir minimum 1 (satu)
berbanding 20 (dua puluh).

(Sumber: Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 135


Tahun 2019 tentang Pedoman Tata Bangunan)

• Lebar ramp kendaraan lurus 1 (satu) arah minimum 3 m (tiga


meter)

(Sumber: Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 135


Tahun 2019 tentang Pedoman Tata Bangunan)

21
• Lebar ramp kendaraan lurus untuk 2 (dua) arah harus diberi
pemisah dengan lebar 50 cm (lima puluh sentimeter) sehingga
lebar minimum (3,00 + 0,50 + 3,00) m (enam koma lima meter),
dan tinggi pemisah sebesar 10 cm (sepuluh sentimeter).

(Sumber: Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 135


Tahun 2019 tentang Pedoman Tata Bangunan)

• Ramp kendaraan lurus dapat dilengkapi landasan dasar


dengan memperhatikan keselamatan pengendara.

22
10. Ramp kendaraan spiral harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

• Ramp kendaraan spiral secara menerus maksimum 5 (lima)


lantai, jika lantai parkirnya lebih dari 5 (lima) lantai harus
menggunakan sirkulasi datar sebelum ke lantai berikutnya

(Sumber: Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 135


Tahun 2019 tentang Pedoman Tata Bangunan)

• Lebar ramp kendaraan spiral 1 (satu) arah minimum 3,5 m (tiga


koma lima meter).

• Lebar ramp kendaraan spiral untuk 2 (dua) arah diberi pemisah


lebar 50 cm (lima puluh sentimeter) sehingga lebar minimum
(3,50 + 0,50 + 3,50) m (tujuh koma lima meter) dan tinggi
pembatas 10 cm (sepuluh sentimeter).

23
(Sumber: Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 135
Tahun 2019 tentang Pedoman Tata Bangunan)

24
Standar Desain Parkir

1. Persyaratan Teknis: Persentase rata-rata kebutuhan luasan tempat


parkir adalah 20% -30% dari luas lantai Bangunan Gedung.

• Persyaratan Tempat Parkir Mobil


‫ ݕ‬Lokasi tempat parkir sebaiknya mudah dijangkau dan
diawasi.
‫ ݕ‬Dilengkapi dengan penunjuk arah dan penandaan yang
jelas serta tidak tersembunyi.
‫ ݕ‬Dilengkapi dengan kamera pengawas terutama pada lokasi
yang sedikit atau tidak mudah diawasi.
‫ ݕ‬Pada tempat parkir yang luas perlu dilengkapi dengan huruf
atau angka untuk mempermudah pengemudi menemukan
kendaraannya.
‫ ݕ‬Memiliki penerangan dan penghawaan yang cukup.
‫ ݕ‬Kelengkapan yang perlu disediakan pada tempat parkir
diantaranya marka parkir, stopper dan Alat Pemadam Api
Ringan (APAR).
‫ ݕ‬Tempat parkir penyandang disabilitas harus diletakkan pada
jalur terdekat dengan Bangunan Gedung/fasilitas yang
dituju dengan jarak paling jauh 60 m dari pintu masuk.
‫ ݕ‬Tempat parkir penyandang disabilitas harus memiliki ruang
bebas yang cukup bagi pengguna kursi roda keluar/masuk
kendaraannya.
‫ ݕ‬Tempat parkir penyandang disabilitas diberikan simbol
tanda parkir penyandang disabilitas dengan warna yang
kontras dan rambu untuk membedakannya dengan tempat
parkir umum.
‫ ݕ‬Tempat parkir penyandang disabilitas memiliki lebar 370
cm untuk parkir tunggal dan 620 cm untuk parkir ganda
serta terhubung dengan ram atau jalan menuju Bangunan
Gedung atau fasilitas lainnya.
‫ ݕ‬Tempat parkir penyandang disabilitas diletakkan pada
permukaan datar dengan kelandaian paling besar 20.

25
‫ ݕ‬Tempat parkir penyandang disabilitas disediakan dengan
ketentuan:

Jumlah Tempat Parkir yang Jumlah Tempat Parkir


Tersedia Penyandang Disabilitas

1-25 1

26-50 2

51-75 3

76-100 4

101-150 5

151-200 6

201-300 7

301-400 8

401-500 9

501-1000 2% dari total

1001 - dst 20 (+1 untuk setiap ratusan)

• Persyaratan Tempat Parkir Motor


‫ ݕ‬Satuan ruang parkir untuk sepeda motor yang
direkomendasikan adalah minimal 70 cm x 200 cm.

2. Gambar Detail dan Ukuran

• Gambar Tempat Parkir Mobil

Ruang parkir susunan diagonal


50
0

(Sumber : Peraturan Menteri


cm

Pekerjaan Umum Dan


Perumahan Rakyat Nomor
cm

14/Prt/M/2017 tentang
0
23

Persyaratan Kemud ah an
Bangunan Gedung)

350 cm 350 cm

26 m

26
500 cm 550 cm 500 cm

Ruang parkir susunan horizontal


(Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat
Nomor 14/Prt/M/2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung)

Jalur Kendaraan Jalur Kendaraan


500 cm

34
5c
m
230 cm
250 cm

Jalur Kendaraan Jalur Kendaraan


50

50
0

0c
cm

m
cm

m
0c
14
0

23
5c
23

Dimensi bentuk ruang parkir


(Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat
Nomor 14/Prt/M/2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung)

27
cm
0
50

350 cm 350 cm

Dimensi ruang parkir dengan sudut 90⁰


(Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat
Nomor 14/Prt/M/2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung)

350 cm

Dimensi ruang parkir 45⁰ hanya dengan 1 (satu) arah lalu lintas
(Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat
Nomor 14/Prt/M/2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung)

28
Jalur Kendaraan Jalur Kendaraan

500 cm

500 cm
230 cm 230 cm 160 cm 230 cm
370 cm 620 cm

Penahan ban
90 cm

Ukuran parkir mobil untuk penyandang disabilitas


(Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat
Nomor 14/Prt/M/2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung)

• Gambar tempat parkir motor (Sumber: Peraturan Menteri


Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor 14/Prt/M/2017
tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung)
200 cm

70 cm
70 cm 70 cm

29
• Gambar tempat parkir sepeda (Sumber: Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor 14/Prt/M/2017
tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung)

20 cm 80 cm
min
70 cm ± 5 cm 55 cm

120 cm
70 cm ± 5 cm

maks
R200

90 cm
Jalan Keluar
min
25 cm
: 220 cm

min 80 cm min 50 cm

205 cm
(Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat
Nomor 14/Prt/M/2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung)

3. Gedung Parkir

• Kriteria
‫ ݕ‬Tersedia tata guna lahan.
‫ ݕ‬Memenuhi persyaratan konstruksi dan perundang
-undangan yang berlaku.
‫ ݕ‬Tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.
‫ ݕ‬Memberikan kemudahan bagi pengguna jasa

30
• Tata letak gedung parkir dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

‫ ݕ‬Lantai datar dengan jalur landai luar (external ramp)


Daerah parkir terbagi dalam beberapa lantai rata (datar)
yang dihubungkan dengan ramp (Gambar a).

‫ ݕ‬Lantai terpisah
Gedung parkir dengan bentuk lantai terpisah dan berlantai
banyak dengan ramp yang ke atas digunakan untuk
kendaraan yang masuk dan ramp yang tirim digunakan
untuk kendaraan yang keluar (Gambar b, Gambar c dan
Gambar d).

(Sumber : Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor 272/


HK.105/DRJD/96 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir.)

31
Selanjutnya Gambar c dan Gambar d menunjukkan jalan
masuk dan keluar tersendiri (terpisah), serta mempunyai
jalan masuk dan jalan keluar yang lebih pendek. Gambar
b menunjukkan kombinasi antara sirkulasi kedatangan
(masuk) dan keberangkatan (keluar). Ramp berada pada
pintu keluar. kendaraan yang masuk melewati semua
ruang parkir sampai menemukan tempat yang dapat
dimanfaatkan. Pengaturan gunting seperti itu memiliki
kapasitas dinamik yang rendah karena jarak pandang
kendaraan yang datang agak sempit.
‫ ݕ‬Lantai gedung yang berfungsi sebagai ramp
Pada Gambar e sampai Gambar g terlihat kendaraan yang
masuk dan parkir pada gang sekaligus sebagai ramp.
Ramp tersebut berbentuk dua arah.

(Sumber : Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor 272/


HK.105/DRJD/96 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir.)
32
Gambar e memperlihatkan gang satu arah dengan
jalan keluar yang lebar. Namun, bentuk seperti itu
tidak disarankan untuk kapasitas parkir lebih dari 500
kendaraan karena akan mengakibatkan alur tempat
parkir menjadi panjang. Pada Gambar f terlihat bahwa
jalan keluar dimanfaatkan sebagai lokasi parkir, dengan
jalan keluar dan masuk dari ujung ke ujung. Pada Gambar
g letak jalan keluar dan masuk bersamaan. Jenis lantai
ber-ramp biasanya di buat dalam dua bagian dan tidak
selalu sesuai dengan lokasi yang tersedia. Ramp dapat
berbentuk oval atau persegi, dengan gradien tidak terlalu
curam, agar tidak menyulitkan membuka dan menutup
pintu kendaraan. Pada Gambar h plat lantai horizontal,
pada ujung-ujungnya dibentuk menurun ke dalam untuk
membentuk sistem ramp. Umumnya merupakan jalan satu
arah dan dapat disesuaikan dengan ketersediaan lokasi,
seperti polasi gedung parkir lantai datar.

‫ ݕ‬Tinggi minimal ruang bebas lantai gedung parkir adalah


2,50 m.

(Sumber : Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor 272/


HK.105/DRJD/96 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir.)
33
Khusus DKI Jakarta:

4. Perencanaan tempat parkir dengan syarat tidak mengganggu


kelancaraan lalu lintas umum. Penyediaan parkir dapat diterapkan
pada:

• Bagian halaman/pelataran di dalam lahan perencanaan dan/


atau;
• Bangunan (sebagai bangunan utama, bangunan khusu parkir
dan/atau basemen).

5. Fasilitas parkir yang disediakan diperuntukan bagi kendaraan roda


empat, roda dua dan parkir khusus.

6. Fasilitas parkir khusus disediakan untuk penyandang disabilitas,


orang lanjut usia, ibu hamil dan pengguna sepeda.

7. Fasilitas parkir khusus harus memenuhi persyaratan sebagai


berikut:

• Terletak pada lintasan terdekat menuju bangunan/fasilitas


yang dituju dan/atau pintu parkir utama
• Mempunyai cukup ruang bebas bagi pengguna kursi roda da
mempermudah masuk dan keluar kursi roda dari kendaraan.
• Disediakan jalur khusus bagi penyandang disabilitas
• Parkir khusus ditandai dengan simbol tanda parkir.

8. Tata letak dan Dimensi Parkir

• Ukuran unit parkir 1 (satu) mobil (sedan/van) ditentukan


minimum lebar 2,30 m (dua koma tiga meter) dan panjang
4,50 m (empat koma lima meter) pada posisi tegak lurus.
• Khusus untuk parkir sejajar ditentukan minimum lebar 2,30 m
(dua koma tiga meter) dan panjang 6,0 m (enam meter).
• Rasio parkir di dalam bangunan 25 m2 (dua puluh lima meter
persegi) /mobil.
• Ukuran unit parkir 1 (satu) motor ditentukan minimal lebar 0,75
m (nol koma tujuh lima meter) dan panjang 2 m (dua meter).
• Apabila pada salah satu ujung jalan pada tempat parkir
tersebut buntu, maka harus disediakan ruang manuver agar
kendaraan dapat parkir dan keluar kembali dengan mudah.

34
• Apabila disediakan pedestrian pada posisi parkir tegak lurus/
menyudut, maka lebar pedestrian ditentukan minimum 1,50 m
(satu koma lima meter).
• Ketentuan di atas dikecualikan untuk fasilitas parkir dengan
sistem mekanikal bertingkat, dan dilengkapi dengan kajian
sistem perparkiran tersebut.
• Alternatif tata letak (lay out) parkir dijelaskan seperti Ilustrasi.

Keterangan:
h = jarak terjauh antara tepi luar satuan ruang parkir (minimum 2 m)
w = lebar terjauh satuan ruang parkir pulau (minimum 0,75 m)
b = lebar jalur gang (minimum 1,5 m)

(Sumber : Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 135 Tahun 2019
tentang Pedoman Tata Bangunan)

35
(Sumber : Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 135 Tahun 2019
tentang Pedoman Tata Bangunan)

36
(Sumber : Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 135 Tahun 2019
tentang Pedoman Tata Bangunan)

37
(Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor 14/
Prt/M/2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung)

38
Standar Manuver Kendaraan

1. Prinsip dasar desain jalur mobil

(Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor


14/Prt/M/2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung)

39
2. Kurva melingkar

(Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor


14/Prt/M/2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung)

3. Dimensi landing

(Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor


14/Prt/M/2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung)

40
Kurva campuran

(Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor


14/Prt/M/2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung)

4. Jalur melingkar

(Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor


14/Prt/M/2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung)

41
5. Jalur mobil berbentuk elips

(Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor


14/Prt/M/2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung)

42
6. Landing and easing

Nilai Minimum
R = 8,84 m
r = 5,49 m
W = 3,35 m

K M
22,68 m 0
22,86 m 2,44 m
23,16 m 3,69 m
23,47 m 4,60 m
23,77 m 5,73 m
24,08 m 6,46 m
24,38 m 7,26 m

(Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor 14/
Prt/M/2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung)

43
Prinsip Dasar Perhitungan Parkir pada Basemen

1. Perhitungan kebutuhan parkir menggunakan rasio yang digunakan


berbeda-beda untuk tipologi bangunan atau fungsi-fungsi yang
berbeda.

2. Bangunan retail dan perkantoran dihitung menggunakan rasio.


Sedangkan untuk apartemen atau hotel, perhitungan parkir
dihitung berdasarkan jumlah unit/kamar.

3. Peraturan Tata Ruang yang menentukan syarat minimun jumlah


parkir yang harus disediakan oleh tiap jenis/tipologi bangunan.
Namun untuk saat ini, peraturan yang berlaku adalah penyediaan
parkir maksimum. Tujuannya adalah untuk mengurangi kemacetan,
mengurangi penggunaan kendaraan bermotor, mengurangi polusi
dan lainnya.

4. Pertimbangan pembangunan basemen pada umumnya dari


perencanaan berdasarkan program kebutuhan ruang.

5. Selain ruang parkir, di dalam basemen juga tersedia ruang servis


dan ruang mechanical, electrical dan plumbing (MEP). Namun
dalam beberapa perencanaan, sebagian basemen juga digunakan
untuk ruang komersial serta ruang fasilitas.

Standar Aturan Kebakaran untuk Basemen

1. Bangunan gedung yang lantainya terletak lebih dari 20 m di atas


permukaan tanah atau di atas level akses masuk bangunan gedung
atau yang basemennya lebih dari 10 m di bawah permukaan tanah
atau level akses masuk bangunan gedung, harus memiliki saf
untuk pemadaman kebakaran yang berisi di dalamnya lif untuk
pemadaman kebakaran.

2. Bangunan gedung yang bukan tempat parkir sisi terbuka dengan


luas tingkat bangunan gedung seluas 600 m² atau lebih, yang
bagian atas tingkat tersebut tingginya 7,5 m di atas level akses,
harus dilengkapi dengan saf untuk tangga pemadam kebakaran
yang tidak perlu dilengkapi dengan lif pemadam kebakaran.

44
3. Bangunan gedung dengan dua atau lebih lantai basemen yang
luasnya lebih dari 900 m2 harus dilengkapi dengan saf tangga
kebakaran yang tidak perlu memasang lif pemadam kebakaran.

4. Bilamana saf tangga kebakaran terlindung untuk pemadaman


kebakaran diperlukan untuk melayani basemen, maka saf tersebut
tidak perlu harus melayani lantai-lantai di atasnya, kecuali bila
lantai-lantai atas tersebut bisa dicakup berdasarkan ketinggian
atau ukuran bangunan gedung. Demikian pula halnya suatu saf
yang melayani lantai-lantai di atas lantai dasar tidak perlu harus
melayani basemen, meskipun tidak begitu besar atau dalam yang
memungkinkan dapat dipenuhi. Hal yang penting adalah bahwa
tangga untuk pemadaman kebakaran dan lif kebakaran harus
mampu melayani semua tingkat-tingkat menengah yang terletak
di antara tingkat bangunan gedung tertinggi dan terendah yang
dilayani.

5. Kompleks perbelanjaan harus dilengkapi dengan saf untuk


pemadaman kebakaran

(Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan umum Nomor 26/PRT/M/2008


tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan)

45
6. Jumlah saf untuk pemadaman kebakaran harus:

Luas Lantai Jumlah minimum saf pemadam kebakaran


Maksimum (m2)
Kurang dari 900 1
900 ~ 2.000 2
Lebih dari 2.000 2 ditambah 1 untuk tiap penambahan 1.500 m2

apabila bangunan gedung dipasangi seluruhnya dengan sistem


sprinkler otomatis yang sesuai dengan standar yang berlaku.

7. Bila bangunan gedung tidak berspringkler harus disediakan


sekurang-kurangnya satu saf pemadam kebakaran untuk setiap
900 m2 luas lantai dari lantai terbesar yang letaknya lebih dari 20 m
di atas permukaan tanah (atau di atas 7,5 m).

8. Kriteria yang sama mengenai luasan 900 m² untuk setiap saf


pemadaman kebakaran, harus diterapkan untuk menghitung
jumlah saf yang diperlukan bagi basemen bangunan gedung.

9. Penempatan saf untuk pemadaman kebakaran harus sedemikian


rupa, hingga setiap bagian dari tiap lapis atau tingkat bangunan
gedung di luar level akses masuk petugas pemadam kebakaran,
tidak lebih dari 60 m diukur dari pintu masuk ke lobi. Tindakan
pemadaman kebakaran ditentukan pada rute yang tepat untuk
pemasangan slang, apabila denah internal tidak diketahui pada
tahap desain, maka setiap bagian dari setiap tingkat bangunan
gedung harus tidak lebih dari 40 m, diukur berdasarkan garis
lurus yang ditarik langsung dari pintu masuk ke lobi pemadaman
kebakaran.

10. Penandaan jalur tangga untuk angka level lantai harus ditempatkan
di tengah-tengah penandaan dengan tinggi angka minimum 12,5
cm (5 inci). Level mezanine harus mempunyai huruf “M” atau huruf
identifikasi lainnya yang tepat di depan angka lantai, sementara itu
level basemen harus mempunyai huruf “B” atau huruf identifikasi
lainnya yang tepat di depan angka level lantai.

11. Level basemen harus mempunyai huruf “B” atau huruf identifikasi
lainnya yang tepat di depan angka level lantai.

Sumber :
Peraturan Menteri Pekerjaan umum Nomor 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan
Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
46
12. Basemen dengan luas lebih dari 232 m2 dalam bangunan gedung
baru harus dilindungi seluruhnya dengan sistem springkler
otomatis yang disetujui OBS1.

13. Saf kebakaran. Akses ke dalam gedung harus disediakan melalui


saf pemadam kebakaran. Semua bangunan dan bangunan yang
memiliki basemen dalam, harus dilengkapi dengan lift pemadam
kebakaran untuk mengangkut peralatan dan personel dengan
kecepatan tinggi. Semua bangunan harus memiliki tangga
dengan lebar 1,1 m antara dinding atau langkan, berventilasi
atau bertekanan. Masuk dari area lantai melalui lobi, keduanya
dipisahkan dari sisa bangunan dengan konstruksi tahan api 2 jam.

*Peraturan lengkap mengenai Saf Kebakaran dan implementasinya, bisa


dilihat pada Buku Kompendium “Saf Kebakaran dan Pusat Pengendali
Kebakaran” Jakarta Property Institute. Atau bisa di akses di jpi.or.id.

14. Jalur evakuasi mempunyai lebar yang sama atau lebih lebar dari
pintu keluar dan harus memiliki lebar yang sama. Lebar jalan keluar
harus sama dengan rute yang dilayaninya. Rute yang terlayani terdiri
dari total jumlah orang yang menuruni tangga ditambah populasi
lantai dasar ditambah mereka yang naik dari basemen.

15. Ada dua tipe traksi lift yang digunakan yaitu elektrik dan
hidrolik. Untuk lif dengan traksi elektrik, ruang mesin lif biasanya
ditempatkan di atas poros dan membutuhkan ruang tambahan.
Dalam sebuah kasus, dimana ada batasan ketinggian bangunan.
Maka ruang mesin dapat ditempatkan bersebelahan dengan saf
kebakaran di tingkat mana saja. Contohnya seperti di basemen.
Tentunya dengan kabel dibawa pada diverter pulleys.

(Sumber : Peraturan Menteri


Pekerjaan umum Nomor 26/
PRT/M/2008 tentang Persyaratan
Teknis Sistem Proteksi Kebakaran
pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan)

47
Fire 42-3

when brought into contact with combustible material; all new elec- should be used where hazardous conditions are anticipated or
trical installations should be installed in accordance with the current there is a need to maintain the integrity of a structure for the
edition of the regulations of the Institution of Electrical Engineers maximum time, e.g. a compartment wall or floor, or an escape
16. Tingkat
and existing ketahanan
installations api. Kebutuhan
periodically examined and tested for akan
stair in atingkat ketahanan api
high building.
dalam suatu struktur ditentukan oleh Peraturan Bangunan
potential risks.

(Tabel II), persyaratan asuransi atau batasan kerusakan yang


3.08 Fire resistance
3.06 Smoke The need for an degree of fire resistance within a structure may be
disebabkan oleh api. Untuk pencegahan
The limitation of smoke spread is considered mainly as an aspect of dictated kebakaran,
by Building dibutuhkan
Regulations (Table II), insurance or damage-
safe meansruang
of escape.evakuasi, dinding
Specific limitations of smokepenahan
production are api serta akses bagi petugas
limitation requirements. The prevention of untimely collapse
not, to date, generally specified. There is no generally accepted test allows evacuation, containment of a fire and therefore protection
related to pemadam
smoke emission. The kebakaran.
production of Antisipasi
toxic gases which atau pencegahan
of adjacent kebakaran
areas, and access for firefighters. This is essential in
accompanies all fires would be very difficult to specify. high-rise buildings. Factors relating to the need for fire resistance
ini sangat penting di gedung bertingkat. are building height and size, yang
Faktor-faktor occupancy and anticipated fire
berkaitan dengan kebutuhan ketahanan severity. api
Whileadalah tinggi
a specific period dan
of fire resistance may be speci-
3.07 Combustibility fied and an element constructed accordingly, it should not be
ukuran
While it would bangunan,
be possible to construct a tingkat hunian dan
totally non-combustible tingkat
assumed that the antisipasi
period will be keparahan
attained; it may be longer or
building, it is not practical and not required by legislation; although shorter due to, among other factors, interaction with other ele-
kebakaran. Berikut tingkat ketahanan api sesuai dengan peraturan
some codes do relate means of escape to a classification based on ments or non-maintenance, or more severe fire conditions than
bangunan:
the ‘combustibility’ of a building. Non-combustible materials those anticipated in the test.

Table II Minimum periods of fire resistance

Purpose group of building Minimum periods of fire resistance (minutes) in a:

($)
Basement storey including Ground or upper storey
floor over

Depth (m) of a lowest Height (m) of top floor above ground, in a building or
basement separated part of a building

More Not more Not more Not more Not more More
than 10 than 10 than 5 than 18 than 30 than 30

1 Residential:
a. Block of flats
– not sprinklered 90 60 30� 60�� y 90� � Not permitted
– sprinklered 90 60 30� 60�� y 90� � 120��
b. Institutional 90 60 30� 60 90 120#
c. Other residential 90 60 30� 60 90 120#
2 Office:
– not sprinklered 90 60 30� 60 90 Not permitted
– sprinklered(2) 60 60 30� 30� 60 120#
3 Shop and commercial:
– not sprinklered 90 60 60 60 90 Not permitted
– sprinklered(2) 60 60 30� 60 60 120#
4 Assembly and recreation:
– not sprinklered 90 60 60 60 90 Not permitted
– sprinklered(2) 60 60 30� 60 60 120#
5 Industrial:
– not sprinklered 120 90 60 90 120 Not permitted
– sprinklered(2) 90 60 30� 60 90 120#
6 Storage and other non-residential:
a. any building or part not described elsewhere:
– not sprinklered 120 90 60 90 120 Not permitted
– sprinklered(2) 90 60 30� 60 90 120#
b. car park for light vehicles:
i. open sided car park(3) Not applicable Not applicable 15� þ 15� þ(4) 15� þ(4) 60
ii. any other car park 90 60 30� 60 90 120#

Single storey buildings are subject to the periods under the heading ‘not more than 5’. If they have basements, the basement storeys are subject to the period appropriate
to their depth.
$
The floor over a basement (or if there is more than 1 basement, the floor over the topmost basement) should meet the provisions for the ground and upper storeys if that
period is higher.

Increased to a minimum of 60 minutes for compartment walls separating buildings.
��
Reduced to 30 minutes for any floor within a flat with more than one storey, but not if the floor contributes to the support of the building.
# Reduced to 90 minutes for elements not forming part of the structural frame.
þ Increased to 30 minutes for elements protecting the means of escape.
y
Refer to paragraph 7.9 regarding the acceptability of 30 minutes in flat conversions.
Notes:
1. Refer to Table A1 for the specific provisions of test.
Sumber:
3. The car parkHandbook
should comply withPlanning andinDesign
the guidanceData (Third
on requirement Edition)
2. ‘Sprinklered’ means that the building is fitted throughout with an automatic sprinkler system in accordance with paragraph 0.16.
the relevant provisions B3, Section 11.
4. For the purposes of meeting the Building Regulations, the following types of steel elements are deemed to have satisfied the minimum period of fire resistance of
15 minutes when tested to the European test method:
(i) Beams supporting concrete floors maximum Hp/A ¼ 230 m�1 operating under full design load.
(ii) Free standing columns, maximum Hp/A ¼ 180 m�1 operating under full design load.
(iii) Wind bracing and struts, maximum HP/A � 210 m�1 operating under full design load.
Guidance is also available in BS 5950 Structural use of steelwork in building. Part 8 Code of practice for fire resistant design.

48
17. Ventilasi alami. Ventilasi alami disediakan dengan pertimbangan
jumlah ventilasi terbuka, ventilasi yang dapat dibuka atau ventilasi
yang dapat pecah. Hal ini dimaksudkan untuk pergerakan petugas
pemadam kebakaran yang akan mempertimbangkan aspek angin
dll. Bukaan ventilasi harus mengagregasi tidak kurang dari 5% dari
total luas lantai di dalam basemen dan area dengan risiko tinggi
atau khusus. Serta 2,5% di atas tanah. Jika ventilasi tidak dapat
diakses, ventilasi harus permanen atau terbuka secara otomatis atau
terbuka dengan remote control.

18. Lobi atau koridor konstruksi tahan api harus disediakan untuk
memberikan perlindungan tambahan untuk tangga pada posisi:

• Antara area lantai dan tangga di semua bangunan dengan


ketinggian lebih dari 20 meter pada semua tingkat.
• Antara tangga dan lantai basemen,karena tangga lebih
beresiko dari panas dan asap.
• Antara tangga dan tempat parkir mobil tertutup.
• Antara tangga dan area berisiko tinggi.
• Antara tangga dan gedung berlantai satu (termasuk ruko)
untuk melindungi tangga dari asap.
• Di gedung pertemuan untuk melindungi orang di dalamnya.
Karena ada celah di dinding proscenium dan di antara koridor
panggung serta ruang ganti.
• Dimana evakuasi bertahap digunakan, dan
• Dimana tangga tidak didiskon.

19. Lampu darurat. Lampu darurat harus disediakan di area yang


diperlukan untuk melarikan diri, jika pencahayaan buatan gagal.
Pencahayaan darurat harus disediakan di:

• Area yang ditempati atau digunakan oleh publik


• Windowless accommodation
• Rute evakuasi, termasuk koridor internal
• Basemen
• Area yang digunakan di luar jam siang hari, dan
• Ruangan berisi peralatan penting

Sumber:
Handbook Planning and Design Data (Third Edition)

49
Khusus DKI Jakarta:

20. Ketentuan penyediaan saf pemadam kebakaran dengan komponen


lift kebakaran berlaku untuk Bangunan Gedung yang memiliki
spesifikasi sebagai berikut:

• Bangunan Gedung yang tingginya lebih dari 20 m (dua puluh


meter) di atas permukaan tanah atau di atas permukaan jalur
akses bangunan.
• Bangunan Gedung yang memiliki bismen dengan tinggi lebih
dari 10 m (sepuluh meter) di bawah permukaan tanah atau
permukaan jalur akses bangunan.
• Bangunan Gedung kelas 9a/bangunan perawatan kesehatan
yang daerah perawatan pasiennya ditempatkan di atas level
permukaan jalur penyelamatan langsung ke arah jalan umum
atau ruang terbuka.

21. Bangunan Gedung dapat menyediakan saf pemadam kebakaran


tanpa komponen lift kebakaran sepanjang memenuhi ketentuan
sebagai berikut :

• Bangunan Gedung yang memiliki 2 (dua) lantai bismen’ atau


lebih yang setiap lantainya memiliki luas lebih dari 900 m²
(sembilan ratus meter persegi). Atau
• Bangunan Gedung yang bukan tempat parkir sisi terbuka
dengan luas tingkat Bangunan Gedung seluas 600 m² (enam
ratus meter persegi) atau lebih, yang bagian atas tingkat
tersebut tingginya 7,5 m (tujuh kama lima meter) di atas level
akses, harus dilengkapi dengan saf untuk tangga pemadam
kebakaran yang tidak perlu dilengkapi dengan lift pemadam
kebakaran.

22. Saf Pemadam Kebakaran dan komponen yang tersedia di dalamnya


harus mampu melayani untuk semua lantai Bangunan Gedung
walaupun lift kebakaran yang melayani lantai atas tidak mampu
melayani hingga ke bismen.

23. Dalam hal tangga kebakaran terlindung untuk pemadaman


kebakaran diperlukan untuk melayani bismen, tangga kebakaran
tidak harus melayani lantai di atasnya, kecuali lantai di atasnya bisa
dicakup berdasarkan ketinggian atau ukuran Bangunan Gedung.

Sumber:
Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 200 Tahun 2015
tentang Persyaratan Teknis Akses Pemadam Kebakaran.
50
51
Desain dan Implementasi

Berikut ini adalah contoh-contoh implementasi basemen dan parkir pada


desain gedung karya beberapa biro arsitek di Jakarta sebagai referensi.

52
Bahana Tower
Jl. Lingkar Mega Kuningan blok E22, Kuningan Timur, Setiabudi, Jakarta

Konsultan Arsitek : PDW Architects


Client/Owner : PT Bahana Semesta Citra Nusantara
Site Area : 9.035 m2
Typical Floor Area : 1937 m2
Building Storey : 4 basemens, 45 office floors
Building Height : 185,8 m

53
54
International Financial Center II
Jl. Jenderal Sudirman Kav. 23, Jakarta

Konsultan Arsitek : PDW Architects


Client/Owner : PT Kepland Investama
Site Area : 12.428 m2
Typical Floor Area : 1580 m2
Building Storey : 5,5 basemens, 7 parking podium, 1 skygarden
podium, 38 office floors
Building Height : 213,2 m

55
56
SCBD Lot 10
Jl. SCBD, Lot 10, Jakarta

Konsultan Arsitek : PDW Architects


Client/Owner : PT CItra Adisarana
Site Area : 9.277 m2
Typical Floor Area : 2.744 m2
Building Storey : 6 basemens, 32 office floors
Building Height : 174,5 m

57
58
59
Telkom Landmark Tower
Jl. Gatot Subroto, Jakartra

Konsultan Arsitek : PDW Architects


Client/Owner : PT Telkom Landmark Tower
Site Area : 11.926 m2
Typical Floor Area : 1877,7 m2
Building Storey : 3 basemens, 46 office floors
Building Height : 219 m

60
61
South Hills Apartment
Jl. Denpasar Raya Kav. 5-7 Kel. Karet Kuningan Kec. Setiabudi
Kota Jakarta Selatan

Konsultan Arsitek : DGI Architect


Client/Owner : PT. Duta Regency Karunia
Site Area : 14.945 m2
Typical Floor Area : 2.579 m2
Building Storey : 25 & 37 floors
Building Height : 160.350 m

DENAH Basemen 1

62
DENAH Basemen 2

63
64
65
66
Millennium Centennial Tower
Jl. Jend. Sudirman Kav. 25 Kel. Karet Kec. Setiabudi Kota Jakarta Selatan.

Konsultan Arsitek : DGI Architect


Client/Owner : PT. Permata Birama Sakti
Site Area : 10.088 m2
Typical Floor Area : 2.008 m2
Building Storey : 53 floors
Building Height : 246 m

DENAH BASEMEN 1

67
DENAH BASEMEN 3

68
69
70
71
Pemeriksaan dan Penilaian Basemen

• Pemeriksaan dan penilaian basemen mengacu kepada:

Pemeriksaan dan penilaian basemen mengacu kepada aspek:


1. Penataan ruang:
‫ ݕ‬KRK (Keterangan Rencana Kota) mengenai batasan KTB
(Koefisien Tapak Basemen).
2. Keselamatan terhadap kebakaran:
‫ ݕ‬Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (PUPR) Nomor 26 Tahun 2008 tentang Persyaratan
Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung
dan Lingkungan.
‫ ݕ‬Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Nomor 200 Tahun 2015 tentang Persyaratan Teknis
Akses Pemadam Kebakaran.
‫ ݕ‬Peraturan Kepala Dinas Pengawasan dan Penertiban
Bangunan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor
3 Tahun 2014 tentang Persyaratan Teknis Bangunan
Gedung di Bidang Arsitektur
3. Aspek kenyamanan pengguna basemen:
‫ ݕ‬Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (PUPR) Nomor 14 Tahun 2017 tentang Persyaratan
Kemudahan Bangunan Gedung.
‫ ݕ‬Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Nomor 135 Tahun 2019 tentang Pedoman Tata
Bangunan.
4. Aspek struktur dan geoteknik:
‫ ݕ‬Standar Nasional Indonesia Nomor 1726 Tahun 2019
tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung.
‫ ݕ‬Standar Nasional Indonesia Nomor 2847 tahun 2019
tentang Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan
Gedung.
‫ ݕ‬Standar Nasional Indonesia Nomor 1727 Tahun 2020
tentang Beban Desain Minimum dan Kriteria Terkait untuk
Bangunan Gedung dan Struktur Lain.

• Untuk hal teknis, poin yang sangat diperhatikan untuk diperiksa


dan dinilai dari basemen yaitu:

72
1. KTB
2. Jarak bebas basemen
3. Luasan vs kompartemen
4. Jumlah lapis dan kedalaman
5. Saf kebakaran dan tangga kebakaran
6. Kapasitas eksit (jika ada fungsi dengan kepadatan tinggi
seperti foodcourt, dll)
7. Ramp ( jumlah, kemiringan dan ukuran)
8. Sirkulasi (alur, arah)
9. Lebar jalan
10. Radius putar
11. Tinggi bersih
12. Penghawaan/ventilasi

• Kesalahan yang sering terjadi dalam perencanaan basemen


adalah perencana tidak memenuhi peraturan-peraturan
yang telah ditetapkan untuk pembangunan basemen. Hal
yang biasanya tidak sesuai dengan peraturan yaitu radius
putar, dimensi ramp, sirkulasi dan saf kebakaran. Selain tidak
memenuhi peraturan, perencana tidak menerapkan aturan
Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan tepat pada basemen.

Bangunan Eksisting/Bangunan Lama dengan Basemen

• Untuk bangunan eksisting/bangunan lama yang ingin


direnovasi, perlu diperhatikan hal intensitas yaitu KTB. Jika
merenovasi basemen yang sudah terbangun berdasarkan
peraturan lama dan melebihi peraturan baru, maka tidak
dituntut penyesuaian atau tidak dituntut untuk dibongkar.
Namun, jika basemen ingin di perluas (extend) maka berlaku
batasan peraturan yg baru atau yang berlaku saat ini.

• Hal terkait keselamatan seperti saf kebakaran, fire


compartment dan lain sebagainya. Dinas Penanggulangan
dan Penyelamatan (Gulkarmat) Provinsi DKI Jakarta akan
memberikan rekomendasi untuk dilakukan perbaikan sesuai
dengan peraturan yang digunakan saat ini.

73
Implementasi Basemen

• Jika ada basemen yang diperluas (extension), maka tim TABG-AP


akan langsung meninjau beberapa hal terkait perencanaan,
seperti:
1. Sirkulasi basemen
2. Dimensi parkir (ukuran,kemiringan dan radius)
3. Jalan (ukuran,kemiringan dan radius)
4. Ramp (jumlah, ukuran,kemiringan dan radius)
5. Tinggi bersih ruangan
6. Keselamatan bangunan

74
75

Anda mungkin juga menyukai