Anda di halaman 1dari 20

1

Makalah Tata Kelola Zakat Infak Sedekah dan Wakaf

MENGENAL AMIL ZAKAT INDONESIA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tata Kelola Zakat Infak, Sedekah, dan
Wakaf

Disusun Oleh :

Maharani Anggraini S 401190275

Maymuna Harum I 401190276

Dosen Pengampu :

Miftaqurrohman, S.H.I., M.E.

Jurusan Ekonomi Syariah

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam

IAIN PONOROGO

2022

DAFTAR ISI
2

BAB I.......................................................................................................................................3

PENDAHULUAN....................................................................................................................3

A. Latar Belakang...............................................................................................................3

B. Rumusan Masalah..........................................................................................................3

C. Tujuan............................................................................................................................3

BAB II......................................................................................................................................4

PEMBAHASAN......................................................................................................................4

A. Makna Amil dan Kriterianya..........................................................................................4

B. Macam- macam Amil Zakat...........................................................................................6

C. Hak dan Kewajiban Amil Zakat.......................................................................................7

BAB III..................................................................................................................................13

ANALISIS..............................................................................................................................13

A. Pengertian Amil dalam Analisis Modern.....................................................................13

B. Analisis Zakat dalam Perspektif Ekonomi Islam..........................................................13

C. Analisis Zakat dalam Ekonomi Modern.......................................................................15

D. Analisis dalam Ekonomi Kontemporer........................................................................16

BAB IV..................................................................................................................................18

PENUTUP..............................................................................................................................18

A. Kesimpulan..................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................19
3
4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Zakat dapat berfungsi sebagai salah satu sumber dana sosialekonomi bagi
umat Islam (Hakim, 2020). Artinya pendayagunaan zakat yang dikelola oleh
Lembaga Zakat tidak hanya terbatas pada kegiatan-kegiatan tertentu saja yang
berdasarkan pada orientasi konvensional (kegiatan konsumtif), tetapi dapat pula
dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan ekonomi umat seperti tujuan
pendistribusian dan pendayagunaan zakat yakni pengentasan kemiskinan dan
pengangguran dengan memberikan zakat produktif kepada mereka yang
memerlukan sebagai modal usaha (Pratama, 2015).

Zakat yang diberikan kepada mustahik akan berperan sebagai pendukung


dalam peningkatan ekonomi apabila di salurkan pada kegiatan produktif.
Pendayagunaan zakat produktif sesungguhnya mempunyai konsep perencanaan
dan pelaksanaan yang cermat seperti mengkaji penyebab kemiskinan, Tujuan
pengelolaan zakat adalah meningkatnya kesadaran masyarakat dalam penunaian
dan dalam pelayanan ibadah zakat, meningkatnya fungsi dan peranan pranata
keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan
sosial, serta meningkatnya hasil guna dan daya gunazakat (Sumadi, 2017). Di
Indonesia, terdapat dua jenis lembaga zakat yang diakui oleh perundang-
undangan ada dua, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat
(LAZ) (Abidah, 2010).

B. Rumusan Masalah
1. Apa Makna dan Kriiteria Amil Zakat?
2. Apa saja macam amil zakat?
3. Apa hak dan kewajiban amil zakat?
C. Tujuan
1. Untuk mngetahui makna dan criteria amil zakat
2. Untuk mengetahui macam amil zakat
3. Untuk mengetahui hak dan kewajiban amil zakat
5

BAB II

PEMBAHASAN

A. Makna Amil dan Kriterianya

1. MaknaAmil

Imam Syafi’i mengemukakan bahwa ‘amilun adalah orang-orang yang


diangkat untuk memungut zakat dari pemilik-pemiliknya. Yusuf Qardhawi
menyampaikan ‘amilun adalah semua orang yang bekerja dalam perlengkapan
administrasi urusan zakat, baik urusan pengumpulan, penyimpanan, pencatatan,
perhitungan maupun yang mencatat keluar masuk zakat dan membagikan kepada
para mustahiq. Definisi menurut UU Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Zakat, Amil adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengawasan terhadap pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
Amil yang dimaksud dalam Alquran adalah Setiap orang atau pihak yang
bekerja atau bertugas untuk mengumpulkan, mendayagunakan, dan
mendistribusikan zakat.

2. Kriteria amil zakat

Amil zakat ialah orang yang terlibat atau ikut aktif dalam kegiatan
pelaksanaan zakat yang dimulai dari sejak mengumpulkan atau mengambil zakat
dari muzakki sampai membagikannya kepada mustahiq. Yusuf al-Qardhawi
menyebutkan beberapa kualifikasi amil zakat,yaitu beragama Islam, mukallaf,
amanah (bisa dipercaya), mengetahui hukum zakat, gigih dan kuat dalam bekerja
(al-kifayah fil amal) dengan berbagai rintangan yang menghadang. Amanah tanpa
diimbangi dengan kekuatan dan kegigihan dalam bekerja tidak cukup. Hal ini
sesuai dengan firman Allah Swt dalam:

Q.S. Al-Qashas: 26
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku
ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena
6

Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja
(pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya ".

Pandai menjaga adalah amanah dan ilmu adalah kecukupan dan


kecakapan. Keduanya sebagai pangkal kesuksesan semua pekerjaan.
Profesionalisme kerja badan atau lembaga amil zakat menuntut adanya
manajemen yang baik dalam pengelolaan zakat. Maka konsekuensi dari itu
menghendaki harus adanya struktural dalam pengelolaan zakat. Oleh karenanya
amil zakat dalam Islam harus memenuhi syarat dan kriteria yang telah ditetapkan.
Petugas zakat harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Seorang Muslim Zakat merupakan bentuk manifestasi keimanan dan ketaatan


seorang muslim kepada ajaran Islam, sehingga kepengurusannya pun tidak
mungkin diserahkan kepada selain muslim yang notabene mereka tidak
mengimani ajaran Islam. Menurut Ulama boleh menjadikan non muslim
sebagai petugas, akan tetapi tidak secara langsung mengelola dana zakat,
melainkan mereka hanya sekedar petugas penjaga atau sebagai sopir.
b. Seorang Mukallaf, yaitu orang dewasa dan sehat akal fikirannya.
c. Jujur dan Amanah, keduanya sangat mempengaruhi kepercayaan masyarakat
terhadap lembaga zakat. Jika masyarakat melihat para petugas zakat
memperlihatkan sifat jujur dan amanah, maka masyarakat akan memberikan
kepercayaannya kepada lembaga pengelola zakat dimana petugas zakat itu
berada, yang dampaknya mereka akan semakin tenang untuk menyalurkan
zakatnya kepada lembaga zakat tersebut. Seperti yang telah terantum dalam
Q.S Al Anfal ayat 27

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu


mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah
kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu,
sedang kamu mengetahui.(Q.S Al Anfal: 27)

Dari ayat di atas, kita bisa lihat bahwa Allah Swt benar-benar
dengan tegas melarang sifat khianat. Mengerti dan memahami hukum-
hukum zakat sehingga dia mampu melakukan sosialisasi kepada
masyarakat yang berkaitan dengan masalah zakat.
7

d. Para ulama mensyaratkan petugas zakat harus memahami hukum-hukum


zakat. Khususnya petugas zakat yang secara langsung menangani zakat,
karena mereka yang nantinya akan mengambil, mencatat, dan menyalurkan
kepada para mustahik, dan semua itu membutuhkan kepada pengetahuan
tentang zakat supaya tidak salah dalam perhitungan dan penyalurannya.
Adapun petugas yang tidak secara langsung bergelut dengan zakat, maka
tidak disyaratkan untuk mengetahui hukum-hukum zakat, akan tetapi
alangkah baiknya mereka juga mengetahui hukum standar minimal tentang
zakat, karena bagaimanapun mensyaratkan tetap melihat petugas tersebut
adalah petugas zakat. Pemahaman dari seorang petugas zakat tentang hukum-
hukum zakat di sebuah lembaga pengelola zakat akan sangat mempengarui
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut. Apabila kita sebagai
petugas zakat tidak mengetahui suatu hukum zakat yang ditanyakan oleh
masyarakat, maka masyarakat akan bertanya-tanya dan mulailah berfikir
yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, serta kurang percaya kepada
petugas zakat mengenai cara bagaimana para petugas zakat akan mengelola
dana zakat, sedangkan mereka sendiri saja tidak tahu tentang zakat.
e. Mampu dan Sanggup dalam melaksanakan tugas, Selain syarat-syarat yang
sudah disebutkan, seorang petugas zakat harus mampu melaksanakan tugas,
yang berarti kompeten dengan tugas yang diembannya bagi dari segi fisik
maupun dari segi keilmuan maupun pengetahuan.
f. Ulama Fiqh sepakat menyatakan bahwa hamba sahaya tidak boleh menjadi
amil zakat karena tidak memiliki ahliyah al ada’at taammah (kecakapan
bertindak hukum secara penuh).1

B. Macam- macam Amil Zakat

Amil zakat merupakan orang-orang yang ditugaskan oleh imam, kepala


pemerintahan atau wakilnya, untuk mengumpulkan zakat, jadi pemungut-
pemungut zakat termasuk para penyimpan, penggembala penggembala ternak dan
yang mengurusi administrasinya. Mereka dapat menerima bagian zakat sebagai
imbalan usahanya dalam membantu kelancaran zakat, karena mereka telah

1
8

berkontribusi tenaga untuk kepentingan orang Islam, walaupun mereka kaya.


Amil zakat, menurut Ar-Raniri sesuai dengan bagian-bagiannya sebagai berikut
ini:

1. As Saai : Petugas yang diutus khalifah untuk menghimpun zakat


2. Mushoddiq : Karena tugasnya menghimpun shodaqoh
3. Al Qossam : Tugasnya membagi zakat
4. Al Haasyir : Tugasnya menghimpun zakat e
5. Al Arief : Pemberi penjelasan data mengenai fakir dan miskin dan ashnaf
mustahiq lainnya dari sisi kelayakan mustahiq
6. Hasib : orang yang diangkat untuk menghitung zakat
7. Hafidz : orang yang diangkat untuk menjaga harta zakat
8. Jundi : orang yang diangkat untuk mempertahankan harta zakat
9. Jabir : orang yang diangkat untuk memaksa seseorang mengeluarkan
zakat.

C. Hak dan Kewajiban Amil Zakat

Hukum Islam menekankan tanggung jawab pemerintah dalam


mengumpulkan zakat dengan cara yang hak. Oleh sebab itu pemerintah
membentuk Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat
menyatakan bahwa lembaga pengelola zakat di Indonesia terdiri dari dua macam,
Fatwa MUI Nomor 8 Tahun 2011 tentang Amil Zakat, yaitu sebagai berikut:

a. Amil zakat adalah:


1. Seseorang atau sekelompok orang yang diangkat oleh Pemerintah untuk
mengelola pelaksanaan ibadah zakat; atau
2. Seseorang atau sekelompok orang yang dibentuk oleh masyarakat dan
disahkan oleh Pemerintah untuk mengelola pelaksanaanibadah zakat.
b. Amil zakat harus memenuhi syarat, yaitu: Beragama Islam; Mukallaf
(berakal dan baligh); Amanah; Memiliki ilmu pengetahuan tentang
hukumhukum zakat dan hal lainyang terkait dengan tugas amil zakat
c. Amil zakat memiliki tugas:
9

1. Penarikan/pengumpulan zakat yang meliputi pendataan wajib zakat,


penentuan objek wajib zakat, besaran nisab zakat, besaran tariff zakat,
dan syarat-syarat tertentu pada masing-masing objek wajib zakat;
2. Pemeliharaan zakat yang meliputi inventarisasi harta, pemeliharaan, serta
pengamanan harta zakat; dan
3. Pendistribusian zakat yang meliputi penyaluran harta zakat agar sampai
kepada mustahik zakat secara baik dan benar, dan termasuk pelaporan.
d. Pada dasarnya, biaya operasional pengelolaan zakat disediakan oleh
Pemerintah (ulil amr).
e. Dalam hal biaya operasional tidak dibiayai oleh Pemerintah, atau disediakan
Pemerintah tetapi tidak mencukupi, maka biaya operasional pengelolaan
zakat yang menjadi tugas amil diambil dari dana zakat yang merupakan
bagian amil atau dari bagian Fi Sabilillah dalam batas kewajaran, atau
diambil dari dana di luar zakat.
f. Kegiatan untuk membangun kesadaran berzakat seperti iklan dapat dibiayai
dari dana zakat yang menjadi bagian amil atau Fi Sabilillah dalam batas
kewajaran, proporsional dan sesuai dengan kaidah syariat Islam.
g. Amil zakat yang telah memperoleh gaji dari negara atau lembaga swasta
dalam tugasnya sebagai amil tidak berhak menerima bagian dari dana zakat
yang menjadi bagian amil. Sementara amil zakat yang tidak memperoleh gaji
dari negara atau lembaga swasta berhak menerima bagian dari dana zakat
yang menjadi bagian amil sebagai imbalan atas dasar prinsip kewajaran.
h. Amil tidak boleh menerima hadiah dari muzaki dalam kaitan tugasnya
sebagai amil.
i. Amil tidak boleh memberi hadiah kepada muzaki yang berasal dari harta
zakat. Zakat merupakan salah satu pilar agama yang wajib ditunaikan bagi
setiap umat Islam yang mampu. Islam menempatkan zakat sebagai rukun
Islam memiliki tujuan yang sangat fundamental dalam kehidupan ekonomi
masyarakat yaitu sebagai instrument kepastian hukum untuk menjamin aliran
kekayaan kepada kelompok- kelompok yang membutuhkan yang berguna
untuk menyelamatkan jiwa manusia. Hal tersebut menempatkan keselamatan
jiwa sebagai basis utama tujuan di syariatkannya zakat.

Dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya, amil zakat diperbolehkan


mendapat bagian dari dana zakat yang dikumpulkannya. Agil bin Yusuf al-aziz
10

berkata ” … Demikian pula termasuk Amil adalah orang-orang yang menjaga


harta zakat serta orang-orang yang membagi dan mendistribusikan zakat kepada
orang-orang yang berhak menerimanya mereka itulah yang berhak diberi zakat
meski sebenarnya mereka adalah orang-orang yang kaya.“ Husamuddin bin Musa
berpendapat seorang Amil boleh menerima gaji dari dana zakat yang
dikumpulkan dengan syarat ia mengerjakannya secara fokus. dan diharapkan juga
porsinya tidak banyak mengambil bagian asnaf lainnya.

Menurut riwayat dari Imam Syafii disebutkan, Amil diberi zakat sebesar
bagian kelompok lainnya karena didasarkan pada pendapatnya yang menyamakan
bagian semua golongan mustahiq zakat. kalau upah itu lebih besar dari bagian
tersebut haruslah diambil dari harta diluar zakat. Sementara jumhur ulama (para
fuqoha Hanafi, Imam Malik dan Imam Ahmad) berpendapat, bagian Amil tidak
ditentukan secara pasti tetapi diberikan zakat sesuai dengan kebutuhannya karena
mereka telah menghabiskan waktu itu untuk pekerjaan ini sehingga mereka
berhak mendapatkannya bagiannya walaupun lebih dari seperdelapan, Ibrahim
Utsman asya‟lani mengatakan, pendapat imam Syafi'i merupakan pendapat yang
lebih mendekati kebenaran karena relevan dengan pemeliharaan kepentingan
fakir miskin dan para mustahik.

Kitab Ihya Ulumuddin, besaran bagian amil zakat sesuai kebutuhannya.


definisi kebutuhan di sini tentu tidak terlepas pada kebutuhan menjalankan fungsi
sebagai pengelola zakat dan kebutuhan hidup pengelola itu sendiri meskipun
harus jelas kebutuhannya Sebesar apa. anas zarqo mengklasifikasi Kebutuhan
menjadi dua jenis yaitu kebutuhan dasar untuk hidup dan Dan kebutuhan hidup
untuk layak. Gambar sendiri berpendapat bahwa bagian Amil sama dengan
bagian orang yang mengurus harta anak yatim. Siapa saja yang mengurus harta
anak yatim Jika ia kaya Hendaklah ia merasa cukup atau bisa menahan diri tetapi
ia merasa miskin ia boleh mengambilnya dengan baik. 9 Berdasarkan firman
Allah dalam surat an-nisa “siapa saja (pemelihara itu) mampu
Hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim) dan siapa
saja yang miskin boleh ia makan harta itu menurut yang patut) Jadwal Majelis
Ulama Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentang Amil menetapkan amil sebagai
berikut:
11

1. Pada dasarnya biaya operasional pengelolaan Amil disediakan oleh


pemerintah( Ulil Amri)
2. Jika biaya operasional tidak dibiayai oleh pemerintah atau disediakan
pemerintah atau tidak mencukupi biaya operasional pengelolaan zakat
yang menjadi tugas Amil diambil dari dana zakat yang menjadi tugas
Amil atau bagian dari fisabilillah dalam batas kewajaran atau dari dana
luar zakat. Kesimpulannya adalah ah amil zakat berhak mendapatkan
bagian dari dana zakat yang dikumpulkan secara proporsional dan
kewajaran.

 Kewajiban Amil

Amir memiliki kewajiban sebagai berikut:

1. Mengambil atau memungut zakat Kewajiban yang pertama ini diambil


dari kalimat yang terdapat Ambilah artinya yang ‫ر‬PP‫ خ‬yaitu 103 ayat
Attaubah surah Alquran dalam atau pungutlah. kalimat yang
menggunakan fi'il Amar Ini mengandung makna perintah. di dalam kaidah
Ushul fiqih dikatakan, asal dalam sebuah perintah adalah wajib kecuali
terdapat dalil-dalil yang mengalihkan. Karena itu perintah mengambil
atau memungut zakat merupakan suatu kewajiban yang mesti
dilaksanakan. selain mengandung makna perintah yang wajib kalimat
tersebut juga mengandung makna terdapat para petugas yang mengambil
atau memungut zakat oleh karena itu, fungsi yang pertama bagi Amil
adalah memungut atau mengambil zakat dari Muzakki. Fakhruddin ar-razi
dalam tafsirnya menjelaskan kan kalimat yang pembuka kalimat atau
mubtada merupakan ini ayat dalam ‫ر‬PP‫ خ‬maknanya adalah kewajiban
mengambil zakat dari orang kaya dan mayoritas ulama menjadikan ayat
ini sebagai dalil kewajiban zakat. walaupun dalam kalimat perintah ini
menggunakan bentuk Mufrad 1 orang khusus untuk Nabi Muhammad
Sallallahu Alaihi Wasallam. karena sasaran perintah dan larangan dalam
Alquran. dalam alqur‟an surah Attaubah 103 berbunyi :
Ambilah dari sebagian harta mereka sebagai zakat yang membersihkan
dan mensucikan mereka Ibnu Katsir menyebutkan dalam tafsirnya ketika
ayat ini turun Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memerintahkan dua
12

orang petugas untuk mengambil zakat satu dari bani juhainah dan yang
lainnya dari bani sulaim.11 dan ayat inilah yang mengandung makna
kewajiban zakat bagi orang Islam.
2. Mendistribusikan zakat Kewajiban yang kedua adalah Mendistribusikan
zakat. Zakat yang telah diambil dari para orang kaya itu tidak disimpan
oleh Amir, tetapi didistribusikan kepada yang berhak menerimanya
sebagaimana dijelaskan dalam hadis rasulullah shallallahu alaihi wasallam
dari Ibnu Abbas Ketika Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam mengutus muat
radhiallahu'anhu Ke Yaman beliau bersabda “Jika mereka mentaatimu
dalam hal itu, ajarkan mereka bahwa sesungguhnya Allah
mewajibkan kepada mereka sedekah (zakat) terhadap harta mereka
yang diambil dari orang kaya sekitar mereka dan dikembalikan
(didistribusikan) kepada ada orang fakir di sekitar mereka”. Hadits ini
menjadi dalil bahwa zakat yang sudah dikumpulkan oleh amil zakat fitrah
maupun zakat mal disalurkan atau didistribusikan kepada orang yang
berhak menerimanya. hadis ini memang menyebutkan satu kelompok saja
yaitu kelompok fakir Namun bukan berarti Hanya mereka saja yang
berhak menerimanya dan Hadist ini dijadikan dalil oleh mazhab Maliki
bahwa zakat boleh dibagikan kepada satu kelompok saja yaitu kelompok
fakir.
3. Mengedukasi Masyarakat Kalimat “ min amwalihim “ dalam surah
Attaubah 109 Menunjukkan kewajiban Amil yang ketiga yaitu
memberikan edukasi kepada masyarakat tentang harta mana saja yang
wajib dikeluarkan zakatnya. Karena tidak semua harta wajib dikeluarkan
zakatnya hal itu dapat dilihat dari Min yang terdapat dalam ayat.
mengandung makna sebagian.
4. Menghitungkan zakat Setelah masyarakat memahami harta yang wajib
dizakati mereka masuk pada tahap berikutnya yaitu menghitung hartanya,
Dan inilah kewajiban Amil yang keempat, seperti yang disebutkan oleh
Syekh Muhammad Ibrahim Ali syaikh Amil adalah mengumpulkan
mencatat, menghitung, dan menimbang / menakar.
5. Doa Amil Hal yang tak boleh dilupakan oleh para Amil adalah
mendoakan para Muzakki karena doa para Amil merupakan ketenangan
untuk para Muzakki Oleh sebab itu seorang Amel mestilah orang yang
13

memiliki akhlak yang baik yang diambil dari kata fasholli alaihim. ‫عه عبد‬
‫ كان النبي صلى هللا عليه وسلم اذا اتاه ٌقم بصدقتيم قال اللهم ص))ل على ال فالن‬,‫هللا به ابي ًافى قال‬
‫ال اللهم ص))))))))))))))))))))ل على ابي اوفى‬PPPPPPPPPPPPPPPPPPP‫دقتو فق‬PPPPPPPPPPPPPPPPPPP‫اه أبي بص‬PPPPPPPPPPPPPPPPPPP‫فأت‬
Artinya Dari Abdullah bin Abi Alfa ia berkata, keadaan Nabi Shallallahu
Alaihi Wasallam apabila datang suatu dengan sedekah mereka beliau
mengucapkan Ya Allah berikanlah Rahmat kepada keluarga simpulan
Titik maka Ayahku datang dengan sedekahnya kemudian Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam berdoa ya Allah berikanlah Rahmat kepada
keluarga Abi Aufa. (HR, Bukhari 1497)
14

BAB III

ANALISIS

A. Pengertian Amil dalam Analisis Modern

Pengelolaan Modern yaitu pengelolaan yang berjalan dengan terorganisir,


memiliki peran dan fungsi jangka panjang, dalam pengembangan pengelolaan
tersebut sehingga mampu bergerak lebih luas dan lebih maju dari masa kemasa.
Mempunyai prinsip kinerja amanah, professional, dan Transparan. Dengan
manajemen yang teratur dalam pengelolaan, sehingga dalam setiap tahun
mempunyai target dan tujuan dalam pencapaian sesuai visi dan misi yang
dibentuk. Adapun Ciri-ciri (kriteria) pengelola ZIS Modern yaitu, Terorganisasi,
Legalitas, Universal, Berprinsip, Terstruktur, Termanajemen, Berkemajuan atau
berkembang, Sumber Zakat, Lembaga/Badan Amil, Tugas dan fungsi, dan
Berjangka panjang2

B. Analisis Zakat dalam Perspektif Ekonomi Islam


1. Peraturan Perundang-undangan

Pelaksanaan zakat yang berjalan dalam masyarakat berdasarkan


kesadaran tanpa aturan yang memaksa. Akan berbeda hasilnya jika
pemerintah, mengeluarkan aturan perundang-undangan yang sedikit lebih
memaksa kepada masyarakat untuk memenuhi kewajiban untuk memenuhi

2
HAFIZI, skripsi: " MODERNISASI PENGELOLAAN ZAKAT DI LAZISMU
" (Surakarta: 2017), 13
15

kewajiban zakatnya. Akibatnya potensi yang seharusnya menjadi solusi


alternative untuk menunjang kesejahteraan masyarakat di Indonesia tersebut
belum dimanfaatkan secara maksimal.

2. Sumber Devisa Negara


Secara makro, bahwa zakat dapat dijadikan sebagai sumber devisa
Negara. Dalam sejarah Islam, sumber devisa Negara dalam pemerintahan
Umar ibn Khattab selain pajak adalah zakat. Zakat mendapat perhatian lebih
dalam pemerintahan tersebut. Sedangkan zakat di Indonesia, menurut penulis
perhatian pemerintah masih patut disayangkan, sebab perhatian pemerintah
belum optimal. Seperti belum ada aturan yang memaksa bagi umat muslim
untuk menunaikan zakat bagi yang mampu. Sehingga zakat belum dapat
menjadi sumber devisa Negara, dan belum dapat dimanfaatkan sebagai
anggaran belanja Negara.

3. Secara makro, bahwa zakat dapat dijadikan sebagai sumber devisa Negara.
Dalam sejarah Islam, sumber devisa Negara dalam pemerintahan Umar
ibn Khattab selain pajak adalah zakat. Zakat mendapat perhatian lebih dalam
pemerintahan tersebut. Sedangkan zakat di Indonesia, menurut penulis
perhatian pemerintah masih patut disayangkan, sebab perhatian pemerintah
belum optimal. Seperti belum ada aturan yang memaksa bagi umat muslim
untuk menunaikan zakat bagi yang mampu. Sehingga zakat belum dapat
menjadi sumber devisa Negara, dan belum dapat dimanfaatkan sebagai
anggaran belanja Negara.

4. Ketiadaan Jaminan dalam Bertransaksi


Zakat dikonsepsi oleh syariat Islam untuk membantu orang-orang yang
kekurangan dalam kehidupan ekonominya sehingga tidak memerlukan
jaminan dalam bertransaksi. Ketiadaan jaminan itu berarti membuka peluang
bagi masyarakat miskin untuk berusaha mengubah kehidupannya menjadi
sejahtera, sehingga pada masa mendatang mereka menjadi muzakki dan tidak
lagi menjadi mustahiq.

5. Sarana penerapan produk ekonomi Islam secara murni


16

Zakat dapat menjadi sarana untuk menerapkan produk ekonomi Islam


secara murni. Karena produk ekonomi Islam belum secara murni diterapkan
oleh perbankan syariah. Mengingat bahwa keberadaan bank syariah di
Indonesia masih relative muda dalam dunia perbankan Dalam hal ini,
lembaga zakat dapat mengajukan syarat, bisakah usaha tersebut dapat
merekrut tenaga kerja yang lain. Bila sudah berkembang kelak, usaha ini
harus tetap mampu memberi kontribusi untuk tetangga-tetangga lain yang
juga miskin. Dengan cara ini, lembaga zakat tengah mendorong agar kegiatan
ekonomi bisa multiplier effect.

6. Pembentukan lembaga keuangan


Dalam penyaluran bantuan untuk pengusaha super mikro lembaga zakat
dapat mengembangkan lembaga keuangan mikro syariah (LKMS). Sebagai
mediator, LKMS mempunyai kedudukan yang strategis. Melalui LKMS,
lembaga zakat tidak perlu terjun mengurus langsung pengusaha. Dengan
LKMS, lembaga zakat malah dapat mengontrol pemberdayaan lebih seksama.
Ada target yang bisa diprediksi, ada laporan yang bisa distandarisasi, serta
ada data yang bisa dijadikan pola untuk program pemberdayaan

7. Penyaluran dana untuk modal usaha dan investasi seperti took swalayan,
Baitul Maal WaTamwil dan sebagainya merupakan industry dan kegiatan
pemberdayaan ekonomi yang dikembangkan oleh lembaga zakat. Hal
tersebut merupakan langkah konkret pemberdayaan yang ditujukann untuk
para mustahiq. Sehingga, ada beberapa tujuan dari pengembangan ekonomi,
yaitu:
a) Penciptaan lapangan kerja
b) Peningkatan usaha
c) Pelatihan
d) Pembentukan Organisasi3

C. Analisis Zakat dalam Ekonomi Modern

3
Ali Ridlo, "Zakat Dalam Perspektif Ekonomi Islam ", Jurnal Al-‘Adl ,Vol. 7 No. 1,
Januari 2014, Yogyakarta, 132.
17

Zakat suatu ibadah yang berdimensi sosial, dan sebagai tiang ekonomi dalam
perekonomian modern saat ini memiliki prospek yang sangat bagus dan
menentukan, untuk peningkatan kesejahteraan umat, peningkatan sumber daya
dan menjaga kemampuan ekonomi serta daya beli masyakarat. Hal ini dapat
tercapai apabila zakat tersebut dikelola secara modern sesuai dengan amanat
UndangUndang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, yang
kemudian diamandemen dengan UndangUndang No. 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat

Perwujudan prospek zakat dalam perekonomian modern tersebut harus pula


didukung dengan manajemen organisasi pengelolaan zakat secara modern pula,
artinya dalam strategi penggalangan dana, maupun pendistribusiannya haruslah
memngikuti manajemen dan strategi modern sebagaimana sebuah perusahaan
dalam mencapai targetnya. Dan untuk mencapai hasil yang maskimal perlu
adanya kerjasama dengan negara lain, baik secara regional maupun internasional,
dalam rangka mencari format terbaik pengelolaan zakat.4

D. Analisis dalam Ekonomi Kontemporer


Fiqh zakat kontemporer harus dipahami sebagai upaya untuk memahami
zakat secara komprehensif dalam konteks kekinian, yang memiliki karakter yang
mungkin berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Selain masalah hukum, juga
masalah sosial, ekonomi dan kesejahteraan.

Ulama dan ahli fikih dunia Islam abad ini Afif Abdul Fatah At-
Thabbarahmenyatakan, bahwa aturan dalam Islam itu bukan saja sekedar
berdasarkan padakeadilan bagi seluruh umat manusia, akan tetapi sejalan dengan
kemaslahatan dan kebuhrhan hidup manusia, sepanjang zaman dan keadaan,
walaupun zaman itu Pada umumnya ulama-ulama klasik mengkategorikanbahwa
harta yang kena zakat adalah : binatang temak, emas dan perak, barang dagangan,
harta galian dan yang terakhir adalah hasil pertanian. Tetapi dalam ijtihad
kontenporer yang saat ini salah satunya diwakili Qardawi, beliau merinci banyak

4
Ahmad Syafiq, "Prospek Zakat Dalam Perekonomian Modern", Jurnal Zakat Dan Wakaf,
Vol. 1, No. 1, Juni 2014, 168.
18

sekali model-model harta kekayaan yang kena zakat, sebanyak model dan bentuk
kekayaan yang laiir dari semakin kompleknya kegiatan perekonomian.

Qardawi membagi kategori zakat kedalam sembilan kategori; zakat binatang


ternak, zakat emas dan perak yang juga meliputi vng, zakat kekayaan dagang,
zakat hasil pertanian meliputi tanah pertaaniarl zakat madu dan produksi hewani,
zakat barang tambang dan hasil laut, zakat investasi pabrilq gedung dan lainJaiq
zakat pencarian, jasa dan profesi dan zakat saham serta obligasi. Dari sisi jumlah
kategori, kita akan dapatkan bahwa hasil rytihad fiqh zakat kontemporer
jumlanya hampir dua kali lipat kategori harta wajib zakat yang telah
diklasifikasikan oleh para ulama klasik. Kategori baru yang terdapat pada buku
tersebut adalah, zakat madu dan produksi hennni, zakat investasi pabrik, gedung
dan lainJain. Zakat pencarian dan profesi serta zakat saham dan obligasi. Bahkan
Qardawi juga menambah dengan zkat hasil laut yang meliputi mutiara ambar dan
lain-lain. IGidah yang digunakan oleh ulama kontemporer dalam memperluas
kategori harta wajib zakat adalah, bersandar pada dalil-dalil umum, disamping
berpegang pada syarat harta wajib zakat yaitu tumbuh dan berkembang. Baik
tumbuh dan berkembang melalui usaha atau berdasarkan pada dzat harta tersebut
yang berkembang.
19

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
20

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai