Anda di halaman 1dari 16

ZAKAT PROFESI, PERUSAHAAN DAN INVESTASI

(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Zakat dan Wakaf )
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Muhammad Amin S.H., M.A., M.M. dan Dr. Muh
Fudhail Rahman M.A.

Disusun Oleh :
KELOMPOK 3
Diran Okriyadin (11190490000013)
Aisyah Anwar (11190490000084)
Afiyah Salma Hermaya (11190490000101)
Muhammad Ibrahim Isa (11190490000104)
Kelas : HES 4C

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur pemakalah panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas berkat izin-
Nya pemakalah dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Zakat Profesi, Perusahaan dan
Investasi” untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Hukum Zakat dan Wakaf dengan baik
dan tepat waktu. Sholawat teriring salam semoga selalu tercurah kepada suri tauladan kita
Rasulullah SAW. beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya yang tetap istiqomah hingga akhir
zaman.

Pemakalah menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak sekali
kekurangan. Oleh sebab itu pemakalah sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak. Pemakalah berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat untuk menambah ilmu pengetahuan bagi semua pihak yang membacanya di masa yang
akan datang.

Akhirnya atas segala bantuan yang telah diberikan, pemakalah mengucapkan terima
kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan Rahmat dan Ridho-Nya kepada
kita semua. Pemakalah juga berterima kasih kepada semua pihak yang membantu jalannya
pembuatan makalah agar berjalan dengan baik. Akhir kata pemakalah berharap kiranya
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita bersama.

Tangerang, 30 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 3
2.1 Pengertian Zakat Profesi ......................................................................................... 3
2.2 Hukum Zakat Profesi .............................................................................................. 3
2.3 Nisab Zakat Profesi dan Cara Perhitungannya........................................................ 4
2.4 Pengertian Zakat Perusahaan .................................................................................. 5
2.5 Landasan Hukum Zakat Perusahaan ....................................................................... 6
2.6 Rukun dan Syarat Zakat Perusahaan ....................................................................... 7
2.7 Ketentuan Zakat Perusahaan ................................................................................... 7
2.8 Nishab, Waktu, dan Tarif Zakat Perusahaan ........................................................... 8
2.9 Dasar Perhitungan Zakat Perusahaan menurut Berbagai Mazhab .......................... 10
2.10 Hikmah Zakat Perusahaan....................................................................................... 11
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 12
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 12
3.2 Saran ....................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Zakat merupakan suatu ibadah berdimensi sosial yang disejajarkan dengan kewajiban
shalat yang membutuhkan pemahaman terhadap keTauhidan, kesadaran dan toleransi yang
tinggi terhadap sesama manusia dalam pelaksanaannya. Zakat merupakan instrumens pokok
bagi tegaknya pondasi perekonomian umat. Oleh sebab itu hukum menunaikan zakat yang telah
Allah SWT tetapkan adalah wajib bagi setiap muslim yang telah memenuhi persyaratan wajib
zakat. Zakat adalah ibadah berdimensi sosial yang memilki banyak hikmah bagi hubungan
sosial (hablumminannass) melalui pendayagunaan dan pendistribusian zakat secara merata
kepada mustahiq sehingga dapat meminimalisir suatu kesenjangan sosial melalui terpenuhinya
kebutuhan pokok masyarakat. Pelaksanaan zakat merupakan ungkapan rasa syukur atas
karunia Allah SWT (hablumminallah) berupa harta yang dimiliki yang telah memberikan
manfaat bagi kehidupan. Sehingga dengan zakat akan menumbuhkan akhlak mulia baik bagi
muzaki ataupun mustahiq dalam menegakkan pilar perekonomian Islam berupa pemerataan
karunia Allah SWT di muka bumi (khalifatul fil Ard’).
Zakat profesi memang tidak ada pada zaman Rasulullah, wacana zakat profesi
merupakan ijtihad ulama dimasa kini yang diangkat dari alasan yang cukup kuat salah satunya
adalah keadilan. Adapun munculnya ide zakat profesi lahir dari sistem pendekatan fikih.
Mereka menyebut bahwa kewajiban zakat adalah dari segala rizki yang telah Allah swt berikan
sehingga membuat pemiliknya berkecukupan atau kaya. Gaji dan upah pegawai termasuk harta
pendapatan yang wajib terkena zakat, jika pendapatanya telah mencapai nishab penuh pada
awal atau akhir tahun wajib dizakati perbulan dari dua belas bulan. Berbedanya pendapat ulama
atas dalil zakat membuat orang berbeda pandangan pula untuk mengeluarkan zakat atau
tidaknya sehingga timbul persepsi bahwa hukum zakat profesi masih lemah pelaksanaanya
sehingga untuk merealisasikan keadilan yang menjadi tujuan hukum islam belum bisa tercapai
secara utuh, maka untuk pedoman dalam mengeluarkan zakat profesi harus memilih satu
diantara nishab yang menjadi keyakinan untuk mengeluarkan zakatnya.
Sedangkan zakat perusahaan sebagai representasi syariah suatu perusahaan diharapkan
dapat memicu pertumbuhan dan distribusi ekonomi yang semakin baik dan harus didukung
dengan pelaksanaan sistem yang jelas sebagai upaya pelaksanaan perhitungan dan pencatatan
zakat yang benar. Perusahaan pada umumnya dapat bertindak sebagai amil (pengelola) dengan
mengembangkan pengumpulan dana zakat dan menyalurkannya dalam bentuk pembiayaan
qardhul hasan atau dapat menyalurkannya melalui lembaga zakat yang telah ditunjuk oleh
perusahaan. Sehingga perlakuan dan penyajian zakat perusahaan dalam laporan keuangan
suatu perusahaan sangat penting sebagai konsep dasar penentuan besaran zakat suatu
perusahaan.
Dari paparan latar belakang di atas, serta mengingat banyak mahasiswa yang masih
belum memahami sepenuhnya mengenai zakat profesi, perusahaan dan investasi, maka dari itu
kami akan membahasnya sekaligus dalam makalah ini.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan zakat profesi ?
2. Apa hukumnya zakat profesi ?
3. Bagaimana nisab zakat profesi dan cara perhitungannya ?
4. Apa yang dimaksud dengan zakat perusahaan ?
5. Apa landasan hukum dari zakat perusahaan ?
6. Apa saja rukun dan syarat zakat perusahaan ?
7. Apa saja ketentuan dari zakat perusahaan ?
8. Bagaimana nishab, waktu, dan tarif zakat perusahaan ?
9. Bagaimana dasar perhitungan zakat perusahaan menurut berbagai mazhab ?
10. Apa saja hikmah yang dapat diambil dari menunaikan zakat perusahaan ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian dari zakat profesi.
2. Untuk mengetahui hukum dari zakat profesi.
3. Untuk mengetahui nisab zakat profesi dan cara perhitungannya.
4. Untuk mengetahui pengertian zakat perusahaan.
5. Untuk mengetahui landasan hukum dari zakat perusahaan.
6. Untuk mengetahui apa saja rukun dan syarat dari zakat perusahaan.
7. Untuk mengetahui ketentuan dari zakat perusahaan.
8. Untuk mengetahui nishab, waktu, dan tarif zakat perusahaan.
9. Untuk mengetahui dasar penghitungan zakat perusahaan menurut berbagai mazhab.
10. Untuk mengetahui hikmah yang dapat diambil dari melaksanakan zakat perusahaan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Zakat Profesi

Zakat profesi terdiri dari dua kata yaitu zakat dan profesi. Dalam literatur fiqh klasik
pengertian zakat adalah hak yang dikeluarkan dari harta atau badan. Sehubungan dengan hal
ini, Wahbah al-Zuhayly mengemukakan bahwa zakat adalah penuanaian hak yang wajib yang
terdapat dalam harta. Dalam kamus Bahasa Indonesia, profesi adalah bidang pekerjaan yang
dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran, dan sebagainya) tertentu.
Zakat profesi adalah zakat yang di keluarkan dari hasil apa yang di peroleh dari pekerjaan
dan profesinya. Misalnya pekerjaan yang menghasilkan uang baik itu pekerjaan yang
dikerjakan sendiri tampa tergantung dengan orang lain, berkat kecekatan tangan ataupun otak
(professional). Maupun pekerjaan yang dikerjakan seseorang buat pihak lain baik pemerintah,
perusahaan, maupun perorangan dengan memperoleh upah yang diberikan, dengan tangan,
otak, ataupun keduanya. Penghasilan dari pekerjaan seperti itu berupa gaji, upah, ataupun
honorarium. Yang demikian itu apabila sudah mencapai nisabnya dan haulnya pendapatan
yang ia hasilkan harus di keluarkan zakatnya.

2.2 Hukum Zakat Profesi

Profesi merupakan bentuk usaha-usaha yang relatif baru yang tidak dikenal pada masa
pensyariatan dan penetapan hukum Islam. Karena itu, sangat wajar bila kita tidak menjumpai
ketentuan hukumnya secara jelas baik dalam al-Quran maupun dalam al-Sunnah. Menurut ilmu
ushul fiqh, dapat diselesaikan dengan jalan mengembalikan persoalan tersebut kepada al-Quran
dan sunnah itu sendiri. Pengembalian kepada dua sumber hukum itu dapat dilakukan dengan
dua cara, yakni dengan perluasan makna lafaz dan dengan jalan qias (analogi).
a) Al-Qur’an
Alasan diwajibkannya zakat profesi (zakat penghasilan) dapat di tafsirkan dari ayat QS.
Al-Baqarah ayat 267 sebagai berikut:

‫ض ۖ َو ََل‬ ِ ‫س ْبت ُ ْم َو ِم َّما أ َ ْخ َرجْ نَا َل ُك ْم ِمنَ ْاْل َ ْر‬


َ ‫ت َما َك‬ ِ ‫ط ِيبَا‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا أ َ ْن ِفقُوا ِم ْن‬
‫ي‬
ٌّ ِ‫غن‬ َّ ‫ضوا فِي ِه ۚ َوا ْعلَ ُموا أ َ َّن‬
َ َ‫َّللا‬ ُ ‫آخ ِذي ِه ِإ ََّل أ َ ْن ت ُ ْغ ِم‬ َ ‫ت َ َي َّم ُموا ْال َخ ِب‬
ِ ‫يث ِم ْنهُ ت ُ ْن ِفقُونَ َولَ ْست ُ ْم ِب‬
‫َح ِميد‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk
kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya,
padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata
terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
Penjelasan: Kata " ‫ " ما‬adalah termasuk kata yang mengandung pengertian yang umum,
yang artinya apa saja, sebagian dari hasil (apa saja) yang kamu usahakan yang baik-baik. Maka
jelaslah, bahwa semua macam penghasilan (gaji, honorarium, dll) terkena wajib zakat

3
berdasarkan ketentuan QS. Al-Baqarah:267 tersebut yang mengandung pengertian yang
umum, asal penghasilan tersebut telah melebihi kebutuhan pokok hidupnya dan keluarganya
(sandang, pangan, papan, beserta alat-alat rumah tangga, alat -alat kerja atau usaha, kendaraan,
dan lain-lain yang tidak bisa diabaikan), bebas dari beban hutang, telah genap setahun
kepemilikannya dan telah mencapai nishab.

Kemudian dalam QS. At-Taubah ayat 103 juga dinyatakan:

ۗ ‫س َكن لَ ُه ْم‬ َ ‫علَ ْي ِه ْم ۖ ِإ َّن‬


َ ‫ص ََلت ََك‬ َ ‫ط ِه ُر ُه ْم َوتُزَ ِكي ِه ْم ِب َها َو‬
َ ‫ص ِل‬ َ ‫ُخ ْذ ِم ْن أ َ ْم َوا ِل ِه ْم‬
َ ُ ‫صدَقَةً ت‬
‫ع ِليم‬َ ‫س ِميع‬ َّ ‫َو‬
َ ُ‫َّللا‬
Artinya: “Ambillah sedekah (zakat) dari sebagian harta mereka, dengan sedekah itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya
do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.”
Penjelasan: Makna terminologi generik ayat tersebut menunjuk pada harta kekayaan,
tidak menunjuk dari mana harta itu diperoleh (usaha) yang bernilai ekonomi, dan karena
spektrumnya lebih bersifat umum, maka di dalamnya termasuk jasa/gaji yang secara rasional
adalah bagian dari harta kekayaan, sehingga wajib dikeluarkan zakatnya.
b) As-Sunnah
Selanjutnya dengan dasar as-sunnah untuk mengukuhkan kewajiban zakat profesi,
berdasarkan pada keumuman makna hadits. Yang antara lain hadits yang diriwayatkan oleh al-
Bukhari sebagai berikut: “Setiap orang muslim wajib bersedekah, Mereka bertanya: “Wahai
Nabi Allah, bagaimana yang tidak berpunya?, Nabi menjawab:” Bekerjalah untuk mendapat
sesuatu untuk dirinya, lalu bersedekah”. Mereka bertanya kembali: ”Kalau tidak mempunyai
pekerjaan?, Nabi menjawab: “Kerjakan kebaikan dan tinggalkan keburukan, hal itu merupakan
sedekah.” (H.R Bukhari).
Yusuf Qardlawi menafsirkan keumuman dari makna hadits tersebut di atas bahwa zakat
wajib atas penghasilan sesuai dengan tuntunan Islam yang menanamkan nilai-nilai kebaikan,
kemauan, berkorban, belas kasihan, dan suka memberi dalam jiwa seorang muslim. Untuk itu
Nabi mewajibkan pada setiap muslim mengorbankan sebagian harta penghasilannya atau apa
saja yang bisa ia korbankan.
c) Qiyas
Adapun dalam hal qiyas, wajibnya zakat profesi diqiyaskan pada tindakan khalifah
Mu’awiyah yang mengenakan zakat atas pemberian menurut ukuran yang berlaku dalam
negara Islam, karena beliau adalah khalifah dan penguasa umat Islam. Dan perbuatan khalifah
Umar Ibnu Abdul Aziz yang memungut zakat pemberian (u'tiyat) dan hadiah. Juga memungut
zakat dari para pegawainya setelah menerima gaji, serta menarik zakat dari orang yang
menerima barang sitaan (mazalim) setelah dikembalikan kepadanya.

2.3 Nisab Zakat Profesi dan Cara Perhitungannya

Nisab merupakan batas minimal atau jumlah minimal harta yang dikenai kewajiban
zakat. Karena zakat profesi ini tergolong baru, nisabnya pun mesti dikembalikan (dikiaskan)
kepada nishab zakat-zakat yang lain, yang sudah ada ketentuan hukumnya. Ada dua
kemungkinan yang dapat dikemukakan untuk ukuran nishab zakat profesi ini:

4
1. Disamakan dengan nishab zakat emas dan perak, yaitu dengan mengkiaskannya kepada
emas dan perak sebagai standar nilai uang yang wajib dikeluarkan zakatnya, yakni 20
dinar atau 93,6 gram emas.
2. Disamakan dengan zakat hasil pertanian yaitu 5 wasaq (sekitar 750 kg beras). Zakatnya
dikeluarkan pada saat diterimanya penghasilan dari profesi tersebut sejumlah 5 atau 10%,
sesuai dengan biaya yang dikeluarkan.

Karena profesi itu sendiri bermacam-macam bentuk, jenis dan perolehan uangnya,
beberapa cenderung untuk tetap memakai kedua macam standar nisab zakat tersebut dalam
menentukan nishab zakat profesi, dengan pertimbangan sebagai berikut:
Pertama, Untuk jenis-jenis profesi berupa bayaran atas keahlian, seperti dokter spesialis,
akuntan, advokat, kontraktor, arsitek, dan profesi-profesi yang sejenis dengan itu, termasuk
juga pejabat tinggi negara, guru besar, dan yang sejajar dengannya, nishab zakatnya disamakan
dengan zakat hasil pertanian, yakni senilai kurang lebih 750 kg beras (5 wasaq). Meskipun
kelihatannya pekerjaan tersebut bukan usaha yang memakai modal, namun ia sebenarnya tetap
memakai modal, yaitu untuk peralatan kerja, transportasi, sarana komunikasi seperti telepon,
rekening listrik, dan lain-lain, zakatnya dikiaskan atau disamakan dengan zakat hasil pertanian
yang memakai modal, yakni 5%, dan dikeluarkan ketika menerima bayaran tersebut. Ini sama
dengan zakat pertanian yang yang menggunakan biaya irigasi (bukan tadah hujan).
Kedua, Bagi kalangan profesional yang bekerja untuk pemerintah misalnya, atau badan-
badan swasta yang gajinya tidak mencapai nishab pertanian sebagaimana yang dikemukakan
di atas, sebutlah guru misalnya, atau dokter yang bekerja di rumah sakit, atau orang-orang yang
bekerja untuk suatu perusahaan angkutan. Zakatnya disamakan dengan zakat emas dan perak
yakni 93,6 gram (sekitar Rp. 8.424.000 , jika diperkirakan harga pergram emas sekarang
90.000,) maka nilai nishab emas adalah Rp. Rp. 8.424.000, dengan kadar zakat 2,5%. Jika pada
akhir tahun jumlah mencapai satu nisab, dikeluarkan zakatnya 2,5%, setelah dikeluarkan biaya
pokok dari yang bersangkutan dan keluarganya.

2.4 Pengertian Zakat Perusahaan

Secara bahasa kata zakat memiliki beberapa makna. Kata zakat dalam kamus Mu’jam
memiliki beberapa makna yaitu, bertambah, tumbuh dan keberkahan. Adapun secara istilah
menurut Yusuf Al-Qardawi adalah sebagian dari harta yang kita miliki yang untuk diberikan
kepada mustahiqqin (orang-orang yang berhak menerima zakat) karena zakat telah diwajibkan
oleh Allah SWT.1 Zakat sebagai ibadah yang berkaitan dengan harta benda. Seorang yang telah
memenuhi syarat-syarat dituntut untuk melaksanakannya.
Zakat perusahaan (Corporate zakat) merupakan sebuah kenyataan yang baru,sehingga
dalam kitab fiqih klasik hampir tidak ditemukan. Sehingga hukum zakat perusahaan itu
diqiyaskan dengan zakat perdagangan. Zakat perusahaan tidak ada bedanya dengan zakat
perdagangan dan investasi. Bedanya zakat perusahaan bersifat kolektif. Zakat ini muncul
berkat ide pengusaha dan manajer yang beragama islam agar bisa mengeluarkan zakat
perusahaannya. Sistem ini melibatkan kaum cendekiawan muslim dalam pengembangannya
dan pada akhirnya diperkokoh pelaksanaannya oleh BAZ (Badan Amil Zakat) dan LAZ
(Lembaga Amil Zakat). Para ulama yang bergabung di dalam muktamar internasional
menyamakan zakat perusahaan dengan zakat perdagangan, hal itu dirasakan dan aspek hukum

1
Ahmad Sarwat, Ensiklopedia Fikih Indonesia 4: Zakat (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2019), 3–6

5
dan ekonomi bisnis utama dari perusahaan ini didasarkan pada kegiatan trading atau
perdagangan. Sehingga, nishabnya itu sama dengan zakat perdagangan adalah 85 gram emas.2

2.5 Landasan Hukum Zakat Perusahaan

Perusahaan wajib mengeluarkan zakat, karena dengan adanya perusahaan kita bisa
menjadikan wadah usaha untuk badan hukum (recht person). Dalam Islam, perusahaan
termasuk ke dalam syakhsh i’tibar (badan hukum yang dianggap orang) atau Syakhshiyyah
hukmiyah. Sehingga, perusahaan termasuk muzakki atau subjek zakat.3
a) Al – Qur’an
Dalil yang dapat dijadikan rujukan mengenai zakat perusahaan ialah firman Allah Swt, yaitu

ِ ‫س ْبت ُ ْم َو ِم َّما أ َ ْخ َرجْ نَا لَ ُك ْم ِمنَ ْاْل َ ْر‬


‫ض‬ َ ‫ت َما َك‬ َ ‫َيا أ َ ُّي َها الَّذِينَ آ َمنُوا أ َ ْن ِفقُوا ِم ْن‬
ِ ‫ط ِي َبا‬
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.
b) Hadits
Hadis Nabi Muhammad Saw., “Rasulullah Saw. memerintahkan kepada kami agar
mengeluarkan sedekah (zakat) dari segala yang kami maksudkan
untuk dijual” (H.R. Abu Dawud).
Hadis Nabi lainnya ialah yang diriwayatkan Imam Bukhari, dari Muhammad ibn ‘Abd
Allah al‘Ansari dari bapaknya, ia berkata bahwa Abu Bakr r.a. telah menulis sebuah surat
yang berisikan kewajiban yang diperintahkan Rasulullah Saw. “... Janganlah disatukan
(dikumpulkan) harta yang mula-mula terpisah. Sebaliknya, jangan pula dipisahkan harta
yang pada mulanya bersatu, karena takut mengeluarkan zakat.” (H.R. Bukhari).
Hadits tersebut pada awalnya hanya berkaitan dengan perkongsian hewan ternak, akan
tetapi para ulama mengaplikasikannya sebagai qiyas (analogi) untuk perkongsian atau
persekutuan yang lain.
Berdasarkan ini, keberadaan perusahaan sebagai wadah usaha kemudian menjadi badan
hukum atau syakhsiyyah I'tibariyyah. Sebab diantara individu itu kemudian timbul transaksi,
meminjam, menjual, berhubungan pihak luar, dan menjalin kerja sama. Segala kewajiban
dan ditanggung bersama, termasuk didalamnya kewajiban kepada Allah dalam bentuk zakat,
tetapi diluar zakat perusahaan, tiap individu juga wajib mengeluarkan zakat sesuai dengan
penghasilan dan nishabnya. Para ulama kontemporer menganalogikan zakat perusahaan ini
kepada zakat perdagangan, karena dipandang dari aspek legal dan ekonomi kegiatan sebuah
perusahaan intinya berpijak pada kegiatan trading atau perdagangan.4

2
Hegar Indah Pertiwi dan Syafitri Nur Laily, “PROPOSAL PENELITIAN KUALITATIF,” 2018, 8.
3
Parman Komarudin dan Muhammad Rifqi Hidayat, “PERUSAHAAN SEBAGAI SUBJEK ZAKAT DALAM
PERSPEKTIF FIKIH DAN PERATURAN PERUNDANGAN,” 2018, 93.
4
Didin Hafidhuddin, “Zakat Dalam Perekonomian Modern”, Jakarta: GIP, 2002, h. 101.

6
2.6 Rukun dan Syarat Zakat Perusahaan

Rukun dan syarat zakat perusahaan sama dengan rukun dan syarat zakat pada umumnya,
yaitu fardhu ‘ain pada setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan, merdeka, balig, dan
berakal, adapun syarat harta milik sendiri sepenuhnya, berkembang, lebih dari cukup, bebas
dari utang, dan telah mencapai nishab dan haulnya.5 Nishab adalah takaran atau ukuran yang
menyebabkan harta itu wajib untuk dizakatkan. Sedangkan haul adalah hartanya itu telah
sampai satu tahun. Adapun untuk perusahaan yang dimana sahamnya terdapat orang muslim
maupun yang non-muslim, maka zakat perusahaannya dikeluarkan pada pemilik saham yang
muslim saja. Untuk nishab zakat perusahaan sama dengan zakat perdagangan adalah 85 gram
emas murni.6

2.7 Ketentuan Zakat Perusahaan

Para ulama dalam Muktamar Internasional menyamakan zakat perusahaan dengan zakat
perdagangan, karena dilihat dari ekonomi dan aspek legal ekonomi sebuah perusahaan berpijak
pada kegiatan trading atau perdagangan.
Dalam perkembangannya sebagian perusahaan tidak hanya dikelola secara individual,
tetapi secara bersama-sama dalam sebuah kelembagaan dan organisasi dengan manajemen
yang modern, dalam bentuk badan hukum PT, CV, koperasi, firma ataupun yayasan.
Perusahaan secara global dapat mencakup pertama, perusahaan yang menghasilkan produk
tertentu (commodity) seperti perusahaan industri, jika dikenakan zakat maka produk yang
dihasilkan harus halal dan kepemilikannya oleh orang muslim, jika kepemilikan bercampur
dengan non Islam maka zakat berdasarkan kepemilikan. Kedua, perusahaan jasa (Services)
seperti lawyer, akuntan, dan lain-lain. Ketiga, perusahaan keuangan (Finance) seperti bank,
asuransi. reksadana, dan lain-lain.
Perusahaan yang dimiliki muslim dapat dikenakan zakat karena suatu perusahaan
mengalami suatu perkembangan harta dari aktivitas bisnisnya, dan perusahaan dapat bertindak
sebagai amil dalam pembayaran zakat para pemiliknya sebelum laba dibagikan kepada para
pemilik sesuai proporsinya atau dibayarkan melalui BAZ atau LAZ.
Sebuah perusahaan biasanya mempunyai harta dalam tiga bentuk, yaitu harta dalam
bentuk barang, harta dalam bentuk tunai yang biasanya disimpan di
dalam bank, serta harta dalam bentuk piutang. Maka harta perusahaan yang wajib dizakati
adalah ketiga harta tersebut, dikurangkan harta dalam bentuk sarana
dan prasarana dan kewajiban mendesak lainnya. Akhirnya dapat diketahui cara perhitungan
zakat perusahaan, didasari pada semua harta (di luar sarana dan prasarana) ditambah keuntun
gan, dikurangi pembayaran utang dan kewajiban lainnya, lalu dikeluarkan 2,5% sebagai
zakatnya.7 Atau : 2,5% × (aset lancar-hutang jangka pendek).

5
Hadi, 232.
6
BAZNAS, “Zakat Perusahaan: Ketentuan Aset Zakat, Non Zakat Dan Pengurang Zakat,” BAZNAS Center of
Strategic Studies, 2019, 5–6,https://www.puskasbaznas.com/publications/officialnews/917-zakat-perusahaan-
ketentuan-aset-zakat-non-zakat-dan-pengurang-zakat.
7
Hilman Septiawan dan Efri Syamsul Bahri, “Tinjauan Zakat Perusahaan Perspektif Syariah Dan Regulasi,”
Kordinat | Jurnal Komunikasi Antar Perguruan Tinggi Agama Islam 18, no. 2 (9 Oktober2019): 352–54,
https://doi.org/10.15408/kordinat.v18i2.11495

7
2.8 Nishab, Waktu, dan Tarif Zakat Perusahaan

Para ulama menganalogikan zakat perusahan ini kepada zakat perdagangan, karena
dipandang dari aspek legal dan ekonomi kegiatan sebuah perusahaan intinya berpijak pada
kegiatan trading atau perdagangan. Oleh karena itu, secara umum nishab zakat perusahaan
senilai nishab emas dan perak, yaitu 85 gram emas dan zakatnya 2,5 % dari asset (bukan dari
keuntungan), yaitu uang (kas) atau barang siap diperdagangkan atau persediaan) yang dinilai
dengan nilai uang, kemudian dikurangkan dengan hutang-hutangnya. Dengan kata lain,
perhitungan zakat perusahaan adalah didasarkan pada laporan keuangan (neraca) dengan
mengurangkan kewajiban lancar atas aktiva lancar.8
Adapun pola perhitungan zakat perniagaan berdasarkan assets yang dimilki terdiri dari9:
1) Harta dalam bentuk uang tunai, yang terdiri dari kas dan uang simpanan
2) Harta dalam bentuk persediaan barang dagang dan aktiva berupa sarana dan prasarana
3) Harta yang berupa piutang usaha atau piutang dagang
Ketiga bentuk harta kena zakat tersebut akan dihitung dan dikurangi harta yang berupa
aktiva tetap (sarana dan prasarana) dan kewajiban-kewajiban yang dimiliki pada akhir tahun
pembayaran zakat.
Dalam muktamar internasional tentang zakat telah menganalogikan zakat perusahaan
pada perdagangan, sesuai dengan keterangan dari Abu Ubaid dalam kitabul amwal
menerangkan bahwa “apabila anda telah sampai batas waktu membayar zakat, perhatikanlah
apa yang engkau miliki, baik berupa uang (kas) ataupun barang yang siap diperdagangkan
(persediaan), kemudian nilailah dengan nilai uang, dan hitunglah hutang-hutangmu atas apa
yang engkau miliki”.10
Maka dapat diketahui bahwa pola perhitungan zakat perusahaan, didasarkan pada laporan
keuangan (neraca) dengan mengurangkan kewajiban atas aktiva lancar. Atau seluruh harta
(diluar sarana dan prasarana) ditambah keuntungan, di kurangi pembayaran utang dan
kewajiban lainnya, lalu dikeluarkan 2,5 % sebagai zakatnya. Sementara pendapat lain
menyatakan bahwa yang wajib di keluarkan zakatnya itu hanyalah keuntungannya saja.
Zakat perusahaan hampir sama dengan zakat perdagangan dan investasi. Bedanya dalam
zakat perusahaan bersifat kolektif dari pemilik atau pemegang saham. Dengan kriteria sebagai
berikut :
1. Jika perusahaan bergerak dalam bidang usaha perdagangan maka perusahaan tersebut
mengeluarkan harta sesuai dengan aturan zakat perdagangan. Kadar zakat yang
dikeluarkan sebesar 2,5 %
2. Jika perusahaan tersebut bergerak dalam bidang produksi maka zakat yang dikeluarkan
sesuai dengan aturan zakat investasi atau pertanian. Dengan demikian zakat perusahaan
dikeluarkan pada saat menghasilkan sedangkan modal tidak dikenai zakat. Kadar zakat
yang dikeluarkan sebesar 5 % untuk penghasilan bersih dan 10 % untuk penghasilan
kotor.

8
Karseno, “Mengenal Zakat Kontemporer dan Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Zakat”, Padang:
BAZ Sumbar, 2005.
9
Yusuf Qardhawi, “Hukum Zakat (Terjemah)”, Jakarta: Litera Antarnusa, 2006.
10
Didin Hafidhuddin, “Anda Bertanya Tentang Zakat, Infaq dan Shadaqah Kami Menjawab”, Jakarta: BAZNAS,
2006.

8
Harta perniagaan adalah harta yang diperuntukkan untuk diperjualbelikan baik
dikerjakan oleh individu maupun kelompok/syirkah (PT, CV, PD, FIRMA), azas pendekatan
zakat perniagaan:11
1) Nishabnya 85 gram emas dan zakatnya 2,5 %
2) Acuan perhitungannya adalah annual report basis (laporan tahunan)
3) Obyeknya adalah aktiva lancar aatau profit/laba, termasuk hibah, royalty, hasil sewa
asset, selisih kurs/revaluasi maupun penghargaan berupa harta yang di terima.
4) Tidak dikenakan pada modal investasi /aktiva tetap
5) Seluruh kewajiban perusahaan merupakan komponen pengurang dari jumlah zakat yang
diperhitungkan
6) Komoditas yang diperdagangkan halal
7) Diperhitungkan after tax
8) Bagi perusahaan yang tidak memilki statement (income statement financial, dan cash
flow statement) atau memilkinya tetapi tidak lengkap maka diperhitungkan secara
taksiran.
9) Besarnya jumlah zakat yang harus dikeluarkan adalah berdasarkan “book value”.
10) Usaha patungan dengan non muslim labanya dipisahkan secara proporsional
berdasarkan modal masing-masing.
11) Deviden yang telah dikeluarkan zakatnya tidak lagi menjadi komponen zakat yang
diperhitungkan.
12) Kompensasi rugi tahun lalu tidak diperkenankan dikurangkan pada penghasilan tahun
berjalan.
13) Jika tidak memungkinkan membayar zakat dalam bentuk uang, maka dapat
menggantinya dengan materi lain yang bernilai dan dapat diperjualbelikan kepada pihak
lain.
14) Diperkenankan membayar zakat cicilan secara dimuka periode tertentu.
15) Apabila terjadi likuidasi, maka zakatnya diperhitungkan dari total kekayaan perusahaan,
dan nilainya berdasarkan “harga jual”
Dari penjelasan diatas, Zakat perusahaan oleh para ulama kontemporer dianalogkan
dengan zakat perdagangan, karena perusahaan pada hakekatnya suatu unit bisnis yang
kegiatannya adalah perdagangan yang dapat berbentuk firma, perusahaan dagang, CV,
Koperasi, PT dan sebagainya. Maka pola perhitungan zakat perusahaan didasarkan pada
laporan keuangan (neraca) dengan mengurangkan kewajiban lancar atas aktiva lancar. Metode
perhitungan ini biasa disebut dengan metode sya'iyyah yang perlu diperhatikan dalam
perhitungan zakat perusahaan adalah pentingnya melakukan berbagai koreksi atas nilai aktiva
lancer dan kewajiban jangka pendek yang kemudian disesuaikan dengan ketentuan syari'ah,
seperti koreksi atas pendapatan bunga, dan pendapatan haram serta subhat lainnya. Sedangkan
asset tetap tidak termasuk yang diperhitungkan ke dalam harta yang dikenakan zakat, karena
asset tersebut tidak untuk diperjualbelikan. Kadar zakatnya adalah 2,5 %.

11
Hasan Rifa‟I Al-Faridy, “Panduan Zakat Praktis”, Jakarta: Dompet Dhuafa Republika, 2004, h. 20

9
2.9 Dasar Perhitungan Zakat Perusahaan Menurut Berbagai Mazhab

Pemilik harta harus mengeluarkan zakat modal dan laba perdagangannya, sedangkan
pekerjanya hanya wajib mengeluarkan zakat laba perdagangan. Beberapa pendapat para fuqaha
mengenai pengenaan zakat pada syirkah mudharabah adalah sebagai berikut :12
a. Abu Hanifah berpendapat bahwa baik pemilik modal maupun pekerja harus
mengeluarkan zakatnya sesuai dengan bagian yang diterimanya. Zakat itu wajib
dikeluarkan setiap tahun. Pengeluaran zakat tersebut tidak boleh ditangguhkan sampai
harta tersebut dipisahkan antara modal dan labanya.
b. Mazhab Hambali berpendapat bahwa pemilik harta (modal) harus mengeluarkan zakat
dari modal dan laba yang diprolehnya karena laba perdagangan penghitungan haulnya
adalah berdasarkan haul harta asal. Oleh karena itu, jika sesorang melakukan syirkah
mudharabah dengan memberikan uang 1.000 kepada orang lain, kemudaian harta itu
berkembang menjadi 3.000 dan telah mencapai haul, pemilik modal juga harus
mengaluarkan zakat untuk uang yang berjumlah 2.000, sedangkan pekerja tidak wajib
mengeluarkan zakat dari bagian yang diperolehnya sebelum pembagian keuntungan
selesai. Apabila mudharib dan pemilik modal telah saling menghitung hartanya,
mudharib harus mengeluarkan zakatnya ketika haulnya tiba, terhitung sejak
penghitungan harta sebab pada saat itu dia sudah mengetahui kadar zakat harta yang
dimilikinya. Dan apabila terdapat kerugian maka kerugian tersebut akan di tanggung oleh
pemilik modal.
c. Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa pemilik modal harus mengeluarkan zakatnya dari
modal dan laba yang diperolehnya karena dia telah memiliki keduanya (modal dan laba).
Mazhab ini juga berpendapat bahwa pekerja harus mengeluarkan zakatnya dari laba yang
dimilikinya sebab setelah pembagian keuntungan, dia bisa menggunakan hartanya
sekehendak hatinya. Dengan demikian, harta yang dimilikinya itu sama dengan hutang
yang telah kembali kepada pemiliknya. Haul hartanya di hitung sejak adanya laba.
Pekerja tadi tidak wajib mengeluarkan zakatnya sebelum keuntungan dibagikan.
d. Mazhab Maliki berpendapat bahwa apabila harta qiradh berada di daerah pemilik modal,
kendatipun secara hukum, maka zakat yang wajib dikeluarkan darinya ialah zakat idarah,
yakni modal dan labanya dihitung setiap tahun. Pemilik modal tersebut wajib
mengeluarkan zakatnya dari modal dan labanya sebelum penghitungan dan pemisahan
laba. Inilah pendapat mazhab yang tegas. Akan tetapi, menurut pendapat yang dapat
dipercaya, pemilik modal tidak wajib mengeluarkan zakatnya sebelum hartanya dihitung.
Setelah penghitungan, dia harus mengeluarkan zakatnya untuk semua tahun yang telah
lewat. Begitu juga apabila harta qiradh tersebut tidak berada didaerah pemiliknya dan
pemiliknya tidak mengetahui keadaannya, apakah modalnya masih ada atau sudah habis,
apakah usahanya rugi atau untung, maka ia harus mengeluarkan zakatnya untuk tahun-
tahun yang telah lewat. Adapun pekerja (mudharib) hanya wajib mengeluarkan zakatnya
dari laba yang diperolehnya setelah perhitungan untuk satu tahun.

12
Wahbah Al-Zuhaily, “Zakat: Kajian Berbagai Mazhab (Terjemah)”, Bandung: Rosdakarya, 1995, h. 178

10
2.10 Hikmah Zakat Perusahaan

1. Sebagai bentuk rasa syukur atas kesuksesan perusahaan.


2. Membersihkan harta dari bagian yang bukan milik perusahaan.
3. Membantu dalam dana pengembangan umat.
4. Membantu orang-orang yang kekurangan.
5. Menambah pendapatan Negara untuk proyek-proyek kemaslahatan umat.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Zakat profesi itu hukumnya wajib, sama dengan zakat usaha dan penghasilan lainnya
seperti pertanian, peternakan dan perdagangan. Batas nisab harta kekayaan yang diperoleh dari
usaha profesi dapat disamakan nisabnya dengan zakat hasil tanaman yaitu 5 wasaq (sekitar 750
kg beras), dengan kewajiban zakat 5% atau 10%, dan dibayarkan ketika mendapatkan
perolehan imbalan atau upah dari profesi tersebut. Bagi profesi-profesi seperti dokter di rumah
sakit, guru atau dosen yang hanya menerima gaji tetap dari instansi pemerintah tempat
bekerjanya, disamakan nisabnya dengan nisab emas dan perak, yakni 93,6 gram, dengan
kewajiban zakat 2,5 persen, yang dikeluarkan setiap satu tahun, dan setelah dikeluarkan biaya
kebutuhan pokok.
Kemudian zakat perusahaan mungkin masih terbilang awam oleh sebagian kalangan
masyarakat. Para ulama yang tergabung dalam Muktamar Internasional mengumpamakan
zakat perusahaan sama dengan zakat perdagangan, karena dilihat dari aspek legal dan ekonomi
sebuah perusahaan berpijak pada kegiatan trading atau perdagangan. Cara penghitungan zakat
perusahaan, didasari pada semua harta (diluar sarana dan prasarana) ditambah keuntungan,
dikurangi pembayaran utang dan kewajiban lainnya, lalu dikeluarkan 2,5% sebagai zakatnya.

3.2 Saran

Untuk lebih memperdalam dan mengetahui lebih lanjut, dapat dipelajari dari buku-buku
yang bersangkutan, jurnal,makalah, dan sumber-sumber lainnya. Kami selaku pembuat
makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, maka dari itu kami mohon maaf sebesar –
besarnya apabila makalah yang kami buat masih banyak akan kekurangan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad. 2002. Zakat Profesi: Wacana Pemikiran dalam Fiqih Kontemporer. Jakarta:
Salemba Diniyah

Yusuf Qardhawi. 2007. Hukum Zakat. Bogor: Litera Antar Nusa

Yusuf Qardhawi. 1996. Fiqhuz-Zakat, Terj. Didin Hafidhuddin, et.al., Bogor: Pustaka Litera
Antar Nusa

Ahmad Sarwat. 2019. Ensiklopedia Fikih Indonesia 4: Zakat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama

Komarudin, Parman dan Muhammad Rifqi Hidayat. 2018. “Perusahaan sebagai Subjek Zakat
dalam Perspektif Fikih dan Peraturan Perundangan.’’ Jurnal Ekonomi Syariah dan
Hukum Ekonomi Syariah, Al-Iqtishadiyah, Vol.4 No.1, Juni 2018

Didin Hafidhuddin. 2002. “Zakat Dalam Perekonomian Modern’’. Jakarta: GIP

https://www.puskasbaznas.com/publications/officialnews/917-zakat-perusahaan-ketentuan-
aset-zakat-non-zakat-dan-pengurang-zakat. diakses pada 23 Maret pukul 02.29

Septiawan, Hilman dan Efri Syamsul Bahri. 2019. “Tinjauan Zakat Perusahaan Perspektif
Syariah Dan Regulasi,” Jurnal Komunikasi Antar Perguruan Tinggi Agama Islam, Vol.18
No.2, Oktober 2019

Karseno. 2005. “Mengenal Zakat Kontemporer dan Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan
Kena Zakat”, Padang: BAZ Sumbar

Yusuf Qardhawi. 2006. “Hukum Zakat (Terjemah)”, Jakarta: Litera Antarnusa

Hasan Rifa‟I Al-Faridy. 2004. “Panduan Zakat Praktis”, Jakarta: Dompet Dhuafa Republika

Wahbah Al-Zuhaily. 1995. “Zakat: Kajian Berbagai Mazhab (Terjemah)”, Bandung:


Rosdakarya

13

Anda mungkin juga menyukai