Anda di halaman 1dari 23

PENGENDALIAN SOSIAL

Oleh:
Kelompok 3

23040704483 AULIA ZAHRA RAMADHANI


23040704467 YESI RAHMA GANDI
23040704461 ELANG MAULANA ISHAQ
23040704276 M.KAFI ALIF PUTRA
23040704470 VIAN AURELIO TRIYANA PUTRA
23040704149 ADHITYA WAHYU PRATAMA

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
TAHUN 2023
DAFTAR ISI

Hlm
COVER…………………………………………………………………… 1
DAFTAR ISI……………………………………………………………… 2
BAB I: PENDAHULUAN 3
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 3
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………… 3
1.3 Tujuan Penulisan ………………………………………………….......... 3
BAB II: PEMBAHASAN 4
2.1 Pengertian Kontrol Sosial………………………………………………. 4
2.2 Ciri-Ciri Kontrol Sosial…………………………………………………. 15
2.3 Fungsi Kontrol Sosial…………………………………………………… 15
2.4 Tujuan Kontrol Sosial…………..……………………..……………....... 16
2.5 Ruang Lingkup Kontrol Sosial…………………………………………. 17
2.6 Macam-Macam Kontrol Sosial………………………………………… 18
2.7 Contoh Kontrol Sosial…………………………………………………. 19
BAB III: PENUTUP 21
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………... 21
3.2 Saran……………………………………………………………………. 22
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 23

BAB I
2
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengendalian sosial atau bisa disebut sebagai kontrol sosial adalah proses dimana
masyarakat berusaha untuk memastikan kesesuaian dengan nilai-nilai dan norma-
norma yang dominan dalam masyarakat tersebut. Proses ini bisa bersifat informal,
misalnya dalam pelaksanaan pengendalian melalui adat istiadat, norma, dan harapan,
atau formal, seperti dalam pelaksanaan pengendalian melalui undang-undang atau
peraturan resmi lainnya. Hal ini diharapkan agar Masyarakat menjadi taat terhadap
peraturan dan norma norma yang berlaku.

1.2 Rumusan Masalah


Bedasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengambil beberapa rumusan
yang akan menjadi bahasan pada bab selanjutnya. Rumusan tersebut antara lain :
1. Apa pengertian dari teori kontrol sosial?
2. Apa saja ciri kontrol sosial?
3. Apa saja fungsi kontrol sosial?
4. Apa tujuan dari kontrol sosial?
5. Ruang lingkup apa saja yang ada pada kontrol sosial?
6. Contoh kontrol sosial

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk memperdalam pengetahuan tentang pengendalian sosial
2. Untuk mengetahui fakta antara pengendalian sosial dan penyimpangannya

BAB II

3
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kontrol Sosial

Kontrol sosial adalah proses dimana masyarakat berusaha untuk memastikan


kesesuaian dengan nilai-nilai dan norma-norma yang dominan dalam masyarakat
tersebut. Proses ini bisa bersifat informal, misalnya dalam pelaksanaan pengendalian
melalui adat istiadat, norma, dan harapan, atau formal, seperti dalam pelaksanaan
pengendalian melalui undang-undang atau peraturan resmi lainnya.

Taktik yang diterapkan untuk membangun kontrol sosial dapat mencakup


kombinasi sanksi negatif, yang menghukum mereka yang melanggar aturan
masyarakat, dan kebijakan positif yang berupaya membujuk atau mendorong
kepatuhan sukarela terhadap standar masyarakat.

Badan Pengendalian Sosial

Kita biasanya menyebut orang-orang yang bertanggung jawab atas kontrol


sosial sebagai agen. Lebih jauh lagi, kita juga dapat berbicara tentang lembaga-
lembaga kontrol sosial (seperti keluarga kita, sistem pendidikan, media, dan
sebagainya).

4
Ada banyak lembaga kontrol sosial, mulai dari polisi, keluarga, agama, dan sekolah :

1. Keluarga

Keluarga adalah agen informal kontrol sosial. Sosialisasi dasar dimulai


di rumah, dan orang tua adalah guru pertama. Mereka menanamkan pada
anak-anak mereka nilai-nilai dan keyakinan budaya mereka, serta
perilaku, konvensi, dan cara hidup.

Ketika anak-anak bertambah besar, mereka menginternalisasikan nilai-


nilai ini, dan mereka mempengaruhi hampir semua tindakan yang mereka
ambil. Keluarga juga merupakan sumber dukungan, yang dapat membantu
orang melawan tekanan negatif dari teman sebaya.

Orang tua, misalnya, merupakan agen kontrol sosial terhadap anak-


anaknya. Mereka menggunakan kombinasi penghargaan dan hukuman
untuk membentuk perilaku anak mereka. Sanksi positif dapat mencakup
apa saja, mulai dari pujian lisan hingga imbalan materi, seperti mainan
atau uang saku. Sanksi negatif dapat berupa omelan, kritik verbal, atau
tidak memberikan hak istimewa. Orang tua dapat mempengaruhi individu
secara verbal secara langsung melalui sugesti, persuasi, pujian,
menyalahkan, ejekan, dan kritik (Matsueda & Heimer, 1987).

2. Lembaga pendidikan

Di sekolah, anak tidak hanya belajar keterampilan akademis tetapi


juga keterampilan sosial dan nilai-nilai budayanya. Sekolah mengajarkan
anak-anak bagaimana berperilaku dalam masyarakat dan mengikuti
aturan. Mereka juga menanamkan rasa kesetiaan pada negara dan
institusinya pada anak-anak. Dengan cara ini, sekolah mempersiapkan

5
anak-anak untuk menjadi warga negara produktif yang berkontribusi
terhadap stabilitas dan kesejahteraan masyarakatnya.

Sekolah menggunakan sejumlah metode untuk mensosialisasikan


siswanya. Misalnya, mereka mungkin memiliki aturan berpakaian atau
peraturan tentang panjang rambut yang mengharuskan siswa untuk
mematuhi standar penampilan tertentu. Sekolah juga menggunakan
penghargaan dan hukuman untuk membentuk perilaku siswa. Nilai yang
baik, misalnya, sering kali mendapat pujian dari guru dan orang tua,
sedangkan nilai yang buruk dapat mengakibatkan kritik atau bahkan
dikeluarkan dari sekolah.

Dengan cara ini, sekolah membentuk anak-anak menjadi anggota


masyarakat yang bertanggung jawab dan produktif seiring mereka
mempelajari batasan perilaku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima
(Chriss, 2022; Innes, 2003).

3. POLISI

Polisi memainkan peran penting dalam menegakkan norma-norma


sosial. Misalnya, mereka mungkin berpatroli di daerah yang tingkat
kejahatannya tinggi untuk mencegah orang melakukan kejahatan.

Mereka juga mungkin menanggapi laporan kejahatan yang telah


dilakukan. Dengan melakukan hal ini, polisi mengirimkan pesan bahwa
kejahatan tidak akan ditoleransi dan siapa pun yang melanggar hukum
akan dihukum. Polisi bahkan mungkin menggunakan kekerasan untuk
menghentikan orang melanggar hukum atau menyebabkan kerugian pada
orang lain.

6
Ada berbagai jenis pemolisian, termasuk pemolisian komunitas,
pemolisian berorientasi masalah, dan pemolisian Jendela
Rusak. Perpolisian komunitas melibatkan kerja sama dengan anggota
komunitas untuk mencegah kejahatan.

Pemolisian yang berorientasi pada masalah melibatkan penanganan


akar penyebab kejahatan. Pemolisian Broken Windows adalah strategi
yang berfokus pada menindak pelanggaran ringan untuk mencegah
terjadinya kejahatan yang lebih serius (Chriss, 2022).

4. Agama

Agama merupakan institusi penting dalam menjaga kohesi dan


stabilitas sosial (Durkheim, 1951). Hal ini mengambil peran sebagai agen
sosialisasi serta bentuk kontrol sosial informal yang membantu
mempertahankan status quo. Hal ini dilakukan dengan memberikan
landasan budaya bagi norma-norma dan nilai-nilai serta melegitimasinya.

Para pemimpin agama sering kali bertindak sebagai pembimbing


moral, mengajarkan para pengikutnya nilai-nilai dan keyakinan agama
mereka. Hal ini dapat mempengaruhi cara orang berperilaku, baik secara
pribadi maupun di depan umum.

Misalnya, seseorang mungkin terpengaruh oleh keyakinan pola makan


dan memilih untuk tidak makan daging babi dalam kehidupan sehari-
harinya, misalnya. Dengan mengajari orang-orang apa yang bermoral dan
apa yang tidak, agama mensosialisasikan anggota masyarakat untuk
menjadi “baik.”

7
Sepuluh Perintah Allah mungkin merupakan seperangkat pedoman
moral paling terkenal yang berasal dari tradisi Yahudi-Kristen. Agama
juga dapat digunakan untuk membenarkan agen kontrol sosial
lainnya. Misalnya, banyak agama yang mengajarkan pentingnya menaati
pemerintah atau orang tua.

Hal ini membantu melegitimasi otoritas pemerintah dan keluarga serta


menjaga ketertiban sosial. Dengan cara ini, agama dapat digunakan untuk
mendukung struktur kekuasaan yang ada dan mencegah perubahan sosial
(Stark & Bainbridge, 2013).

Karl Marx menyatakan bahwa agama adalah alat kelas penguasa


untuk mempertahankan kekuasaan dan mereproduksi
kesenjangan. Mereka membenarkan prinsip-prinsip kapitalisme dan
mencegah revolusi proletariat. Kaum Marxis berpendapat bahwa
penemuan-penemuan ilmiah besar dimotivasi untuk menghasilkan
keuntungan massal dan hanya mendorong kapitalisme lebih jauh.

5. Pemerintah

Undang-undang diberlakukan untuk mempengaruhi atau mengatur


perilaku, dan aparat penegak hukum berupaya untuk memastikan bahwa
undang-undang tersebut dipatuhi. Pemerintah mendorong dan melarang
perilaku tertentu melalui tindakan dan kebijakannya.

Secara tidak langsung, ia menggunakan pidato untuk


mengkomunikasikan nilai-nilai sosial. Ia juga dapat secara langsung
merehabilitasi penjahat atau memberikan hukuman. Selain itu, pemerintah
mengatur program kesejahteraan sebagai cara untuk mencegah kejahatan
dan memastikan masyarakat menaati aturan masyarakat.

8
Dengan memberikan hukuman bagi mereka yang melanggar peraturan
ini, pemerintah akan lebih mampu menjaga masyarakat agar tetap
berperilaku sesuai dengan perilaku yang dianggap dapat diterima secara
sosial.

Pemerintah juga dapat menggunakan metode kontrol sosial yang lebih


koersif, seperti pengawasan, sensor, dan hukuman seperti penjara atau
eksekusi.

Dengan menggunakan tindakan ekstrem ini, pemerintah memberikan


pesan bahwa perilaku seperti itu tidak akan ditoleransi dan dapat
memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan (Innes, 2003; Chriss,
2022).

6. Kelompok Rekan

Kelompok sebaya adalah kelompok sosial yang terdiri dari orang-


orang yang kira-kira seumuran, mempunyai status yang sama, dan
mempunyai minat yang sama.

Kelompok sebaya berfungsi sebagai agen kontrol sosial dengan


menetapkan standar perilaku dan menghukum mereka yang tidak
mematuhi standar tersebut. Misalnya, kelompok sebaya mungkin menekan
anggotanya untuk minum alkohol atau menggunakan narkoba. Mereka
yang menolak mengikuti aktivitas kelompok mungkin akan diejek atau
dikucilkan dari kelompok. Dengan cara ini, kelompok sebaya dapat
mempengaruhi anggotanya untuk melakukan perilaku yang sebelumnya
tidak mereka pertimbangkan.

9
Meskipun kelompok teman sebaya dapat memberikan dampak negatif
terhadap perilaku, mereka juga dapat mendorong sosialisasi yang
positif. Misalnya, kelompok teman sebaya dapat mengajarkan kerja sama
dan rasa hormat terhadap orang lain. Mereka juga dapat memberikan
dukungan selama masa-masa sulit, seperti ketika seorang anggota
mengalami kesedihan atau perundungan (Grizard et al., 2006).

7. Lingkungan / Komunitas

Lingkungan dan komunitas juga dapat berfungsi sebagai agen kontrol


sosial. Misalnya, anggota masyarakat dapat berkumpul untuk membentuk
kelompok pengawas lingkungan. Kelompok-kelompok ini berupaya
mencegah kejahatan dengan mengawasi aktivitas mencurigakan dan
melaporkannya kepada pihak berwenang.

Dengan cara ini, mereka membantu membuat lingkungan mereka


menjadi tempat tinggal yang lebih aman dan tertib. Hal ini dapat
mengurangi kriminalitas karena orang-orang yang merasa terhubung
dengan komunitasnya cenderung tidak ingin melakukan aktivitas yang
dapat merugikan komunitasnya.

Selain itu, lingkungan sekitar dapat memperkuat atau memperkuat


individu keluarga sebagai agen kontrol sosial. Lingkungan bertetangga, di
banyak komunitas yang memiliki ikatan erat, hanya muncul setelah
keluarga memiliki kepentingan sosial.

Anggota yang lebih tua di suatu lingkungan atau lokalitas, ketika


mereka memiliki status yang cukup tinggi dan memiliki hubungan
interpersonal yang cukup dekat, akan menjaga adat istiadat dan norma-

10
norma kelompok tetap hidup dan menegakkannya di lingkungan tersebut
(Innes, 2003).

8. Media massa

Melalui televisi, film, radio, dan internet, media mengkomunikasikan


pesan tentang apa yang dianggap sebagai perilaku yang dapat diterima
secara sosial.

Media juga dapat digunakan untuk mencegah perilaku


tertentu. Misalnya, kampanye anti-narkoba mungkin menggunakan media
untuk mendidik masyarakat tentang bahaya penggunaan
narkoba. Kampanye-kampanye ini sering kali menampilkan konsekuensi
negatif, seperti kecanduan atau kematian, untuk menghalangi orang
menggunakan narkoba. Media juga dapat memberikan dampak yang lebih
halus terhadap perilaku. Misalnya, acara TV dan film sering kali
menampilkan kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalah. Hal
ini dapat membuat pemirsa tidak peka terhadap kekerasan dan, menurut
beberapa sosiolog, membuat mereka lebih cenderung melakukan
kekerasan dalam kehidupan mereka sendiri.

Media menegakkan norma-norma ini melalui komunikasi positif dan


negatif. Meskipun sebuah saluran dapat memberikan sanksi positif
terhadap sebuah merek pakaian dengan mengiklankannya, saluran tersebut
juga dapat memberikan sanksi negatif kepada seorang selebriti melalui
pengawasan dan kritik yang cermat (Innes, 2003).

11
9. Tempat kerja

Pengusaha mengharapkan karyawannya berperilaku dengan cara


tertentu dan mematuhi standar tertentu. Misalnya, pemberi kerja biasanya
mengharapkan karyawannya datang tepat waktu, berpakaian pantas, dan
menahan diri untuk tidak menggunakan kata-kata yang menyinggung.

Mereka yang tidak menerima sanksi negatif: dapat dikenakan sanksi


disiplin atau bahkan skorsing atau pemecatan. Selain itu, tempat kerja
dapat berfungsi sebagai tempat sosialisasi yang positif.

Misalnya, tempat kerja dapat memberikan pelatihan tentang cara


menangani situasi layanan pelanggan yang sulit. Mereka juga dapat
mengajarkan keterampilan kerja tim dan komunikasi. Dengan
mengajarkan hal-hal ini, tempat kerja dapat membantu mempersiapkan
karyawan untuk sukses dalam karier mereka.

Metode lain untuk mendorong perilaku positif dapat mencakup bonus


dan frasa verbal (Van Maanen & Barley, 1982).

Abercrombie dan Warde dkk. (2000) mengidentifikasi empat jenis


cara pengendalian tenaga kerja: Selain pengendalian langsung, cara-cara
ini meliputi:

 Pengendalian teknis dimana seorang pekerja diberikan lebih sedikit


tugas yang membutuhkan lebih sedikit keterampilan.
 Pengendalian birokrasi , dimana terdapat hierarki wewenang yang
peraturan dan prosedurnya sebagian besar mendikte pekerjaan pekerja.

12
 Otonomi yang bertanggung jawab, dimana pekerja yang lebih
berpengalaman diberi kesempatan untuk memberikan pembelajaran
sesuai dengan pedoman tertentu.

Penyimpangan

Sosiolog Perancis Émile Durkheim memandang penyimpangan sebagai bagian yang


tak terelakkan dalam fungsi masyarakat. Ia berpendapat bahwa penyimpangan adalah
dasar untuk perubahan dan inovasi , dan juga merupakan cara untuk mendefinisikan
atau memperjelas norma-norma sosial yang penting. Alasan penyimpangan
bervariasi, dan penjelasan berbeda telah diajukan. Salah satu alasan orang melakukan
perilaku menyimpang , misalnya, mungkin karena keadaan anomi , yaitu
ketidakstabilan sosial yang timbul karena tidak adanya norma dan nilai sosial yang
jelas. Untuk memahami norma-norma ini, peraturan perlu diuji sesekali. Perilaku
yang tidak pantas kemungkinan besar diatur oleh proses sosial informal seperti
ketidaksetujuan dari teman atau keluarga.

Teori anomie dari sosiolog Amerika Robert Merton menyatakan bahwa


penyimpangan sering kali merupakan respons terhadap situasi di mana tujuan tidak
dapat dicapai melalui perilaku konvensional. Dalam masyarakat demokratis, orang-
orang dari lingkungan kaya, memiliki koneksi tinggi, dan memiliki hak istimewa
memiliki jalan yang relatif mudah menuju kesuksesan dan kesejahteraan pribadi.
Ketika orang lain menyadari bahwa jalan menuju pencapaian terhalang, mereka
mengalami ketegangan dan frustrasi dan cenderung beralih ke taktik yang akan
membantu mereka melewati hambatan tersebut. Merton mengusulkan lima jenis
reaksi terhadap keadaan seperti itu: konformitas , inovasi, ritualisme, retretisme, dan
pemberontakan. Inovasi dan pemberontakan merupakan bentuk penyimpangan. Jika
inovasi cenderung melibatkan pelanggaran aturan untuk mencapai tujuan normatif
(misalnya mencuri untuk menjadi kaya), maka pemberontakan berarti menantang

13
aturan atau tujuan itu sendiri (misalnya protes atau kampanye untuk mengubah
undang-undang).

Berbagai jenis kontrol sosial menghambat penyimpangan. Kelompok primer, seperti


keluarga, kelompok kerja, atau tim, dan kelompok sosial dekat dapat mengendalikan
penyimpangan melalui sanksi langsung atau segera terhadap anggotanya. Jika
seorang anak tidak patuh, orang tua dapat segera memberikan tanggapan, seperti
halnya wasit olahraga dapat segera mengeluarkan pemain yang berbuat curang.
Dalam komunitas yang memiliki ikatan erat , terdapat tingkat kontrol primer yang
tinggi, sehingga jika seorang anggota melanggar aturan penting, anggota tersebut
berada dalam bahaya besar untuk dikucilkan dari kelompok.

Penyimpangan yang didefinisikan secara sosial

Sosiolog membedakan penyimpangan pada tingkat analisis yang berbeda. Beberapa


penyimpangan berangkat dari norma dan nilai budaya, seperti penggunaan alat
kontrasepsi oleh sebagian perempuan di negara Katolik Roma . Penyimpangan
lainnya didefinisikan berdasarkan patologi individu
(misalnya psikosis , neurosis ekstrem ). Beberapa penyimpangan diungkapkan oleh
individu dalam suatu kelompok (misalnya, seorang siswa yang mengenakan pakaian
yang tidak biasa), dan penyimpangan lainnya dapat diungkapkan oleh suatu
kelompok dalam masyarakat (misalnya, geng atau aliran sesat ) . Gagasan tentang
subkultur yang menyimpang penting karena menyoroti bahwa kelompok dapat
menghasilkan seperangkat norma mereka sendiri, dan orang-orang dalam kelompok
tersebut merasa bahwa mereka tidak menyimpang meskipun kelompok tersebut
secara keseluruhan mungkin dianggap menyimpang oleh orang lain.

14
2.2 Ciri-Ciri Kontrol Sosial
Pengendalian sosial yang ada di sebuah lingkungan masyarakat sendiri memiliki
berbagai ciri yang dapat kita temui, sebagai berikut :

- Ciri yang pertama dari pengendalian sosial adalah memiliki sebuah cara
maupun teknik yang digunakan guna mengendalikan masyarakat yang ada di
dalam lingkungan tersebut.
- Ciri yang kedua dari pengendalian sosial adalah memiliki tujuan untuk
mencapai keseimbangan antara stabilitas dengan perubahan yang sedang
terjadi di dalam lingkungan masyarakat tersebut.
- Ciri yang ketiga dari pengendalian sosial adalah biasanya dilakukan oleh
sebuah kelompok orang terhadap individu yang bersangkutan maupun
kelompok lain di dalam sebuah lingkungan masyarakat.
- Ciri yang keempat dari pengendalian sosial adalah memiliki sistem yang
berlangsung dua arah dan seringkali tidak disadari oleh masing-masing pihak
yang bersangkutan.

2.3 Fungsi Kontrol Sosial


Pengendalian sosial penting untuk dilakukan agar tercipta suasana rukun, tenteram,
dan nyaman dalam kehidupan masyarakat. Dalam buku Pengantar Ringkas Sosiologi
(2020) karya Elly M. Setiadi, dijelaskan beberapa fungsi pengendalian sosial, yaitu:

1. Mempertebal keyakinan anggota-anggota masyarakat akan kebaikan norma-


norma masyarakat.
2. Memberikan penghargaan kepada anggota-anggota masyarakat yang taat pada
norma-norma kemasyarakatan.

15
3. Mengembangkan rasa malu dalam diri atau jiwa anggota-anggota masyarakat
apabila mereka menyimpang dari norma-norma dan nilai-nilai
kemasyarakatan yang berlaku.
4. Menimbulkan rasa takut di dalam diri seseorang atau sekelompok orang akan
risiko dan ancaman
5. Menciptakan sistem hukum, yaitu sistem tata tertib dengan sanksi-sanksi yang
tegas bagi para penyelenggara yang biasanya bisa dilihat di dalam sistem
hukum tiap-tiap struktur masyarakat yang berlaku.

2.4 Tujuan Kontrol Sosial


Sri Muhammad Kusumantoro dalam bukunya Kajian-Kajian Ilmu Sosiologi
(2019), menjelaskan bahwa tujuan pengendalian sosial adalah untuk
memfungsikan kembali nilai dan norma dalam masyarakat yang mulai luntur
akibat perilaku menyimpang. Selain tujuan tersebut, pengendalian sosial juga
bertujuan untuk memberi efek jera terhadap pelaku penyimpangan sosial,
menciptakan keteraturan atau ketertiban sosial, serta menjaga dan memperkuat
integrasi sosial. Hal tersebut dilakukan agar tercipta keselarasan dan harmoni
sosial dalam masyarakat dan menanamkan rasa malu bagi Masyarakat. Berikut
adalah tujuan dari pengendalian sosial :

1. Untuk menjaga kesesuaian hidup masyarakat dengan norma dan aturan yang
ditetapkan. Pengendalian sosial biasanya digunakan oleh anggota kelompok
dalam menanggapi siapa pun yang dianggapnya menyimpang, bermasalah,
mengancam, atau tidak diinginkan, dengan tujuan memastikan kesesuaian.

2. Untuk memunculkan konformitas, solidaritas, dan kelangsungan suatu


kelompok atau masyarakat tertentu. Tujuan penting dari kontrol sosial adalah
untuk mempertahankan tatanan lama. Meskipun penegakan tatanan lama

16
dalam masyarakat yang berubah dapat menghambat kemajuan sosial, namun
perlu untuk menjaga kontinuitas dan keseragaman dalam masyarakat.

3. Untuk mewujudkan konformitas dalam kelompok atau masyarakat tertentu.


Ini mengatur kepentingan individu dan kelompok dengan cara yang
bermanfaat bagi keduanya.

2.5 Ruang Lingkup Kontrol Sosial


Menurut Roucek (Husein, 2011: 288) proses pengendalian sosial bisa dalam tiga
bentuk.
1. Individu dengan individu : terjadi antara satu orang individu dengan seorang
lainnya
contoh : seorang ibu menegur anaknya karena berbuat salah dan tidak
berperilaku sesuai norma
2. Individu dengan kelompok : terjadi antara perseorang individu dengan sebuah
anggota kelompok
contoh : seorang guru mengawasi satu kelas dalam sebuah ujian sekolah
3. kelompok dengan kelompok: terjadi antara sebuah kelompok satu dengan
kelompok yang lainnya
contoh : pihak kepolisian mengawasi sebuah demonstrasi para pekerja buruh

17
2.6 Macam-Macam Kontrol Sosial
Berdasarkan sifatnya, ada tiga macam pengendalian sosial. Ini meliputi tindakan
preventif, represif, dan kuratif. Berikut penjelasannya:
1. Preventif
o Preventif adalah tindakan dalam poengendalian yang bersifat
mencegah. Tindakan ini dilakukan dengan mencegah kemungkinan
terjadinya pelanggaran terhadap norma-norma sosial. Tujuan
pengendalian sosial ini adalah mencegah hal-hal yang tidak diinginkan
terjadi di masa depan.
2. Represif
o Represif adalah upaya individu, kelompok, atau aktor negara untuk
mengontrol, membatasi, atau mencegah protes. Yang dimaksud
represif adalah tindakan atau proses mengendalikan, menundukkan,
atau menekan individu, kelompok, atau agregasi sosial yang lebih
besar melalui sarana interpersonal. Tujuan pengendalian sosial ini
adalah mengembalikan keserasian yang pernah terganggu karena
terjadinya suatu pelanggaran dengan cara menjatuhkan sanksi sesuai
dengan pelanggaran yang dilakukan.
3. Kuratif
o Kuratif adalah tindakan yang dilakukan pada saat terjadi
penyimpangan sosial. Tujuan pengendalian sosial ini adalah untuk
memulihkan kekacauan yang terjadi sebelum penyimpangan terjadi.

18
2.7 Contoh Kontrol Sosial
Untuk contoh control sosial yang ada di Masyarakat, antara lain sebagai berikut :
1. Pengucilan
Pengucilan merupakan suatu Tindakan pemutusan hubungan sosial dari
sekelompok orang terhadap seorang anggota Masyarakat. Dengan
pengucilan ini, terjadi sikap masa bodoh (tidak perduli) terhadap orang
yang sedang dikucilkan. Bagi individu yang sedang dikucilkan dari
kelompoknya, cepat atau lambat akan melakukan introspeksi diri dan
mencoba mencari – cari penyebab Tindakan anggota kelompok lain
terhadap dirinya. Dengan demikian kaidah kaidah kelompok yang dahulu
dilanggar oleh individu akan berangsur – angsur diluruskan dan dapat
diterima lagi oleh individu agar tetap menjadi anggota kelompok seperti
dahulu kala.

2. Celaan
Celaan ialah Tindakan kritik atau tuduhan terhadap suatu pandangan sikap
dan perilaku yang tidak sejalan (tidak sesuai) dengan pandangan, sikap
dan perilaku anggota kelompok pada umumnya. Celaan ini menjadi
mudah dimengerti oleh seseorang karena diekspresikan dengan ucapan,
protes, atau kritik yang terbuka dan langsung menuju ke sasaran.

3. Ejekan
Ejekan ialah Tindakan membicarakan sesorang dengan menggunakan kata
– kata kiasan, perumpamaan atau kata – kata yang berlebihan serta
bermakna negatif. Kadang – kadang digunakan kata – kata yang artinya
berlawanan dengan apa yang dimaksud.

19
4. Gosip
Gosip biasanya terjadi karena kritik yang disampaikan tidak dapat
dikomunikasikan. Gosip lebih mengarah pada kritik sosial terhadap
Tindakan individu atau Masyarakat yang tidak sesuai dengan nilai dan
norma. Gosip dapat memepengaruhi seseorang menjadi sadar atas
perbuatan menyimpangnya dan kembali kepada nilai – nilai serta norma -
norma yang berlaku.

5. Intimidasi
Intimidasi merupakan cara pengendalian sosial yang dilakukan dengan
paksaan, biasanya dengan cara mengancam atau menakut nakuti.

6. Kekerasan
Kekerasan yang digunakan untuk mengendalikan perilaku sesorang antara
lain memukul, menampar dan melukai. kekerasan fisik mencerminkan
ketidaksabaran sesorang dalam menangani suatu masalah, termasuk
masalah perilaku penyimpangan.

7. Hukum
Hukum merupakan alat pengendalian sosial yang secara nyata
memberikan sanksi terhadap pelaku penyimpangan, adanya aturan hukum
yang jelas dan sanksi yang tegas dapat mengendalikan setiap anggota
Masyarakat terhadap pelanggaran nilai – nilai dan norma – norma yang
berlaku.

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulannya, kontrol sosial adalah proses yang melibatkan upaya
masyarakat untuk memastikan kesesuaian dengan nilai dan norma yang
dominan. Badan pengendalian sosial melibatkan berbagai lembaga seperti
keluarga, sekolah, polisi, agama, pemerintah, kelompok rekan, lingkungan,
media massa, dan tempat kerja.

Metode kontrol sosial dapat berupa sanksi negatif atau positif, dengan
lembaga-lembaga seperti keluarga, sekolah, dan agama memainkan peran
penting dalam membentuk perilaku individu. Polisi, pemerintah, dan media
massa juga memiliki peran dalam menegakkan norma sosial.

Lingkup kontrol sosial mencakup interaksi antara individu, individu dengan


kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Ada tiga jenis pengendalian
sosial, yaitu preventif, represif, dan kuratif, yang bertujuan untuk mencegah,
menghukum, atau memulihkan dari perilaku menyimpang.

Tujuan kontrol sosial melibatkan menjaga kesesuaian dengan norma,


mempertahankan keteraturan sosial, dan menciptakan konformitas dalam
masyarakat. Fungsi kontrol sosial termasuk memperkuat keyakinan pada
norma masyarakat, memberikan penghargaan atau sanksi, mengembangkan
rasa malu, menimbulkan rasa takut, dan menciptakan sistem hukum.

21
Contoh kontrol sosial melibatkan pengucilan, celaan, ejekan, gosip,
intimidasi, kekerasan, dan penggunaan hukum. Dengan demikian, kontrol
sosial memiliki peran penting dalam membentuk perilaku individu dan
memastikan keseimbangan antara stabilitas dan perubahan dalam masyarakat.

3.2 Saran
Kontrol sosial dapat dilakukan melalui beberapa cara. Beberapa saran
yang bisa dipertimbangkan termasuk Pendidikan yang efektif, penegakan
hukum yang adil, peran media yang bertanggung jawab, serta Pembangunan
komunitas yang inklusif dan berempati. Selain itu, Pembangunan kebijakan
public yang transparan dan partisipatif juga penting untuk mendorong control
sosial yang lebih efektif.

22
DAFTAR PUSTAKA

Charlotte Nickerson, “Agent Of Social Control In Sociology, Diakses pada 9


November 2023, https://simplysociology.com/agents-of-social-control.html
Britannica, “Sociological Perspective”, Diakses pada 9 November 2023,
https://www.britannica.com/topic/deviance/Sociological-perspectives
Ayesh Perera, “ What Is Social Control In Sociology”, Diakses pada 9 November
2023, https://simplysociology.com/what-is-social-control.html
Yanti Noviyanti. “Contoh Kontrol Sosial”, Diakses pada 9 November 2023,
https://id.scribd.com/document/527567917/contoh-kontrol-sosial
Anugrah Ayu Sendari, “Tujuan Pengendalian Sosial, Pengertian, dan Wujud dalam
Masyarakat, Diakses pada 9 November 2023,
https://www.liputan6.com/hot/read/5307300/tujuan-pengendalian-sosial-pengertian-
dan-wujudnya-dalam-masyarakat?page=6
Aris, “Pengertian & Jenis Pengendalian Sosial ( Preventiv, Represif, Koersif),
Diakses pada 9 November 2023, https://www.gramedia.com/literasi/pengendalian-
sosial/#Ciri_Pengendalian_Sosial
CNN Indonesia, “Pengertian dan Ciri-ciri Pengendalian Sosial Dilengkapi
Contohnya”, Diakses pada 9 November 2023,
https://www.google.com/amp/s/www.cnnindonesia.com/edukasi/20230119085730-
569-902350/pengertian-dan-ciri-ciri-pengendalian-sosial-dilengkapi-contohnya/amp
Cahya Dicky Pratama & Serafica Gisca, “ Tujuan dan Fungsi Pengendalian Sosial,
Diakses pada 9 November 2023,
https://www.kompas.com/skola/read/2020/12/29/114958769/tujuan-dan-fungsi-
pengendalian-sosial

23

Anda mungkin juga menyukai