Anda di halaman 1dari 3

NAMA : AHMAD JULIANSYAH

NIM : 12020711498
DOSEN PENGAMPU : Dr. NUR HIDAYAT,. S,H,. M,H.

A. UJI FORMIL

Yang dimaksud dengan hak menguji formil adalah wewenang untuk menilai,
apakah suatu produk legislatif seperti undang-undang misalnya terjelma melalui cara-cara
sebagaimana telah ditentukan atau diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku atau tidak. Misalnya, undang-undang adalah produk hukum yang dibentuk oleh
Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 20 Amandemen UUD 1945). Presiden berhak
mengajukan rancangan undang-undang kepada oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan setiap
rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk
mendapatkan persetujuan bersama (Pasal 5 jo. 20 ayat (2) Amandemen UUD 1945). Jadi,
produk hukum yang disebut undang-undang tersebut, harus dibentuk pula dengan, atau
berdasarkan tata cara (prosedur) seperti telah tersebut di atas .1

Dalam konteks MK di Indonesia, pembentukan hukum positif ini dapat dilihat


melalui rumusan ‘norma baru’ yang dibuat oleh MK dalam putusan bersyarat, sehingga
norma yang diuji dapat dilaksanakan secara konstitusional. Meskipun terdapat adanya
perdebatan mengenai kedudukan MK yang mulai bergeser menjadi positive legislator,
MK telah secara nyata menunjukkan posisinya untuk turut serta merumuskan ketentuan
dalam undang-undang yang diuji, dengan alasan untuk mencegah kekosongan hukum
atau persoalan konstitusional lain yang ditimbulkan dari dibatalkannya suatu undang-
undang atau ketentuan di dalam undang-undang.2

Dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK), dinyatakan bahwa


pengujian formil merupakan pengujian terhadap proses pembentukan undang-undang
yang dianggap tidak memenuhi ketentuan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945).9 Meskipun demikian,
ketentuan yang berkaitan dengan pengujian formil cukup terbatas. Maka dari itu,

1 Henrry P. Panggabean, “Fungsi Mahkamah Agung Dalam Praktik Sehari-hari. Upaya Penanggulangan
tunggakan perkara dan pemberdayaan fungsi pengawasan Mahkamah Agung”. (Jakarta : PT. Pustaka
Sinar Harapan, 2001), hal. 127.
2 Faiz Rahman dkk, “Eksistensi Dan Karakteristik Putusan Bersyarat Mahkamah Konstitusi,” Jurnal

Konstitusi 13, no. 2 (2016): 77


penafsiran Hakim Konstitusi dapat menentukan seberapa luas atau sempitnya cakupan
pengujian formil. Dalam perkembangannya, pengujian formil di MK tidak hanya terbatas
pada proses pembentukan undang-undang, tetapi juga hal-hal lain di luar materi muatan
undang-undang, seperti asas pembentukan peraturan perundang-undangan seperti
kejelasan tujuan, kelembagaan yang tepat, kesesuaian antar jenis dan materi muatan, dan
lain sebagainya.

Pengujian undang-undang dalam arti formil ialah pengujian atas pembentukan


undang-undang. Dalam konteks pengujian formil ini menitikberatkan wewenang untuk
menilai, apakah suatu produk legislatif telah sesuai dengan naskah akademik yang
berlandaskan faktor filosofis, yuridis dan sosiologis. Naskah akademik berfungsi
sebagai bahan awal yang memuat gagasan tentang urgensi pendekatan, ruang lingkup
dan materi muatan suatu peraturan perundang-undangan. Bahan pertimbangan yang
digunakan dalam permohonan izin prakarsa penyusunan RUU/RPP kepada presiden dan
bahan dasar bagi penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan. 3 Dasar hukum
uji formil adalah Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Mahkamah
Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya
bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus
sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-
Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang
hasil pemilihan umum.

B. UJI MATERIL

Yang dimaksud dengan hak menguji materiil adalah suatu wewenang untuk
menyelidiki dan kemudian menilai, apakah suatu peraturan perundang-undangan isinya
sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya, serta apakah
suatu kekuasaan tertentu (verordenende macht) berhak mengeluarkan suatu peraturan
tertentu. Jadi hak menguji materiil berkenaaan dengan isi dari suatu perundang-undangan

3Dodi Haryono, “Metode Tafsir Putusan Mahkamah Konstitusi Dalam Pengujian Konstitusional
Undang-Undang Cipta Kerja,” Jurnal Konstitusi 18, no. 4 (2022): 263
dalam hubungannya dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya. 4 Dalam literatur,
terdapat 3 (tiga) kategori pengujian peraturan perundang-undangan (dan perbuatan
administrasi negara), yaitu :5

1. Pengujian oleh badan peradilan (judicial review)


2. Pengujian oleh badan yang sifatnya politik (political review), dan
3. Pengujian oleh pejabat atau badan administrasi negara (administrative review).

Jadi pengujian materiil tidak semata-mata berupa pengujian oleh badan peradilan.
Pada dasarnya fungsi hak menguji materiil adalah berupa fungsi pengawasan, yaitu agar
materi (isi) peraturan perundang-undangan yang lebih rendah derajatnya tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Lebih-lebih dan
paling utama agar peraturan perundang-undangan di bawah UUD tidak bertentangan
dengan UUD sebagai “the supreme law.”

4 H.R. Sri Soemantri M. ”Hak Uji Material Di Indonesia”, (Bandung :Alumni, 1997), hal. 11
5 Ibid, hlm, 15

Anda mungkin juga menyukai