DOI: https://doi.org/10.29407/jpdn.vxxxxxx
x x xxxx
Dipubikasikan:
1
x x xxxx e-mail desakjanawati@gmail.com , e-mail dwipayanayogi86@gmail.com,
Afiliasi (Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Institut Teknologi dan Pendidikan Markandeya bali)
Abstrak: Siswa tidak tertarik untuk belajar membaca karena tidak ada variasi media pembelajaran, terutama untuk membaca awal. Untuk mencapai hal
ini, berbagai jenis media pembelajaran yang berbasis visual harus dikembangkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat media Puzzle untuk
meningkatkan kemampuan membaca siswa di kelas 3 SD N 6 Yangapi. Penelitian dan pengembangan (R&D) ini menggunakan model pengembangan
ADDIE. Penelitian ini menggunakan 5 tahap: analisis (analisis), desain (desain), pengembangan (pengembangan), implementasi (implementasi), dan
evaluasi. Sebagai hasil dari evaluasi yang dilakukan oleh ahli media, diberikan kriteria Baik dengan rerata persentase 77%.
Kata kunci: Kata kunci teka-teki ejaan, Kata kunci kemampuan membaca,
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah peran penting dalam kehidupan manusia karena melalui Pendidikan manusia dapat memperoleh pengetahuan penting
yang diperlukan untuk menghadapi persaingan di era modern. Dengan demikian, Pendidikan adalah hak setiap orang di Indonesia untuk mendapatkan
dan diharapkan untuk terus berkembang di dalamnya. Sebenarnya, UUD Indonesia sudah membahas hak anak untuk pendidikan. Pasal 31 ayat (1) UUD
menyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan” (Islamiyah, Aziz, Tarman, Nadira, & Thaba, 2022). Selain itu, UU
SISDIKNAS No.20 tahun 2003 menegaskan bahwa pendidikan adalah upaya sadar dan terencana untuk menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat mengembangkan kemampuan diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang sangat penting bagi mereka sendiri, masyarakat, bangsa, dan negara.
Singkatnya, pendidikan adalah upaya setiap orang untuk memaksimalkan potensinya seperti struktur norma dan nilai dapat membantu pertumbuhan dan
pengembangan spiritual dan fisik seperti yang terjadi di masyarakat (Indahsari, 2021).
Dalam Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah untuk Kelas tiga Sekolah Dasar (Islamiyah et al., 2022), yang memberikan
penjelasan tentang bahasa dan sastra Ada empat aspek: aspek mendengarkan, aspek berbicara, aspek membaca, dan aspek menulis. Semua aspek saling
berhubungan dan saling bergantung, aspek-aspek tersebut berhubungan satu sama lain sehingga dapat dianggap sebagai satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Membaca adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh semua orang. Semua orang dapat membaca dan mendapatkan pengetahuan penting,
setiap orang juga dapat menjadi generasi bangsa yang cerdas, kreatif, dan berpikiran kritis. Membaca adalah proses yang dilakukan oleh pembaca untuk
mendapatkan informasi yang akan disampaikan oleh penulis dengan menggunakan media kata-kata dan bahasa tulis (Islamiyah et al., 2022).
Singkatnya, setiap orang harus membaca untuk menjadi orang yang berbudaya dan berpendidikan. Berkaitan dengan hal tersebut,
kemampuan serta keterampilan membaca menjadi kebutuhan yang memang harus dipenuhi dan dilatih sejak anak duduk pada jenjang sekolah dasar,
membaca permulaan adalah tahapan proses yang pertama kali diperhatikan oleh siswa kelas dasar kelas awal. Belajar membaca permulaan diberikan
kepada siswa di kelas satu dan dua sebagai sarana untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik dalam mata pelajaran berikutnya (Bloom & Reenen,
2013).
Untuk belajar membaca permulaan, ada beberapa tahapan. Menurut pendapat (Bloom & Reenen, 2013), langkah pertama dalam proses
membaca adalah dengan mengajar anak huruf abjad dari A/a hingga Z/z. Anak perlu menyebutkan atau melafalkan huruf tersebut sesuai dengan
bunyinya. Untuk langkah seterusnya yaitu anak diperkenalkan dengan mengeja suatu suku kata, membaca sebuah kata, dan mencoba membaca kalimat
pendek. Banyak faktor yang menyebabkan kemampuan membaca siswa yang buruk, terutama kurangnya minat belajar siswa. Di Indonesia, ada
beberapa batasan yang menyebabkan tingkat bacaan yang rendah, seperti: (1) infrastruktur membaca yang masih kurang tersedia; (2) sedikit orang yang
memiliki akses ke buku dan perpustakaan berkualitas tinggi; dan (3) ada perbedaan besar dalam kualitas pendidikan antara kota dan pedesaan. (4)
DOI: https://doi.org/10.29407/jpdn.vxxxxxx
Sedikit dukungan dari orang tua dan guru dalam meningkatkan pemahaman membaca anak Selain itu, (5) Anak-anak tidak memiliki keinginan untuk
membaca.
Hasil penelitian (SYNTHIA SRI UNTARI PUTRI, 2015) menunjukkan bahwa siswa SD di Indonesia menduduki peringkat ke-26 dan ke-
27 dari negara yang disurvei. Untuk anak sekolah dasar, membaca adalah kegiatan yang cukup sulit. Dalam penelitian awal, hanya satu dari tiga siswa
yang tahu huruf dan bunyinya dan dapat mengeja dua huruf atau lebih. Mengingat bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya kemampuan
membaca siswa adalah kurangnya minat belajar, memberikan motivasi kepada anak sangat penting. Karena anak-anak yang sangat termotivasi akan
memiliki kemampuan membaca yang lebih baik. Motivasi dapat menjadi kekuatan yang dapat mengubah energi dalam diri setiap orang untuk mencapai
Bermain adalah kegiatan yang dilakukan karena senang. Bagi anak-anak, bermain melibatkan peristiwa, situasi, interaksi, dan aksi.
Bermain suku kata diharapkan dapat meningkatkan atau meningkatkan pembelajaran membaca awal anak. Bermain suku kata akan meningkatkan
metifasi dan membuat pelajaran membaca menjadi lebih menyenangkan bagi anak-anak, yang dapat mengurangi kejenuhan mereka, pelaksanaan
permainin suku kata pada anak usia dini berkontribusi pada pengembangan kemampuan membaca anak usia dini, termasuk persiapan, pelaksannan,
untuk mengimbangi kemampuan membaca permulaan anak usia dini dengan bermain suku kata, guru menghadapi tantangan. Proses yang dilakukan
oleh manusia untuk menciptakan lingkungan di mana mereka dapat belajar untuk memperoleh pengetahuan dikenal sebagai pendidikan.
Pendidikan diharapkan mampu mengubah pribadi dan tingkah laku manusia. Ini termasuk mengubah sikap dan perilaku seseorang ke arah
yang lebih baik. Jadi, pendidikan adalah upaya sadar manusia untuk mendapatkan informasi, baik di sekolah maupun di luar sekolah, untuk membangun
sikap dan perilaku yang lebih baik untuk mempersiapkan diri untuk masa depan. Saat ini pendidikan di Indonesia menerapkan kurikulum 2013 yang
merupakan pengembangan dari kurikulum 2006, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Perubahan ini diharapkan dapat
Kurikulum 2013, yang dibuat berdasarkan pengembangan dari kurikulum 2006, menggabungkan elemen pengetahuan, keterampilan, dan
sikap. Dalam Kurikulum 2013 untuk sekolah dasar, muatan bahasa Indonesia sangat penting. (Alfiatun, Marianti, & Christijanti, 2013) menyatakan
bahwa bahasa Indonesia memainkan peran penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan dasa, khususnya pendidikan dasar (SD), dengan
mempercepat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini karena bahasa membantu siswa belajar berpikir dengan cara yang sistematis, logis, dan
kritis. Pada zaman sekarang, semua informasi yang kita peroleh lebih banyak ditulis dengan kata-kata, dan semua orang harus bisa membacanya. Oleh
karena itu, diharapkan bahwa guru di Sekolah Dasar memiliki kemampuan untuk mengajarkan siswa membaca sejak mereka masuk ke kelas satu
Sekolah Dasar. Salah satu dari empat keterampilan berbahasa adalah kemampuan membaca, yang termasuk menyimak, berbicara, membaca, dan
menulis. Membaca sendiri untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman, antara lain. Sejak awal, semua siswa harus memperhatikan
kemampuan membaca.
Membaca itu sendiri untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan lainnya. Semua siswa harus memperhatikan
kemampuan membaca sejak awal. Jika siswa tidak dibiasakan membaca dari awal, mereka tidak akan memiliki kemampuan membaca yang baik. Untuk
mencapai hal tersebut, sarana pembelajaran yang efektif diperlukan. Membaca adalah tugas yang dibutuhkan setiap orang, terutama siswa. Mereka perlu
membaca wacana, memahami kata-kata, mencari informasi, dan menggunakan kata-kata lain yang relevan dengan kegiatan belajar mereka. Karena
penggunaan media dalam pembelajaran membaca adalah sesuatu yang inovatif, guru harus menggunakannya saat mengajarkan siswa membaca. peserta
didik dan meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Penggunaan media pembelajaran memudahkan guru untuk memberikan informasi materi kepada
peserta didik, yang memungkinkan komunikasi yang efektif antara guru dan peserta didik. Menurut Hamalik (Alfiatun et al., 2013), menggunakan
media pembelajaran dalam proses mengajar dapat memiliki efek psikologis terhadap siswa. Ini dapat meningkatkan minat dan keinginan untuk belajar,
meningkatkan motivasi untuk melakukan kegiatan, dan bahkan meningkatkan motivasi untuk belajar. Peserta didik juga akan mendapatkan pelajaran
yang mencakup perkembangan kognitif, emosi, dan fisik dengan menggunakan media.
Sebagai hasil dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 13 Nopember 2023, seorang guru kelas 3 di SD N 6 Yangapi, yang
terletak di Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli, Bali menunjukkan bahwa guru telah menggunakan media sebagai alat bantu dalam proses
mengajarkan siswa membaca. Namun, media yang digunakan tidak efektif dan tidak menarik siswa untuk belajar membaca. Akibatnya, siswa kurang
termotivasi dan tidak semangat selama proses belajar membaca. Jadi, penelitian ini menawarkan solusi pemecahan masalah dengan membuat alat
pembelajaran baru untuk mengajar membaca. Media puzzle cocok untuk digunakan dalam pembelajaran karena peserta didik kelas 3 SD masih suka
bermain. Penelitian sebelumnya oleh (Hardiyanti, Mustami, & Mu’nisa, 2020) menemukan bahwa pengembangan media pembelajaran teka-teki dapat
DOI: https://doi.org/10.29407/jpdn.vxxxxxx
menunjukkan karakteristik siswa dan membuat siswa tertarik untuk menggunakannya selama proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran,
menggunakan media pembelajaran yang menarik perhatian siswa dapat meningkatkan kepuasan, antusiasme, dan semangat siswa. Penelitian tentang
media puzzle dilakukan berdasarkan latar belakang di atas untuk melatih kemampuan membaca siswa di kelas satu sekolah dasar.
Puzzle suku kata dikembangkan dalam penelitian ini. Puzzle suku kata adalah permainan di mana Anda harus menyusun potongan gambar
menjadi satu kesatuan yang utuh untuk menemukan informasi yang terdiri dari tulisan dan gambar. Puzzle suku kata dapat membantu peserta didik
belajar membaca dan memecahkan masalah. "Agar siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat," kata Brata
(Gunawan, 2015). Keaktifan dan kreativitas guru di kelas awal memengaruhi kelancaran dan ketepatan membaca anak pada tahap belajar membaca
permulaan. Dengan kata lain, guru bertanggung jawab secara strategis untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa. Akibatnya, guru harus
memiliki kemampuan untuk mengembangkan pendekatan pembelajaran yang sesuai. Semua pendidik ingin anak-anak mereka belajar membaca dengan
baik. Namun, proses pembelajaran membaca yang efektif hanya dapat dicapai jika guru memberikan pelajaran dengan memperhatikan perkembangan
anak. Pembelajaran yang inspiratif dapat dicapai jika guru mampu membuat siswa tertarik untuk mengikuti pelajaran. Pembelajaran membaca di kelas
awal harus dilakukan pada tingkat yang tidak terlalu sulit atau membosankan.
Penggunaan puzzle dalam pembelajaran akan membuat anak tertarik dan terlibat. Sehingga pembelajaran tidak terkesan monoton,
penggunaan puzzle akan menambah variasi. Selain itu, guru akan lebih mudah menyampaikan informasi melalui media puzzle, yang akan meningkatkan
pemahaman dan hasil belajar siswa. Anak-anak yang menghadapi kesulitan untuk menerima materi abstrak akan merasa lebih mudah jika mereka
belajar menggunakan puzzle. Ini karena puzzle adalah benda konkrit yang anak dapat melihat dan meraba. Penggunaan puzzle dapat meningkatkan
keterampilan motorik halus anak. Ini karena anak akan menggunakan puzzle sesuai dengan jenisnya secara aktif. Tidak diragukan lagi bahwa model
scramble membantu siswa belajar bahasa. Ini dibuktikan oleh (Manu Wedham, Ermiana, & Setiawan, 2022), (Sri Yunita, 2021), dan (Ilhami, Fitri, D,
Atifah, & Fajrina, 2022). Dalam hal media puzzle, berbagai penelitian, seperti (Londa, Mete, & Sadipun, 2018), telah menunjukkan bahwa media jenis
ini efektif dalam pembelajaran bahasa, terutama membaca permulaan. Namun, dari penelitian sebelumnya, peneliti menemukan bahwa belum ada model
scrumble yang dikombinasikan dengan media puzzle dalam pembelajaran membaca. Ini membuka peluang bagi peneliti untuk menggabungkannya.
Diharapkan bahwa penggunaan model scramble berbantuan media puzzle akan efektif dalam membantu siswa sekolah dasar di Kecamatan
Tembuku, Kabupaten Bangli belajar membaca permulaan Bahasa Indonesia. Ini berdasarkan uraian konsep, masalah, dan pertimbangan beberapa hasil
penelitian. Namun, penelitian ini harus dilakukan untuk membuktikan bahwa model pembelajaran kooperatif Scramble Berbantuan Media Puzzle
Efektif dalam Pembelajaran Membaca Permulaan Bahasa Indonesia Siswa Sekolah Dasar Kecamatan Pangkajene, Kabupaten Pangkep.
Pada usia enam tahun, anak-anak sudah dapat berhitung, menulis, dan membaca. Yang artinya, kemampuan membaca seharusnya sudah
ada pada anak-anak pada usia enam tahun atau tujuh tahun (Putri, Destiniar, & Sunaedi, 2022). Siswa yang mengalami kesulitan membaca harus segera
ditangani agar mereka dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana tanpa kesulitan dan terus memahami materi pembelajaran selanjutnya. Untuk
menyelesaikan masalah ini, peneliti menggunakan alat yang disebut puzzle huruf yang sesuai dengan usia siswa. Proses belajar membaca awal siswa
dapat dipengaruhi oleh kreativitas dan penggunaan media. Hal ini sejalan dengan keyakinan Hurlock (Bloom & Reenen, 2013) bahwa siswa kelas satu
SD masih menikmati bermain. Dengan demikian, kegunaan media akan membuat siswa tertarik untuk mengikuti setiap tahap proses pembelajaran. Ini
akan mencegah pembelajaran menjadi monoton dan memungkinkan anak untuk mencapai perkembangan terbaik mereka. Penggunaan media
pembelajaran tidak hanya dapat membuat pembelajaran lebih mudah dan efektif, tetapi juga dapat membuatnya lebih menarik (Darmawan, Reffiane, &
Baedowi, 2019). Game edukasi dapat membantu siswa memahami konsep lebih baik, meningkatkan keinginan mereka untuk belajar, dan memberi
mereka kesempatan untuk bersenang-senang sambil belajar tentang materi pelajaran (Lusiana, 2018). Karena puzzle huruf adalah media yang inovatif,
menarik, dan menyenangkan untuk siswa sekolah dasar kelas 3, dianggap dapat membantu siswa mengatasi kesulitan membaca permulaan mereka.
Salah satu pendekatan yang cocok untuk karakteristik dan perkembangan anak adalah bermain dengan media puzzle huruf. Bermain
dengan media puzzle huruf diharapkan dapat menarik minat anak dan meningkatkan keterlibatan anak dalam kegiatan yang meningkatkan keterampilan
berbahasa mereka. Selain itu, ide-ide yang muncul saat bermain dengan media puzzle huruf terkait dengan gagasan pendidikan yang sesuai dengan
perkembangan anak atau DAP. (Indriyanti, Gani, & Muhardini, 2020). Membaca adalah keterampilan dasar yang harus dipelajari terus menerus oleh
siswa. Di sekolah, membaca merupakan keterampilan yang paling penting karena merupakan pintu gerbang untuk memperoleh keterampilan lain.
Membaca adalah sesuatu yang natural dan mudah untuk dipelajari oleh siswa usia prasekolah. Namun, untuk siswa dengan autisme, membaca menjadi
sangat sulit karena beberapa masalah, seperti kesulitan memusatkan perhatian, kesulitan berkomunikasi, dan kesulitan menggunakan bahasa dan
berbicara. Puzzle adalah salah satu media edukatif yang dapat meningkatkan membaca awal peserta didik autisme. Pada dasarnya, anak-anak menyukai
DOI: https://doi.org/10.29407/jpdn.vxxxxxx
bentuk gambar dan warna yang menarik, sehingga puzzle adalah permainan atau media yang menarik bagi mereka. Anak-anak akan mencoba
memecahkan masalah dengan menyusun gambar dengan puzzle. Pada tahap awal mengenal teka-teki, mereka mungkin mencoba menyusun gambar
Anak-anak dapat meningkatkan kemampuan kognitifnya dengan mencoba menyesuaikan bentuk, warna, atau logika dengan sedikit
bimbingan dan contoh. Bermain puzzle, yang sering dilakukan oleh anak-anak, adalah menyusunnya di dalam bingkai dengan menghubungkan
potongan-potongan kecil sehingga menjadi gambar utuh. Bentuk dan warna yang beragam dari puzzle akan membantu koordinasi mata dan tangan.
Anak-anak akan dilatih untuk meletakan potongan puzzle dengan membentuk berbagai bagian. Jadi, anak-anak dapat belajar dengan melibatkan gerakan
dan fokus saat belajar. Ini juga dapat meningkatkan keterampilan kognitif, yang merupakan kemampuan untuk belajar dan memecahkan masalah.
Hasilnya menunjukkan bahwa untuk meningkatkan membaca permulaan peserta didik, terutama mengenal huruf vokal, diperlukan perbaikan. Peneliti
ingin mengetahui apakah puzzle abjad dapat digunakan untuk meningkatkan membaca permulaan peserta didik autisme dalam mengenal huruf abjad
vokal.
Salah satu manfaat dari media ini adalah siswa dapat belajar huruf abjad. Ini juga menyenangkan bagi mereka yang menyukai permainan
puzzle dan warna-warna. Banyak paraahli mengatakan bahwa kegiatan membaca dan menulis harus diajarkan mulai dari usia dini. Menurut Durkin
(1966) dalam buku (Lailatuz & Samawi, 2016), kegiatan membaca dini tidak memiliki dampak negatif pada anak-anak. Selain itu, jika dibandingkan
dengan anak-anak usia dini yang sebelumnya tidak terlibat dalam kegiatan membaca, mereka cenderung maju di sekolah. Menurut Steinberg dalam
buku (Tarbiyah, 2021), anak-anak yang telah terlibat dalam kegiatan membaca sejak usia dini biasanya lebih baik di sekolah. Dalam buku
(MIFTAKHUL JANNAH, 2021), (Sutrisna, Sopandi, & Rahmatrisilvia, 2013) menyatakan bahwa mengajar anak membaca sejak usia dini memiliki
setidaknya empat keuntungan, berdasarkan analisis proses belajar-mengajar: 1) membaca dapat memenuhi rasa ingin tahu anak, 2) menciptakan situasi
yang akrab antara sekolah dan rumah, yang merupakan faktor yang kondusif untuk belajar, 3) anak-anak usia dini biasanya merasa dan mudah terkesan
dan dapat diatur, dan 4) mereka dapat mempelajari sesuatu. Menurut (Sutrisna et al., 2013), anak-anak normal mulai mempelajari simbol kompleks
antara usia 3-4 tahun. Meskipun mereka tidak menerima pendidikan formal, mereka berhasil mempelajarinya tanpa mengalami banyak kesulitan. Seperti
yang dinyatakan oleh (Hasballah, 2021), masa kanak-kanak usia KB dan TK (2-6 tahun) adalah waktu yang ideal untuk mendapatkan stimulasi materi
pembelajaran karena bermain dan belajar sesuai dengan perkembangan anak. Karena keduanya berfungsi secara komplementer dan integratif, anak-anak
belajar melalui bermain. Sekolah Dasar (SD) memiliki enam kelas: kelas rendah adalah kelas 1, 2 dan 3, dan kelas tinggi adalah kelas 4, 5 dan 6.
Pelajaran Bahasa Indonesia adalah salah satu mata pelajaran yang harus diambil oleh semua siswa di kelas.
Menurut (Kelas, Slb, & Batam, 2013), tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar adalah untuk meningkatkan kemampuan
siswa untuk berkomunikasi secara efektif, baik secara lisan maupun tulisan. Diharapkan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia juga dapat meningkatkan
apresiasi siswa terhadap karya sastra Indonesia. Di sekolah dasar, standar kompetensi pembelajaran bahasa Indonesia adalah kualifikasi minimal yang
ditunjukkan oleh siswa yang menguasai bahasa dan memiliki sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Bahasa Indonesia di SD merupakan
salah satu mata pelajaran yang dapat digunakan untuk mengembangkan aktivitas siswa. Bahasa,
Menurut (Setyowati & Imamah, 2023), adalah alat komunikasi yang terdiri dari sistem lambang bunyi yang dibuat oleh alat ucap manusia.
Bahasa terdiri dari kata-kata atau kumpulan kata yang masing-masing memiliki makna, yaitu hubungan abstrak antara kata sebagai lambang dan objek
atau konsep yang diwakili oleh kumpulan kata atau kosakata tersebut. Bahasa disusun secara alfabetis (menurut urutan abjad), disertai dengan
penjelasan tentang artinya, dan akhirnya dibukukan menjadi kamus. Bahasa bukan hanya alat untuk menyampaikan perasaan atau pikiran seseorang; itu
juga adalah alat untuk berinteraksi dan berkomunikasi. Pembelajaran didefinisikan sebagai proses di mana siswa berinteraksi satu sama lain, guru, dan
Pembelajaran bahasa mencakup empat aspek: menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Setiap kemampuan berkorelasi erat dengan
kemampuan lainnya. Salah satunya adalah menulis. Menurut (Fetra Bonita Sari, Risda Amini, 2020), menulis adalah salah satu cara berbahasa yang
sangat ekspresif dan efektif. Menulis dianggap sebagai ekspresif karena menulis adalah ekspresi pikiran dan perasaan yang dihasilkan melalui gerakan
motorik halus melalui goresan tangan. Selain itu, dianggap produktif karena merupakan proses menghasilkan satuan bahasa yang sebenarnya, hingga
akhirnya ditulis.
Menurut (Aulia Rizky Amanda, 2023), keterampilan menulis adalah kemampuan seseorang untuk mengungkapkan pikiran mereka dengan
bahasa tulis, sehingga tulisan itu menjadi sistematis dan dapat dipahami oleh pembaca. Oleh karena itu, tulisan biasanya didefinisikan sebagai karya dari
gagasan seseorang yang dapat dipahami oleh orang lain. Oleh karena itu, keterampilan menulis juga penting, yang didefinisikan sebagai kemampuan
DOI: https://doi.org/10.29407/jpdn.vxxxxxx
seseorang untuk mengungkapkan pikiran mereka dengan bahasa tulis, sehingga tulisan itu sistematis dan dapat dipahami oleh pembaca (Kurnia &
Apriliya, 2022).
Jadi, masalah ini harus diselesaikan dalam proses pembelajaran. Penggunaan media yang menarik selama proses belajar adalah salah satu
solusi. Crossword Puzzle adalah alat pembelajaran tambahan yang dapat digunakan untuk mengajar Bahasa Indonesia. Menurut Zulfikri (2017),
crossword puzzle media pembelajaran adalah kumpulan teks peninjauan kembali dalam bentuk teka-teki silang. Ini memiliki potensi untuk
meningkatkan minat dan keterlibatan siswa selama proses pembelajaran. Permainan teka-teki silang, juga dikenal sebagai teka-teki silang, melibatkan
siswa untuk mengisi kotak-kotak jawaban yang saling berhubungan satu sama lain sesuai dengan penyataan yang tersedia.
Metode pembelajaran crossword puzzle ini meniru konsep permainan teka-teki silang. Strategi pembelajaran teka-teki silang ini dapat
meningkatkan motivasi siswa untuk belajar, meningkatkan keaktifan, dan menambah wawasan mereka. Intensitas motivasi biasanya berubah dengan
waktu dan lingkungannya. Sebaliknya, lingkungan sosial seseorang juga dapat mempengaruhi pandangan mereka tentang kehidupan dan pembelajaran
(Hermansyah, 2021). Siswa akan merasa lebih tertarik untuk belajar dengan crossword puzzle, yang dapat membantu mereka menghilangkan kejenuhan
menulis. Menurut beberapa penelitian, pembelajaran Crossword Puzzle bergambar dapat memengaruhi kemampuan menulis siswa.
METODE
Proses deskriptif kuantitatif adalah hal pertama yang harus dilakukan sebelum penelitian untuk melihat topik utama yang akan dibahas
terlebih dahulu. Topik harus ilmiah dan faktual dari suatu aktivitas pengamatan langsung objek tertentu. Selain itu, kegiatan pencatatan yang dilakukan
secara sistematis tentang semua gejala objek yang diteliti juga merupakan bagian dari observasi.
Karena berbagai alasan, subjek penelitian tidak melakukan observasi awal untuk mendapatkan data yang diperlukan. Selain itu, untuk masa
pengenalan lingkungan yang akan diamati oleh peneliti terlebih dahulu, observasi awal juga dilakukan. Tempat, ruang, sampel, pelaku, objek, kegiatan,
perbuatan, peristiwa, dan lain-lain adalah beberapa contoh dari karakteristik lingkungan(Manu Wedham et al., 2022). Untuk mendapatkan pemahaman
yang akurat tentang objek, observasi dilakukan secara langsung. Kemampuan komunikasi matematis dan kepercayaan diri siswa tampaknya mengalami
masalah, menurut peneliti, berdasarkan hasil observasi dan wawancara. Untuk menentukan apakah siswa memiliki masalah dalam pembelajaran mem -
Problem ini sering disebut sebagai akibat dari fakta bahwa hanya tiga belas siswa dalam satu kelas yang menjawab pertanyaan guru, yang
menyebabkan suasana kelas tidak nyaman. Ketika guru meminta siswa untuk menunjukkan pengetahuan mereka tentang mengeja, mereka terlihat ge-
lisah dan bimbang. Dalam praktek membaca mengeja, siswa tetap kurang inisiatif atau ragu-ragu dengan hasil tulisan mereka. Siswa juga tidak terlihat
antusias saat mengikuti pelajaran. Menurut Sari (2022), sejumlah siswa melihat keluar jendela kelas dan mudah terpengaruh oleh keadaan di luar kelas.
Penelitian kemudian berfokus pada perencanaan pembelajaran, yang merupakan penjabaran, pengayaan, dan pengembangan kurikulum.
Tidak diragukan lagi, guru harus mempertimbangkan situasi, kondisi, dan potensi yang ada di sekolah masing-masing saat membuat perencanaan pem-
belajaran. Mereka juga harus mempertimbangkan tuntutan kurikulum. Karena pendidikan membutuhkan asas agar dapat menjadi kebenaran atau
tumpuan berpikir (Hidayat & Abdillah, 2019). Analisis kebutuhan pembelajaran, perumusan tujuan pembelajaran, pengembangan strategi pembelajaran,
pembuatan bahan ajar, dan pengembangan alat evaluasi adalah semua bagian dari perencanaan pembelajaran yang bertujuan untuk memaksimalkan pen -
galaman belajar siswa. Tujuan perencanaan pembelajaran adalah untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi setiap siswa saat belajar di kelas dan
meningkatkan budaya belajar saat ini untuk meningkatkan pendidikan. Perencanaan pembelajaran mencakup dasar teori, filosofi, dan praktik. Konstruk -
tivisme, empirisme, kontekstualisme, dan pragmatisme adalah beberapa filosofi yang membantu mengembangkan perencanaan pembelajarannya (AE.
Latip, 2021).
Tahap pelaksanaan, yang juga merupakan bagian dari penelitian, dimaksudkan untuk mempermudah penyelesaian masalah. Pada tahap ini,
perlu dijelaskan metodologi atau pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini, subjek yang terlibat dalam penelitian dipilih
untuk memudahkan analisis dan pencapaian hasil yang memungkinkan perbandingan dan kontras (A. Syahrudin, 2019). Fokus penelitian adalah mem -
berikan instruksi dan pemahaman tentang mengeja dan membaca suku kata kepada subjek yang diteliti. Setelah memberikan pemahaman yang cukup,
praktek dilakukan di kelas untuk melihat apakah pemahaman siswa tentang pembelajaran membaca sama atau berbeda. Setelah itu, selama praktek,
peneliti terus memberikan suku kata kepada subjek di Kelas 3 SDN 6 Yangapi Bangli. Hal pertama yang akan dilakukan yaitu dengan menuliskan be -
berapa suku kata dan seterusnya secara berulang kali guna memberikan daya ingat kepada subjek di kelas 3 SDN 6 Yangapi Bangli apakah dengan
menggunakan metode ini dapat dengan baik direalisasikan oleh masing-masing siswa? Pada proses ini merupakan penelitian eksperimen adalah suatu
DOI: https://doi.org/10.29407/jpdn.vxxxxxx
penelitian yang didalamnya akan ditemukan minimal satu variable manipulasi untuk mempelajari hubungan sebab-akibat. Karena itu, penelitian eksperi -
men selalu terkait dengan kegiatan menguji(Indahsari, 2021). Meneliti pemahaman siswa tentang suatu pelajaran dengan menggunakan media pembela-
jaran tertentu adalah salah satu contoh penggunaan penelitian eksperimen dalam bidang pendidikan. Menurut Fauziah (2018), penelitian ini bertujuan
untuk meningkatkan proses pembelajaran dan hasil pembelajaran keterampilan menulis tegak bersambung. Dalam penelitian ini, keterampilan menulis
siswa diuji. Peningkatan kemampuan membaca siswa merupakan indikator keberhasilan penelitian ini (Indriani & Negeri Jarak, 2023), dengan minimal
70% siswa mencapai ketuntasan hasil belajar. Penelitian ini dilakukan secara kolaboratif antara peneliti dan guru, menggunakan foto (foto) sebagai
HASIL
Puzzle suku kata sangat cocok untuk melatih kemampuan membaca siswa kelas 3 SD, seperti yang ditunjukkan oleh tabel di bawah, dengan persentase
total respons peserta didik sebesar 77% berada dalam kategori Baik.
Format tabel
Nilai
Total 73 77%
PEMBAHASAN
Pada tahap analisis, wali kelas 3 SD N 6 Yangapi diwawancarai untuk melakukan analisis masalah. Problem yang ditemukan adalah bahwa
guru tidak menggunakan media yang inovatif untuk mengajarkan siswa membaca. Papan tulis adalah satu-satunya media yang digunakan oleh guru.
Akibatnya, siswa kurang termotivasi dan tidak semangat selama proses belajar membaca. Analisis kebutuhan adalah tahap berikutnya. Semua siswa
membutuhkan media yang menarik dan dapat membantu mencapai tujuan pembelajaran dalam melatih membaca. Media puzzle dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan siswa yang kurang menggunakan media selama proses pembelajaran di kelas 3.
Menurut(Ari Utami, Ganing, & Rini Kristiantari, 2020), pembelajaran menggunakan teka-teki membuat siswa termotivasi. Selanjutnya,
yaitu analisis materi, dilakukan untuk menganalisis materi yang digunakan agar media yang dibuat sesuai dengan tujuan materi pembelajaran. Tahap
selanjutnya adalah desain. Tahap ini mencakup merancang media puzzle. Puzzle suku kata yang dikembangkan termasuk media yang sangat menarik
karena memiliki gambar di bagian belakang puzzle, yang dapat menarik perhatian peserta didik terhadap materi yang sedang dipelajari. Pada titik ini,
media dibuat menggunakan Canva dan disesuaikan dengan karakter siswa kelas 3. Setiap teka-teki terdiri dari empat bagian pecahan yang dapat
digabungkan. Pada bagian depan teka-teki terdapat kata yang memuat konten tentang cara menjaga kesehatan, dan pada bagian belakang teka-teki
terdapat gambar yang diambil dari Google yang sesuai dengan kata pada bagian depan. Satu set puzzle suku kata memiliki tiga teka-teki.
Puzzle masing-masing mengandung kata dan gambar yang berbeda dari puzzle lainnya. Gambar ini membantu siswa memahami tulisan
yang masih abstrak dan sulit dipahami karena siswa masih dalam tahap operasional konkret. Ini sejalan dengan pendapat Batubara (2018:5) yang
menyatakan bahwa kehadiran media pembelajaran dapat membantu siswa yang berada di fase operasional konkret dalam memahami topik yang abstrak
atau kurang mampu dijelaskan secara lisan atau tulisan. Selanjutnya adalah pengembangan media puzzle suku kata. Pada tahap ini dilakukan beberapa
hal yaitu menentukan ukuran media dan menentukan bahan yang diperlukan untuk membuat media. Uji ahli media dan ahli materi adalah tahap
berikutnya setelah media selesai dibuat. Sebagai hasil dari evaluasi ahli media secara keseluruhan, 85% nilai berada dalam kategori "sangat layak", yang
berarti media puzzle suku kata yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan siswa kelas 3. Menurut penilaian ahli media, elemen desain dan efisien
sudah sangat layak digunakan untuk menarik perhatian dan memotivasi siswa. Ini sejalan dengan pendapat Purwantoko et al. (2010:126) bahwa
DOI: https://doi.org/10.29407/jpdn.vxxxxxx
Penilaian ahli materi pada tahap pertama, yang dilakukan dua kali, menghasilkan persentase sebesar 75% dengan kategori "layak", yang
dapat digunakan setelah revisi. Setelah ahli materi melakukan perbaikan dan penilaian ulang, mereka menemukan nilai persentase total sebesar 85
persen, yang berada dalam kategori "sangat layak" dan dapat digunakan tanpa perubahan. Hasil validasi materi juga menunjukkan bahwa media yang
dikembangkan memenuhi persyaratan kurikulum. Media yang baik harus sesuai dengan dan mendukung kurikulum yang berlaku, yaitu kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 memiliki ciri bahwa media harus memberikan waktu yang cukup untuk mengembangkan perspektif, pengetahuan, dan keterampilan
peserta didik. Media yang dirancang dengan baik dan tepat untuk mendukung materi tentang menjaga kesehatan di kelas tiga Sekolah Dasar.
Tujuan implementasi berikutnya dari tahap implementasi ini adalah untuk melakukan uji coba produk media puzzle suku kata pada siswa
kelas 3 di SD N 3 Yangapi. Menurut hasil uji coba produk yang dilakukan pada enam siswa, nilai persentase respons peserta didik sebesar 85 persen
dinyatakan sangat layak. Ini karena produk yang dikembangkan sesuai dengan setiap komponen indikator pernyataan. Pada tahap implementasi, juga
ditunjukkan bahwa kemampuan membaca peserta didik telah berubah setelah belajar menggunakan media puzzle suku kata. Nilai rata-rata awal seluruh
peserta didik adalah 67,6, tetapi nilainya meningkat menjadi 90 setelah uji coba penggunaan media puzzle suku kata. Warna adalah salah satu indikator
yang menunjukkan seberapa baik peserta menilai media; penggunaan warna yang menarik pada media juga memiliki dampak, seperti yang dinyatakan
oleh Sujarwo (2017:36), karena warna memiliki pengaruh yang lebih besar daripada bentuk, mampu menghasilkan tingkat perhatian yang lebih tinggi,
dan memiliki efek positif pada peningkatan kemampuan memori siswa. (Indahsari, 2021)
Terakhir, evaluasi. Secara keseluruhan, berdasarkan uji ahli materi, uji ahli media, dan reaksi siswa terhadap media puzzle suku kata, dapat
disimpulkan bahwa media ini sudah sangat layak digunakan. Hasil penelitian kelompok kecil yang terdiri dari enam siswa menunjukkan respons peserta
didik terhadap media puzzle suku kata sebesar 85%. 85% hasil penilaian ahli media dan 85% hasil penilaian ahli materi. Selain itu, setelah
menggunakan puzzle suku kata, evaluasi hasil belajar siswa meningkat setelah proses uji coba media dari nilai rata-rata 67,6 menjadi 90. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa puzzle suku kata sangat layak digunakan sebagai alat pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan membaca
siswa kelas 3.
SIMPULAN
Dalam pengembangnya, model ADDIE digunakan untuk mengembangkan media puzzle suku kata ini, yang terdiri dari beberapa tahapan:
analisis (analisis), desain (desain), pengembangan (pengembangan), penerapan (penerapan), dan evaluasi (evaluasi). Sehubungan dengan teka-teki
media, suku kata ini telah divalidasi oleh ahli media dan ahli materi, dan kemudian diubah sesuai dengan rekomendasi para ahli. Validasi ahli media dan
materi menunjukkan tingkat kelayakan media mencapai 85 persen dalam kategori sangat layak, dan 85% dalam kategori sangat layak. Selain itu, tingkat
seluruh respons siswa dalam kelompok kecil diberikan skor 85%, yang merupakan kategori yang sangat baik. Selain itu, data menunjukkan bahwa nilai
rata-rata keseluruhan peserta didik meningkat dari 67,6 nilai rata-rata sebelum penggunaan media menjadi 90, nilai rata-rata setelah pembelajaran
menggunakan media puzzle suku kata. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa puzzle suku kata adalah alat yang efektif untuk meningkatkan
SUMBER RUJUKAN
Alfiatun, Marianti, A., & Christijanti, W. (2013). Efektivitas kombinasi kooperatif time token dengan picture puzzle materi sistem peredaran darah.
Ari Utami, N. P. M., Ganing, N. N., & Rini Kristiantari, M. G. (2020). Model Make A Match Berbantuan Media Puzzle Suku Kata Berpegaruh
Terhadap Keterampilan Menulis. Jurnal Ilmiah Pendidikan Profesi Guru, 3(1), 48–60.
Aulia Rizky Amanda, A. S. (2023). PENGARUH MODEL TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) BERBANTUAN CROSSWORD PUZZLE
TERHADAP HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA SISWA KELAS I, 08, 978–990. Retrieved from https://bnr.bg/post/101787017/bsp-za-
balgaria-e-pod-nomer-1-v-buletinata-za-vota-gerb-s-nomer-2-pp-db-s-nomer-12
Bloom, N., & Reenen, J. Van. (2013). 済 無 No Title No Title No Title. NBER Working Papers, (58), 89. Retrieved from
http://www.nber.org/papers/w16019
DOI: https://doi.org/10.29407/jpdn.vxxxxxx
Darmawan, L. A., Reffiane, F., & Baedowi, S. (2019). Pengembangan Media Puzzle Susun Kotak Pada Tema Ekosistem. Jurnal Penelitian dan
Fetra Bonita Sari, Risda Amini, M. (2020). Jurnal basicedu. Jurnal Basicedu,. Jurnal Basicedu, 5(5), 3(2), 524–532. Retrieved from
https://journal.uii.ac.id/ajie/article/view/971
Ginanda Azahra Va Arni1*, Nurul Kemala Dewi2, A. W. 1Jurusan. (2023). Pengaruh Model Pembelajaran Scramble Berbantuan Media Puzzle
Terhadap Penguasaan Kosakata Siswa Kelas I SDN Gugus 1 Kecamatan Gerung Ginanda, 5.
Gunawan, F. (2015). Aplikasi Game Petualangan bagi Anak – Anak sebagai Media Pembelajaran Flora dan Fauna di Indonesia. Journal of
Hardiyanti, H., Mustami, M. K., & Mu’nisa, A. (2020). Pengembangan Game Puzzle Berbasis Construct 2 Sebagai Media Pembelajaran Sistem
Peredaran Darah Kelas Xi Di Sma Negeri 1 Selayar. Biolearning Journal, 7(1), 6–11.
Hasballah. (2021). Upaya Penerapan Media Permainan Puzzle untuk Meningkatkan Kemampuan Mengenal Huruf Vokal pada Anak Tunagrahita
Sedang Kelas III SLB Negeri Meulaboh Tahun Pelajaran 2019/2020. Lentera, 21(1), 6–10.
Ilhami, S., Fitri, R., D, R., Atifah, Y., & Fajrina, S. (2022). Meta-Analisis Praktikalitas Media Pembelajaran Puzzle. Journal on Teacher Education,
4(2), 611–619.
Indahsari, L. K. N. (2021). PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN
KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG. Paper Knowledge . Toward a Media History of
Documents, 3(2), 6.
Indriyanti, L., Gani, A. A., & Muhardini, S. (2020). Pengembangan Media Puzzle untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas 1 SDN 38 Mataram.
Islamiyah, N., Aziz, S. A., Tarman, T., Nadira, N., & Thaba, A. (2022). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Scrambel Berbantuan Media Puzzle
Terhadap Kemampuan Membaca Permulaan Bahasa Indonesia Murid Sekolah Dasar. Fon: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 18(1),
116–129.
Kelas, C., Slb, D. I., & Batam, K. (2013). MELALUI MEDIA PUZZLE BAGI ANAK TUNAGRAHITA SEDANG, 1(i), 144–149.
Kurnia, S. Y., & Apriliya, S. (2022). Pengembangan Media Kartu Huruf dalam Pembelajaran Membaca Permulaan. PEDADIDAKTIKA: Jurnal Ilmiah
Lailatuz, Z., & Samawi, A. (2016). Spelling Puzzle dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Kata Siswa Tunagrahita. Jurnal Ortopedagogia, 2, 16–
20.
Londa, A. H., Mete, Y. Y., & Sadipun, B. (2018). Penggunaan Media Puzzle untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik pada Pembelajaran IPA.
Lusiana, L. (2018). Penggunaan Media Puzzle Untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca Permulaan Dalam Pembelajaran Tematik. Jurnal
Manu Wedham, I. W. B., Ermiana, I., & Setiawan, H. (2022). Pengembangan Media Puzzle Suku Kata Untuk Melatih Kemampuan Membaca Peserta
DOI: https://doi.org/10.29407/jpdn.vxxxxxx
Didik Kelas 1 Sdn 1 Jagaraga. Jurnal Ilmiah Mandala Education, 8(1), 773–780.
MIFTAKHUL JANNAH. (2021). EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN CROSSWORD PUZZLE TERHADAP PENGUASAAN
Putri, sendi annisa, Destiniar, & Sunaedi. (2022). Pengaruh Penggunaan Media Puzzle Pecahan Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas III SD
Setyowati, J., & Imamah, I. (2023). Efektivitas Media Kartu Kata dan Gambar dalam Peningkatan Kemampuan Membaca Awal Anak Usia Dini.
Sri Yunita, U. S. (2021). PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA PUZZLE TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA, 3(8).
Sutrisna, Sopandi, A. A., & Rahmatrisilvia. (2013). Meningkatkan Kemampuan Membaca Kata Melalui Metode Suku Kara Bagi Anak Kesulitan
Belajar Kelas 1 di SDN 03 Bandar Buat Padang. Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus, 2(3), 362–371.
SYNTHIA SRI UNTARI PUTRI. (2015). aan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGENAL BENTUK GEOMETRI
MELALUI PERMAINAN PUZZLE PADA ANAK KELOMPOK A TKIT AISYIYAH LABAN MOJOLABAN SUKOHARJO. Block Caving – A
Tarbiyah, F. (2021). UPAYA MENINGKATKAN KECERDASAN VERBAL LINGUISTIK MELALUI BERMAIN PUZZLE HURUF DI MI MIFTAHUL
ULUM RAMBIPUJI JEMBER SKRIPSI FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN DESEMBER 2021 DI MI MIFTAHUL ULUM RAMBIPUJI
http://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/pgsd
SURAT PERNYATAAN
Institusi :
Alamat e-mail :
DOI: https://doi.org/10.29407/jpdn.vxxxxxx
______________________________________________________________________
yang kami kirimkan pada online journal system Jurnal Pendidikan dasar Nusantara adalah
1. Benar karya saya sendiri atau bukan plagiat hasil karya orang lain
2. Benar bebas dari publikasi ganda atau tidak pernah saya publikasikan pada online journal system lainnya.
Bilamana di kemudian hari ditemukan ketidaksesuaian dengan pernyataan ini, maka saya bersedia dituntut dan diproses sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
_________, _________________
Yang menyatakan,
Materai 6000
________________________
*) Scan surat pernyataan ini dalam bentuk image/jpg, kemudian insert picture pada file Word naskah anda. Sisipkan pada halaman terakhir