Anda di halaman 1dari 12

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii
BAB 1.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................2
BAB II.......................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
A. Realita Kemampuan Literasi Anak di Indonesia.......................................................3
B. Definisi Kemampuan Literasi......................................................................................4
C. Penyebab Rendahnya Minat Literasi Anak...............................................................6
BAB III......................................................................................................................................9
PENUTUP.................................................................................................................................9
A. Kesimpulan....................................................................................................................9
B. Saran...............................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................10
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Literasi merupakan kemampuan mengakses, mengetahui, dan melakukan sesuatu dengan
cerdas melalui bermacam-macam kegiatan, seperti melihat, membaca, mendengarkan, menulis,
dan berbahasa. Literasi sekolah itu sendiri ialah “suatu kegiatan yang bersifat partisipasi dengan
melibatkan sekolah yang meliputi: peserta didik, pendidik, kepala sekolah, tenaga kependidikan,
pengawas sekolah, komite sekolah, orangtua/wali murid, akademisi, penerbit, media massa,
masyarakat, dan pemangku kepentingan oleh koordinasi Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan”
Literasi menjadi sarana bagi peserta didik dalam mengetahui, memahami, dan
mempraktikkan ilmu yang diperoleh di bangku sekolah, serta dapat dikaitkan dengan kehidupan
peserta didik, baik di rumah maupun di lingkungan sekitarnya. Namun, rendahnya kemampuan
literasi peserta didik di Indonesia sejak tahun 2000, yang dimiliki oleh peserta didik SD dan SMP,
sudah beberapa kali diukur dan dibandingkan dengan kemampuan peserta didik di beberapa
negara lainnya. Penilaian kemampuan membaca yang dilakukan oleh PISA (Programme fot
Internasional Student Assesment) menemukan hasil yang sama, yakni “Indonesia berada pada
tingkat kemampuan membaca pada kategori rendah” (Wiedarti, 2018)
Pada hakikatnya, membaca merupakan gudang ilmu atau jendela dunia. Karena dengan
banyak membaca, kita dapat mengetahui banyak hal yang tidak kita ketahui sebelumnya. Semakin
kita rajin membaca, maka dapat dipastikan kita akan semakin banyak tahu dan banyak bisa. Ini
artinya, jika seseorang memiliki banyak pengetahuan, maka pengetahuan itu secara tidak sadar
akan membantu dirinya dalam melakukan banyak hal yang sebelumnya bahkan belum dikuasai.
Pengaruh rendahnya minat baca atau literasi yang terjadi Indonesia ini juga disebabkan oleh
beberapa faktor. Faktor pertama, belum ada kebiasaan membaca sejak dini. Kedua, fasilitas
pendidikan yang masih minim. Dan yang terakhir adalah karena masih kurangnya produksi buku
di Indonesia.
Adapun Salah satu permasalahan yang sedang dihadapi dalam dunia pendidikan khususnya
di sekolah yang ada di Indonesia ini adalah rendahnya tingkat kemampuan berpikir kritis siswa
pada pembelajaran kegiatan membaca yang ada di sekolah. Terdapat Rendahnya tingkat
kemampuan berpikir kritis pada siswa biasanya terjadi disebabkan karena pada saat proses
dilakukannya suatu pembelajaran dalam sehari-hari dinilai kurang cukup efektif dalam
mengembangkan sebuah minat, bakat, dan potensi yang ada di dalam diri para siswa. Menurut
Sanjaya mengatakan bahwa “seorang guru memiliki pengaruh yang besar di dalam sebuah proses
pendidikan ”. hal tersebut saling berkaitan dengan betapa berartinya menjadi seorang guru yang
merupakan kunci dari keberhasilan di dalam sebuah pendidikan (Azmi Rizky, 2021).
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja realita kemampuan literasi anak di indonesia?
2. Sebutkan definisi kemampuan literasi?
3. Apa penyebab rendahnya minat literasi anak?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui realita kemampuan literasi anak di indonesia.
2. Untuk mengetahui definisi kemampuan literasi.
3. Untuk mengetahui penyebab rendahnya minat literasi anak.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Realita Kemampuan Literasi Anak di Indonesia


Literasi pada dasarnya adalah kemampuan anak untuk memahami, mengolah, dan
mengkomunikasikan informasi yang diterimanya melalui aktivitas membaca dan menulis.
Kemampuan tersebut digunakan anak untuk mencari informasi dan memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari. Kemampuan literasi dekat dengan kehidupan sehari-hari anak. Dimulai
saat anak sudah bisa mengenali berbagai simbol gambar, tulisan, angka, dan petunjuk, hingga dia
mampu merangkai huruf-huruf menjadi kata dan kalimat. Literasi dibangun sejak bayi hingga
sepanjang hidup. Kemampuan literasi sangat dipengaruhi oleh dukungan lingkungan, baik dari
orang tua dan guru, dengan memberikan stimulasi berbahasa secara optimal dan menyiapkan
lingkungan yang kaya akan literasi (Kis Rahayu, 2021).
Fenomena mengenai anak (siswa) yang terus berkembang mengakibatkan adanya
bermacam-macam karakteristik siswa yang berbeda antara satu dengan yang lainnya dalam hal
kemampuan baca-tulis atau yang dikenal dengan literasi. Tidak bisa dipungkiri bahwa di setiap
sekolah ada peserta didik yang bervariasi tingkat literasinya. Hal ini tergantung dari seberapa
besar kemampuan literasi yang diperoleh dari lingkungan rumah dan sekitar rumah mereka.
Di setiap sekolah terdapat siswa-siswa yang dikatakan memiliki kemampuan literasi yang
tinggi, sama, ataupun lebih rendah antara satu dengan lainnya. Penilaiannya difokuskan pada dua
tujuan membaca yang sering dilakukan anak-anak, baik membaca di sekolah maupun di rumah,
yaitu membaca cerita/karya sastra dan membaca untuk memperoleh dan menggunakan informasi.
Untuk masing-masing tujuan tersebut, diberikan empat jenis proses memahami bahan bacaan,
yaitu mencari informasi yang dinyatakan secara eksplisit; menarik kesimpulan secara langsung;
menginterpretasikan dan mengintegrasikan gagasan dan informasi; dan menilai dan menelaah isi
bacaan, penggunaan bahasa, dan unsur-unsur teks.
Berdasarkan kajian terhadap keterampilan literasi anak-anak di seluruh dunia yang
dilaksanakan oleh Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) diperoleh data
bahwa siswa Indonesia berada pada tingkat terendah di kawasan Asia. Indonesia dengan skor
51,7, di bawah Filipina dengan skor 52,6; Thailand dengan skor 65,1; Singapura 74,0; dan
Hongkong 75,5. Para siswa dari Indonesia hanya mampu menjawab 30 % dari soal-soal yang
diberikan. Hasil-hasil penelitian internasional tersebut menunjukkan bahwa kemampuan literasi
bahasa siswa Indonesia yang mewakili para siswa Indonesia secara umum tergolong rendah.
Tidak salah jika siswa kita digolongkan ke dalam siswa yang aliterat, hal ini dikarenakan siswa
kita bisa membaca namun belum menjadikan kegiatan membaca sebagai kebiasaan sehari-hari.
Kemampuan literasi yang tinggi adalah kemampuan yang memungkinkan orang untuk
membaca dunia bukan hanya kata, kalimat, paragraf, ataupun sebuah wacana. Literasi melibatkan
penggunaan berbagai bentuk komunikasi yang memberikan kita kesempatan lebih lanjut dan besar
untuk memajukan diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan bangsa. Literasi membantu kita
memahami dunia dan mengungkapkan identitas, ide, dan budaya. Dengan kata lain literasi bukan
lagi bermakna tunggal melainkan mengandung beragam arti (multiliteracies). Dalam multiliterasi,
literasi bisa berarti melek teknologi, politik, berpikiran kritis, dan peka terhadap lingkungan
sekitar. Seseorang baru bisa dikatakan literat jika ia sudah bisa memahami sesuatu karena
membaca dan melakukan sesuatu berdasarkan pemahaman bacaannya.
Musthafa (2014) mengemukakan bahwa “Perkembangan literasi merupakan bagian dari
proses perkembangan semiotik lebih besar yang di dalamnya mencakup gerak-gerik tubuh
(gesture), berpuran-pura melakukan sesuatu bertindak sebagai orang lain (make-believe play),
menggambar, membicarakan buku cerita, menjelaskan tanda-tanda jalan atau label makanan, dll.”
Musthafa menjelaskan bahwa literasi yang berkembang pada anak tidak hanya berkutat
pada kemampuan membaca dan menulis saja, tetapi dapat diterjemahkan ke dalam berbagai atau
beragam arti, sering disebut dengan multiliterasi. Terbentuknya generasi yang literat merupakan
sebuah keharusan, agar bangsa kita bisa bangkit dari keterpurukan bahkan bersaing dan hidup
sejajar dengan bangsa lain. Dalam konteks sekolah dasar, multiliterasi sudah sepatutnya diberikan
dan digiring sedikit demi sedikit dari yang paling sederhana ke yang paling komplit (Kharizmi,
2015).
B. Definisi Kemampuan Literasi
Penelitian mengenai pemerolehan literasi cenderung terbagi ke dalam dua kategori umum:
perkembangan literasi dini (emergent) dan pelatihan literasi formal. Perkembangan literasi
emergent merupakan proses belajar membaca dan menulis secara informal dalam keluarga. Pada
umumnya literasi emergent ini memiliki ciri-ciri seperti demonstrasi baca-tulis, kerjasama yang
interaktif antara orangtua dan anak, berbasis kepada kebutuhan sehari-hari, dan diajarkan secara
minimal tetapai lansung dan kontekstual. Sedangkan pelatihan literasi formal merujuk pada
pengajaran yang terjadi dalam beragam situasi formal dan telah dirancang secra spesifik dengan
tujuan tertentu.
Berbagai macam pengertian literasi yang telah dikemukakan mengharuskan kita untuk
memahami satu per satu guna menarik benang merah dari arti literasi yang bisa kita pahami
dengan mudah. Pada awalnya, literasi dimaknai sebagai suatu keterampilan membaca dan
menulis, tetapi dewasa ini pemahaman tentang literasi semakin meluas maknanya. Pemahaman
terkini mengenai makna literasi mencakup kemampuan membaca, memahami, dan mengapresiasi
berbagai bentuk komunikasi secara kritis, yang meliputi bahasa lisan, komunikasi tulis,
komunikasi yang terjadi melalui media cetak atau pun elektronik (Kharizma, 2015).
Secara harfiah literasi berasal dari kata literacy yang berarti melek huruf (Echols dan
Shadily, 2003). Literasi merupakan semua proses pembelajaran baca tulis yang dipelajari
seseorang termasuk di dalamnya empat keterampilan berbahasa mendengar, berbicara, membaca,
dan menulis. Clay & Ferguson (2001) menjelaskan bahwa terdapat beberapa komponen literasi
yaitu sebagai berikut:
1. Literasi Dini (Early Literacy), yaitu kemampuan dasar untuk menyimak atau memahami
sebuah bahasa lisan yang dibentuk dari pengalaman anak terhadap interaksi dilingkungan
sekitarnya.
2. Literasi Dasar (Basic Literacy), yaitu kemampuan untuk menarik informasi berupa lisan,
membaca rangkaian kata, menulis beberapa kosa kata, dan menghitung berupa angka yang
berguna untuk pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi.
3. Literasi Perpustakaan (Library Literacy) yaitu, kemampuan dalam memanfaatkan koleksi
referensi untuk memahami informasi ketika menyelesaikan sebuah karya tulisan, penelitian
maupun cara dalam mengatasi sebuah permasalahan.
4. Literasi Media (Media Literacy) yaitu kemampuan untuk memahami penggunaan media dan
tujuan penggunaannya baik berupa media cetak, media elektronik, dan media digital (internet).
5. Literasi Teknologi (Technology Literacy) yaitu kemampuan memahami perkembangan
teknologi seperti perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software).
6. Literasi Visual (Visual Literacy) yaitu pemahaman tingkat lanjut angtara literasi media dan
literasi teknologi yang memanfaatkan materi visual dan audiovisual untuk kebutuhan belajar
Dari komponen diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan literasi setiap individu
memiliki komponen nya masing-masing dalam perkembangan kemampuan literasi. Komponen
tersebut sangat dibutuhkan terutama bagi peserta didik tingkat pendidikan sekolah dasar, yang
dimana tingkat pendidikan sekolah dasar merupakan awal penanaman kemampuan literasi, agar
kemampuan literasi tersebut dimiliki oleh setiap siswa sejak kecil hinga dewasa nanti.
Guru berperan penting dalam penanaman kemampuan literasi siswa pada jenjang
pendidikan sekolah dasar, Sebagai contoh dalam pengajaran membaca, dibutuhkannya
kemampuan seorang siswa untuk menyerap maupun menggali informasi dari sebuah karangan
teks, lalu siswa dapat menarik kesimpulan menurut pemahamannya sendiri tentang teks tersebut.
Hasil penelitian (Kana, dkk: 2017) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
literasi ada 2 macam, yaitu:
1. Faktor Internal yang berasal dari dalam diri siswa seperti : Faktor keturunan, minat, bakat, IQ
dan lain sebagainya.
2. Faktor Eksternal yang berasal dari luar diri siswa seperti :keluarga, sekolah, bimbingan belajar
dan lain sebagainya
Adanya perbedaan minat dan bakat seorang siswa menyebabkan perbedaan kemampuan
literasi yang berbeda juga, siswa yang lebih suka memanfaatkan waktu istirahat dengan kegiatan
membaca maupun menulis cenderung memiliki wawasaan luas daripada siswa lainya, hal tersebut
disebabkan oleh banyaknya kosa kata yang dibaca dari sebuah teks yang terdapat dalam buku
bacaan, buku-buku tersebut memiliki informasi yang dapat mengembangkan pengetahuan siswa
(Fajar, 2019).
Dari berbagai definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa literasi dapat dimaknai sebagai
kemampuan membaca, menulis, memandang, dan merancang suatu hal dengan disertai
kemampuan berpikir kritis yang menyebabkan sesorang dapat berkomunikasi dengan efektif dan
efesien sehingga menciptakan makna terhadap dunianya (Kharizmi, Kesulitan Sekolah Dasar
Dalam meningkatkan Kemampuan Literasi, 2015).
C. Penyebab Rendahnya Minat Literasi Anak
Data hasil survey yang dilakukan oleh The Trends in International Mathematics and Science
Study pada tahun 2011 menunjukkan bahwa lebih dari 95% siswa Indonesia hanya mampu
menjawab pertanyaan taraf menengah saja, sedangkan sekitar 50% siswa di Taiwan mampu
menjawab pertanyaan dengan taraf tingkat tinggi. Faktornya adalah kemampuan siswa Indonesia
yang kurang terlatih dalam menyelesaikan soal-soal yang bersifat kontekstual, menuntut
penalaran, argumentasi dan kreativitas dalam menyelesaikannya.
Menurut Arikunto, hasil belajar pada ranah kognitif dibagi menjadi enam dimensi yaitu
mengingat, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Menurut
Bloom, menganalisis, mengevaluasi dan mengaplikasi adalah salah satu bagian dari high thinking
level. Sedangkan kemampuan dalam berpikir kritis merupakan salah satu dari kemampuan tingkat
tinggi (Azmi Rizky Anisa, 2021).
Rendahnya minat literasi masyarakat akan berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia
kelak. Hal ini disebabkan perkembangan dunia yang semakin maju tentu akan menuntut manusia
harus memiliki kualitas diri yang lebih baik lagi. Setiap bangsa harus dapat memberikan ilmu,
pemikiran dan penemuan-penemuan yang bermanfaat agar dapat bersaing dengan bangsa lain.
Oleh sebab itu, manusia dituntut untuk lebih aktif membaca, menulis dan berfikir.
Namun rendahnya minat literasi masyarakat menjadi salah satu permasalahan yang sedang
terjadi dalam dunia pendidikan Indonesia sekarang ini. Hal ini bukan hanya terjadi pada orang
dewasa, tetapi juga terjadi pada anak sekolah hingga anak usia dini. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan minat baca masyarakat masih rendah. Pertama yakni kebiasaan membanca belum
ditanamkan sejak dini. Orang tua yang seharusnya dijadikan role model di keluarga juga tidak
memberikan contoh atau mengajarkan anak untuk membaca. Oleh karena itu, peran orang tua
dalam mengajarkan kebiasaan membaca menjadi penting untuk meningkatkan minat literasi anak.
Selain itu, banyak orang tua hingga generasi muda sekarang yang lebih tertarik
menggunakan gadget untuk memperoleh informasi, sehingga buku tidak lagi menjadi media
untuk mendapatkan informasi yang diharapkan. Apalagi dengan adanya teknologi informasi
(seperti mesin pencari google, yahoo, dll) dewasa ini semakin membuat manusia melupakan
keberadaan buku. Kondisi yang serba instan dan gampang inilah yang akhirnya membangun pola
pikir generasi muda yang mengandalkan mesin pencari informasi sehingga membuat minat literasi
menjadi menurun. Hal ini juga terjadi pada anak usia dini, yang sedari kecil sudah diperkenalkan
pada gadget, sehingga anak-anak lebih tertarik untuk bermain gadget dan menonton video-video
di internet daripada melakukan hal-hal yang lebih bermanfaat seperti membaca buku, menulis dan
menggambar. Padahal semua kegiatan sederhana ini dapat membantu mengembangkan
kemampuan literasi anak.
Hal lainnya, rendahnya minat literasi anak usia dini juga disebabkan oleh kurangnya
dorongan dan motivasi yang diberikan orang tua pada anak untuk membaca. Orang tua lebih
memilih memperkenalkan gadget sedari dini pada anak daripada memperkenalkan buku.
Walaupun mereka tahu bahwa gadget memiliki banyak dampak negatif, tapi fitur gadget dianggap
lebih praktis dan menarik dibandingkan tampilan buku (Zati, 2018).
Adapun beberapa cara agar budaya literasi di Indonesia dapat meningkat adalah dengan
menanamkan kesadaran bahwa dengan membaca kita dapat mendapatkan informasi yang jelas,
akurat dan juga logis. Pengoptimalan peran perpustakaan juga menjadi salah satu cara agar literasi
di Indonesia dapat meningkat karena perpustakaan memiliki peranan yang penting dalam
pergerakan juga budaya literasi. Sosialisasi mengenai pentingnya gemar membaca bagi kehidupan
sehari-hari juga dapat dilakukan oleh para volunteer muda yang cerdas dan sukses sebagai wujud
nyata keberhasilan dari gemar membaca. Pembangunan dan pemerataan perpustakaan atau tempat
belajar umum di seluruh wilayah terutama di wilayah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar) di
Indonesia juga perlu diperhatikan sebagai upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia
melalui aspek literasi.
Dengan memiliki minat baca yang tinggi, seseorang tidak akan merasa kesulitan dalam
mencari informasi yang valid karena telah terbiasa dalam memilah-milah informasi. Selain itu,
kemampuan berpikir kritis yang dimiliki seseorang juga cukup mempengaruhi dalam mencari
informasi yang valid. Seseorang yang memiliki kemampuan dalam berpikir kritis dalam
menangkap informasi biasanya tidak akan langsung percaya dengan informasi yang didapat
sebelum memeriksa kembali berita yang diterima ke sumber-sumber lain yang bisa lebih
dipercaya.
Memiliki kemampuan dalam berpikir kritis ini tentu sangatlah penting untuk dimiliki oleh
seorang siswa/mahasiswa karena dengan berpikir kritis, mahasiswa akan jauh lebih bisa membuka
pola pikir yang jauh lebih baik dalam menanggapi suatu hal sehingga kualitas pemikiran yang
dimiliki juga akan menjadi lebih baik dan dapat mempengaruhi karakter intelektual.
Sehingga untuk membentuk generasi penerus bangsa yang berkualitas serta memiliki kritis
terhadap suatu permasalahan yang ada, kita harus memulainya dengan membiasakan kebiasaan
membaca sejak dini sehingga gerakan membaca menjadi sebuah budaya yang dimiliki oleh
Indonesia (Azmy Rizky Anisa, 2021).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tujuan literasi adalah komunikasi. Untuk seseorang bisa berkomunikasi, diperlukan media
yaitu bahasa. Bahasa ada bahasa lisan dan bahasa tulisan. Untuk bisa terlibat di dalam proses
komunikasi, seseorang perlu bisa mengambil peran sebagai penerima atau penyampai pesan atau
keduanya. Untuk seseorang bisa berperan dalam proses komunikasi, seseorang perlu memahami
sistem bahasa yang digunakan untuk bisa mengakses 4 aspek literasi: Dengar, Ucap, Baca, Tulis
(DUBT). Untuk seseorang bisa mengakses 4 aspek literasi, diperlukan kemampuan-kemampuan
literasi yang perlu dikembangkan secara terstruktur dan bertahap sedari dini. TYNY
Rendahnya kemampuan literasi siswa dapat disebabkan oleh rendahnya minat dan bakat
siswa. Terdapat faktor internal yang mempengaruhi kemampuan literasi seorang siswa, baik
berupa minat atau bakat dan faktor eksternal berupa dorongan sekolah maupun keluarga, dalam
hal tersebut maka pemerintah telah mencanangkan adanya kegiatan literasi sekolah demi
menanamkan sikap luhur kepada siswa melalui bahasa, pihak sekolah pun memberikan kontribusi
dalam upaya tersebut berupa melakukan kegiatan lomba dalam bidang membaca dan menulis.
Hendaknya sebagai guru dapat menyajikan pembelajaran yang menarik didalam kelas agar
siswa lebih merasa berminat dalam kegiatan pembelajran dan hal tersebut diharapkan dapat
mengembangkan minat siswa dalam kegiatan literasi. Penanaman kemampuan literasi yang
dilakukan sejak kecil akan berguna bagi seorang peserta didik untuk masa depannya dikemudian
hari.
B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan karna terbatasnya Pengetahuan
dan kurangnya rujukan dan referensi, penulis berharap kapada para pembaca yang budiman
memberikan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Azmi Rizky Anisa, A. A. (2021). Pengaruh Kurangnya Literasi Serta Kemampuan dalam Berfikir
Kritis. Current Research in Education, 8-9.
Azmi Rizky, A. A. (2021). Pengaruh Kurangnya Literasi Serta Kemampuan dalam Berfikir Kritis .
Current Research in Education: Conference Series Journal, 1-2.
Azmy Rizky Anisa, A. A. (2021). Pengaruh Kurangnya LITERASI SERTA Kemampuan dalam
Berfikir Kritis. Current Research in Education, 11.
Fajar, B. A. (2019). Analisis Penananman Kemampuan Literasi Siswa Sekolah Dasar. Prosiding
Seminar Nasional Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 75-77.
Kharizma, M. (2015). Kesulitan Siswa Sekolah Dasar Dalam Meningkatkan Kemampuan Literasi.
Jupendas, 13.
Kharizmi, M. (2015). Kesulitan Sekolah Dasar Dalam meningkatkan Kemampuan Literasi.
Jupendas, 13.
Kharizmi, M. (2015). Kesulitan Sekolah Dasar Dalam Meningkatkan Kemampuan Literasi.
Jupendas, 13-15.
Kis Rahayu, H. C. (2021). Pengembangan Literasi Untuk Anak 7-8. Jakarta: UNICEF.
Wiedarti. (2018). Problematika Literasi Membaca di Sekolah Dasar. 1.
Zati, V. D. (2018). Upaya Untuk Meningkatkan Minat Literasi Anak Dini. Bunga Rampai Usia
Emas, 19.

Anda mungkin juga menyukai