Anda di halaman 1dari 14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini membahas mengenai hasil belajar siswa, pembelajaran Ilmu


Pengetahuan Sosial kelas V SD, subtema peristiwa kebangsaan masa penjajahan,
model pembelajaran SAVI (Somatic Auditory Visual Intelectual), penguatan
karakter cinta tanah air, dan kerangka berpikir. Secara berurutan bagian-bagian
tersebut dipaparkan sebagai berikut.

A. HASIL BELAJAR SISWA


Belajar merupakan proses setiap manusia untuk mencapai berbagai
macam kompetensi, pengetahuan, keterampilan, maupun sikap. Sejalan dengan
pendapat Suyono & Hariyono (2014) yang mengatakan bahwa belajar merupakan
suatu proses yang yang bertujuan dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan,
perbaikan perilaku, dan sikap, serta sebagai pengokohan kepribadian. Belajar
sebagai karakteristik yang membedakan manusia dengan makhluk lain,
merupakan aktivitas yang selalu dilakukan oleh manusia. Hal ini sesuai dengan
pendapat Bell-Gedler (dalam Baharuddin, 2015:14) yang mengatakan bahwa
kemampuan manusia untuk belajar merupakan karakteristik penting yang
membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Belajar sangat penting
untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta dapat meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan membentuk karakter yang dimiliki oleh seseorang
menjadi lebih baik dari sebelumnya. Belajar digunakan sebagai cara mencapai
tujuan pendidikan baik dari aspek pengetahuan, sikap, maupun keterampilan
untuk mendapatkan hasil belajar yang memuaskan.
Hasil belajar adalah segala sesuatu yang diperoleh setelah melalui proses
pembelajaran. Menurut Susanto (2016) hasil belajar merupakan perubahan-
perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik dalam aspek pengetahuan, sikap, dan
keterampilan sebagai hasil dari kegiatan belajar. Menurut Ekawarna (dalam

10
11

Magfiroh, 2013) hasil belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang
dapat diketahui dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Sedangkan hasil belajar menurut Nawawi (dalam Susanto, 2013) adalah hasil
yang diperoleh siswa yang diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam
mempelajari materi pelajaran dalam proses pembelajaran yang dinyatakan dalam
skor. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan jika hasil
belajar siswa adalah hasil pencapaian yang diperoleh siswa baik berupa perubahan
tingkah laku yang dialami oleh siswa, maupun pencapaian yang diperoleh siswa
dari materi-materi yang diterima selama proses pembelajaran mencakup aspek
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dapat diamati dan dinyatakan dalam
bentuk skor.

B. PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL KELAS V SD


Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan integrasi dari mata pelajaran Sejarah,
Geografi, Sosiologi, Antropologi, dan Ekonomi. Sesuai dengan pendapat Zainudin
&Suwarti (2017) yang mengatakan bahwa IPS adalah gabungan dari beberapa
ilmu yang meliputi ilmu Antropologi, Sejarah, Ekonomi, Politik, Geografi,
Psikologi, Sosiologi, dan Filsafat yang lebih menekankan pada interkasi manusia
dengan lingkungan sosialnya. Sejalan dengan pendapat Susanto (2013) bahwa
pembelajaran IPS adalah ilmu pengetahuan yang mencakup berbagai disiplin ilmu
sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang dikaji secara ilmiah untuk
memberi wawasan dan pemahaman yang mendalam kepada siswa, khususnya di
tingkat dasar. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menjelaskan bahwa IPS merupakan bahan kajian yang wajib dimuat dalam
kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang dimasudkan untuk
mengembangkan pengetahui, pemahaman, dan kemampuan analisis peserta didik
terhadap kondisi sosial masyarakat. Berdasarkan hal tersebut IPS menjadi salah
satu mata pelajaran yang harus dikuasai oleh siswa khususnya di SD sebagai bekal
untuk beradaptasi di lingkungan sosial yang sesungguhnya. Oleh karena itu,
dengan mempelajari IPS pada jenjang sekolah dasar diharapkan dapat
menumbuhkan kepekaan sosial siswa terhadap lingkungan dan keadaan sekitarnya
sejak dini.
12

Pembelajaran IPS pada siswa kelas V SD disesuaikan dengan


perkembangan kemampuan berpikir siswa serta kebutuhannya dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Siswa kelas V SD pada
perkembangannya termasuk dalam tahap operasional konkrit (7-11 tahun).
Menurut Piaget (dalam Masganti, 2012:90) anak-anak pada tahap operasional
kongkrit sudah mengembangkan pikiran logis dan mulai memahami alam
sekitarnya. Sedangkan menurut Erikson (dalam Masganti:113) pada usia 11 tahun
siswa telah mengarahkan energinya pada penguasaan pengetahuan dan
keterampilan intelektual. Guru yang bijaksana akan memberikan stimulus pada
ketertarikan siswa terhadap aktivitas yang mendukung berkembangnya ketekunan
pada siswa. Sehingga pembelajaran yang diberikan kepada siswa kelas V SD
diharapkan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki siswa serta
mempermudah siswa dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan social,
khususnya pada pembelajaran IPS di SD. Demikian Ilmu Pengetahuan Sosial
yang diberikan kepada siswa di SD bertujuan agar dapat meningkatkan potensi
yang dimiliki siswa serta membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-
nilai sosial pada diri siswa.
Pembelajaran IPS bukan hanya menambah wawasan dan mengasah
intelektual siswa tetapi juga keterampilan sosial, moral, dan karakter siswa.
Adapun tujuan Pendidikan IPS dalam Permen No. 22 Tahun 2006 tentang Standar
Isi bahwa tujuan mata pelajaran IPS pada tingkat satuan Pendidikan SD/MI antara
lain yaitu mengenalkan konsep‐konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkungan, memberikan kemampuan dasar kepada siswa untuk
berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inquiri, memecahkan masalah dan
ketrampilan dalam kehidupan social, melatih siswa dalam menjaga komitmen dan
kesadaran terhadap nilai‐nilai sosial dan kemanusiaan, melatih kemampuan
berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk,
tingkat lokal, nasional, dan global. Hal tersebut sejalan dengan tujuan
pembelajaran IPS menurut Zainudin & Suwarti (2017) yaitu menghidupkan
kembali peranan penting pembelajaran IPS dalam pembentukan karakter bangsa,
membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan, serta
memiliki kemampuan berkompetisi maupun bekerjasama dalam skala nasional
13

maupun internasional. Dengan demikian peran pembelajaran IPS untuk mencapai


tujuan pendidikan sangat penting untuk diberikan kepada siswa sekolah dasar
agar menjadi masyarakat yang baik dalam lingkup sosial kedepannya.

C. SUBTEMA PERISTIWA KEBANGSAAN MASA PENJAJAHAN


Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di SD tentunya tidak terlepas dari
berbagai disiplin ilmu sosial, salah satunya adalah ilmu sejarah. Sejarah
merupakan bagian dari IPS yang berhubungan dengan fakta yang telah terjadi di
masa lalu. Menurut Oktorino, dkk (2017) sejarah merupakan ilmu yang digunakan
untuk mempelajari dan membuktikan berbagai peristiwa yang terjadi di masa lalu.
Dengan adanya materi sejarah pada pembelajaran IPS di sekolah, siswa dapat
mengetahui dan mempelajari peristiwa-peristiwa penting yang telah terjadi di
masa lampau. Salah satunya adalah siswa dapat mengetahui tentang peristiwa
kebangsaan masa penjajahan yang salah satunya adalah peristiwa perjuangan
Bangsa Indonesia melawan penjajahan demi merebut kemerdekaan Indonesia.
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Sejarah
telah mencatat bahwa kekayaan Kepulauan Nusantara begitu luar biasa. Kekayaan
bumi Nusantara ini dapat diibaratkan sebagai “mutiara dari timur”. Letaknya yang
strategis juga membuat bangsa lain tertarik untuk melakukan perdagangan di
Indonesia. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Kepulauan Nusantara atau
Indonesia ini menarik perhatian bangsa Eropa untuk menguasainya (Wati &
Hurriyati, 2009). Banyak-bangsa di dunia datang ke Indonesia untuk mencari
rempah-rempah. Para pedagang yang pada awalnya hanya memiliki niat mencari
rempah-rempah di Indonesia, kemudian berubah niat untuk menguasai wilayah
Indonesia. Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda adalah negara-negara dari
Benua Eropa yang mencoba menguasai Indonesia.
Kedatangan bangsa barat tentunya memiliki tujuan-tujuan tertentu.
Oktorino, dkk (2017) menjelaskan bahwa kedatangan bangsa barat pertama kali
yaitu Portugis pada tahun 1511 adalah bertujuan untuk menguasai perdagangan
rempah-rempah di Asia. Selain bertujuan untuk menguasai perdagangan, bangsa
portugis juga bertujuan untuk menyebarkan agama Nasrani. Hal tersebut sesuai
dengan yang dijelaskan oleh Anshori (2017:65) “Bangsa Portugis sebagai bangsa
14

Eropa yang pertama datang ke Indonesia, mempunyai tiga tujuan yaitu gold,
glory, dan gospel”. Gold artinya emas, yang identik dengan kekayaan. Semboyan
ini menggambarkan bahwa tujuan bangsa barat ke Indonesia adalah untuk mencari
kekayaan. Itulah yang membuat mereka melakukan ekspedisi dan penjelajahan.
Glory bermakna kejayaan bangsa. Gospel adalah keinginan bangsa barat untuk
menyebarluaskan atau mengajarkan agama Nasrani khususnya agama Kristen ke
bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan (Mukminan, dkk:2017).
Keberadaan beberapa negara tersebut di Indonesia menyebabkan
kehidupan bangsa Indonesia selama 350 tahun menjadi menderita. Selama
berkuasa di Indonesia, pemerintahan kolonial Belanda dan Inggris menerapkan
kebijakan ekonomi yang menguntungkan pihak mereka. Kebijakan ekonomi itu
antara lain penjualan/penyewaan tanah partikelir, pemungutan pajak tanah, dan
sistem tanam paksa (Anshori, 2017). Adanya kebijakan tersebut tentunya
menambah kesengsaraan yang dialami oleh bangsa Indonesia. Selain kebijakan-
kebijakan tersebut, bangsa Indonesia juga mendapatkan perlakuan yang tidak
layak oleh kolonial Belanda. Akibatnya bangsa Indonesia menjadi menderita.
Oleh karena itu rakyat Indonesia bangkit melakukan reaksi perlawanan pada
bangsa barat. Reaksi rakyat Indonesia ini berupa perlawanan yang terjadi di
daerah-daerah seluruh nusantara. Adapun tokoh daerah yang memimpin
perlawanan di daerahnya antara lain yaitu Cut Nyak Dien, Patimura, Sultan
Hasanudin, Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, dan masih banyak lagi.
Namun perlawanan-perlawanan yang dilakukan rakyat Indonesia di
berbagai daerah banyak mengalami kegagalan. Hal tersebut membuat bangsa
Indonesia menjadi menderita. Penderitaan yang dialami oleh bangsa Indonesia
selama ratusan tahun serta adanya keinginan untuk merdeka menyebabkan
munculnya organisasi-organisasi pergerakan nasional di Indonesia yang bertujuan
untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajahan. Adapun
organisasi-organisasi yang dibentuk saat masa awal pergerakan nasional di
antaranya yaitu organisasi Budi Utomo, Sarekat Islam, serta Perhimpunan
Indonesia. Adanya oraganisasi-oraganisasi tersebut memberikan pengaruh
terhadap kehidupan masyarakat di berbagai bidang antara lain bidang pendidikan,
sosial budaya, ekonomi, dan politik.
15

D. MODEL PEMBELAJARAN SAVI (SOMATIC AUDITORY VISUAL


INTELECTUAL)
1. Pengertian Model Pembelajaran SAVI
Model pembelajaran adalah rangkaian prosedur dalam sistem
pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman pada pelaksanaan pembelajaran
untuk mencapai tujuan belajar yang optimal. Menurut Amri (2015:7) model
pembelajaran adalah suatu pola atau langkah-langkah pembelajaran tertentu yang
diterapkan agar tujuan atau kompetensi dari hasil belajar yang diharapkan dapat
dicapai dengan lebih efektif dan efisien. Model pembelajaran yang dapat
diterapkan dalam pembelajaran IPS salah satunya adalah model pembelajaran
SAVI (Somatic, Auditory, Visual dan Intelectual). Menurut Ngalimun (2012)
pembelajaran SAVI adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar perlu
melibatkan semua alat indera yang dimiliki siswa. Pada setiap pembelajaran
hendaknya tercipta beberapa jenis kegiatan, baik itu mendengar, melihat sampai
pada tahap mengkreasi sendiri sebuah karya dengan kemampuan yang dimiliki
siswa. Karakteristik dalam model pembelajaran SAVI sudah mewakili semua
aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran, karena siswa tidak hanya
mendapatkan pengetahuan semata melainkan benar-benar dapat memahami dan
mengalami secara langsung apa yang dipelajari.
Terdapat empat unsur dalam model pembelajaran SAVI. Seperti yang
dijabarkan oleh Shoimin (2016) empat unsur dalam model SAVI meliputi Somatic
(belajar dengan bergerak dan berbuat), Auditory (belajar dengan mendengar dan
berbicara), Visual (belajar dengan mengamati dan menggambarkan) dan
Intellectually (belajar memecahkan masalah). Sesuai dengan pendapat Meier dan
Colin (dalam Kusumawati, 2014) SAVI merupakan kependekan dari Somatic
yang bermakna gerakan tubuh, Auditory yang bermakna pendengaran, Visual yang
bermakna penglihatan, dan Intellectually yang bermakna berpikir dan menalar.
Sehingga dapat disimpulkan dalam model SAVI proses pembelajarannya
melibatkan semua unsur kegiatan baik dari segi pikiran seperti memahami,
menganalisis, memecahkan masalah; segi gerakan seperti praktik, demonstrasi,
membuat sebuah karya; segi penglihatan seperti mengamati; segi pendengaran
seperti mendengarkan, menyimak, dan sebagainya.
16

2. Langkah-langkah Model Pembelajaran SAVI


Adapun langkah-langkah model pembelajaran SAVI menurut Shoimin
(2016) adalah meliputi tahap persiapan, tahap penyampaian, tahap pelatihan, dan
tahap penampilan hasil yang masing-masing akan dijelaskan pada Table 2.1
sebagai berikut.
Tabel 2.1 Langkah-Langkah Model SAVI
Tahap Deskripsi Kegiatan
Tahap Persiapan Guru menumbuhkan minat (1) Melakukan apersepsi dan
para siswa, memotivasi siswa, menjelaskan tujuan pembelajaran
serta mengondisikan kondisi (auditori).
siswa ketika akan belajar (2) Membangkitkan minat, motivasi
siswa dan rasa ingin tahu siswa
(auditori).
Tahap Guru menyampaikan materi (1) Menyampaikan materi dengan cara
Penyampaian dan membimbing siswa dalam memberi contoh nyata (somatis dan
mengaktifkan kemampuan auditori).
berpikirnya melalui (2) Dari contoh guru menjelaskan
permasalahan materi secara rinci (auditori).
(3) Membentuk kelompok dan
melakukan kerja kelompok
(somatis)

Tahap Pelatihan Guru membantu siswa (1) Memberikan lembar soal untuk
memadukan pengetahuan atau diselesaikan dengan berdiskusi
keterampilan baru dengan sesuai dengan kelompoknya
berbagai cara yaitu mengajak masing-masing (visual dan
siswa berpikir, berkata dan intelektual).
berbuat mengenai materi yang (2) Meminta beberapa siswa mewakili
baru dengan aktivitas praktik kelompok untuk menampilkan
secara langsung. hasil pekerjaanya dan meminta
yang lain menanggapi hasil
pekerjaan temannya dan memberi
kesempatan untuk bertanya
(somatis, auditori, visual,
intelektual).
(3) Menilai hasil pekerjaan siswa dan
meralat jawaban apabila terdapat
kesalahan terhadap hasil
pekerjaannya (auditori).

Tahap Penampilan Guru membimbing siswa saat (1) Memberi evaluasi yang berupa
Hasil menerapkan dan lembar soal untuk mengetahui dan
mengembangkan pengetahuan mengembangkan tingkat
serta kererampilan baru pemahaman serta keterampilan
mereka pada pekerjaan siswa setelah proses pembelajaran
sehingga pembelajar tetap (somatis dan intelektual).
melekat dan prestasi terus (2) Menegaskan kembali materi yang
meningkat. telah diajarkan kemudian
menyimpulkan dan memberikan
PR (auditori).

Sumber: Shoimin (2016)


17

3. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran SAVI


Model pembelajaran SAVI memiliki kelebihan maupun kekurangan
apabila diterapkan dalam proses pembelajaran. Adapun kelebihan model
pembelajaran SAVI menurut Shoimin (2016:182) antara lain yaitu: 1)
meningkatkan kecerdasan secara terpadu siswa secara penuh melalui
penggabungan gerak fisik dengan aktivitas intelektual, 2) ingatan siswa terhadap
materi yang dipelajari lebih kuat, karena siswa membangun sendiri
pengetahuannya, 3) suasana dalam pembelajaran menjadi menyenangkan karena
siswa merasa diperhatikan sehingga tidak bosan dalam belajar, 4) memupuk kerja
sama, dan diharapkan siswa yang lebih pandai dapat membantu siswa lain yang
kurang pandai, 5) menciptakan suasana belajar yang lebih menarik dan efektif, 6)
mampu meningkatkan kreativitas dan kemampuan psikomotor siswa, 7)
memaksimalkan konsentrasi siswa, 8) siswa akan termotivasi untuk belajar lebih
giat, 9) melatih siswa untuk terbiasa berfikir dan mengemukakan pendapat dan
berani menjelaskan jawabannya, 10) merupakan variasi yang cocok untuk semua
gaya belajar, 11) melatih guru untuk berinovasi dalam membuat proses kegiatan
belajar yang bervariasi, serta 12) melatih kreativitas guru dalam menentukan
media pembelajaran yang sesuai dengan materi yang disampaikan. Sedangkan
kelemahannya yaitu 1) membutuhkan biaya cukup banyak untuk mempersiapkan
media pembelajaran yang akan digunakan, 2) menyita banyak waktu untuk
mempersiapkan segala sesuatu sebelum pembelajaran dimulai, dan 3) belum ada
pedoman penilaian yang sesuai sehingga guru mengalami kesulitan untuk
memberi penilaian.

E. PENGUATAN KARAKTER CINTA TANAH AIR


1. Pendidikan Karakter
Pendidikan sebagai usaha untuk meningkatkan kompetensi yang dimiliki
siswa saat ini lebih ditekankan pada tujuan pembentukan karakter siswa. Untuk
membentuk pribadi dan karakter yang baik pada siswa, maka dibutuhkan adanya
pendidikan karakter yang diberikan kepada siswa saat melaksanakan
pembelajaran di sekolah. Pendidikan karakter menurut Kesuma (dalam Zainudin
& Suwarti, 2017:19) adalah pembelajaran yang mengarah pada penguatan dan
18

pengembangan perilaku anak secara utuh. Sedangkan pengertian pendidikan


karakter menurut Samani (dalam Zainudin & Suwarti, 2017:19) mendefinisikan
karakter sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk karena
pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan
yang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-
hari. Jika disimpulkan dari pendapat-pendapat tersebut maka pendidikan karakter
merupakan usaha yang sungguh-sungguh yang dilakukan untuk membentuk, dan
menumbuhkan nilai-nilai etika pada diri siswa sejak dini. Pendidikan karakter
akan mengantarkan siswa mempelajari dan mengenali potensi yang dimilikinya
sehingga dapat menjadi insan-insan yang bermoral.
Kompetensi tinggi yang dimiliki siswa saja tidak cukup tetapi juga harus
diimbangi dengan karakter baik yang dimiliki dalam menjalankan kompetensi
tersebut. Dengan demikian pendidikan karakter seharusnya dapat dilakukan sejak
dini, hal tersebut sesuai dengan pendapat Nuh (dalam Zainudin, 2012) yang
mengatakan bahwa jika pendidikan karakter sudah ditanamkan sejak dini maka
karakter seseorang akan terbentuk dan tidak akan mudah untuk dirubah-rubah.
Orang-orang dengan kemampuan yang unggul tanpa disertai karakter yang baik
dapat menjadi sumber masalah bagi dirinya maupun lingkungannya. Karena
kemampuan tersebut akan disalahgunakan untuk hal yang tidak baik. Sehingga
saat ini dalam kurikulum 2013 lebih ditekankan pada aspek sikap siswa, untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Hal tersebut mendorong pemerintah
dalam membuat sebuah kebijakan dalam usaha pembentukan karakter siswa,
antara lain yaitu penguatan pendidikan karakter yang disertakan dalam proses
pembelajaran saat ini.
Penguatan Pendidikan Karakter merupakan gerakan pendidikan di bawah
tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter siswa dengan
melibatkan kerjasama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai
bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (Permendikbud Nomor 20 Tahun
2018 pasal 1). Hal tersebut sejalan dengan fungsi pendidikan nasional yang
terkandung dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyebutkan bahwa “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka
19

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi dan


karakter siswa agar menjadi manusia yang beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Sehingga dapat
diketahui bahwa fungsi dari pendidikan nasional yang ada di Indonesia tidak
hanya terfokus pada pengembangan kemampuan pengetahuan siswa, tetapi juga
menekankan pada pengembangan sikap dan karakter siswa.
Adapun karakter yang dapat diterapkan pada satuan pendidikan untuk
tercapainya tujuan pendidikan karakter di Indonesia, berdasarkan tujuan
pendidikan karakter bangsa sesuai pasal 2 Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018
yaitu terdapat 18 nilai yang meliputi religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras,
kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah
air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca,
peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Berdasarkan nilai-nilai
tersebut, satuan pendidikan dapat menentukan akan menggunakan nilai yang
mana sebagai dasar pembelajarannya sesuai dengan kebutuhan maupun kondisi
satuan pendidikan tersebut.

2. Karakter Cinta Tanah Air


Pembelajaran muatan Ilmu Pengetahuan Sosial di kelas V SD pada materi
subtema peristiwa kebangsaan masa penjajahan melalui model SAVI diharapkan
dapat membentuk karakter cinta tanah air dari dalam diri siswa. Materi
disampaikan menggunakan penerapan model ini dapat membantu siswa
memahami dan memaknai peristiwa-peristiwa yang dialami bangsa Indonesia
pada masa penjajahan. Seperti contoh pada materi perlawanan masyarakat daerah
di Indonesia kepada pemerintahan kolonial Inggris dan Belanda, peristiwa
tersebut merupakan peristiwa perjuangan yang dilakukan masyarakat daerah-
daerah di Indonesia demi memperoleh kemerdekaan. Penjajahan yang
menyebabkan penderitaan bangsa Indonesia selama bertahun-tahun menyebabkan
adanya keinginan dan tujuan masyarakat daerah-daerah di Indonesia untuk
mencapai kemerdekaan. Demi memperoleh kemerdekaan dan kebebasan dari
penjajahan bangsa Inggris dan Belanda, tentunya masyarakat Indonesia tidak
20

pernah berputus asa, selalu bersemangat, bersungguh-sungguh dalam berusaha,


serta bekerjasama untuk mengalahkan dan menghapuskan penjajahan di Indonesia
hingga tercapailah kemerdekaan. Sehingga apabila materi tersebut dipelajari dan
dimaknai oleh siswa dengan sungguh-sungguh tentunya dapat membuat siswa
memiliki rasa bangga dengan identitasnya dan bersyukur atas jasa para pahlawan
terdahulu. Siswa juga dapat meneladani sikap-sikap para pahlawan yang pantang
menyerah dan rela berkorban demi memperjuangkan kemerdekaan bangsa
Indonesia.
Demikian untuk memudahkan siswa dalam memahami dan memaknai
nilai-nilai yang terkandung dalam materi peristiwa kebangsaan masa penjajahan,
melalui model SAVI guru diharapkan dapat menyampaikan pesan, makna,
maupun rasa prihatin pada perjuangan para pahlawan dulu untuk memperjuangkan
kemerdekaaan negara Indonesia kepada siswa. Sehingga apabila pesan, makna,
maupun rasa tersebut dapat tersampaikan pada siswa, maka dalam diri siswa akan
muncul rasa bangga kepada para pahlawan bangsa dan cinta kepada tanah airnya.
Selain itu melalui kegiatan-kegiatan yang tersusun berdasarkan model SAVI yang
melibatkan semua aspek pada pembelajaran IPS subtema peristiwa kebangsaan
masa penjajahan dapat lebih memudahkan guru untuk menumbuhkan karakter
cinta tanah air pada siswa.
Adapun kegiatan yang dilakukan melalui model SAVI mengandung unsur
somatis yaitu siswa dilibatkan untuk bergerak aktif seperti pada kegiatan
berkelompok. Berdasarkan kegiatan berkelompok tersebut siswa akan melakukan
kegiatan bersama kelompok untuk mengidentifikasi informasi tentang peristiwa
kebangsaan masa penajajahan, dari kegiatan tersebut akan timbul rasa saling
menghargai, bertukar pikiran dan memberikan masukan, mengutamakan
kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi, saling membantu agar tujuan
cepat tercapai, timbulnya kerukunan, dan kekompakan antarteman. Pada unsur
somatis ini siswa juga dilibatkan melalui tindakan secara langsung untuk menjaga
lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan. Selain unsur somatis
juga terdapat unsur auditori yaitu siswa dilibatkan untuk aktif mengungkapkan
pendapat hal tersebut melatih siswa agar terampil dan percaya diri dalam
menyuarakan pendapatnya, dapat memenuhi haknya sebaga warga Indonesia
21

untuk berpendapat baik di kelas maupun di depan umum, selain itu kegiatan
auditori melatih siswa untuk dapat menyimak dengan baik, menghargai orang lain
ketika sedang berbicara atau berpendapat dengan begitu siswa yang lain harus
memperhatikan bukan malah memotong pembicaraan teman. Kemudian terdapat
unsur visual yaitu kegiatan siswa meliputi membaca materi, mengamati gambar,
serta melihat langsung contoh nyata tentang peristiwa kebangsaan masa
penjajahan berdasarkan keadaan di sekitar. Misalnya dengan melakukan kegiatan
membaca dapat menambah wawasan siswa dan pengetahuan siswa tentang masa
penjajahan terdahulu dan dengan mengamati gambar siswa menjadi tahu
bagaimana keadaan masyarakat Indonesia saat mengalami penjajahan dulu. Unsur
terakhir yaitu intelektual, mulai dari unsur somatis, auditori, dan visual tersebut
akan menghasilkan tambahan pengetahuan pada pemikiran siswa berdasarkan apa
yang telah dilakukan sebelumnya. Sehingga wawasan siswa tentang materi
peristiwa kebangsaan masa penjajahan menjadi luas. Selain menambah wawasan
siswa, proses pembelajaran yang melibatkan empat unsur tersebut dapat
membentuk karakter cinta tanah air pada diri siswa .
Sehingga berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa karakter cinta tanah
air dalam diri siswa dapat muncul maupun terbentuk selama proses pembelajaran
IPS materi peristiwa kebangsaan masa penjajahan melalui model SAVI.

F. KERANGKA BERPIKIR
Kondisi awal yang dialami oleh guru yaitu saat pembelajaran IPS subtema
peristiwa kebangsaan masa penjajahan yaitu guru sudah menjelaskan materi
tersebut kepada siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya
apabila masih belum memahami materi. Namun siswa kurang antusias, dan belum
percaya diri, belum bersungguh-sungguh dalam mempelajari materi yang telah
disampaikan, serta daya pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari masih
kurang. Sehingga hasil belajar siswa menjadi rendah. Tindakan yang akan
dilakukan oleh peneliti yaitu menerapkan model SAVI pada pembelajaran IPS
subtema peristiwa kebangsaan masa penjajahan melalui sebuah penelitian.
Adapun penelitian tersebut terdapat proses berupa siklus-siklus yang setiap siklus
tersebut terdiri dari 2 pertemuan, dengan setiap pertemuan terdiri mulai dari tahap
22

persiapan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Apabila tindakan tersebut telah


dilakukan maka dapat diperoleh hipotesis yaitu jika model SAVI diterapkan pada
pembelajaran IPS subtema peristiwa kebangsaan masa penjajahan dengan tepat,
maka hasil belajar siswa dengan penguatan karakter cinta tanah air di kelas V
SDN 1 Warujayeng akan meningkat.
Adapun proses tersebut dapat dilihat pada gambar bagan 2.1 sebagai
berikut.

Kondisi Awal GURU SISWA

Guru sudah Siswa kurang antusias,


menjelaskan materi belum percaya diri,
tersebut kepada belum bersungguh-
siswa dan sungguh dalam
memberikan mempelajari materi
kesempatan kepada yang telah
siswa untuk bertanya disampaikan, serta
apabila masih belum daya pemahaman siswa
memahami materi. terhadap materi yang
Namun guru belum dipelajari masih
membuat siswa kurang. Siswa belum
antusias dalam terampil dalam
melakukan menyampaikan hasil
pembelajaran. pekerjaannya. Sehingga
Kegiatan masih hasil belajar siswa
terpusat pada guru. menjadi rendah.

Menggunakan model
SAVI pada
pembelajaran IPS Siklus 1 Siklus 2
Tindakan
subtema peristiwa
kebangsaan masa
penjajahan.

Jika model SAVI diterapkan dengan tepat pada


pembelajaran IPS subtema peristiwa kebangsaan masa
Kondisi Akhir penjajahan dengan penguatan karakter cinta tanah air,
maka hasil belajar siswa di kelas V SDN 1 Warujayeng
Kabupaten Nganjuk akan meningkat

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir


Sumber: Dwijautama, 2016
23

Penelitian dilakukan berdasarkan kerangka berpikir yang telah dibuat.


Penelitian ini dikembangkan dengan serangkaian proses dalam kerangka berpikir
yang sistematis. Penelitian yang dilakukan disusun dengan metode yang sistematis
yaitu melalui beberapa tahapan. Setelah mengetahui tahapan penelitian dari
kerangka berpikir tersebut, maka dapat diperoleh hipotesis tentang hasil dari
tindakan yang telah dilakukan. Hipotesis merupakan jawaban sementara dari
permasalahan yang akan diteliti. Menurut Sugiyono (2013: 96) perumusan
hipotesis merupakan langkah ketiga dalam penelitian setelah mengemukakan
kerangka berpikir dan landasan teori. Sehingga dapat diketahui jika penentuan
hipotesis itu berdasarkan pada kerangka berpikir yang telah dibuat sesuai dengan
tahapan proses yang telah ditentukan saat penelitian. Berdasarkan kerangka
berpikir pada bagan 2.1 tersebut dapat ditarik kesimpulan apabila penelitian yang
akan dilakukan bisa berjalan sesuai dengan tahapan tersebut, maka hasil belajar
siswa akan meningkat.

Anda mungkin juga menyukai