Anda di halaman 1dari 2

1.Bandingkanlah kekuatan hukum mengikat antara Keputusan Presiden dan Peraturan Presiden.

JAWABAN :

Keputusan Presiden (Keppres) berbeda dengan Peraturan Presiden (Perpres). Keputusan Presiden
adalah norma hukum yang bersifat konkret, individual, dan sekali selesai.
Sedangkan Peraturan Presiden adalah norma hukum yang bersifat abstrak, umum, dan terus-
menerus

Pasal 100 UU 12/2011 yang berbunyi:


“Semua Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati/Walikota,
atau keputusan pejabat lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 yang sifatnya mengatur, yang
sudah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku, harus dimaknai sebagai peraturan, sepanjang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini.”

Dalam kasus diatas yang berkaitan dengan pengelola aset negara dimana terjadi polemik antara
Akademi TNI dan Pemkot Magelang. Hal ini melibatkan banyak lembaga kenegaraan seperti MPR,
DPR dan DPD. Namun keputusan tertinggi ada di presiden, karena Keputusan presiden bersifat
konkret, akan tetapi peran MPR disini sebagai penengah dan lembaga negara DPR dan DPD yang
berada di bawah MPR juga turut dalam penyelesaian kasus diatas.

REFERENSI : https://www.hukumonline.com/klinik/a/keputusan-presiden-lt4ffce5b9240c9

2. Uraikanlah Hubungan kelembagaan antara MPR dan Lembaga DPR/DPD dalam praktik
ketatanegaraan Indonesia?
JAWABAN :

Dalam UUD NRI Tahun 1945 sebelum diamandemen lembaga legislatif mengenal adanya MPR
(Majelis Permusyawaratan Rakyat) dan DPR (Dewan perwakilan Rakyat). DPR dalam UUD NRI Tahun
1945 sebelum amandemen merupakan tempat bagi para partai politik hasil pemilu, jadi tidak
merefleksikan semua suara rakyat Indonesia. Oleh karena itu dibentuklah utusan golongan dan
utusan daerah yang kemudian berkumpul di dalam suatu lembaga yang lebih besar yaitu MPR.

Dengan kehadiran DPD tersebut, dalam sistem perwakilan Indonesia, DPR didukung dan diperkuat
oleh DPD. DPR merupakan lembaga perwakilan berdasarkan aspirasi dan paham politik rakyat
sebagai pemegang kedaulatan, sedangkan DPD merupakan lembaga perwakilan penyalur
keanekaragaman aspirasi daerah.

Sistem perwakilan dalam praktek ketatanegaraan yang berlaku di dunia, hanya dikenal dua
kemungkinan struktur parlemen, yaitu sistem perwakilan satu kamar (unikameral) dan sistem
perwakilan dua kamar (bikameral). Struktur ketatanegaraan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat
(1), tidak mengenal sistem perwakilan bikameral, karena struktur kelembagaan MPR berdiri sendiri
selain DPR dan DPD. Hal ini terjadi karena susunan MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD,
sehingga memberikan kedudukan MPR sebagai lembaga yang terlepas sendiri yang tidak terdiri atas
DPR dan DPD sebagai kelembagaan. Dengan struktur MPR seperti ini pun, Indonesia memberlakukan
sistem perwakilan yang unik di dunia berupa sistem perwakilan trikameral.

kedudukan DPD sebagai lembaga perwakilan yang bersifat bikameral atau tidak, maka dapat dilihat
dari hubungan konstitusional kedudukan DPD dengan MPR termasuk di dalamnya pula hubungan
antara DPD dengan DPR. Hubungan konstitusional antara kedudukan DPD dengan MPR dapat dilihat
dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 dan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945. Hubungan antara DPD dan
MPR berdasarkan Pasal 2 ayat (1) merupakan hubungan struktural dimana pengaturannya berkaitan
dengan kedudukan anggota DPD sebagai anggota MPR. Pengaturan ini memiliki makna
konstitusional bahwa DPD memiliki peran yang sama dengan DPR dalam melaksanakan wewenang
MPR. Berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 37 nampak adanya
sinkronisasi antara DPD dan DPR dalam menjalankan wewenang MPR.

REFERENSI : https://ejournal.um-sorong.ac.id/index.php/jn/article/download/32/31

Anda mungkin juga menyukai