Tugas 2 Ilmu Perundang-Undangan
Tugas 2 Ilmu Perundang-Undangan
NIM : 043736128
Jurusan : S1 Ilmu Hukum
UPBJJ : Bandar Lampung
Pokjar : Bandar Sribhawono
1. Soal Polemik Aset Akademi TNI, Pemkot Magelang Akan Ikuti Keputusan Presiden
Pemerintah Kota (Pemkot) Magelang, Jawa Tengah, akan mengikuti keputusan Presiden
Joko Widodo terkait polemic aset eks Mako Akabri. "Iya jelas. Kami menyerahkan
kepada Bapak Presiden, karena Bapak Presiden adalah kuasa pengelola asset negara,
jadi semua asset Negara ini di bawah kewenangannya," kata Sekretaris Daerah Kota
Magelang, Joko Budiyono, kepada wartawan, Jumat (27/8/2021).
Joko mengaku telah melayangkan surat ke Istana tidak lama setelah logo TNI
terpasang di muka atas gedung kantor Wali Kota di Jalan Sarwo Edhie Wibowo Kota
Magelang, Rabu (26/8/2021) lalu.
Surat itu juga ditujukan untuk Wakil Presiden, Ketua DPR RI, Menhankam, Panglima
TNI, Mendagri, Menkeu, Gubernur Jawa Tengah, DPRD Tingkat I dan Kementerian
Pertanahan. "Langsung kemarin tanggal 26 Agustus 2021 sudah kita kirim langsung
lewat kurir (utusan), langsung tidak via pos atau via jasa pengiriman, langsung kami
kirim kurir ke Bapak Presiden," kata Joko.
Joko mengungkapkan, surat yang ditujukan kepada presiden itu berisi permohonan
bantuan penyelesaian polemic asset yang melibatkan Akademi TNI tersebut. Dia
berharap, pemerintah pusat bisa turun tangan agar polemic ini tidak berkepanjangan.
Ia pun melampirkan dasar dan penjelasan historis bagaimana Pemkot Magelang bisa
menempati tanah dan bangunan eks Mako Akabri sejak 1 April 1985 itu. "Isi surat ke
presiden, mohon penyelesaian permasalahan asset ini, dimana permohonan kami ini
didasarkan kepada prasasti dan dokumen dokumen serah terima asset dari Dephan ke
Mendagri pada tahun 1985 lalu," ujarnya. Joko menyatakan, siap dan menerima apa
pun keputusan Presiden nantinya.
Pertanyaan:
Bandingkanlah kekuatan hukum mengikat antara Keputusan Presiden dan Peraturan
Presiden.
Pertanyaan:
Uraikanlah Hubungan kelembagaan antara MPR dan Lembaga DPR/DPD dalam praktik
ketatanegaraan Indonesia?
JAWABAN :
1. Bandingkanlah kekuatan hukum mengikat antara Keputusan Presiden dan Peraturan
Presiden.
Jawab : Perbandingan antara kekuatan hukum mengikat antara keputusan presiden
dan pertauran presiden ialah keputusan presiden ialah norma hukum yang bersifat
konkret, individual, dan selesai dalam sekali. Secara umum, keputusan presiden
bersifat mengatur. Sedangkan, peraturan presiden ialah norma hukum yang bersifat
umum, abstrak, dan berlaku secara terus-menerus. Isi dari peraturan presiden berlaku
untuk semua orang selama peraturan tersebut berlaku. Jadi kedua hukum tersebut
memiliki kekuatan yang berbeda.
Alasan keputusan presiden dan peraturan presiden dikatakan berbeda ialah keputusan
merupakan istilah untuk sebuah pernyataan berdasarkan kehendak instansi
pemerintah dan pembuat perundang - undangan. Sedangkan peraturan ialah aturan
yang ditetapkan pemerintah atau pembuat undang-undang untuk mengatur
menyelenggarakan pemerintahan.
Jimly Asshiddiqie di dalam bukunya yang berjudul Perihal Undang-Undang (hal. 9-10)
mengatakan bahwa jika subjek hukum yang terkena akibat keputusan itu bersifat
konkret dan individual, maka dikatakan bahwa norma atau kaedah hukum yang
terkandung di dalam keputusan itu merupakan norma hukum yang bersifat individual-
konkret. Tetapi, apabila subjek hukum yang terkait itu bersifat umum dan abstrak
atau belum tertentu secara konkret, maka norma hukum yang terkandung di dalam
keputusan itu disebut sebagai norma hukum yang bersifat abstrak dan umum.
Keputusan-keputusan yang bersifat umum dan abstrak itu biasanya bersifat mengatur
(regeling), sedangkan yang bersifat individual dan konkret dapat merupakan
keputusan yang bersifat atau berisi penetapan administratif (beschikking) ataupun
keputusan yang berupa vonis hakim yang lazimnya disebut dengan istilah putusan.
Oleh karena itu, ketiga bentuk kegiatan pengambilan keputusan tersebut dapat
dibedakan dengan istilah:
1. Pengaturan menghasilkan peraturan (regels). Hasil kegiatan pengaturan itu disebut
“peraturan”;
2. Penetapan menghasilkan ketetapan atau keputusan (beschikkings). Hasil kegiatan
penetapan atau pengambilan keputusan administratif ini disebut dengan
“Keputusan” atau “Ketetapan”; dan
3. Penghakiman atau pengadilan menghasilkan putusan (vonnis).
Sedangkan instruksi presiden, menurut Jimly Asshiddiqie (hal. 20) merupakan “policy
rules” atau “beleidsregels”, yaitu bentuk peraturan kebijakan yang tidak dapat
dikategorikan sebagai bentuk peraturan perundang-undangan yang biasa. Disebut
“policy” atau “beleids” atau kebijakan karena secara formal tidak dapat disebut atau
memang bukan berbentuk peraturan yang resmi (ibid, hal. 391). Umpamanya, surat
edaran dari seorang Menteri atau seorang Direktur Jenderal yang ditujukan kepada
seluruh jajaran pegawai negeri sipil yang berada dalam lingkup tanggung jawabnya,
dapat dituangkan dalam surat biasa, bukan berbentuk peraturan resmi, seperti
Peraturan Menteri. Akan tetapi, isinya bersifat mengatur (regeling) dan memberi
petunjuk dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas kepegawaian. Surat edaran semacam
inilah yang biasa dinamakan “policy rule” atau “beleidsregel”.
2. Uraikanlah Hubungan kelembagaan antara MPR dan Lembaga DPR/DPD dalam praktik
ketatanegaraan Indonesia?
Jawab : Menurut hasil amandemen UUD 1945, lembaga negara terdiri dari MPR, DPR,
DPD, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, presiden dan wakil
presiden, serta BPK.
Unsur anggota DPR merupakan perwakilan atau cerminan rakyat melalui partai
politik. Sedangkan unsur anggota DPD merupakan perwakilan rakyat dari daerah
untuk memperjuangkan kepentingan daerah.
Mahkamah Agung merupakan lembaga yang mandiri dan harus bebas dari
pengaruh cabang-cabang kekuasaan yang lain. Dalam hubungannya dengan
Mahkamah Konstitusi, MA mengajukan tiga orang hakim konstitusi untuk ditetapkan
sebagai hakim di Mahkamah Konstitusi.
Karena kedudukan MPR sebagai lembaga negara, maka apabila MPR bersengketa
dengan lembaga negara lainnya yang sama-sama memiliki kewenangan yang
ditentukan oleh UUD, maka konflik tersebut harus diselesaikan oleh Mahkamah
Konstitusi.
Dengan kewenangan itu, jelas bahwa MK memiliki hubungan tata kerja dengan
semua lembaga negara, yaitu apabila terdapat sengketa antarlembaga negara atau
apabila terjadi proses hak uji material yang diajukan oleh lembaga negara pada
Mahkamah Konstitusi.