Anda di halaman 1dari 10

Lex Jurnalica

p-ISSN 1858-0262 | e-ISSN : 2528-3251

Legalitas Penangkapan dan Penahanan KPK Dalam Operasi Tangkap


Tangan Terduga Pelaku Tindak Pidana Korupsi

Muhammad Lutfi Pratama¹,


¹Universitas Tarumanegara, DKI Jakarta Indonesia
lutfipratamalaw@gmail.com

Abstract
In the field of pretrial proceedings, the validity of arrests and detentions resulting from arrest operations (OTT)
conducted by KPK investigators often becomes a polemic. This issue is based on the absence of regulations
governing the authority of arrest operations in the KPK Law, Anti-Corruption Law, and KUHAP. Based on
the analysis conducted, it was found that an arrest operation is a development of the act of arrest in the case
of being caught red-handed as stipulated in Article 111 of the Criminal Procedure Code, but when referring
to the Criminal Procedure Code, conceptually, an arrest operation cannot be considered as being caught red-
handed. This results in the uncertainty of the validity and legality of the arrest operation itself when examined
following Indonesia's due process of law. Therefore, the author wants to examine the legality of the detention
& arrest of the capture operation carried out by the KPK in review of the relevant laws and regulations.

Keywords: OTT, Legality, Arrest


Abstrak
Dalam praktik keabsahan penangkapan dan penahanan akibat operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan
oleh penyidik KPK kerap menjadi polemik diranah praperadilan. Hal ini didasari ketiadaan peraturan yang
mengatur kewenangan operasi tangkap tangan baik dalam UU KPK, UU Tipikor, maupun KUHAP.
Berdasarkan analisis yang dilakukan ditemukan bahwa operasi tangkap tangan merupakan pengembangan
dari tindak penangkapan dalam hal tertangkap tangan sebagaimana ketentuan pasal 111 KUHAP, akan tetapi
bila mengacu kepada KUHAP secara konseptual operasi tangkap tangan juga tidak dapat dipandang sebagai
tertangkap tangan. Hal ini mengakibatkan ketidakjelasan keabsahan dan legalitas operasi tangkap tangan itu
sendiri bila di kaji sesua due process of law Indonesia. Oleh sebab itu penulis ingin mengkaji legalitas penahanan
& penangkapan operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK ditinjau dengan peraturan perundang-
undangan terkait.

Kata kunci: OTT, Legalitas, Penangkapan

Pendahuluan
nya. Namun kekuasaan bukan lah satu-satu
Tindak pidana korupsi (yang nya faktor bagi seseorang untuk melakukan
selanjutnya disingkat Tipikor) yaitu suatu korupsi, melainkan korupsi juga dapat terjadi
kejahatan pidana yang berkaitan dengan di ruang lingkup yang tidak dibatasi hanya
kuasa seseorang yang menggunakan pada jabatan-jabatan di pemerintahan.
kekuasaan atau jabatannya sebagai Dikarenakan sifat kejahatan nya yang
kepentingan pribadinya (Romli terstruktur, sistematis, dan berencana Tipikor
Atmasasmita,2004). Tipikor pada umumnya dikategorikan kedalam kejahatan yang luar
dilakukan oleh pejabat dalam tubuh biasa (extra ordinary crime) hal ini didasari
pemerintahan yang memiliki kekuasaan, melihat dampak tipikor yang merugikan
dengan kekuasaan yang dimiliki itulah keuangan negara dan masyarakat luas,
pejabat pemerintah dapat menggunakan uang ditambah tipikor pasti dilakukan secara
rakyat secara melawan hukum dangan sistematis dan menggunakan perencanaan
maksud diluar amanat jabatan yang dimiliki yang matang. Dalam pemberantasan
Lex Jurnalica
p-ISSN 1858-0262 | e-ISSN : 2528-3251

kejahatan luar biasa (extraordinary crime) sebagaimana dimaksud dalam ayat


maka diperlukan tindakan yang bersifat luar (1) penyelidik atau penyidik wajib
biasa (extraordinary measures). Tindakan luar segera melakukan pemeriksaan dan
biasa yang dimaksud salah satunya adalah tindakan lain dalam rangka
dengan melakukan Operasi Tangkap Tangan penyidikan.
(yang selanjutnya disingkat OTT) yang • (3) menyatakan bahwa penyelidik
dilakukan oleh penyidik Komisi dan penyidik yang telah menerima
Pemberantasan Korupsi (selanjutnya laporan tersebut segera datang ke
disingkat KPK) yang mampu mengungkap tempat kejadian dapat melarang
tindak pidana korupsi hingga divonis terbukti setiap orang untuk meninggalkan
dan meyakinkan bersalah oleh Pengadilan. tempat itu selama pemeriksaan di situ
Namun demikian OTT sering kali menjadi belum selesai.
polemik di ranah praperadilan mengenai • (4) menyatakan bahwa pelanggar
keabsahan penangkapan dan penahanan larangan tersebut dapat dipaksa
dikarenakan, apabila mengacu kepada tinggal di tempat itu sampai
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor pemeriksaan dimaksud di atas selesai.
8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (yang selanjutnya Sebagaimana dijelaskan diatas, maka
disingkat KUHAP) tidak dikenal istilah penulis rasa ada urgensi dibentuk atau
ataupun nomenclature yang menyebutkan setidak-tidaknya ditambahkan peraturan
OTT, juga tidak termasuk kedalam mengenai sub bahasan OTT. Hal ini
serangkaian wewenang penyidik dan secara dimaksudkan untuk memenuhi asas
konseptual berbeda dengan penangkapan legalitas dan kepastian hukum dalam
dalam hal tertangkap tangan. Mengacu
proses penerapan dan penegakan hukum
kepada KUHAP, tata cara penangkapan dapat
pidana, lebih lanjut nya sebagaimana
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu: yaitu: (a)
yang diatur dalam KUHP dan KUHAP.
penangkapan dalam hal tertangkap tangan,
(b) penangkapan dalam hal tidak tertangkap
Secara rill yang terjadi di lapangan
tangan. Adapun dalam hal penangkapan pranata OTT dapat dimaknai sebagai
tertangkap tangan yang diatur dalam Pasal serangkaian upaya penangkapan yang
111 ayat (1) - (4) KUHAP yaitu: dilakukan oleh penyidik dengan bukti
permulaan berdasar hasil penyadapan
• (1) dalam hal tertangkap tangan terhadap terduga pelaku Tipikor sebelum
setiap orang berhak, sedangkan setiap
pelaku melakukan tindak pidana, dan
orang yang mempunyai wewenang
dalam penangkapannya saat atau sesaat
dalam tugas ketertiban, ketenteraman
setelah terduga pelaku Tipikor
dan keamanan, umum wajib
menangkap tersangka guna melaksanakan tindak pidana. (Chairul
diserahkan beserta atau tanpa barang Huda, 2020). Hal ini tentu berbeda dengan
bukti kepada penyelidik atau pranata tertangkap tangan sebagaimana
penyidik. yang termaktub dalam Pasal 1 Angka 19
• (2) menegaskan bahwa setelah KUHAP, dimana pengertian tertangkap
menerima penyerahan tersangka tangan adalah:
Lex Jurnalica
p-ISSN 1858-0262 | e-ISSN : 2528-3251

“tertangkap nya seseorang pada pemberantasan Tipikor yang


waktu sedang melakukan tindak dilaksanakan oleh KPK ?
pidana,atau dengan segera setelah 2. Bagaimana legalitas & Keabsahan
tindak pidan aitu dilakukan, atau Operasi Tangkap Tangan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi, ditinjau
sesaat kemudian diserukan oleh
dengan KUHAP ?
khalayak ramai sebagai orang yang
melakukan nya, atau apabila sesaat Metode Penelitian
kemudian padanya ditemukan
benda yang diduga keras telah Dalam penelitian dan penulisan jurnal
dipergunakan untuk melakukan ini menggunakan metode yuridis normatif,
tindak pidana itu yang dengan pendekatan peraturan perundang-
menunjukan bahwa ia adalah undangan dan pendekatan konseptual.
pelakunya atau turut melakukan (Sudikno,2020). Pendekatan peraturan
atau terut membantu melakukan perundang-undangan (statute approach)
tindak pidana”. adalah pengkajian permasalahan hukum
dengan melihat peraturan-peraturan hukum
Terdapat disparitas yang sangat positif yang ada sebagai bahan hukum primer.
fundaentil dalam konsep tertangkap Dalam penelitian dan penulisan jurnal ini
tangan KUHAP, dalam hal tertangkap digunakan UU No 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana, UU
tangan seseorang pelaku tindak kejahatan
No. 32 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah
tertangkap pada waktu sedang
dengan UU No. 19 Tahun 2019 Tentang
melakukan tindak pidana atau sesaat
Komisi Pemberantasan Korupsi, UU No 31
setelah melakukan tindak pidana. Sedang Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan
dalam konseptual rill OTT penyidik telah UU No 20 Tahun 2001 tentang
mengetahui sebelumnya bahwa ada Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
dugaan akan terjadi tindak pidana. Pendekatan konseptual (conseptual approach),
Menurut hemat penulis perbedaan adalah pendekatan yang mengkaji
mendasar ini lah yang menyebabkan permasalahan hukum dengan melihat dan
pranata OTT tidak dapat dimaknai mengalasisis permasalahan hukum secara
sebagai Tertangkap Tangan. konsep dengan menggunakan teori-teori
hukum yang ada. Penggunaan toeri hukum
sebagai bahan hukum sekunder dan landasan
filosofis dalam upaya perumusan konsep,
Rumusan Masalah kebijakan, dan pemecahan permasalahan
hukum. Dalam penulisan penelitian dan
Dalam jurnal hukum ini terdapat dua penulisan jurnal ini menggunakan teori
rumusan masalah diantaranya: negara hukum, teori system hukum, dan teori
penegakan hukum sebagai landasan filosofis
1. Bagaimana pengaturan Operasi konseptual untuk menjawab pemasalahan
Tangkap Tangan sebagai upaya hukum yang ada (Peter Mahmud,2011).
Lex Jurnalica
p-ISSN 1858-0262 | e-ISSN : 2528-3251

setidak-tidak nya di hari yang sama KPK


langsung menetapkan status orang tersebut
sebagai tersangka dan melakukan penahanan
pada hari yang sama. Ini lah yang
melatarbelakangi dan menjadi dasar Romli
Atmasasmita mengemukakan bahwa OTT
yang dilakukan oleh KPK adalah sebuah
teknik penyidikan yang tidak sah (ilegal).
Pembahasan
Dalam perspektif hukum acara pidana
Pengaturan Operasi Tangkap Tangan Penegak hukum dalam rangka melaksanakan
sebagai upaya pemberantasan Tipikor yang hukum pidana materil maka wajib mematuhi
dilaksanakan oleh KPK hukum pidana formil, hukum pidana formil
yang dikenal di Indonesia adalah KUHAP.
Salah satu upaya KPK dalam Didalam KUHAP dikenal penangkapan dan
menangani kasus korupsi adalah dengan tertangkap tangan, penangkapan yang
melakukan OTT (Suara Pembaharuan,2020). dimaksud dalam KUHAP adalah suatu
Istilah OTT tidak diatur dalam KUHAP dan tindakan penyidik berupa pengekangan
berbada dengan tertangkap tangan. Menurut sementara waktu kebabasan tersangka atau
Laica Marzuki, Pengajar Universitas terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna
Hasanuddin, Makassar, OTT tidak dikenal kepentingan penyidikan atau penuntutan dan
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara atau peradilan dalam hal serta menurut cara
Pidana (KUHAP). Juga Menurut Chairul yang diatur dalam undang-undang ini. Lalu,
Huda, Pengajar Universitas Muhammadiyah, tertangkap tangan menurut KUHAP adalah
Jakarta, OTT bukan dan jangan dimaknai tertangkapnya seseoarang pada waktu
sebagai tertangkap tangan. Adapun dalam sedang melakukan tindak pidana, atau
praktek nya Tindakan OTT yang dilakukan dengan segera sesudah beberapa saat tindak
oleh KPK seringnya diawali dengan Tindakan pidana itu dilakukan, atau apabila sesaat
penyadapan, setelah penyadapan dilakukan kemudian diserukan oleh khalayak ramai
jika benar ditemukan suatu tindak pidana sebagai orang yang melakukannya, atau
kemudian penyelidik KPK melakukan OTT. apabila sesaat kemudian padanya ditemukan
Dalam melakukan OTT terdapat dua teknik benda yang diduga keras telah
yang memiliki kelemahan secara hukum. diperguanakan untuk melakukan tindak
Yang pertama yaitu penyadapan yang hanya pidana itu bahwa ia adalah pelakunnya atau
diatur secara umum dalam UU KPK, yang turut melakukan atau membantu melakukan
kedua yaitu penjebakan tidak dikenal dalam atau membantu melakukan tindak pidana itu,
berbagai aturan tentang korupsi di Indonesia.
Akibatnya dalam penggunaannya, kedua Namun operasi tangkap tangan yang
teknik tersebut sering menimbulkan opini dilakukan oleh KPK tidak dikenal dalam
bahwa KPK melakukan pelanggaran hukum KUHAP, ketentuan kewenangan operasi
dan HAM(Rizal Akbar, Jurnal Poenale, 2017). tangkap tangan baru dikenal dalam Peraturan
Seringkali dalam praktik nya setelah KPK Presiden Republik Indonesia Nomor 87
melakukan OTT pada saat itu juga atau Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih
Lex Jurnalica
p-ISSN 1858-0262 | e-ISSN : 2528-3251

Pungutan Liar (Perpres No 87 Tahun 2016). penjebakan yang sering kali digunakan
Walaupun demikian dalam Perpres tersebut sebagai rangkaian operasi tangkap tangan
hanya menyebutkan ketentuan operasi tidak memiliki dasar hukum yang jelas dalam
tangkap tangan tanpa memberikan definisi konteks pemberantasan korupsi. ( K.
dan syarat terkait operasi tangkap tangan. Hal Lutfiasandh, UNAIR, 2019 ).Dalam sistem
itu dapat dilihat dalam Pasal 4 huruf d Perpres hukum acara pidana, pejabat tertentu diberi
No 87 Tahun 2016 yang menyatakan “Dalam kewenangan untuk melakukan pembatasan
Melaksanakan Tugas dan Fungsi terhadap kebebasan dan kemerdekaan
sebagaimana dalam Pasal 2 dan Pasal 3, seseorang atas alasan telah melakukan tindak
Satgas Saber Pungli mempunyai wewenang pidana. KUHAP menentukan beberapa
melakukan operasi tangkap tangan.” tindakan atau upaya paksa yang dapat
dilakukan sehubungan dengan terjadinya
Dalam penelitian terdahulu dijelaskan tindak pidana yang kemudian memberikan
bahwa yang dimaksud dengan operasi wewenang kepada penyidik untuk
tangkap tangan adalah Istilah KPK untuk mengurangi kebebasan seseorang. Namun
"menangkap basah" para maling di negeri ini. penggunaan wewenang ini harus tetap
Sebuah operasi yang rahasia, terukur dan berlandaskan hukum dan prinsip- prinsip
jarang korbannya bisa selamat dari tuduhan yang menjunjung tinggi harkat martabat
karena didasari dengan proses yang panjang manusia dan menjamin keseimbangan antara
ketika KPK “Mengendus” adanya aroma perlindungan kepentingan tersangka di satu
korupsi (Fatimah azari, Jurnal legalitas, 2017). pihak dan kepentingan masyarakat luas juga
Berdasarkan uraian di atas penulis kepentingan umum di lain pihak (Ramelan,
memberikan pengertian operasi tangkap Sumber Ilmu Jaya,2006)
tangan adalah rangkaian tindakan penyidik
untuk menangkap pelaku Tindak Pidana Wewenang yang diberikan pada
Korupsi ketika Ia sedang melakukan Tindak penyidik dalam membatasi kebebasan
Pidana berdasarkan bukti permulaan yang seseorang tersebut dapat dilakukan dalam
cukup yang diperoleh melalui tindakan bentuk tindakan penangkapan, penahanan,
penyadapan. penyitaan, dan penggeledahan. Penangkapan
adalah suatu tindakan penyidik berupa
Terdapat banyak pro dan kontra pengekangan sementara waktu kebebasan
terkait tindakan OTT oleh KPK ini. Pihak yang tersangka atau terdakwa apabila terdapat
pro menyatakan bahwa OTT merupakan cara cukup bukti guna kepentingan penyidikan
yang tepat untuk menangkap para koruptor atau penuntutan dan /atau peradilan dalam
karena tidak memerlukan alur birokrasi yang hal serta menurut cara yang diatur dalam
panjang dan menghasilkan barang bukti yang undang-undang ini. Pejabat yang berwenang
konkret. Disisi lain pihak yang kontra melakukan penangkapan adalah penyelidik
menganggap pelaksanaan OTT menyalahi atas perintah penyidik yang melakukan
aturan dalam KUHP. Disebut menyalahi penangkapan untuk kepentingan penyidikan
karena terminologi dalam KUHP adalah dan / atau penyidik dan penyidik pembantu
“tertangkap tangan” dan bukan “operasi yang melakukan penangkapan untuk
tangkap tangan” seperti yang selama ini kepentingan penyidikan. Pasal 117 KUHAP
dilakukan oleh KPK. Terlebih, mekanisme menentukan bahwa penyelidik dan
Lex Jurnalica
p-ISSN 1858-0262 | e-ISSN : 2528-3251

penyidik/penyidik pembantu memiliki cukup”. Mahkamah Konstitusi menganggap


kewenangan melakukan penangkapan syarat minimum dengan dua alat bukti dan
terhadap seseorang yang diduga keras pemeriksaan calon tersangka merupakan
melakukan tindak pidana dan harus bentuk transparansi dan perlindungan hak
berdasarkan bukti permulaan yang cukup.19 asasi seseorang. Hal ini untuk menghindari
Ketentuan ini menunjukkan bahwa perintah kesewenang-wenangan oleh penyidik
penangkapan tidak dapat dilakukan terutama dalam menentukan tentang
sewenang-wenang. Penangkapan ditujukan kecukupan bukti permulaan.
kepada mereka yang benar-benar melakukan
tindak pidana berdasar bukti permulaan yang Legalitas & Keabsahan Operasi Tangkap
cukup. Mengenai “bukti permulaan yang Tangan oleh Komisi Pemberantasan
cukup” dijelaskan dalam penjelasan Pasal 17 Korupsi, ditinjau dengan KUHAP
KUHAP yaitu bahwa bukti permulaan
ditujukan untuk menduga adanya tindak Dalam praktek nya walaupun
pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 angka 14 penggunaan istilah Operasi Tangkap Tangan
KUHAP. Pengaturan tentang bukti (OTT) tidak termaktub didalam KUHAP,
permulaan tersebut belum jelas sehingga akan tetapi KUHAP tetap dijadikan dasar
dalam praktek biasanya bukti permulaan hukum bagi penyidik untuk melakukan
cukup didasarkan pada keterangan saksi dan kegiatan OTT. KUHAP telah memberikan
didukung pula dengan alat bukti lain seperti dasar hukum untuk melakukan Operasi
alat bukti petunjuk berupa barang bukti dan Tangkap Tangan yang ditentukan dalam
sebagainya Pasal 1 butir 19 KUHAP yaitu “Tertangkap
tangan adalah tertangkapnya seorang pada
Ketidakjelasan makna bukti waktu sedang melakukan tindak pidana, atau
permulaan yang cukup dalam penangkapan dengan segera sesudah beberapa saat tindak
mendapat titik terang melalui Putusan pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian
Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU- diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang
XII/2014. Putusan ini menyatakan tentang yang melakukannya, atau apabila sesaat
“bukti permulaan”, “bukti permulaan yang kemudian padanya ditemukan benda yang
cukup”, dan “bukti yang cukup” diduga keras telah dipergunakan untuk
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka melakukan tindak pidana itu yang
14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya
harus ditafsirkan dengan sekurang- atau turut melakukan atau membantu
kurangnya dua alat bukti yang termuat dalam melakukan tindak pidana itu.”
Pasal 184 KUHAP.22 Adapun alat bukti yang
Menurut Eddy OS Hiariej, dalam
sah menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP ialah
konteks pembuktian di peradilan, bukti- bukti
keterangan saksi; keterangan ahli; surat;
diperoleh melalui Operasi Tangkap Tangan
petunjuk; dan keterangan terdakwa. Dalam
sangatlah jelas, akurat dan pasti. Operasi
putusan tersebut, Mahkamah Konstitusi
Tangkap Tangan sangat efektif untuk
menilai bahwa KUHAP tidak memberi
membuktikan kejahatan- kejahatan yang sulit
penjelasan mengenai batasan jumlah (alat
dicari pembuktiannya termasuk kejahatan
bukti) dari frasa “bukti permulaan”, “bukti
korupsi karena bukti tersebut langsung dapat
permulaan yang cukup”, dan “bukti yang
Lex Jurnalica
p-ISSN 1858-0262 | e-ISSN : 2528-3251

diperoleh. Pembuktian perkara pidana sesuai kepastian hukum (Kristian, Nuansa Aulia,
postulat In Criminalibus Probantiones Bedent 2013). Berdasarkan pendapat tersebut, maka
Esse Luce Clariores yang berarti bahwa dalam diperlukan adanya peraturan pelaksana
perkara-perkara pidana bukti bukti yang terhadap penyadapan yang termuat dalam
diperoleh haruslah lebih terang daripada Undang-Undang terkait kewenangan yang
cahaya, sebab melalui Operasi Tangkap dilakukan oleh KPK. Dengan adanya
Tangan langsung diperoleh bukti yang jelas, peraturan tersebut pelaksanaan tindak
terang, dan akurat serta tidak terbantahkan penyadapan yang menjamin kelangsungan
bukan hanya berdasar persangkaan saja. penegakan hukum (law enforcement) dapat
Operasi Tangkap Tangan sudah pasti sekaligus memberikan jaminan pada hak-hak
didahului oleh serangkaian tindakan asasi manusia (guarantee the rights). Hal ini
penyadapan yang telah dilakukan dalam untuk menghindari penyalahgunaan
jangka waktu tertentu. Hasil penyadapan kepentingan selain kepentingan penegakan
pada dasarnya merupakan bukti permulaan hukum yang mengakibatkan terjadi
terjadinya suatu tindak pidana jika antara pelanggaran hak asasi. Penyadapan berakibat
bukti yang satu dan bukti yang lain terdapat terjadinya pengurangan hak asasi terhadap
kesesuaian (Corroborating Evidence). Artinya, personaliti yang menjadi subjek yang disadap
perkara tersebut sudah siap diproses secara tersebut28 oleh karena itu tindakan tersebut
pidana karena memiliki minimal dua alat harus dipastikan dalam koridor yang tidak
bukti. Dalam konteks kekuatan pembuktian, melanggar hak asasi yang bersangkutan.
Operasi Tangkap Tangan dapat dikatakan
memenuhi pembuktian sempurna (Probatio Didalam Pasal 12 Undang-Undang
Plena) yang berarti bukti tersebut tidak lagi KPK secara eksplisit menyatakan ”Dalam
menimbulkan keraguan-raguan mengenai melaksanakan penyelidikan, penyidikan dan
keterlibatan pelaku dalam suatu kejahatan. penuntutan sebagaimana dimaksud dalam
Kendatipun demikian, hakim dalam perkara Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan
pidana tidak terikat secara mutlak terhadap Korupsi berwenang a) melakukan
satu pun alat bukti, akan tetapi Operasi penyadapan dan merekam pembicaraan....”
Tangkap Tangan paling tidak dapat Ketentuan tersebut secara expressive verbis
menghilangkan keraguan tersebut (Eddy OS membolehkan KPK menyadap dan merekam
Hariej, Operasi Tangkap Tangan,2020) pembicaraan dalam penyelidikan. Artinya,
penyadapan diperbolehkan untuk
Menurut B Scheltema, ciri dari negara menentukan ada tidaknya tindak pidana
hukum adalah adanya pengakuan sebagaimana yang dijelaskan dalam definisi
penghormatan dan perlindungan hak asasi penyelidikan dan yang dilakukan oleh KPK
manusia yang berakar dari penghormatan adalah suatu proses atau upaya pengumpulan
martabat manusia (human dignity) dan asas bukti terkait informasi yang telah diperoleh
kepastian hukum (the rule of law prinsiple). melalui hasil penyadapan. Dalam
Terkait dengan hal tersebut pengaturan dan pelaksanaan OTT, apabila KPK sedang
pelaksanaan mengenai penyadapan tidak melakukan OTT dan uang suap atau objek
boleh melanggar hak asasi manusia dan harus suap sudah berada di tangan terduga, maka
diatur terlebih dahulu dalam peraturan yang terjadi adalah delik selesai. Namun,
perundang-undangan sehingga memberikan bilamana uang suap atau objek suap tersebut
Lex Jurnalica
p-ISSN 1858-0262 | e-ISSN : 2528-3251

belum berada di tangan terduga, maka yang sebagai bukti permulaan yang
terjadi adalah percobaan terhenti. Dengan cukup.
demikian yang menghubungkan antara
tindakan OTT sebagai upaya hukum yang Konsekuensi dari operasi tangkap tangan
dilakukan oleh KPK dan delik percobaan
bukanlah suatu bentuk analogi antara
tertangkap tangan dan percobaan melainkan Dalam hal tertangkap tangan bukan berarti
menghubungkan antara keadaan orang meniadakan tindakan penyelidikan, maka
tertangkap tangan dengan delik percobaan. konsekuensi hukumnya hasil
(Eddy OS Haierj, Legalitas OTT KPK, 2020). penyelidikannya dapat menyimpulkan
bahwa :
Syarat penyidik untuk melakukan
operasi tangkap tangan yaitu adanya laporan 1. Siapa saja yang terlibat dalam
bahwa seorang diduga telah melakukan suatu tindak pidana tersebut, artinya
tindak pidana korupsi, lalu beranjak dari dalam tertangkap tangan belum
laporan tersebut KPK melakukan pengintaian tentu semua yang ikut dilakukan
dengan cara penyadapan atau penjebakan penangkapan terlibat dalam
kepada orang yang telah diduga atau tindak pidana tersebut. Artinya
dicurigai tersebut, Setelah melakukan belum tentu mereka yang ikut
penyadapan atau penjebakan, KPK akan tertangkap tangan itu terlibat
melakukan operasi tangkap tangan pada dalam tindak pidana tersebut
orang tersebut sebagai pelakunya.
2. Tindak pidana dapat disidik atau
Prosedur operasi tangkap tangan tindak pidana tidak dapat disidik.
KPK dalam melakukan operasi tangkap Apabila tidak dapat disidik, maka
tangan mempunyai prosedurnya sebagai penylidik harus membuat berita
berikut : acara bahwa tindak pidana yang
diselidiki tersebut tidak dapat
1. Sebelum melakukan operasi dilakukan penyidikan, dan apabila
tangkap tangan, KPK akan dapat disidik, maka penyelidik
melakukan tindakan penyadapan segera menyerahkan
dalam waktu tertentu. penyidikannya kepada penyidik
2. Kewenangan KPK melakukan
penyadapan yaitu pada tahap Kesimpulan
penyelidikan bukan tahap
penyidikan. Hal ini berdasarkan
pada Pasal 12 UU KPK. Berdasarkan hasil pembahasan dan
3. Penyadapan yang dilakukan oleh analisis diatas, adapun kesimpulan dan saran
penyelidik KPK hanya untuk yang dapat disampaikan oleh penulis sebagai
menambah informasi bahwa bagian penutup dari artikel ini:
benar sebelumnya telah terjadi
suatu tindak pidana. Hasil Kesimpulan, UU KPK yang telah
penyadapan ini digunakan diubah dalam Perubahan Kedua atas UU KPK
tidak mengatur tentang operasi tangkap
Lex Jurnalica
p-ISSN 1858-0262 | e-ISSN : 2528-3251

tangan, namun dalam pelaksanaannya penyidik di KPK dalam melaksanakan


tindakan operasi tangkap tangan menjadi tugasnya, termasuk di dalamnya tentang
suatu konsep baru penindakan oleh KPK. petunjuk untuk melaksanakan OTT
Walaupun UU KPK tidak mengatur secara
jelas tentang operasi tangkap tangan, namun Daftar Pustaka
KPK beragumentasi bahwa tindakan operasi
tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK Atmasasmita, Romli, Sekitar Masalah
merupakan tindakan penangkapan dalam hal Korupsi Aspek Nasional dan Aspek
tertangkap tangan. Walapun OTT yang Internasional, Mandar Maju, Bandung,
dilakukan oleh KPK tidak ada pengaturannya 2004.
dalam KUHAP maupun UU KPK. Namun,
salah satu unsur OTT yaitu penyadapan yang Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian
dilakukan oleh KPK telah diatur secara Hukum, Prenada Media Grup, Jakarta,
eksplisit pada Pasal 12 ayat 1 huruf (a) UU 2011.
KPK dan pasal 50 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2006 yang meratifikasi Konvensi Ramelan, Hukum Acara Pidana (Teori dan
Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, Implementasi), Sumber Ilmu Jaya, Jakarta,
jelas bahwa boleh melakukan pengamatan
2006.
terhadap komunikasi elektronik, juga boleh
melakukan undercover agent termasuk di
Jurnal & Media Massa
dalamnya delivery control.
Edward Omar Sharif Hiariej, "Legalitas
Lebih lanjut, keadaan ini didukung
OTT KPK", Guru Besar Fakultas Hukum
oleh Pasal 18 ayat (2) KUHAP yang
menyatakan penangkapan dapat dilakukan Universitas Gadjah Mada, Artikel ini
tanpa surat perintah dengan ketentuan bahwa terbit di harian Sindo edisi 4 Maret 2020
penangkap harus segera menyerahkan
tertangkap beserta barang bukti kepada Eddy OS Hiariej “Operasi Tangkap
Penyidik atau Penyidik pembantu terdekat. Tangan” https://nasional.kompas.com/
Itu artinya frasa beserta barang bukti dapat read/2013/10
dilakukan sesuai prosedur namun tidak /07/1116524/Operasi.Tangkap.Tangan,
membatasi untuk menangkap seeoarang pada 02 April 2020 pukul 20.00 WIB
karena boleh jadi bukti permulaan diketahui
sedang berada pada pihak lainnya. Fatimah Asyari, “Operasi Tangkap
Tangan di Pusat dan Daerah untuk
Saran, Hendaknya pembuat Undang- Meraih WTP Terkait Masalah
Undang segera merumuskan mengenai
Pelanggaran Hukum”, Jurnal Legalitas,
pengertian dari OTT yang menjadi
Vol. 2 No.1, Juni 2017, hl. 57-66.
kewenangan KPK agar upaya pemberantasan
korupsi mempunyai dasar legitimasi. Dan
K. Lutfiasandh, Konsep Operasi Tangkap
hendaknya Komisi Pemberantasan Korupsi
Tangan Tindak Pidana Korupsi Oleh Komisi
hendaknya segera menerbitkan petunjuk
Teknis tentang bagimana tata cara para Pemberantasan Korupsi, Universitas
Airlangga, 2019.
Lex Jurnalica
p-ISSN 1858-0262 | e-ISSN : 2528-3251

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981


tentang Hukum Acara Pidana.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999


tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999


tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002


tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005


tentang Pengesahan International Covenant on
Civil and Political Rights (Konvenan
Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan
Politik).

Anda mungkin juga menyukai