kebudayaan Islam begitu besar dalam Daerah Aceh yang terletak di bagian paling kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh, Barat gugusan kepulauan Nusantara, sehingga daerah ini mendapat julukan “ menduduki posisi strategis sebagai pintu Seuramo Mekkah” (Serambi Mekkah). gerbang lalu lintas perniagaan dan Keadaan ini tidak berlangsung lama, karena kebudayaan yang menghubungkan Timur sepeninggal Sultan Iskandar Muda para dan Barat sejak berabad-abad lampau. Aceh penggantinya tidak mampu sering disebut-sebut sebagai tempat mempertahankan kebesaran kerajaan persinggahan para pedagang Cina, Eropa, tersebut. Sehingga kedudukan daerah ini India dan Arab, sehingga menjadikan daerah sebagai salah satu kerajaan besar di Asia Aceh pertama masuknya budaya dan agama Tenggara melemah. Hal ini menyebabkan di Nusantara. Pada abad ke-7 para pedagang wibawa kerajaan semakin merosot dan India memperkenalkan agama Hindu dan mulai dimasuki pengaruh dari luar. Budha. Namun peran Aceh menonjol sejalan dengan masuk dan berkembangnya agama Kesultanan Aceh menjadi incaran bangsa islam di daerah ini, yang diperkenalkan oleh Barat yang ditandai dengan pedagang Gujarat dari jajaran Arab penandatanganan Traktat London dan menjelang abad ke-9. Traktat Sumatera antara Inggris dan Belanda mengenai pengaturan kepentingan mereka di Menurut catatan sejarah, Aceh adalah Sumatera. Sikap bangsa Barat untuk tempat pertama masuknya agama Islam di menguasai wilayah Aceh menjadi kenyataan Indonesia dan sebagai tempat timbulnya pada tanggal 26 Maret 1873, ketika Belanda kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu menyatakan perang kepada Sultan Aceh. Peureulak dan Pasai. Kerajaan yang Tantangan yang disebut ‘Perang Sabi’ ini dibangun oleh Sultan Ali Mughayatsyah berlangsung selama 30 tahun dengan dengan ibukotanya di Bandar Aceh menelan jiwa yang cukup besar tersebut Darussalam (Banda Aceh sekarang) lambat memaksa Sultan Aceh terakhir, Twk. Muhd. laun bertambah luas wilayahnya yang Daud untuk mengakui kedaulatan Belanda meliputi sebagaian besar pantai Barat dan di tanah Aceh. Dengan pengakuan Timur Sumatra hingga ke Semenanjung kedaulatan tersebut, daerah Aceh secara Malaka. Kehadiran daerah ini semakin resmi dimasukkan secara administratif ke bertambah kokoh dengan terbentuknya dalam Hindia Timur Belanda (Nederlansch Kesultanan Aceh yang mempersatukan Oost-Indie) dalam bentuk propinsi yang seluruh kerajaan-kerajaan kecil yang sejak tahun 1937 berubah menjadi terdapat di daerah itu. Dengan demikian karesidenan hingga kekuasaan kolonial Kesultanan Aceh mencapai puncak Belanda di Indonesia berakhir. kejayaannya pada permulaan abad ke-17, Pemberontakan melawan penjajahan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Belanda masih saja berlangsung sampai ke sekarang) dengan Gubernur Militer Teungku pelosok- pelosok Aceh. Muhammad Daud Beureueh.
Walaupun pada saat itu telah dibentuk
Daerah Militer namun keresidenan masih Kemudian peperangan beralih melawan tetap dipertahankan. Selanjutnya pada Jepang yang datang pada tahun 1942. tanggal 5 April 1948 ditetapkan Undang- Peperangan ini berakhir dengan undang Nomor 10 Tahun 1948 yang menyerahnya Jepang kepada Sekutu pada membagi Sumatera menjadi 3 Propinsi tahun 1945. Dalam jaman perang Otonom, yaitu : Sumatera Utara, Sumatera kemerdekaan, sumbangan dan keikutsertaan Tengah dan Sumatera Selatan. Propinsi rakyat Aceh dalam perjuangan sangatlah Sumatera Utara meliputi keresidenan Aceh, besar, sehingga Presiden Pertama Republik Sumatera Timur dan Tapanuli Selatan, Indonesia, Ir. Sukarno memberikan julukan dengan pimpinan Gubernur Mr. S.M. Amin. sebagai “Daerah Modal” pada daerah Aceh. Dalam menghadapi agresi militer kedua Sejak bangsa Indonesia memproklamirkan yang dilancarkan Belanda untuk menguasai kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 Negara Republik Indonesia, Pemerintah sebagai bangsa dan negara yang merdeka bermaksud untuk memperkuat pertahanan dan berdaulat, Aceh merupakan salah satu dan keamanan dengan mengeluarkan daerah atau bagian dari negara Republik Ketetapan Pemerintah Darurat Republik Indonesia sebagai sebuah karesidenan dari Indonesia Nomor 21/Pem/PDRI tanggal 16 Propinsi Sumatera. Bersamaan dengan Mei 1949 yang memusatkan kekuatan Sipil pembentukan keresidenan Aceh, dan Militer kepada Gubernur Militer. berdasarkan Surat Ketetapan Gubernur Sumatera Utara Nomor 1/X tanggal 3 Pada akhir tahun 1949 Keresidenan Aceh Oktober 1945 diangkat Teuku Nyak Arief dikeluarkan dari Propinsi Sumatera Utara sebagai Residen. Kedudukan daerah Aceh dan selanjutnya ditingkatkan statusnya sebagai bagian dari wilayah Negara menjadi Propinsi Aceh. Teungku Republik Indonesia telah beberapa kali Muhammad Daud Beureueh yang mengalami perubahan status.Pada masa sebelumnya sebagai Gubernur Militer Aceh, revolusi kemerdekaan, Keresidenan Aceh Langkat dan Tanah Karo diangkat menjadi pada awal tahun 1947 berada di bawah Gubernur Propinsi Aceh. beberapa waktu daerah administratif Sumatera Utara. kemudian, berdasarkan Peraturan Sehubungan dengan adanya agresi militer pemerintah pengganti Undang-undang Belanda terhadap Republik Indonesia, Nomor 5 Tahun 1950 propinsi Aceh Keresidenan Aceh, Langkat dan Tanah Karo kembali menjadi Keresidenan sebagaimana ditetapkan menjadi Daerah militer yang halnya pada awal kemerdekaan. Perubahan berkedudukan di Kutaradja (Banda Aceh status ini menimbulkan gejolak politik yang menyebabkan terganggunya stabilitas keamanan, ketertiban dan ketentraman dipandang sebagai sumber bagi munculnya masyarakat. Keinginan pemimpin dan ketidakadilan dalam kehidupan berbangsa rakyat Aceh ditanggapi oleh Pemerintah dan bernegara, kondisi yang demikian ini sehingga dikeluarkan Undang-undang memunculkan pergolakan. Hal ini Nomor 24 Tahun 1956 tentang ditanggapi oleh pemerintah pusat dengan pembentukan kembali propinsi Aceh yang pemberian Otonomi Khusus dengan meliputi seluruh wilayah bekas keresidenan disahkannya Undang-Undang no. 18 tahun Aceh. 2002 dan Propinsi Daerah Istimewa Aceh berubah menjadi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kemudian berdasarkan Dengan dikeluarkan Undang-undang Nomor Peraturan Gubernur Aceh Nomor 46 Tahun 1 Tahun 1957, status Propinsi Aceh menjadi 2009 tentang Penggunaan Sebutan Nama Daerah Swatantra Tingkat I dan pada Aceh dan Gelar Pejabat Pemerintahan alam tanggal 27 Januari 1957 A. Hasjmy dilantik Tata Naskah Dinas di Lingkungan sebagai Gubernur Propinsi Aceh. Namun Pemerintah Aceh tertanggal 7 April 2009, gejolak politik di Aceh belum seluruhnya ditegaskan bahwa sebutan Daerah Otonom, berakhir. Untuk menjaga stabilitas Nasional Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah/Wakil demi persatuan dan kesatuan bangsa, Kepala Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat melalui misi Perdana Menteri Hardi yang Daerah, Nomenklatur dan Papan Nama dikenal dengan nama MISSI HARDI tahun Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA), 1959 dilakukan pembicaraan yang Titelatur Penandatangan, Stempel Jabatan berhubungan dengan gejolak politik, dan Stempel Instansi dalam Tata Naskah pemerintahan dan pembangunan daerah Dinas di lingkungan Pemerintah Aceh, Aceh. Hasil misi tersebut ditindak lanjuti diubah dan diseragamkan dari dengan keputusan Perdana Menteri sebutan/nomenklatur "Nanggroe Aceh Republik Indonesia Nomor 1/MISSI/1959. Darussalam" ("NAD") menjadi Maka sejak tanggal 26 Mei 1959 Daerah sebutan/nomenklatur " Aceh ". Swatantra Tingkat I atau Propinsi Aceh diberi status “Daerah Istimewa” dengan sebutan lengkap Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Dengan predikat tersebut, Aceh memiliki hak-hak otonomi yang luas dalam bidang agama, adat dan pendidikan. status ini dikukuhkan dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965.
Berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan
pemerintah pada masa lalu yang menitik beratkan pada sistem yang terpusat SEJARAH PROVINSI ACEH
SERUNE KALEE
Serune Kalee merupakan isntrumen tradisional
Aceh yang telah lama berkembang dan dihayati oleh masyarakat Aceh. Musik ini populer di daerah Pidie, Aceh Utara, Aceh Besar dan Aceh Barat. Biasanya alat musik ini dimainkan bersamaan dengan Rapai dan Gendrang pada acara-acara hiburan, tarian, penyambutan tamu kehormatan.
PAKAIAN ADAT
Nama pakaian adat Aceh adalah Ulee Balang.
Seperti pakaian adat pada umumnya, pakaian adat Aceh menunjukkan ke-khasan adat istiadat yang diterapkan di Daerah Istimewa Aceh. Ciri khas khusus yang dimiliki oleh pakaian adat Aceh ini merupakan salah satu hal penting yang membedakannya dengan pakaian adat lainnya. Dan khas dari baju adat Aceh adalah perpaduan dari budaya Melayu dan budaya Islam.
SENJATA TRADISIONAL RENCONG
Rencong atau Rincong atau Rintjoeng adalah
senjata pusaka bagi rakyat Aceh dan merupakan simbol keberanian,keperkasaan,pertahanan diri dan kepahlawanan aceh dari abad ke abad.
MAKANAN KHAS ACEH
Kuah beulangong merupakan makanan khas
Aceh yang berupa gulai berisi daging kambing dan nangka muda.
Kuah beulangong bersal dari kata belanga atau
kuali besar. Dimana, proses masakan ini menggunakan kuali besar.
Dalam kepercayaan masyarakat setempat,
proses memasak beulangong dilakukan oleh laki-laki. RUMAH ADAT
Layaknya rumah adat suku-suku di Pulau
Sumatera, Rumoh Aceh juga merupakan rumah panggung yang memiliki tiga bagian. Panggung pada Rumoh Aceh tergolong tinggi, yaitu sekitar 2,5 hingga 3 meter. Setiap rumah ini selalu terdapat rambat atau ruang utama. Adapun ruang-ruang yang lain umumnya tergantung pada kemampuan dan kebutuhan masyarakat. Nantinya jumlah ruangan akan mempengaruhi panjang rumah dan tiang yang menyangganya. Seperti rumoh yang memiliki tiga ruang misalnya, ia harus disangga oleh setidaknya 16 tiang. Sementara lima ruang, akan disangga 24 tiang.
LAGU DAERAH
"Bungong Jeumpa" atau dalam Bahasa
Indonesia berarti bunga cempaka adalah lagu yang diciptakan oleh Abraham Abduh. Lagu ini menceritakan keindahan bunga endemik yang tumbuh subur di Tanah Serambi Mekkah. Lagu "Bungong Jeumpa" juga menggambarkan kejayaan Kerajaan Jeumpa di Aceh. Kerajaan Jeumpa ternyata merupakan kerajaan Islam pertama di Aceh yang berada di daerah Bireun sekitar abad ke-8.
BAHASA DAERAH ACEH
Bahasa Aceh termasuk dalam kelompok bahasa
Chamic, cabang dari rumpun bahasa Melayu- Polinesia, cabang dari rumpun bahasa Austronesia. Bahasa-bahasa yang memiliki kekerabatan terdekat dengan bahasa Aceh adalah bahasa Cham, Roglai, Jarai, Rade dan 6 bahasa lainnya dalam rumpun bahasa Chamic. Bahasa-bahasa lainnya yang juga berkerabat dengan bahasa Aceh adalah bahasa Melayu dan bahasa Minangkabau.