i
ii
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat, rahmat, dan
karunian-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan akhir Praktik Kerja
Profesi Apotker (PKPA) yang berjudul “Laporan Akhir Praktik Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) Di Lembaga Farmasi TNI Angkatan Udara Roostyan Effendie” pada tanggal 03
Oktober – 30 November 2022.
Tujuan dari penulisan laporan akhir ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
melaksanakan sidang Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Jenderal Achmad
Yani. Serta bekal bagi calon Apoteker agar nantinya dapat bekerja dengan baik dan
berkompeten dalam dunia kerja.
1. Kepala Lembaga Farmasi TNI Angkatan Udara Roostyan Effendie Bapak Kolonel
Kes Drs. Benny Gusman, M.Si., Apt.
2. Mayor Kes Taufik Hidayat, S.Farm., Apt selaku Kabag Diklat Lembaga Farmasi
Angkatan Udara Roostyan Effendie.
3. Bapak Dr. apt. Fahrauk Faramayuda, M.Sc. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Jenderal Achmad Yani.
4. Ibu apt. Linda P Suherman, S.Farm., M.Si. selaku Ketua Program Studi Profesi
Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Jenderal Achmad Yani.
5. Ibu Dr. apt. Hestiary Ratih, MSi. Selaku koordinator Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Industri, dan sekaligus pembimbing yang telah mengarahkan dan memberi
masukan selama masa PKPA Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Jenderal Achmad Yani.
6. Ibu Ratih Wigatiningsih, S.Farm., Apt selaku pembimbing laporan dari Lembaga
Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie yang telah membimbing dengan sabar
dan penuh perhatian.
7. Ibu Lis Kamelia, S.Si., Apt. selaku pembimbing lapangan dari Lembaga Farmasi
Angkatan Udara Roostyan Effendie yang telah membimbing dengan sabar dan penuh
perhatian.
8. Seluruh Staff dan karyawan Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
yang telah berbagi ilmu pengalaman, bantuan kerjasama, dan perhatiannya selama
Praktik Kerja Profesi Apoteker.
9. Segenap staff pengajar dan karyawan Program Studi Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Jenderal Achmad Yani.
10. Kedua orang tua dan keluarga yang senantiasa memberi do’a, dan motivasi baik
secara materil maupun moril selama penyelesaian studi.
11. Sahabat-sahabat yang selalu memberi dukungan moral dan bantuan saat kesulitan.
12. Rekan-rekan Program Studi Profesi Apoteker angkatan XXX-III Fakultas Farmasi
Universitas Jenderal Achmad Yani yang telah bersama-sama berjuang
menyelesaikan studi.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuannya.
iv
Penulis menyadari bahwa masih banyak keterbatasan pengetahuan dan kemampuan
yang dimiliki, sehingga penulisan laporan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan untuk kesempurnaan di masa yang akan datang. Akhir kata, semoga
dukungan yang telah diberikan akan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Dengan
segala kerendahan hati, semoga Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie ini memberikan manfaat bagi
semua pihak.
Penulis
Mutia Maregianti, S.Farm.
v
DAFTAR ISI
vi
BAB III TUGAS KHUSUS ............................................................................................ 14
3.1 Latar Belakang .................................................................................................. 14
3.2 Tinjauan Pustaka ............................................................................................... 15
3.2.1 Pengendalian Persediaan ......................................................................... 15
3.2.2 Penyimpanan ........................................................................................... 15
3.2.3 Distribusi ................................................................................................. 18
3.3 Pembahasan ....................................................................................................... 18
3.4 Kesimpulan ........................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 21
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
II. 1 Struktur Organisasi Lafiau ............................................................................. 22
II. 2 Denah bangunan Lafiau ................................................................................. 23
II. 3 Gedung Produksi Betalaktam ........................................................................ 24
II. 4 Gedung Produksi Non Antibiotik dan Non Betalaktam ................................ 24
II. 5 Gedung Produksi Sefalosporin ...................................................................... 24
II. 6 Label Karantina.............................................................................................. 25
II. 7 Label diluluskan ............................................................................................. 25
II. 8 Label ditolak .................................................................................................. 25
II. 9 Sistem Pemurnian Air ................................................................................... 26
II. 10 Sistem Tata Udara (HPAC) ......................................................................... 26
II. 11 Sistem Udara Bertekanan ............................................................................. 27
II. 12 Alur Kegiatan Produksi ............................................................................... 28
II. 13 Alur Proses Pengadaan Barang .................................................................... 29
II. 14 Alur Perencanaan & Pengadaan Produksi ................................................... 30
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. STRUKTUR ORGANISASI LAFIAU .......................................................... 22
2. DENAH BANGUNAN LAFIAU .................................................................. 23
3. GEDUNG PRODUKSI .................................................................................. 24
4. LABEL ........................................................................................................... 25
5. SARANA PENUNJANG KRITIS LAFIAU ................................................. 26
6. ALUR KEGIATAN PRODUKSI .................................................................. 28
7. ALUR PROSES PENGADAAN BARANG .................................................. 29
8. ALUR PERENCANAAN & PENGADAAN PRODUKSI ........................... 30
ix
BAB I
PENDAHULUAN
Industri farmasi memiliki peranan penting dalam menyediakan obat yang berkhasiat
(efficacy), aman (safety), dan bermutu (quality). Sehingga masyarakat memperoleh obat
yang terjamin dan tidak membahayakan kesehatan. Langkah utama untuk menjamin
mutu dari produk obat yang dihasilkan adalah dengan menerapkan CPOB (Cara
Pembuatan Obat yang Baik) dan CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik).
Berdasarkan pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) 2018, apoteker
memegang peran sebagai personel kunci dalam industri farmasi, yaitu kepala produksi,
kepala pengawasan mutu (quality control), dan kepala pemastian mutu (quality
assurance). Sehingga seorang apoteker harus memiliki kompetensi dan kemampuan
dalam bidang tersebut agar dapat mengaplikasikan dan mengembangkan ilmu yang
diperoleh secara professional dalam bidang industri farmasi.
Untuk dapat memenuhi kompetensi tersebut, sebagai calon apoteker perlu mendapat
bekal dalam bidang pengetahuan dan pemahaman yang memadai agar memenuhi
standar kompetensi yang diperlukan. Selain mendapatkan pendidikan berupa materi
dilaksanakan juga kegitan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Industri farmasi.
Oleh karena itu, Program Studi Profesi Apoteker Universitas Jenderal Achmad Yani
bekerja sama dengan Lembaga Farmasi TNI Angkatan Udara (LafiAU).
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Lembaga Farmasi TNI Angkatan Udara (Lafiau) Drs. Roostyan Effendie, Apt. berlokasi
di di Kompleks Pangkalan Udara TNI-AU Husein Sastranegara (Jl. Padjadjaran)
Bandung, Jawa Barat, tepat di belakang gedung Poliklinik dan gedung Graha Antariksa.
Lafiau adalah pelaksana teknis yang berkedudukan di bawah Dinas Kesehatan Angkatan
Udara (Diskesau). Lafiau bertugas membina kemampuan dan pelaksanaan produksi obat
jadi, pembekalan dan pengawasan kualitas dan persyaratan teknis kefarmasian untuk
melaksanakan dukungan dan pelayanan kesehatan bagi anggota Angkatan Udara pada
khususnya dan ABRI pada umumnya. Dalam rangka melaksanakan tugasnya, Lafiau
mempunyai kewajiban sebagai berikut :
a. Melaksanakan kegiatan produksi obat serta pengendalian mutu dari bekal
kesehatan Angkatan Udara.
b. Melaksanakan penerimaan, penyimpanan, penyaluran, dan penghapusan bekal
kesehatan berdasarkan kebijaksanaan Diskesau.
c. Melaksanakan pengawasan atas kualitas dan persyaratan teknis kefarmasian bekal
kesehatan dengan cara pengujian dan percobaan serta penelitian.
d. Melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.
2
obat dalam bentuk sediaan cair, salep, dan tablet dengan menggunakan peralatan dan
sarana yang masih sederhana dengan kemampuan terbatas. DOP inilah yang kemudian
menjadi cikal bakal Lembaga Farmasi TNI Angkatan Udara.
Pada tahun 1959, DOP mengalami perubahan nama menjadi Depot Materiil 003 dengan
induk Direktorat Materiil dibawah pimpinan Letnan Udara I Amir Andjilin. Pada tahun
1964, dibawah kepemimpinan Letnan Udara I Drs. Roostyan Effendie mulai
mengembangkan produksi obat-obatan dengan skala yang lebih besar dan
mendatangkan peralatan produksi obat dari Amerika Serikat. Dilakukan renovasi
bangunan untuk proses produksi obat sesuai dengan persyaratan teknis farmasi yang
berlaku pada saat itu. Tanggal 16 Agustus 1965, unit produksi obat diresmikan oleh
Deputi Menteri Bidang Logistik dan selanjutnya tanggal inilah kemudian ditetapkan
sebagai hari jadi Lembaga Farmasi TNI Angkatan Udara.
Berdasarkan keputusan Panglima Angkatan Udara No. 5 tanggal 5 Februari 1968, Pusat
Perbekalan Kesehatan (Puskalkes) kemudian dikembangkan menjadi 2 unit satuan yang
masing-masing berdiri sendiri, yaitu Pusat Perbekalan Farmasi (Puskalkes) dan Pusat
Produksi Kesehatan (Pusprodkes) dengan pimpinan Kapten Udara Drs. Soekarsono,
Apt. Puskalkes memiliki tugas melaksanakan penerimaan, penyimpanan, penyaluran
alat kesehatan, obat-obatan, bahan baku dan embalage. Tahun 1971, Puskalkes
mengalami perubahan nama menjadi Kalpuskes dengan tugas dan fungsi yang sama di
bawah pimpinan rangkap oleh Mayor Far Drs. Soekarsono, Apt., sedangkan Pusprodkes
berubah menjadi Produksi Kesehatan (Prodkes).
LAFIAU dan Pobekkes digabung menjadi depo pembekalan kesehatan TNI Angkatan
Udara disingkat Pobekkesau pada tahun 1985 yang kemudian dilakukan renovasi
fasilitas bangunan produksi secara bertahap dalam rangka memenuhi standar Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Fasilitas yang direnovasi antara lain bangunan
produksi non beta laktam, beta laktam, sefalosporin dan laboratorium, gudang
penyimpanan, bahan baku dan bahan jadi, ruang sampling. Hasil dari pemikiran dan
keberanian Drs. Roostyan Effendie, Apt. untuk memulai produksi obat-obatan sesuai
dengan ketentuan farmasi telah memberikan dorongan dan semangat bagi generasi
berikutnya sehingga terbentuk Lembaga Farmasi TNI Angkatan Udara (LAFIAU)
seperti sekarang ini.
Sebagai bentuk penghargaan jasa beliau di masa lalu dan sesuai dengan keputusan
Kasau No. Kep/VII/2007 tanggal 31 Juli 2007 maka pada hari Kamis 1 November 2007
diresmikan nama Lembaga Farmasi TNI Angkatan Udara Roostyan Effendie dan
tanggal 16 Agustus 1965 ditetapkan sebagai hari jadi LAFIAU. Pada 29 Maret 2022
hingga saat ini, LAFIAU dipimpin oleh Kolonel Kes Drs. Benny Gusman, M.Si., Apt.
yang dalam pengambilan kebijaksanaannya tetap berpedoman kepada kebijakan para
pendahulunya.
Fasilitas produksi yang tersedia yaitu gedung produksi non betalaktam, gedung produksi
betalaktam, dan gedung produksi sefalosporin berikut sarana penunjangnya, maka
dilakukan pemenuhan persyaratan sertifikat CPOB produk tersebut. LAFIAU
berpedoman pada standar CPOB, LAFIAU juga mendapatkan pengakuan dari
pemerintah, terbukti dengan perolehan sertifikat CPOB dari Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI, yang secara bertahap diberikan, pada tahun 1996, 5 sertifikat, tahun 1999
3
ditambahkan 7 dan tahun 2005 sebanyak 3 sertifikat. Total sertifikat sebanyak 15
sertifikat CPOB. Tanggal 25 November 2005, BPOM RI mengeluarkan 3 dari 4
sertifikat yang diajukan, yaitu sediaan tablet, kapsul dan sirup kering antibiotika
sefalosporin, kemudian pada tahun 2017 diperoleh sertifikat untuk tablet, kapsul keras
dan serbuk oral antibiotika sefalosporin sebagai hasil resertifikasi. Pada tahun 2021
LAFIAU melakukan rehabilitasi bangunan serta sarana penunjang kritis untuk gedung
produksi sefalosporin dan non beta laktam guna untuk melakukan resertifikasi sesuai
dengan CPOB 2018.
4
2.4 Denah dan Lokasi
Lembaga Farmasi TNI Angkatan Udara (LAFIAU) Roostyan Effendi berlokasi di Jl.
Abdur Rahman Saleh dan terletak dalam kompleks Pangkalan Udara Husein
Sastranegara Bandung tepat di belakang gedung Poliklinik dan gedung pertemuan
Graha Antariksa. LAFIAU memiliki beberapa fasilitas bangunan yang dapat dilihat
pada gambar di bawah ini :
Keterangan :
5
2.5.1 Sistem Manajemen Mutu Industri
Sistem mutu industri farmasi diperlukan agar produk sesuai dengan tujuan
penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen registrasi dan
tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya. Untuk mencapai tujuan
mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang
didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi Cara
Pembuatan Obat yang Baik termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu.
Sistem mutu industri farmasi diwujudkan oleh industri farmasi melalui Kebijakan Mutu
yang dibuat berdasarkan partisipasi dan komitmen jajaran dari semua bagian, pemasok
dan distributor. Sistem mutu industri farmasi yang dilakukan di LAFIAU Roostyan
Effendie meliputi desain pemastian mutu yang menjadi tanggungjawab bagian
Manajemen Mutu. Bagian Pemastian Mutu terdiri dari unit Pemastian Mutu, unit
Pengawasan Mutu, serta unit Penelitian dan Pengembangan (Litbang). Unit Pemastian
Mutu bertanggung jawab memastikan produk yang dihasilkan memiliki mutu yang
konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan, dan sesuai penggunaannya.
2.5.2 Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem
pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Manajemen puncak
memiliki tanggung jawab tertinggi untuk memastikan efektivitas penerapan Sistem
Mutu untuk mencapai sasaran mutu, dan peran, tanggung jawab, dan wewenang
tersebut ditetapkan, dikomunikasikan serta diterapkan di seluruh organisasi. Di
LAFIAU terdapat Personel Kunci yang mencakup Kepala Produksi, Kepala
Pengawasan Mutu, dan Kepala Pemastian Mutu. Posisi kunci tersebut dijabat oleh
Apoteker purnawaktu. Personil di LAFIAU terdiri dari anggota militer dan PNS TNI
AU. Personil telah terkualifikasi yang dibuktikan dengan sertifikat keahlian dan bekerja
sesuai dengan pembagian kerja masing-masing untuk menghindari terjadinya tumpang
tindih dalam melakukan pekerjaan. Pelatihan rutin diberlakukan bagi personil untuk
menambah pengetahuan terkait perkembangan industri farmasi.
Organisasi di Lafiau tersusun dari tiga eselon, yaitu eselon pimpinan, eselon pembantu
pimpinan/staf dan eselon pelaksana. Eselon pimpinan yaitu Kepala Lembaga Farmasi
Angkatan Udara (Kalafiau), eselon pembantu pimpinan/staf adalah Sekretariat Lembaga
(Sesla) dan eselon pelaksana meliputi Kepala Bagian Produksi (Kabag Prod), Kepala
Gudang Pusat Farmasi (Kagupusfi), Kepala Bagian Manajemen Mutu (Kabag Jementu),
dan Kepala Bagian Penunjang (Kabagjang).
a. Kepala Lembaga Farmasi Angkatan Udara (Kalafiau)
Lafiau dipimpin oleh Kalafiau adalah pelaksana teknis Kadiskesau yang
bertanggungjawab membina kemampuan produksi obat, gudang pusat farmasi,
manajemen mutu serta membina profesi farmasai untuk pelaksanaan dukungan dan
pelayanan kefarmasian bagi anggota TNI AU khususnya dan TNI umumnya beserta
keluarganya.
6
c. Kepala Bagian Produksi (Kabagprod)
Kabagprod adalah pelaksana Kalafiau yang bertugas melaksanakan produksi obat
sesuai dengan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) terkini. Dalam
rangka pelaksanaan tugas tersebut Kabagprod mempunyai kewajiban untuk :
i. Membuat rancangan perencanaan dan perhitungan kebutuhan bahan baku, bahan
penolong, dan pengemas.
ii. Mengkoordinasikan seluruh kegiatan produksi.
iii. Mengatur jadwal pelaksanaan produksi sesuai dengan program kerja Diskesau
pada tahun anggaran berjalan.
iv. Mengawasi kegiatan produksi, mulai dari pengolahan sampai dengan
pengemasan sesuai Batch Record Production dan Batch Record Packaging.
v. Berkoordinasi dengan bagian lain untuk menjamin kelancaran kegiatan produksi.
vi. Berkoordinasi dengan bagian lain berkaitan dengan pelaksaan CPOB.
vii. Mengawasi dan mengendalikan penyerahan hasil produksi ke Gupusfi.
7
vii. Melaksanakan pemeriksaan dan pengujian cemaran mikroba terhadap kualitas
air, ruang produksi, peralatan produksi yang berhubungan langsung dengan
bahan secara berkala.
viii. Melaksanakan dukungan kesehatan di bidang food security untuk VVIP dan
masyarakat.
ix. Melaksanakan bantuan ke Satpomau dalam pengujian spesimen Narkoba bagi
penegakan hukum internal.
x. Melaksanakan pengujian produk halal dari bahan awal sampai produk akhir
untuk memperoleh sertifikat halal bagi obat hasil produksinya.
8
iii. Penelitian bahan alam untuk pertahanan dan keamanan negara sebagai deterent
effect.
iv. Penelitian dan pengembangan bahan alam sebagai bahan dasar Obat.
v. Penelitian di bidang Biodefense.
vi. Penelitian dan pengembangan formulasi obat untuk pelayanan kesehatan tertentu
dan kebutuhan obat nasional.
vii. Melaksanakan pemeriksaan dan pengujian terhadap produk hasil Litbang.
viii. Melaksanakan pemeriksaan dan pengujian kualitas obat hasil pengembangan
formulasi dari awal sampai uji stabilitas dipercepat bulan ke enam.
2.5.4 Peralatan
Pemeliharaan dan perawatan mesin dan peralatan menjadi tanggungjawab bagian
Penunjangan, dibantu oleh personel dari bagian produksi dalam menjaga kebersihan
untuk meminimalkan kontaminan dan mencegah kerusakan. Semua peralatan dan mesin
yang terlibat langsung dalam proses produksi telah dikualifikasi secara desain,
instalansi, operasional, dan kinerjanya. Kualifikasi juga dilakukan pada peralatan dan
mesin penunjang proses produksi seperti peralatan sistem pengolahan air, sistem tata
udara (HVAC), dan sistem udara bertekanan.
2.5.5 Produksi
Kegiatan produksi dimulai dari penerimaan bahan awal, penyimpanan bahan awal,
penimbangan, pengolahan, dan pengemasan. Kegiatan produksi di LAFIAU
didokumentasikan dan dilakukan sesuai dengan Catatan Pengolahan Bets (CPB) hal
tersebut dilakukan untuk memberikan jaminan bahwa produk yang dibuat tervalidasi
sehingga dihasilkan produk dengan mutu yang konsisten serta memenuhi spesifikasi
yang dipersyaratkan.
Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama dengan penanggung
jawab pengawasan mutu yang dapat menjamin obat yang dihasilkan memenuhi
spesifikasi yang telah ditentukan. Prosedur kerja standar dibuat tertulis,mudah dipahami
dan dipatuhi oleh karyawan produksi. Setiap langkah didokumentasikan sehingga dapat
dilakukan dengan cermat, tepat dan ditangani oleh karyawan yang melaksanakan tugas.
Alur proses produksi di LAFIAU dimulai dari penerimaan bahan baku yang kemudian
akan dikarantina selagi menunggu proses pemeriksaan oleh bagian pengawasan mutu,
barang yang lolos dari hasil pemeriksaan digeser ke gudang produksi untuk selanjutnya
ditimbang, dan dilanjutkan ke tahap produksi berikutnya sesuai dengan yang tercantum
pada batch record. Setelah bahan diolah menjadi produk ruahan, selanjutnya produk
dikemas dan dikatakan produk jadi.
9
2.5.6 Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat yang Baik
Cara Penyimpanan dan pengiriman adalah bagian yang penting dalam kegiatan dan
manajemen rantai pemasokan yang terintegrasi. Kegiatan penyimpanan dan pengiriman
obat, bahan baku maupun alat kesehatan dilakukan di gudang. Penataan gudang juga
harus diatur sedemikian rupa agar tidak terjadi ketercampur bauran, maka dari itu di
LAFIAU diberi penandaan pada lantai dengan cat berwarna kuning dan hijau. Barang
yang akan dikarantina ditempatkan pada area kuning, apabila bahan dinyatakan lulus
karantina dipindahkan ke area hijau, sedangkan bahan yang tidak lulus atau reject
dimasukkan ke area reject yang dilengkapi dengan kerangkeng besi untuk menghindari
penyalahgunaan barang. Gudang di LAFIAU bertugas menerima, menyimpan,
memelihara, mengeluarkan perbekalan kesehatan yang terdapat di LAFIAU. Gudang
terdiri atas unit gudang transit, obat jadi dan bahan baku, alat kesehatan dan penyaluran.
Penyimpanan produk di dalam gudang harus ditempatkan diatas pallet, pengemas
sekunder dari produk tidak boleh langsung bersentuhan dengan lantai karena akan
mempengaruhi stabilitas fisik obat. Pengendalian suhu dilakukan dengan menempatkan
air conditioner serta dehumidfier di ruang penyimpanan untuk mengendalikan suhu dan
kelembaban. Pengendalian hama seperti serangga dikendalikan dengan alat insect killer
yang dilengkapi lampu ultraviolet untuk menarik perhatian serangga. Hewan pengerat
seperti tikus dikendalikan dengan radio ultrasonik yang berfungsi mengganggu
pendengaran tikus sehingga hewan pengerat bergerak menjauhi gudang.
2.5.8 Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit dan Persetujuan Pemasok
Inspeksi diri dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi apakah semua aspek
produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program
inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan
CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Prosedur dan catatan
inspeksi diri didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut. Inspeksi diri dapat
dilakukan oleh tiap bagian sesuai dengan kebutuhan pabrik, namun inspeksi diri yang
dilakukan secara menyeluruh dilaksanakan minimal satu kali dalam setahun. Audit
mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen
mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya
dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus
untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.
10
2.5.9 Penanganan Keluhan dan Penarikan Kembali
Keluhan terhadap obat dan laporan keluhan dapat menyangkut mutu, efek samping yang
merugikan atau masalah efek terapetik. Semua keluhan dan laporan keluhan hendaklah
diteliti dan dievaluasi dengan cermat, kemudian diambil tindak lanjut yang sesuai dan
dibuatkan laporan. Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan kembali satu
atau beberapa bets atau seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi.
Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan adanya produk yang tidak memenuhi
persyaratan mutu atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping yang tidak
diperhitungkan yang merugikan kesehatan. Penarikan produk dari peredaran dapat
mengakibatkan penundaan atau penghentian pembuatan obat tersebut.
2.5.10 Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang
baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas
adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang
relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko terjadi salah tafsir dan
kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.
Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan
instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis.
Keterbacaan dokumen adalah sangat penting.
2.6 Sarana
2.6.1 Sarana Produksi
Lafiau telah dilengkapi dengan gedung dan peralatan yang memenuhi persyaratan Cara
Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB). Untuk bagian produksi Lafiau memiliki tiga
gedung yang terpisah, satu gedung sefalosporin, gedung beta laktam yang digunakan
untuk memproduksi antibiotik beta laktam dan gedung non beta laktam. Semua ruangan
produksi terpisah sesuai jenis produksinya, hal ini untuk menghindari adanya
11
kontaminasi silang antara produk beta laktam dengan produk non beta laktam. Pada
awalnya ruang produksi non beta laktam dirancang berurutan sesuai dengan urutan
proses produksi. Ruang produksi terdiri dari gudang produksi, tempat ganti pakaian,
penimbangan, granulasi, pengeringan granul, pencetakan tablet, pengisian kapsul,
produksi kapsul, produksi salep, produksi sirup, stripping, ruang antara, ruang produk
ruahan serta ruang pencucian alat dan ruang kemas.
Bagian dalam ruang produksi Lafiau baik dinding maupun lantai dibuat licin dan tanpa
sudut, hal ini ditujukan untuk mempemudah pembersihan. Lantai bagian produksi
dilapisi dengan epoxy sehingga lebih tahan goresan dan tidak cepat terkelupas, kondisi
seperti ini harus terus dijaga agar mutu produk tetap terjamin. Lafiau mempunyai
fasilitas purrified water dan fasilitas pengolahan limbah untuk mengolah limbah cair
yang dihasilkan oleh lembaga tersebut. Lafiau juga dilengkapi dengan fasilitas
laboratorium untuk pengujian dan analisis produk.
2.6.3 Laboratorium
Pengujian mutu produk LAFIAU dilengkapi sarana laboratorium kimia dan
laboratorium mikrobiologi dengan peralatan yang dimiliki antara lain HPLC,
spektrofotometri UV-VIS, Laminar Air Flow (LAF), inkubator Aerob/Anaerob,
autoklaf, oven, Climatic Chamber, Colony Counter, hardness tester, friability tester,
dissolution tester, moisture content, viskometer, Ph meter, alat uji limbah, jangka
sorong, alat uji granul, serta peralatan lainnya.
12
LAFIAU memiliki 3 ruang produksi yaitu Sefalosporin, Beta Laktam dan Non Beta
Laktam dengan jumlah HVAC masing-masing yaitu untuk ruang produksi
Sefalosporin sebanyak 2 Unit dan Non Beta Laktam sebanyak 4 Unit. Ruang
produksi Beta Laktam telah lama tidak melakukan proses produksi.
13
BAB III
TUGAS KHUSUS
PPIC (Production Planning and Inventory Control) merupakan bagian yang bertugas
melakukan perencanaan produksi dan pengendalian persediaan. PPIC merupakan bagian
organisasi perusahaan yang menjembatani antara divisi marketing dengan produksi.
PPIC menerjemahkan kebutuhan pengadaan obat jadi untuk marketing dalam bentuk
rencana produksi dan ketersediaan bahan baku serta bahan pengemas. Oleh karena itu
PPIC harus mengendalikan persediaan mulai dari bahan awal (bahan baku dan bahan
kemas) sampai obat jadi. Tujuan dari pengendalian persediaan adalah menjaga agar
persediaan tidak sampai habis sehingga tidak menghambat proses produksi dan
pemasaran produk.
Tugas-tugas PPIC adalah sebagai berikut :
a. Menerima order dari Marketing dan membuat rencana produksi sesuai order yang
diterima.
b. Memenuhi permintaan sample dari Marketing dan memantau proses pembuatan
sample sampai terkirim ke pelanggan.
c. Membuat rencana pengadaan bahan berdasarkan forecast dari marketing dengan
memperhatikan kondisi stock dengan menghitung kebutuhan material produksi
menurut standard stock yang ideal.
d. Memonitor semua inventory baik untuk proses produksi, stock yang ada di gudang
maupun yang akan didatangkan sehingga proses produksi dan penerimaan order
bisa berjalan lancar dan seimbang.
e. Menyusun jadwal proses produksi pada waktu, routing & quantity yang tepat
sehingga barang bisa dikirim tepat waktu dan sesuai dengan permintaan pelanggan.
f. Menjaga keseimbangan lini kerja di produksi agar tidak ada mesin yang overload
sementara mesin lain tunggu order.
g. Menginformasikan ke bagian marketing jika ada masalah di proses produksi yang
menyebabkan delay delivery.
h. Aktif berkomunikasi dengan semua pihak yang terkait sehinggga diperoleh
informasi akurat dan up to date.
14
e. Ada pedoman waktu kedatangan (time arrival) untuk pengadaan bahan/material,
baik lokal maupun impor.
f. Ada batasan minimum dan maksimum stock
g. Ada koordinasi dan komunikasi yang baik dengan bagian terkait yaitu marketing,
produksi, purchasing,logistic ware house, quality control dan F&A (Finance &
Accounting).
Pengendaliaan persediaan memiliki arti sangat penting dalam suatu perusahaan atau
industri guna memenuhi kebutuhan produksi. Alasan perlunya persediaan yaitu untuk
mengantisipasi adanya unsur ketidakpastian permintaan, ketidakpastian pasokan dari
supplier dan ketidakpastian waktu tunggu pemesanan. Pengendalian persediaan dari
bahan baku, bahan pengemas, obat jadi dan barang setengah jadi menjadi tanggung
jawab bagian Production Planning and Inventory Control (PPIC). Dengan melakukan
pengendalian persediaan yang benar, PPIC dapat melakukan perencanaan produksi,
pengendalian operasional dan pengambilan keputusan secara tepat.
Gudang merupakan fasilitas penyimpanan serta pelindung untuk bahan baku, bahan
kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan di suatu industri farmasi. Masalah yang
sering terjadi dalam fasilitas penyimpanan adalah kapasitas fasilitas penyimpanan yang
masih mengalami kejadian overload di industri farmasi tertentu. Gudang memiliki
kapasitas penyimpanan dimana penentuan kapasitas gudang harus mempertimbangkan
keadaan. Gudang mencapai keadaan maksimum pada saat sediaan pengemas belum
dipakai, terjadi keterlambatan pemakaian bahan, sedangkan pesanan datang lebih cepat.
15
1. Material dan Supporting Material (M&SM)
Ada dua hal yang harus selalu diperhatikan untuk pengadaannya, yaitu;
a. M&SM tanpa melihat order customer
b. M&SM berdasarkan order customer.
Dengan pertimbangan minimalisir biaya pengadaan dan buffer, memiliki stock
M&SM dalam batas optimum dengan beberapa metode peramalan memberikan
jaminan akan kelancaran proses (fluently production process). Namun tidak
menutup kemungkinan adanya emergency order atau order spesial sehingga
menyebabkan keluarnya Bill of material (BOM) setelah kedatangan order
customer atau setelah arrange order (master production schedulle/MPS).
3. Final Product
Barang persediaan jenis ini relatif lebih mudah dikendalikan, karena posisinya
sudah di tahap akhir, dengan manajemen ware house yang baik, pengendalian
final product bisa dilakukan dengan baik. Poinnya, PPIC harus secara real time
dan up to date dalam menerima informasi mengenai final product siap dikirim
ke customer.
3.2.2 Penyimpanan
1. Dilihat sesuai kondisi penyimpanan yang tercantum pada penandaan kemasan
(label).
2. Apabila volume pemesanan melampaui kapasitas penyimpanan, fasilitas distribusi
harus mengajukan permohonan penambahan atau perubahan gudang dan telah
mendapatkan persetujuan penambahan atau perubahan gudang sesuai dengan
Permenkes No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi.
3. Terpisah yang dimaksud pada poin ini harus berbeda rak/ruang/lemari/ruangan dan
diberi label sesuai dengan analisis risiko, misalnya risiko kontaminasi, aroma.
4. Memastikan terpenuhinya kondisi penyimpanan sesuai dengan CPOB, Penyimpanan
termasuk di dalamnya ketentuan mengenai pemantauan suhu
16
5. Obat dan/atau bahan obat dalam status ditolak (tidak memenuhi syarat karena rusak,
kedaluwarsa), ditarik atau diduga palsu harus disimpan dengan kondisi terkunci.
6. Pemastian FEFO dapat dikawal/dijaga melalui:
- Pencatatan nomor bets dan kedaluwarsa pada saat penerimaan, penyimpanan dan
penyaluran baik secara manual maupun komputerisasi;
- Pengaturan metode penyimpanan obat dan/atau bahan obat
7. Untuk pencegahan kerusakan atau kontaminasi akibat tumpahan, maka obat dan/atau
bahan obat yang berupa cairan diletakkan pada rak paling bawah.
8. Penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus diletakkan di atas pallet atau rak.
9. Yang dimaksud “ditarik” adalah memisahkan obat dan/atau bahan obat yang
kedaluwarsa dari stok layak jual dan diberi penandaan yang jelas (status
“kedaluwarsa”).
10. Yang dimaksud stock opname secara berkala berdasarkan pendekatan risiko adalah
pelaksanaan stock opname berdasarkan prioritas dengan mempertimbangkan
kriteria risiko seperti:
- Produk narkotika dan psikotropika.
- Nilai produk
- Produk dingin dll.
11. Investigasi selisih stok dicantumkan dalam POB Pemeriksaan Stock Opname.
Catatan : pelaksanaan investigasi di bawah pengawasan APJ. Hasil investigasi :
justifikasi selisih dan dibuatkan laporannya.
12. Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan
dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan produk seperti bahan awal dan
bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, produk dalam
status karantina, produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, produk yang
dikembalikan atau produk yang ditarik dari peredaran.
13. Area penyimpanan hendaklah didesain atau disesuaikan untuk menjamin kondisi
penyimpanan yang baik; terutama area tersebut hendaklah bersih, kering dan
mendapat penerangan yang cukup serta dipelihara dalam batas suhu yang
ditetapkan.
14. Apabila kondisi penyimpanan khusus (misal suhu, kelembaban) dibutuhkan,
kondisi tersebut hendaklah disiapkan, dikendalikan, dipantau dan dicatat di mana
diperlukan.
15. Area penerimaan dan pengiriman barang hendaklah dapat memberikan
perlindungan bahan dan produk terhadap cuaca. Area penerimaan hendaklah
didesain dan dilengkapi dengan peralatan yang sesuai untuk kebutuhan
pembersihan wadah barang bila perlu sebelum dipindahkan ke tempat
penyimpanan.
16. Apabila status karantina dipastikan dengan cara penyimpanan di area terpisah,
maka area tersebut hendaklah diberi penandaan yang jelas dan akses ke area
tersebut terbatas bagi personil yang berwenang. Sistem lain untuk menggantikan
sistem karantina barang secara fisik hendaklah memberi pengamanan yang setara.
17. Hendaklah disediakan area terpisah dengan lingkungan yang terkendali untuk
pengambilan sampel bahan awal. Apabila kegiatan tersebut dilakukan di area
penyimpanan, maka pengambilan sampel hendaklah dilakukan sedemikian rupa
untuk mencegah pencemaran atau pencemaran silang. Prosedur pembersihan yang
memadai bagi ruang pengambilan sampel hendaklah tersedia.
18. Area terpisah dan terkunci hendaklah disediakan untuk penyimpanan bahan dan
produk yang ditolak, atau yang ditarik kembali atau yang dikembalikan.
17
19. Bahan aktif berpotensi tinggi dan bahan radioaktif, narkotik, obat berbahaya lain,
dan zat atau bahan yang mengandung risiko tinggi terhadap penyalahgunaan,
kebakaran atau ledakan hendaklah disimpan di area yang terjamin keamanannya.
Obat narkotik dan obat berbahaya lain hendaklah disimpan di tempat terkunci.
3.2.3 Distribusi
1. Pengiriman dan transportasi obat hendaklah dimulai hanya setelah menerima pesanan
resmi atau rencana penggantian produk yang resmi dan didokumentasikan.
2. Hendaklah dibuat catatan pengiriman obat dan minimal meliputi informasi berikut :
- tanggal pengiriman;
- nama dan alamat perusahaan transportasi;
- nama, alamat dan status penerima (misal apotek, rumah sakit, klinik);
- deskripsi produk, mencakup nama, bentuk sediaan dan kekuatan (jika tersedia);
- jumlah produk, misal jumlah wadah dan jumlah produk per wadah;
- nomor bets dan tanggal kedaluwarsa;
- kondisi transportasi dan penyimpanan yang ditetapkan; dan
- nomor unik untuk order pengiriman.
3. Catatan pengiriman hendaklah berisi informasi yang cukup untuk menjamin
ketertelusuran dan mempermudah penarikan obat jika diperlukan.
4. Cara transportasi, termasuk kendaraan yang digunakan, hendaklah dipilih dengan
hati-hati, dengan mempertimbangkan semua kondisi, termasuk iklim dan variasi
cuaca.
5. Hendaklah dilakukan validasi pengiriman untuk membuktikan bahwa seluruh kondisi
penyimpanan terpenuhi pada seluruh rantai distribusi.
6. Obat tidak boleh dipasok setelah tanggal kedaluwarsa, atau mendekati tanggal
kedaluwarsa.
7. Transportasi dan produk transit, apabila gudang industri farmasi bertindak juga
sebagai pusat pengiriman kepada pelanggan, maka industri farmasi hendaklah juga
memenuhi ketentuan CDOB.
3.3 Pembahasan
PPIC adalah kepanjangan dari Production Planning and Inventory Control yang berarti
pekerjaan untuk mempersiapkan proses manufaktur dan mengelola stok persediaan
bahan baku hingga akhirnya diproduksi menjadi barang jadi. PPIC bertugas dalam
pengadaan obat jadi untuk marketing dalam bentuk rencana produksi dan ketersediaan
bahan baku serta bahan pengemas. PPIC harus mengendalikan persediaan mulai dari
bahan awal sampai obat jadi. Agar persediaan tidak serpa habis sehingga tidak
memperlambat proses produksi dan pemasaran produk. Sasaran utama yang ingin
dicapai adalah terciptanya proses produksi yang efektik dan efesien serta
menguntungkan bagi perusahaan. PPIC bertanggung jawab dalam bidang Production
Planning dan Inventory Control. Sasaran pokok production planning adalah
menyelesaikan permintaan atau pesanan pelanggan tepat pada waktu, penghematan
biaya produksi, memperlancar proses produksi, sedangkan tugas inventory control
adalah mengantisipasi kemungkinan terjadinya kekurangan atau kelebihan persediaan
(stock out/over stock) dan menghadapi fluktuasi harga.
DiLafiau, peran PPIC dipegang oleh Diskesau yang berada di Jakarta. Perpanjangan
tangan Diskesau di Lafiau adalah Minbekkes. Semua perencanaan dilakukan
berdasarkan anggaran untuk satu tahun. Dimana perencanaan tersebut dilakukan oleh
18
Minbekkes kemudia diberikan kepada Diskesau untuk dievaluasi berdasarkan
kebijaksanaan dan anggaran. Setelah disetujui Diskesau, kemudian pengadaan
dilakukan oleh Dinas Pengadaan TNI Angkatan Udara (Disadaau). Disadaau akan
mengadakan tender untuk mencari rekanan yang dapat memenuhi barang-barang yang
diusulkan. Setelah pemenang tender ditentukan, maka dilaksanakan pengadaan barang
oleh rekanan menurut kontrak jual beli. Kontrak jual beli tersebut dapat digunakan
untuk mengirimkan perbekalan farmasi. Sedangkan untuk pengadaan yang tidak
didukung oleh pusat, misalnya pengadaan etiket atau bahan obat dalam jumlah kecil, hal
tersebut dapat dilakukan oleh Kabagprod.
Penyimpanan obat jadi atau bahan baku di Lafiau disesuaikan dengan spesifikasi
penyimpanan, yaitu keadaan temperatur, kelembaban, kebersihan dan klasifikasi obat
jadi. Untuk obat-obat golongan narkotika dan psikotropika disimpan pada ruang khusus
begitupun obat-obatan yang tidak stabil pada suhu kamar akan ditempatkan pada
ruangan yang mempunyai pengatur suhu udara (AC). Penyimpanan obat jadi, bahan
baku dan embalage disimpan di gudang bahan baku dan obat jadi.
Setiap jenis obat jadi atau bahan baku di Lafiau dibuatkan kartu stok dan disimpan
dengan menggunakan sistem First In First Out (FIFO) maupun First Expire First Out
(FEFO). Penyimpanan obat jadi atau bahan baku didalam ruangan disesuaikan dengan
karakteristik serta stabilitasnya sehingga kerusakan dalam penyimpanan dapat dihindari.
Penggunaan ruangan ber AC dan lemari es untuk produk-produk yang memerlukan
termperatur dingin maupun sejuk juga dimaksudkan untuk menjaga stabilitas dan
menghindari kerusakan. Untuk mempermudah penyimpanan dan pengeluaran
digunakan rak-rak dan lemari dengan menggunakan kode lokasi barang dengan sistem
Automatic Logistic Management System (ALMS) dengan kode 9 digit. Penyimpanan
obat jadi atau bahan baku di Lafiau sudah sesuai dengan pedoman Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB) yaitu produk disimpan secara rapi dan teratur untuk mencegah
risiko ketercampurbauran atau kontaminasi serta memudahkan pemeriksaan dan
pemeliharaan. Produk yang memerlukan penyimpanan khusus harus tersedia misalnya
ruangan ber AC dan lemari es.
19
disebabkan oleh perubahan suhu yang mempengaruhi stabilitas produk dan keutuhan
kemasan, serta mencegah semua jenis kontaminasi.
Pada proses pengiriman dibuat catatan pengiriman berupa surat berita acara yang
meliputi tanggal pengiriman, nama dan alamat perusahaan transportasi, nama alat dan
status penerima, deskripsi produk, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa, kondisi
transportasi dan penyimpanan yang ditetapkan. catatan pengiriman tersebut bertujuan
untuk menjamin ketertelusuran dan mempermudah penarikan obat jika diperlukan.
sebelum produk didistribusikan dilakukan validasi pengiriman untuk membuktikan
bahwa seluruh kondisi penyimpanan terpenuhi.
Distribusi obat jadi DISKESAU oleh PPIC disertai dokumen surat perintah logistik
(SPL) yang ditujukan ke kepala gudang pusat farmasi dengan surat perintah
pengeluaran barang (SPPB), kemudian petugas gudang mempersiapkan produk yang
akan didistribusikan ke DINKESAU.
3.4 Kesimpulan
Pengendalian persediaan obat jadi dan distribusi merupakan hal yang sangat penting
dalam suatu industri Farmasi. Pengandalian persediaan dan distribusi di Lafiau sendiri
sudah sesuai dengan aturan yang berlaku karena di Lafiau semua perencanaan sudah
terpusat oleh Diskesau diajukan ke Disadaau.
20
DAFTAR PUSTAKA
BPOM Republik Indonesia, 2015. Tentang petunjuk pelaksanaan cara distribusi obat
yang baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat Dan Makanan.
BPOM, 2018. Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB). Jakarta: Badan
Pengawas Obat Dan Makanan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 “Industri Farmasi”.
Departemen Kesehatan RI: Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 51 Tahun 2009 Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.
Theptong, J. 2010. Drug Inventory Control. Degree Programme in International
Business. Thailand. [Thesis].
21
LAMPIRAN 1
STRUKTUR ORGANISASI LAFIAU
22
LAMPIRAN 2
DENAH BANGUNAN LAFIAU
23
LAMPIRAN 3
GEDUNG PRODUKSI
24
LAMPIRAN 4
LABEL
25
LAMPIRAN 5
SARANA PENUNJANG KRITIS LAFIAU
26
Gambar II.11 Sistem Udara Bertekanan
27
LAMPIRAN 6
ALUR KEGIATAN PRODUKSI
28
LAMPIRAN 7
ALUR PROSES PENGADAAN BARANG
29
LAMPIRAN 8
ALUR PERENCANAAN DAN PENGADAAN PRODUKSI
30