Anda di halaman 1dari 5

Nama : Alvina damayanti

Npm : 22610015

Hukum adat butang dayak mualang

Masyarakat Adat pada umumnya, terutama Masyarakat Adat Dayak di


Kalimantan Barat pasti memiliki aturan atau hukum adat. Tentu saja hukum adat
yang ada di setiap daerah, subsuku atau komunitas tidaklah sama. Keberadaan
hukum adat ini merupakan warisan dari para leluhur. Ada berbagai jenis hukum
adat yang berlaku pada setiap Komunitas Masyarakat Adat Dayak atau SubSuku
Dayak di Kalimantan Barat ini. Mulai dari hukum adat perkawinan, hukum adat
butang (selingkuh/zinah) sampai ke hukum adat pembunuhan atau pati nyawa.
Hukum adat juga mengatur tentang cara mengelola dan memanfaatkan sumber
daya alam, seperti pemanfaatan rimba bersama (rimba komunal). Demikian pula
dengan Masyarakat Adat Dayak Mualang atau SubSuku Dayak Mualang.

Salah satu perkampungan Dayak Mualang yang masih menjalankan adat-istiadat


dan hukum adatnya adalah Dayak Mualang di Kampung Resak Balai, Kecamatan
Belitang Hilir, Kabupaten Sekadau. Kampung ini terbilang sebagai perkampungan
kecil, yang dihuni 63 kepala keluarga. Dalam pergaulan hidup sehari-hari, di sini
masih sangat kental dengan rasa kekeluargaan dan kebersamaannya. Rasa
kekeluargaan dan kerbersamaan, tidak terlepas dari dipatuhi dan ditaatinya aturan
(hukum) adat sebagai pedoman hidup bersama. Bagi Dayak Mualang di sini, setiap
ada masalah atau sengketa di kampung, maka penyelesaiannya mengutamakan
hukum adat. Dayak Mualang di Kampung Resak Balai percaya bahwa hukum adat
merupakan jalan terbaik dan masih memberi rasa keadilan dalam menyelesaikan
masalah atau sengketa yang terjadi. Tidak ada yang tidak bisa diselesaikan dengan
cara hukum adat. Bagi Masyarakat Adat Dayak Mualang, tujuan adanya hukum
adat adalah untuk mengatur tata tertib dalam hidup bermasyarakat. Hukum adat
sangat penting karena menjaga dan mengatur hubungan antara manusia dengan
manusia, antara manusia dengan alam, serta manusia dan Sang Pencipta agar tetap
terjaga, seimbang, damai dan harmonis.

Hukum adat dalam Dayak Mualang terdiri dari beberapa jenis atau tingkatan.
Mulai dari hukum adat yang mengatur prilaku pribadi seseorang, antar sesama,
hingga hukum adat yang berkaitan dengan tanah dan pengelolaan sumber daya
alam. Maka, bagi Dayak Mualang, hukum adat merupakan hal yang sangat sakral.
Itulah sebabnya, setiap ada pelanggaran terhadap hukum adat, maka semua
pelanggar harus dikenakan sanksi adat dan wajib memenuhi sanksi adat dalam
bentuk tail. Tail adalah satuan untuk menyebutkan sanksi adat menurut Dayak
Mualang.

Salah satu hukum adat yang hingga kini tetap dipatuhi Masyarakat Adat Dayak
Mualang di Kampung Resak Balai adalah adat butang atau hukum adat butang.
Hukum Adat ini merupakan bagian dari hukum adat perkawinan. Perkawinan
adalah bersatunya dua insan manusia yang sangat berbeda dan tidak dapat
dipisahkan oleh siapapun, sehingga apabila terjadi pengingkaran terhadap
perkawinan, baik oleh suami ataupun istri, maka terhadap keduanya dikenakan
hukum adat butang. Butang adalah perbuatan selingkuh atau zinah yang dilakukan
oleh laki-laki yang telah beristri atau sebaliknya perempuan yang telah bersuami.
Hukum adat butang ini diperuntukkan bagi setiap orang (laki-laki dan perempuan)
yang telah memiliki pasangan yang sah atau telah berumah tangga. Hal ini
dibenarkan oleh Paternus, Ntri (ketua) Adat di Resak Balai. Butang atau bara’
adalah perbuatan selingkuh atau zinah dengan suami atau istri orang lain. Apabila
perbuatan itu diketahui atau tertangkap tangan, maka laki-laki maupun perempuan
sama-sama dikenakan hukum adat butang,” terang Paternus.

Sanksi adat butang bisa dilihat dalam berbagai kondisi. Misalnya jika antara laki-
laki dan perempuan yang melanggar memiliki hubungan kekeluargaan atau
hubungan mali. Maka besaran sanksi adat butang bagi mereka berbeda-beda, untuk
pihak pria sebesar: 15 tail mangkok, 5 buah tempayan yang terdiri dari 3 buah
tempayan hitam dan 2 buah tempayan biasa, 1 renti babi, 1 ekor ayam, ditambah
tengan 4 tail pun, sebuah tempayan jabau asam 4 tail pun, sebuah tempayan.
Sedangkan besarnya sanksi adat butang yang harus ditanggung pihak perempuan
adalah: 10 tail mangkok, 4 buah tempayan terdiri dari 1 buah tempayan hitam dan
3 buah tempayan biasa, tengan 4 tail mangkok, sebuah tempayan, ditambah jabau
asam 4 tail mangkok, dan sebuah tempayan.

Sanksi adat butang di atas, menggambarkan bahwa besarnya sanksi adat yang
dikeluarkan oleh pihak laki-laki dan perempuan tidaklah sama. Penentuan besarnya
sanksi adat butang juga dipengaruhi oleh hubungan darah (kekeluargaan) antara
laki-laki dan perempuan. Apabila keduanya (laki-laki dan perempuan) masih
memiliki hubungan keluarga, maka akan dikenakan sanksi Adat Pemali. Sanksi
adat pemali juga tidak sembarangan, karena harus dilihat lagi sejauh mana
hubungan kekeluargaan mereka tersebut. Hukum adat butang merupakan pelajaran
penting bagi suami-istri agar konsisten menjalankan mahligai hidup berkeluarga.
Untuk itu, bagi laki-laki maupun perempuan yang sudah terikat perkawinan
hendaknya konsisten menjaga keutuhan rumah tangga mereka. Suku Dayak
Mualang di Kampung Resak Balai bertekad mempertahankan dan mematuhi
hukum adat butang yang mulia ini.*

Hukum Adat Butang Dayak Mualang, yang juga dikenal sebagai hukum adat
butang, merupakan bagian dari hukum adat perkawinan yang memiliki aturan dan
hukum yang berbeda untuk setiap komunitas Masyarakat Adat Dayak di
Kalimantan Barat,Hukum adat ini mengatur tentang cara mengelola dan
memanfaatkan sumber daya alam, seperti pemanfaatan rimba bersama (rimba
komunal)Salah satu perkampungan Dayak Mualang yang masih menjalankan adat-
istiadat dan hukum adatnya adalah Dayak Mualang di Kampung Resak Balai,
Kecamatan Belitang Hilir, Kabupaten Sekadau

Dalam pergaulan hidup sehari-hari, masyarakat Dayak Mualang di sini sangat


kental dengan rasa kekeluargaan dan kebersamaannya. Rasa kekeluargaan dan
kerbersamaan, tidak terlepas dari dipatuhi dan ditaatinya aturan (hukum) adat
sebagai pedoman hidup bersama

Beberapa contoh hukum adat yang masih berlaku di Indonesia meliputi:

Hukum adat perkawinan: Menyatakan tentang proses perkawinan, bentuk pesta


perkawinan, dan pelanggaran terhadap etika perkawinan
Hukum adat butang: Merupakan bagian dari hukum adat perkawinan dan mengatur
tentang perselingkuhan atau perzinahan yang dilakukan oleh laki-laki yang telah
beristri atau sebaliknya perempuan yang telah bersuami

Hukum adat dalam masyarakat Dayak Mualang terdiri dari beberapa jenis atau
tingkatan, mulai dari hukum kebiasaan yang mengatur tingkah laku manusia
hingga yang berkaitan dengan pengelolaan tanah dan sumber daya alam

Demikian pula dengan Masyarakat Adat Dayak Mualang atau SubSuku Dayak
Mualang

Hukum adat Butang Dayak Mualang adalah bagian dari hukum adat perkawinan
yang mengatur sanksi terhadap perselingkuhan atau perzinahan yang dilakukan
oleh pria atau wanita yang telah menikah. Hukum adat ini merupakan bagian dari
hukum adat perkawinan yang dijalankan oleh Masyarakat Adat Dayak Mualang di
Kampung Resak Balai, Kecamatan Belitang Hilir, Kabupaten Sekadau. Hukum
adat Dayak Mualang terdiri dari beberapa jenis atau tingkatan, mulai dari hukum
adat yang mengatur prilaku pribadi seseorang, antar sesama, hingga hukum adat
yang berkaitan dengan tanah dan pengelolaan sumber daya alam

Sanksi adat yang dikenakan terhadap pelanggaran hukum adat Butang Dayak
Mualang berupa tail, yang merupakan satuan untuk menyebutkan sanksi adat
menurut Dayak Mualang

Bagi Dayak Mualang, hukum adat merupakan hal yang sangat sakral, dan setiap
pelanggar harus dikenakan sanksi adat dan memenuhi sanksi adat dalam bentuk tail

Hukum adat Butang Dayak Mualang merupakan bagian dari hukum adat
perkawinan yang mengatur sanksi terhadap perselingkuhan atau perzinahan yang
dilakukan oleh pria atau wanita yang telah menikah. Hukum adat ini merupakan
bagian dari hukum adat perkawinan yang dijalankan oleh Masyarakat Adat Dayak
Mualang di Kampung Resak Balai, Kecamatan Belitang Hilir, Kabupaten Sekadau.
Hukum adat Dayak Mualang terdiri dari beberapa jenis atau tingkatan, mulai dari
hukum adat yang mengatur prilaku pribadi seseorang, antar sesama, hingga hukum
adat yang berkaitan dengan tanah dan pengelolaan sumber daya alam. Sanksi adat
yang dikenakan terhadap pelanggaran hukum adat Butang Dayak Mualang berupa
tail, yang merupakan satuan untuk menyebutkan sanksi adat Hukum adat Butang
Dayak Mualang merupakan bagian dari hukum adat perkawinan yang mengatur
sanksi terhadap perselingkuhan atau perzinahan yang dilakukan oleh pria atau
wanita yang telah menikah. Hukum adat ini merupakan bagian dari hukum adat
perkawinan yang dijalankan oleh Masyarakat Adat Dayak Mualang di Kampung
Resak Balai, Kecamatan Belitang Hilir, Kabupaten Sekadau. Hukum adat Dayak
Mualang terdiri dari beberapa jenis atau tingkatan, mulai dari hukum adat yang
mengatur prilaku pribadi seseorang, antar sesama, hingga hukum adat yang
berkaitan dengan tanah dan pengelolaan sumber daya alam. Sanksi adat yang
dikenakan terhadap pelanggaran hukum adat Butang Dayak Mualang berupa tail,
yang merupakan satuan untuk menyebutkan sanksi adat menurut Dayak Mualang.
Bagi Dayak Mualang, hukum adat merupakan hal yang sangat sakral, dan setiap
pelanggar harus dikenakan sanksi adat dan memenuhi sanksi adat dalam bentuk
tail. Hukum adat Butang Dayak Mualang dianggap sebagai jalan terbaik dan masih
memberi rasa keadilan dalam menyelesaikan masalah atau sengketa yang terjadi,
serta bertujuan untuk mengatur tata tertib dalam hidup bermasyarakat

Anda mungkin juga menyukai