Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I. PENDAHULUAN
iii
BAB III. EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN TERKAIT PERATURAN RENCANA
PEMBANGUNAN INDUSTRI KABUPATEN ..............56
A. Kesimpulan ....................................................... 88
B. Saran ................................................................ 85
LAMPIRAN ........................................................................ 8
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1
Otonomi daerah telah memberikan ruang bagi pemerintah
2
ketahanan nasional; (g) meningkatkan kemakmuran dan
3
penyebaran dan pemerataan pembangunan industri melalui
4
tersedia infrastruktur industri; (m) membangun sistem informasi
melakukan pelanggaran.
5
aplikasi teknologi; dan (4) Meningkatkan kontribusi industri
B. IDENTIFIKASI MASALAH
daerah.
6
Tengah, oleh karena itu diperlukan penyusunan RPIK Purbalingga
Tahun 2018-2038.
yang ada saat ini dan kondisi yang berkembang dalam masyarakat
ada.
7
ilmiah dalam rangka penyusunan atau perumusan dan
Pembangunan Industri.
8
Sementara itu, kegunaan penyusunan Naskah Akademik adalah
D. METODE PENELITIAN
dalam 2 (dua) jenis yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder.
9
data dokumentasi yang diperoleh dari instansi terkait di
terkait.
10
11
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
A. KAJIAN TEORITIS
1. Industri
12
menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau
manfaat lebih tinggi, termasuk jenis industri.
13
7) Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan
masyarakat secara berkeadilan.
14
Sedangkan pengertian secara sempit, industri ialah suatu
kegiatan yang mengubah suatu barang dasar secara
mekanis, kimia maupun dengan tangan sehingga menjadi
barang yang setengah jadi. Menurut Kementerian
Perindustrian Republik Indonesia tahun 2014, industri ialah
kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan
memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan
barang yang mempunyai manfaat dan nilai tambah.
1) Industri Dasar
Kelompok industri besar dibagi menjadi dua, pertama
mencakup Industri Mesin dan Logam Dasar (IMLD) yang
termasuk dalam kelompok IMLD yaitu industri mesin
pertanian, elektronika, kereta api, pesawat terbang,
kendaraan bermotor, besi baja, aluminium, tembaga dan
sebagainya. Kelompok kedua yaitu Industri kimia dasar
(IKD), yang termasuk dalam IKD ialah industri
pengolahan kayu dan karet alam, industri pestisida,
15
industri pupuk, industri silikat dan yang lainnya.
Industri dasar mempunyai tujuan untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, membantu struktur industri dan
bersifat padat modal serta mendorong untuk
menciptakan lapangan pekerjaan secara besar.
3) Industri Kecil
Industri kecil mencakup industri sandang dan kulit
(tekstil, pakaian jadi dan barang dari kulit), industri
pangan (makanan, minuman dan tembakau), industri
kerajinan umum (industri rotan, kayu, bambu, barang
galian bukan logam), industri logam (mesin, listrik, alat-
alat ilmu pengetahuan, barang dan logam dan
sebagainya), industri kimia dan bahan bangunan
(industri kertas, percetakan, penerbitan, barang-barang
karet dan plastik.
16
1) Industri kerajinan rumah tangga, ialah perusahaan atau
usaha industri pengolahan yang memiliki pekerja 1-4
orang.
2) Industri kecil, ialah perusahaan atau usaha industri
pengolahan yang mempunyai pekerja 5-19 orang.
3) Industri sedang, ialah perusahaan atau usaha industri
pengolahaan yang mempunyai pekerja 20-99 orang.
4) Industri besar, ialah perusahaan atau usaha industri
pengolahan yang mempunyai pekerja 100 orang atau
lebih.
Menurut Peraturan Menteri Perindustrian Republik
Indonesia Nomor 64/M-IND/PER/7/2016 Tentang Besaran
Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Investasi Untuk Klasifikasi
Usaha Industri, dinyatakan bahwa kegiatan usaha industri
meliputi a). Industri Kecil, b). Industri Menengah; dan c).
Industri Besar. Industri Kecil merupakan Industri yang
mempekerjakan paling banyak 19 (sembilan belas) orang
tenaga Kerja dan meminiki Nilai Investasi kurang dari
Rp.1000.000.000,00 (satu milyar rupiah) tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha. Industri Menengah
merupakan Industri yang memenuhi ketentuan sebagai
berikut: a. mempekerjakan paling banyak 19 (sembilan
belas) orang Tenaga Kerja dan memiliki Nilai Investasi paling
Investasi paling sedikit Rp.1000.000.000,00 (satu milyar
rupiah) atau, mempekerjakan paling sedikit 20 (dua puluh)
orang Tenaga Kerja dan memiliki Nilai Investasi paling
banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah).
Industri Besar merupakan Industri yang mempekerjakan
paling sedikit 20 (dua puluh) orang Tenaga Kerja dan
memiliki Nilai Investasi lebih dari Rp.15.000.000.000,00
(lima belas milyar rupiah).
17
Definisi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
dinyatakan bahwa kriteria usaha kecil adalah usaha yang
memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil
penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.
2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
Kriteria usaha menengah adalah yang memiliki kekayaan
bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih
dari Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.
50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
18
nantinya akan membawa ke peningkatan efisiensi
produksi
2) Dapat memfasilitasi perusahaan untuk meningkatkan
penelitian dan inovasi dalam sebuah industri.
3) Proses klaster perusahaan-perusahaan sejenis akan
mengurangi risiko bagi pihak pekerja namun pihak
pemberi pekerjaan (Kuncoro, 2007).
2. Klasifikasi Industri
19
Industri rumah tangga, yaitu industri yang
menggunakan tenaga kerja kurang dari empat orang.
Industri rumah tangga batu bata memiliki modal yang
sangat terbatas, tenaga kerja berasal dari anggota
keluarga, dan pemilik atau pengelola industri. Pemilik
atau pengelola industri biasanya kepala rumah tangga
itu sendiri atau anggota keluarganya atau masih ada
hubungan saudara. Misalnya industri kerajinan, industri
bahan bangunan sederhana, industri makanan ringan.
Industri kecil, yaitu industri yang tenaga kerjanya
berjumlah sekitar 5 sampai 19 orang. Ciri industri kecil
adalah memiliki modal yang relatif kecil, tenaga kerjanya
berasal dari lingkungan sekitar.
1) Industri sedang, yaitu industri yang menggunakan
tenaga kerja sekitar 20 sampai 99 orang. Ciri industri
sedang adalah memiliki modal yang cukup besar,
tenaga kerja memiliki ketrampilan tertentu, dan
pimpinan perusahaan memiliki kemampuan
manajerial tertentu. Misalnya industri konveksi,
industri border, dan industri keramik.
2) Industri besar, yaitu industri dengan jumlah tenaga
kerja lebih dari 100 orang. Ciri industri besar adalah
memiliki modal besar yang dihimpun secara secara
kolektif dalam bentuk pemilikan saham, tenaga kerja
harus memiliki ketrampilan khusus, dan pimpinan
perusahaan dipilih melalui uji kemampuan dan
kelayakan, misalnya industri tekstil, industri mobil,
industri besi baja.
20
1) Industri primer, yaitu industri yang menghasilkan
barang atau benda yang tidak perlu pengolahan lebih
lanjut. Barang atau benda yang dihasilkan tersebut
dapat dinikmati atau digunakan secara langsung.
Misalnya industri anyaman, industri konveksi,
industri makanan dan minuman.
2) Industri sekunder, yaitu industri yang menghasilkan
barang atau benda yang membutuhkan pengolahan
lebih lanjut sebelum dinikmati atau digunakan.
Misalnya industri permintalan benang, industri ban,
industri baja dan industri tekstil.
3) Industri tersier, yaitu industri yang hasilnya tidak
berupa barang atau benda yang dapat dinikmati atau
digunakan baik secara langsung maupun tidak
langsung, melainkan berupa jasa layanan yang dapat
mempermudah atau membantu kebutuhan
masyarakat.
21
3) Industri berorientasi pada bahan baku, yaitu industri
yang didirikan di tempat tersedianya bahan baku.
Misalnya industri batu bata berdekatan dengan
bahan baku tanah liat, industri konveksi berdekatan
dengan industri tekstil, industri pengalengan ikan
berdekatan dengan pelabuhan laut, industri gula
berdekatan lahan tebu.
22
2) Industri ringan, yaitu industri yang menghasilkan
barang siap pakai untuk dikonsumsi. Misalnya
industri obat-obatan, industri makanan dan industri
minuman.
23
Teori lokasi pertama dikemukakan oleh Alfred
Weber. Weber menyatakan bahwa lokasi setiap industri
tergantung pada total biaya transportasi dan tenaga kerja
dimana penjumlahan keduanya harus minimum. Tempat
dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang
minimum adalah identik dengan tingkat keuntungan
yang maksimum (Tarigan, 2012).
24
minimum untuk angkutan bahan baku dan distribusi
hasil produksi.
25
Perkembangan wilayah pasar dapat dilihat pada
gambar di bawah ini:
a) b) c)
26
sendiri. Jadi berlainan pabrik, berlainan pula luas
wilayah pasarannya karena mengikuti kelainan kompleks
industrinya.
27
sebuah industri disuatu wilayah diantaranya adalah: bahan
baku, tenaga kerja, sumberdaya tenaga, pemasaran, suplai air
dan transportasi. Jadi faktor-faktor produksi yang
mempengaruhi berdirinay suatu industri di suatu wilayah
antara lain: 1) Modal, 2) Bahan baku, 3) Tenaga tenaga, 4)
Sumberdaya tenaga, 5) Pemasaran, 6) Suplay air, dan 7)
transportasi.
28
pendapat A. Hamid S. Attamimi. I.C. Van Der Vlies membagi asas-
asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang
patut kedalam asas formal dan asas material. Asas asas formal
yang dimaksud Van Der Vlies, meliputi:
1. Asas tujuan yang jelas (beginsel van duidelijke doelstelling);
2. Asas organ/lembaga yang tepat (beginsel van het juiste organ);
3. Asas perlunya pengaturan (het noodzakelijkheids beginsel);
4. Asas dapat dilaksanakan (het beginsel van uitvoerbaarheid);
dan
5. Asas konsensus (het beginsel van consensus).
29
6. Asasnya dapatnya dikenali.
30
1. Kejelasan tujuan;
2. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
3. Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
4. Dapat dilaksanakan;
5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan;
6. Kejelasan rumusan; dan
7. Keterbukaan.
1. Kejelasan tujuan;
2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;
3. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan;
4. Dapat dilaksanakan;
5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan;
6. Kejelasan rumusan; dan
7. Keterbukaan.
31
tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat
oleh lembaga atau pejabat yang tidak berwenang.
32
Berdasarkan ketentuan Pasal 138 UU No. 32 Tahun 2004,
ditentukan bahwa materi muatan peraturan daerah harus
memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-
undangan yang meliputi:
1. Pengayoman;
2. Kemanusiaan;
3. Kebangsaan;
4. Kekeluargaan;
5. Kenusantaraan;
6. Bhineka tunggal ika;
7. Keadilan; dan
8. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan.
33
Asas “kenusantaraan” adalah bahwa setiap materi muatan
peraturan perundang-undangan senantiasa memperhatikan
kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan
peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan
bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila
34
Sedangkan tujuan kebijakan pembentukan peraturan
perundang-undangan termasuk di dalamnya pembentukan
peraturan daerah harus dilandasi oleh tujuan yang jelas. Tujuan
yang jelas yang dimaksud tersebut antara lain adalah sebagai
berikut:
35
b. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 10 Tahun
2017 Tentang Rencana Pembangunan Industri Kabupaten
Tangerang Tahun 2017-2037.
c. Peraturan Daerah Kabupaten Kotabaru Nomor 25 Tahun
2017 Tentang Rencana Pembangunan Industri Kabupaten
Kotabaru Tahun 2017-2037.
d. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 1
Tahun 2017 Tentang Rencana Pembangunan Industri
Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2017-2037.
36
meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan
masyarakat daerah secara berkeadilan.
c. Pembangunan Industri Daerah
Pada bab ini dijelaskan mengenai tahapan
pembangunan industri daerah melalui RPIK yang
dilakukan pemerintah daerah. Tahapan-tahapan tersebut
sekurang-kurangnya terdiri dari: Penetapan sasaran dan
program pengembangan industri; Pengembangan
perwilayahan industri; pembangunan sumber daya
industri; pembangunan sarana dan prasarana industri;
dan, pemberdayaan kegiatan industri.
d. Industri Unggulan
Pada bab ini ditentukan klasifikasi baku lapangan
usaha yang kemudian dijadikan industri unggulan di
kabupaten. Industri unggulan kabupaten tersebut harus
memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat
lokal. Kesiapan sumber daya manusia untuk menunjang
kegiatan industri unggulan diupayakan agar mampu
menunjang dan diharapkan mampu menyerap tenaga
kerja.
e. Keterkaitan RPIK dengan Dokumen Pembangunan Lain
RPIK merupakan pedoman bagi pemerintah
kabupaten dan pelaku industri dalam prencanaan dan
pembangunan industri, oleh sebab itu RPIK harus
memperhatikan: Rencana induk pembangunan industri
nasional; Kebijakan industri nasional; Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD);
Potensi sumber daya industri daerah; Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi maupun Kabupaten; serta
diserasikan dengan keseimbangan dengan kegiatan sosial
ekonomi dan daya dukung lingkungan. Kemudian RPIK
37
harus tertuang dan menjadi bagian dari Rencana Strategis
Perangkat daerah dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah.
f. Jangka Waktu
Berdasarkan regulasi yang berlaku RPIK berlaku
untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun. RPIK
kemudian dapat ditinjau kembali apabila terjadi
perubahan kebijakan nasional, perubahan rencana
pembangunan jangka panjang daerah, perubahan rencana
pembangunan jangka mengenah daerah, ataupun
perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
38
RPJPD, RPJMD dan RTRW, serta agar terjadi kesesuaian
dengan capaian pembangunan industri dengan indikator
kinerja yang telah ditetapkan.
j. Pembiayaan
Pembiayaan pelaksanaan RPIK adalah dibebankan
pada anggaran pendapatan dan belanja nasional,
anggaran pendapatan dan belanja provinsi, anggaran
pendapatan dan belanja daerah, maupun sumber
pembiayaan lain yang sah dan tidak mengikat.
k. Ketentuan Penutup
Memuat tentang tindak lanjut dari pemberlakuan
peraturan daerah tentang rencana pembangunan industri
kabupaten (RPIK).
39
Sebelah Barat : Kabupaten Banyumas
40
Gambar 2.1
Peta Admiinistrasi Kabupaten Purbalingga
41
Gambar 2.2
Rata-rata Ketinggian Wilayah Kabupaten Purbalingga
42
Terkait perencanaan pembangunan kewilayahan,
Kabupaten Purbalingga pada saat ini telah menuangkannya
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Purbalingga
yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah Kabupaten
Purbalingga nomor 5 tahun 2011 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Purbalingga Tahun 2011 –
2031. Rencana detail RTRW tersebut meliputi penetapan
kawasan-kawasan: lindung, budidaya, perdesaan,
perkotaan, strategis, permukiman, hutan, pariwisa,
taindustri, agropolitan, budidaya pertanian, serta
minapolitan.
Gambar 2.3
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purbalingga
Tahun 2011-2031
43
Gambar 2.3 menampilkan kawasan strategis bidang
pertahanan dan keamanan ditetapkan di Desa Toyareja
yang berada di kecamatan Purbalingga, berbatasan
Kecamatan Kemangkon. Kawasan pemusatan
pertumbuhan ekonomi dilebarkan dari wilayah perkotaan
Kecamatan Purbalingga ke wilayah sekitar yang meliputi
sebagian wilayah Kecamatan Padamara dan Kalimanah.
Kecamatan Bobotsari juga ditetapkan sebagai kawasan
pertumbuhan berkembang, demikian pula sebagian
wilayah di Kecamatan Rembang. Kawasan Agropolitan
ditetapkan di Kecamatan Karangreja, Purbalingga,
Kaligondang, Kemangkon dan Bukateja.
44
Gambar 2.4
Nilai PDRB Kabupaten Purbalingga 2016 (Miliar Rupiah)
45
sektor jasa dibandingkan sektor lainnya menunjukkan
pergerakan pola struktur ekonomi di Kabupaten
Purbalingga. Fenomena ini menunjukkan signal pergeseran
minat masyarakat pada dunia jasa. Namun demikian,
pergeseran struktur ini juga mengancam keberlangsungan
sektor primer dan sekunder yang merupakan sektor
penghasil pangan dan produk konsumtif lainnya, di
samping pula persoalan ketenagakerjaan. Sektor jasa pada
umumnya lebih hemat tenaga kerja daripada sektor
ekonomi lainnya.
Dilihat dari perkembangannya selama 6 tahun
terakhir, pola perubahan struktur ekonomi di Purbalingga
dapat terlihat lebih jelas. Salah satunya adalah indikator
penurunan kontribusi sektor pertanian. Pada tahun 2011,
pangsa sektor ekonomi ini terhadap PDRB Purbalingga
masih sebesar 30,38% dan berangsur-angsur mengalami
penurunan dan menjadi 26,94% pada tahun 2016. Sektor
perdagangan juga menunjukkan kontribusi menurun, dari
14,38% menjadi 13,71%. Bersama kedua sektor tersebut,
sektor ekonomi lain yang menurun kontribusinya adalah
sektor pertambangan, pengadaan air dan pengelolaan
limbah/sampah dan sektor administrasi pemerintahan.
Meskipun sektor pertanian Purbalingga
menunjukkan kontribusi yang menurun terhadap PDRB
Purbalingga dengan pertumbuhan yang lambat
dibandingkan pertumbuhan sektor jasa dan sektor
sekunder, sektor pertanian Purbalingga menunjukkan
kondisi yang lebih baik daripada kecenderungan daerah-
daerah lain di Provinsi Jawa Tengah. Sektor pertanian
Purbalingga menyumbang pada total sektor pertanian Jawa
sebesar 3,38% pada 2011, meningkat pada 2016 menjadi
3,43%.
46
Posisi kenaikan kontribusi ekonomi pertanian
Purbalingga terhadap pertanian Jawa Tengah tersebut
menunjukkan adanya kemajuan pembangunan sektor
pertanian yang lebih baik daripada umumnya daerah atau
kabupaten lain di Jawa Tengah. Sektor ekonomi lain di
Purbalingga yang menunjukkan tendensi menguat
dibandingkan sektor yang sama di Jawa Tengah adalah
sektor konstruksi, perdagangan, akomodasi makan dan
minum, informasi komunikasi, real estat, maupun beragam
sektor jasa kecuali jasa pemerintahan dan pertahanan.
Menguatnya beragam sektor ekonomi tersebut menjadi
tendensi awal sektor-sektor ekonomi tersebut semakin
diminati dunia usaha dan memiliki potensi untuk semakin
berkembang.
Dengan melakukan pemerincian terhadap 17 sektor-
sektor ekonomi Purbalingga dan dibandingkan secara
relatif terhadap rata-rata daerah di Jawa Tengah,
identifikasi sektor potensial tergambar dari nilai Location
Quotient sebagaimana pada Gambar 2.5. Wilayah atau area
I menunjukkan sektor ekonomi pada kategori paling
potensial untuk berkembang. Sektor ini meliputi sektor
pertanian, transportasi pergudangan, sektor pengadaan air
dan pengelolaan sampah, serta beragam sektor jasa
(pendidikan, kesehatan sosial, pemerintahan dan
pertahanan, jasa lainnya). Berbasis data BPS (2017),
beberapa komoditas pertanian Purbalingga yang
memberikan kontribusi penting produksi tingkat Jawa
Tengah antara lain padi sawah (Purbalingga berkontribusi
2,26% pada produksi pada Jawa Tengah pada 2015),
jagung (1,22%), ubi kayu (2,08%), ubi jalar (2,38%).
Demikian kontribusi produksi buah-buahan dari
Purbalingga cukup mendominasi di Jawa Tengah, di
47
antaranya adalah Stroberi (55,05%), duku (22,88%),
rambutan (7,06%) dan nanas (9,21%).
Sektor pertambangan masuk pada kategori sektor
yang memberikan kontribusi penting namun potensinya
mengalami pelambatan. Nilai ekonomi pertambangan
Purbalingga terdeteksi tinggi untuk wilayah Jawa Tengah,
sebesar 637,01 Miliar atau sebesar 4,16% dari nilai
ekonomi hasil tambang se-Jawa Tengah. Pertumbuhan
ekonomi sektor pertambangan Purbalingga hanya 0,24%.
II I
III III
48
Gambar 2.5
Peta Potensi Ekonomi Sektoral Kabupaten Purbalingga
49
Kinerja dari upaya mendorong investasi baru
(penanaman modal) masuk ke Kabupaten Purbalingga
selama 5 tahun terakhir terlihat mengesankan, meskipun
pada 2015 sempat mengalami penurunan. Total realisasi
investasi baru di Purbalingga pada tahun 2017 sebesar
Rp547,08 miliar, meningkat 13,20% dari tahun
sebelumnya.
Pada 2013 dan 2014 tercatat tidak ada Penanaman
Modal Asing (PMA) baru masuk, namun pada tahun-tahun
berikutnya PMA masuk dan meningkat signifikan. Tahun
2015, realisasi investasi PMA masih sebesar Rp14,92
miliar, meningkat 310% menjadi Rp61,2 miliar pada 2016
dan meningkat lagi 160% pada 2017 senilai Rp159,04
miliar.
Pada Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN),
investasi sempat menurun pada 2014 dan 2015, namun
meningkat kembali pada tahun-tahun berikutnya. Realisasi
investasi PMDN turun 34,02% tahun 2014 dan turun lagi
31,68% pada 2015 menjadi senilai Rp215,08 miliar. Tahun
2016 investasi baru meningkat Rp422,07 miliar dan turun
pada 2017 menjadi Rp388,04 miliar. Hal yang perlu
ditekankan pada fenomena penurunan investasi ini adalah
penurunan pada nilai realisasi investasi baru, bukan pada
penurunan pembentukan modal tetap bruto. Meskipun
terdapat penurunan investasi baru di tahun-tahun
tersebut, namun total akumulasi kapital tetap meningkat
sepanjang tahun di Purbalingga. Di samping itu, kinerja
investasi positif tercatat juga dari tidak adanya investor
yang meninggalkan wilayah Kabupaten Purbalingga.
Terkait dengan tren positif perkembangan investasi di
Kabupaten Purbalingga, DPMPTSP Purbalingga membuat
indikator kinerja capaian investasi baru. Indikatornya
50
meliputi tambahan jumlah perusahaan (PMDN dan PMA)
beserta target capaian realisasi investasi. Tahun 2016
realisasi investasi tercapai dan melebihi target yang
ditetapkan. Target total investasi baru sebesar Rp270
miliar, terealisasi sebesar Rp483,27 miliar. Demikian pula
pada 2017, pencapaian investasi baru mencapai 170,96%,
di mana target sebesar Rp320 miliar terealisasi Rp547,08
miliar. Tabel 4.1 berikut menyajikan target investasi tahun
2016 dan 2017, yang telah berjalan, beserta target 2018
sampai 2021.
Tabel 2.1
Target Investasi Kabupaten Purbalingga 2016-2021
1 Tambahan jumlah
Perusahaan PMDN 550 600 650 700 750 800
(baru/unit)
2 Tambahan jumlah
Perusahaan PMA 2 2 2 2 2 2
(baru/unit)
3 Tambahan Nilai
investasi PMDN 250 300 450 550 650 750
(miliar)
4 Tambahan Nilai
investasi PMA
(miliar) 20 20 20 20 20 20
5 Realisasi investasi
total (milar) 270 320 470 570 670 770
d. Permasalahan di Daerah
51
Berdasarkan analisis kondisi lapangan di atas dapat
diketahui bahwa Kabupaten Purbalingga memiliki beberapa
potensi yang berpeluang untuk dapat dijadikan komoditas
unggulan. Meski demikian pada sub bab ini akan mencaba
menginventarisasi permasalahan yang dapat menghambat
pelaksanaan pengembangan industri di Kabuapaten
Purbalingga.
Permasalahan yang pertama dan cukup menonjol
adalah terkait kesiapan tenaga kerja (persoalan kualitas
SDM). Ketersediaan tenaga kerja dalam menunjang
pengembangan industri di Kabupaten Purbalingga sudah
dirasa cukup memadai. Namun keualitas/keterampilan
(skill labour) tenaga kerja perlu untuk ditingkatkan. Hal ini
sangat penting untuk memenuhi kebutuhan kegiatan
industri yang banyak membutuhkan tenaga kerja terampil.
Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah
Kabupaten Purbalingga untuk meningkatkan kualitas
tenaga kerja. Salah satunya adalah dengan mengadakan
pelatihan kerja bagi tenaga kerja secara berkelanjutan.
Permasalahan yang berikutnya adalah infrastruktur
penunjang kegiatan industri. Salah satu diantaranya
adalah sarana dan prasarana transportasi yang dirasa
masih belum merata ke beberapa daerah di Purbalingga.
Kegiatan-kegiatan industri perlu banyak ditunjang oleh
ketersediaan sarana-prasarana yang memadai.
52
tahun 2018-2038, merupakan langkah strategis bagi pemerintah
Kabupaten Purbalingga sebagai upaya menciptakan sebuah
panduan bersama dalam mengembangkan arah pembangunan
sektor industri yang ada. Selanjutnya, langkah strategis dalam
bentuk regulasi peraturan daerah ini perlu untuk ditindaklanjuti
dalam bentuk kegiatan teknis yang sifatnya lebih operasional atau
pun menyusun regulasi berikutnya yang sifatnya lebih teknis,
seperti peraturan bupati atau sejenisnya, sehingga mampu
bermanfaat secara nyata bagi masyarakat.
Selanjutnya, sebelum proses pengesahan peraturan daerah
yang mengatur tentang rencana pembangunan industri Kabupaten
Purbalingga tahun 2018-2038 dilakukan, maka perlu
dilaksanakan analisa terkait bagaimana dampak atau impilkasi
yang potensial akan terjadi. Dampak atau implikasi ini bisa
bersifat positif dan juga dapat berbentuk negatif. Keduanya perlu
disikapi secara bijaksana sehingga dalam pelaksanaannya nanti
dapat memaksimalkan dampak positifnya namun bisa
meminimalisir dampak negatif yang potensial bisa terjadi.
Implikasi dari keberadaan regulasi dalam bentuk peraturan
daerah ini jika mampu disikapi dengan bijaksana akan mampu
membawa pada harapan atau tujuan dari disusunya peraturan
daerah tersebut. Beberapa implikasi baik yang sifatnya positif
atau pun negatif dapat dilihat pada penjelasan di bawah ini.
Berdasarkan hasil identifikasi dan juga forum diskusi, dapat
diketahui beberapa implikasi dan juga dampak yang mungkin
timbul dari adanya regulasi terkait rencana pembangunan industri
Kabupaten Purbalingga tahun 2018-2038. Pertama, beberapa
implikasi positif yang akan muncul ketika peraturan daerah ini
berlaku antara lain sebagai berikut:
53
Kejelasan dan kepastian merupakan instrumen penting yang
perlu diciptakan oleh pemerintah dalam melaksanakan roda
pemerintahan. Termasuk dalam hal ini terkait dengan
pengaturan rencana pembangunan industri di Kabupaten
Purbalingga. Adanya peraturan daerah ini akan menciptakan
atmosfer yang positif dalam merealisasikan pembangunan
industri ke depannya, yaitu dengan adanya acuan arah dan
target yang jelas dan terukur. Selain itu, keselarasan arah dan
juga pencapaian target tersebut juga bisa dipantau bersama
oleh antar pihak, baik pemerintah atau pun masyarakat.
Kemudahan proses evaluasi setiap tahapnya juga akan sangat
membantu dalam proses perbaikan di setiap periodenya.
54
keunggulan yang sulit disaingi oleh daerah lainnya. Adanya
peraturan daerah ini akan mendorong pemerintah dan juga
para pelaku industri untuk dapat melakukan optimalisasi
potensi sumber daya yang ada di daerah. Hal tersebut karena
basis rencana pembangunan industri yang ditetapkan dalam
peraturan daerah adalah berdasarkan pada kondisi yang
dibutuhkan daerah dalam upaya pembangunan dalam jangka
panjang. Ketika potensi tersebut secara intens difokuskan
untuk dikembangkan maka akan menciptakan inovasi baru
yang dapat memberikan daya saing di sebuah daerah.
55
5. Menciptakan Keterkaitan Antar Industri
Pertumbuhan yang cepat dari satu atau beberapa industri
mendorong perluasan industri-industri lainnya yang terkait
dengan sektor industri yang tumbuh lebih dahulu tersebut.
Keterkaitan-keterkaitan (linkages) ini bisa keterkaitan ke
belakang (backward linkages) jika pertumbuhan tersebut,
misalnya, industri tekstil menyebabkan dalam produksi kapas
atau zat-zat pewarna untuk disediakan bagi industri tekstil
tersebut. Keterkaitan tersebut bisa juga keterkaitan ke depan
(forward linkages) yaitu jika adanya industri tekstil domestik
tersebut mendorong tumbuhnya investasi dalam industri
pakaian jadi misalnya. Keberadaan kawasan industri yang di
dalamnya banyak berdiri berbagai macam industri, akan
menjadi daya tarik bagi investor untuk mendirikan pabrik di
daerah di mana kawasan industri berada khususnya di dalam
kawasan industri. Daya tarik ini dapat terjadi salah satunya
dikarenakan industri yang berdiri sebelumnya mempunyai
keterikatan dengan industri yang baru seperti keterkaitan
bahan baku, sebagai pemasok, dapat memakai mesin produksi
bersama-sama sehingga menghemat investasi, bahkan bagi
perusahaan asing dapat berupa keterikatan karena negara
asal, dan lain-lain.
1. Potensi Polusi
Seperti perkembangan industri secara umum, bahwa
dengan berkembangnya kawasan industri juga memiliki
dampak negatif dengan adanya potensi polusi, terutama
polusi udara karena asap hasil kegiatan industri. Melihat
56
kondisi tersebut sudah semestinya pemerintah
memberikan rambu-rambu yang tegas terkait aktivitas
kawasan industri sehingga meminimalisir dampak polusi
yang diciptakannya.
57
pada pengusaha lokal yang ada di daerah yang
bersangkutan. Oleh karena itu, dalam penyusunan regulasi
terkait izin usaha kawasan industri perlu untuk mengatur
perihal keberadaan industri lokal yang ada, termasuk
dalam hal ini industri berskala UMKM, agar tidak punah
tergerus oleh industri asing.
58
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
59
Presiden, Peraturan Menteri, atau Peraturan Daerah. Sebagai
penguat dari teori Hans Kelsen dapat dipadankan dengan teori
Algemeine Rechtslehre (Hans Nawiasky). Berdasarkan teori
Nawiasky ini norma hukum itu terdiri dari: Pertama,
Staatsfundamentalnorm (Norma Fundamental Negara); Kedua,
Staatsgrundgesetz (Aturan Dasar/Pokok Negara); Ketiga, Formell
Gesetz (UU Formal); dan Keempat, Verordnung dan Autonome
Satzung (Aturan Pelaksana dan Aturan Otonom).
60
merugikan masyarakat, membuka kesempatan berusaha dan
perluasan kesempatan kerja, mewujudkan pemerataan
pembangunan Industri ke seluruh wilayah Indonesia guna
memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional; dan,
meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara
berkeadilan. Pada Pasal 8 undang-undang tersebut menyatakan
bahwa untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan Perindustrian
sebagaimana, disusun Rencana Induk Pembangunan Industri
Nasional, rencana Induk Pembangunan Industri Nasional sejalan
dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional,
Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional merupakan
pedoman bagi Pemerintah dan pelaku Industri dalam perencanaan
dan pembangunan Industri, Rencana Induk Pembangunan
Industri Nasional disusun untuk jangka waktu 20 (dua puluh)
tahun dan dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun.
Pada rencana pembentukan peraturan daerah tentang
rencana pembangunan industri Kabupaten Purbalingga tahun
2018–2023, perlu diidentifikasi beberapa peraturan perundang-
undangan yang menjadi dasar perlunya disusun rancangan
peraturan daerah tersebut. Uraian dari hal tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Provinsi Jawa
Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950
Nomor 24);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2013);
61
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 - 2025
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
6. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
8. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492);
9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana
Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 46,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5671);
62
11. Peraturan Pemerintah Nomor 142 Tahun 2015 tentang
Kawasan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 365, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5806);
12. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 3 Tahun 2008
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 Nomor 3);
13. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2009 – 2029 (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2010 Nomor 6);
14. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun 2017
tentang Rencana Pembangunan Provinsi Jawa Tengah Tahun
2017-2037 (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun
2017 Nomor 10, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa
Tengah Nomor 94);
15. Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Nomor 1 Tahun
2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
Kabupaten Purbalingga Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah
Tahun 2009 Nomor 1);
16. Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Nomor 05 Tahun
2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Purbalingga Tahun 2011-2031 (Lembaran Daerah Tahun 2011
Nomor 05);
63
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, YURUDIS,
DAN SOSIOLOGIS
A. LANDASAN FILOSOFIS
64
sebenarnya merupakan “embrio bagi terbentuknya masyarakat
politik dan pemerintahan di Indonesia”.
65
masing-masing. Mayo (1960) menyatakan bahwa demokrasi
didasari oleh beberapa nilai (values) yang meliputi :
66
Pemerintah harus dapat menyesuaikan kebijaksanaannya
dengan perubahan-perubahan ini, dan sedapat mungkin
membinanya jangan sampai tidak terkendalikan lagi. Sebab
kalau hal ini terjadi, ada kemungkinan sistem demokratis
tidak dapat berjalan, sehingga timbul system dictator.
3. Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur
(orderly succession of rulers). Pergantian atas dasar
keturunan, atau dengan jalan mengangkat diri sendiri,
ataupun melalui coup d’etat, dianggap tidak wajar dalam
suatu demokrasi.
4. Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum (minimum
of coercion). Golongan-golongan minoritas ini sedikit banyak
akan kena paksaan akan lebih menerimanya kalau diberi
kesempatan untuk turut serta dalam diskusi-diskusi yang
terbuka dan kreatif, mereka akan lebih terdorong untu
memberikan dukungan sekalipun bersyarat, karena merasa
turut bertanggung jawab.
5. Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman
(diversity) dalam masyarakat yang tercermin dalam
keanekaragaman pendapat, kepentingan serta tingkah laku.
Untuk hal ini perlu terselenggaranya suatu masyarakat
terbuka (open society) serta kebebasan-kebebasan politik
(political liberties) yang memungkinkan timbulnya fleksibilitas
dan tersedianya alternatif dalam jumlah yang cukup banyak.
Dalam hubungan ini demokrasi sering disebut suatu gaya
hidup (way of life). Tetapi keanekaragaman perlu dijaga
jangan sampai melampaui batas, sebab di samping
keanekaragaman diperlukan juga persatuan serta integrasi.
6. Menjamin tegaknya keadilan. Dalam suatu ddemokrasi
umumnya pelanggaran terhadap keadilan tidak akan terlalu
sering terjadi karena golongan-golongan terbesar diwakili
dalam lembaga-lembaga perwakilan, tetapi tidak dapat
67
dihindarkan bahwa beberapa golongan akan merasa
diperlakukan tidak adil. Maka yang dapat dicapai secara
maksimal ialah suatu keadilan yang relatif (relative justice).
Keadilan yang dapat dicapai barangkali lebih bersifat keadilan
dalam jangka panjang.
68
political, economic, and social system, and the dominants
idiology. (Warga negara memiliki hak (yang telah diperjuangkan
secara efektif) untuk bebas mengeluarkan ekspresi, terutama
ekspresi politik, termasuk mengkritik petugas publik,
perbuatan pemerintah, sistem politik, ekonomi, sosial yang
berlaku, dan ideologi yang dominan);
6. These olso have acces of alternative sources of information that
are not monopolized by the government or any other single
group. (Mereka juga mempunyai akses pada alternatif sumber
daya informasi yang tidak dimonopoli oleh pemerintah atau
oleh kelompok lain);
7. Finally the have and effectively enforced right to form and join
autonomous associations, including political parties interest
groups, that attempt to influnce the government by competing in
elections and by other peaceful means. (Pada akhirnya mereka
mempunyai hak-hak yang diperjuangkan secara efektif untuk
membentuk dan bergabung pada sosiasi otonom, termasuk
kelompok kpentingan partai politik, yang mencoba
mempengaruhi pemerintah dengan berkompetisi dalam
pemilihan dan melakui sarana-sarana damai lainnya).
69
2. Akses, yakni setiap warga mempunyai kesempatan untuk
mengakses atau mempengaruhi pembuatan kebijakan,
termasuk akses dalam layanan publik;
3. Kontrol, yakni setiap warga atau elemen-elemen masyarakat
mempunyai kesempatan dan hak untuk melakukan
pengawasan (kontrol) terhadap jalannya pemerintahan
maupun pengelolaan kebijakan dan keuangan pemerintah.
4. Bentuk kongkrit dalam mengejawantahkan demokrasi dalam
Desa adalah menciptakan aturan yang jelas tentang Tata Cara
Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala
Desa Hal ini dimaksudkan agar setiap masyarakat dapat
berpartisipasi dan mengontrol proses Pemerintahan Desa dan
memberikan legitimasi terhadap pihak yang terpilih.
Hubungan-hubungan antar anggota kelompok, kelompok dan
kekuasaan umum yang berisikan hak-hak dan kewajiban-
kewajiban perlu dituangkan dalam peraturan-peraturan
melalui satu atau lain cara. hal ini bermaksud untuk
memberikan suatu keadilan.
70
intrinsik prinsip-prinsip moral dan prinsip-prinsip hukum.
Manusia sebagai person moral terutama dituntun oleh norma-
norma yang dianutnya sendiri secara internal, yakni norma-norma
moral. Akan tetapi, perlu diakui bahwa norma-norma moral tidak
dengan sendirinya efektif mengatur tata hubungan serta pola
sikap antarmanusia. Dalam hal ini, yang dibutuhkan adalah
prinsip-prinsip hukum yang mampu menjamin stabilitas serta
kebaikan bersama dalam di dalam masyarakat sebagai
keseluruhan. Dengan memperlihatkan relasi mendasar antara
prinsip-prinsip moral dan prinsip hukum, Rawls (2006)
menegaskan bahwa tujuan akhir dari prinsip-prinsip moral yakni
menghasilkan manusia yang baik. Dengan demikian, isi dari
aturan hukum harus dapat dipertanggung-jawabkan secara moral.
Dalam arti itu, norma-norma legal harus merupakan determinasi
yang lebih jauh serta penerapan lebih kongkret dari prinsip-
prinsip moral dalam kehidupan sosial. Dengan kata lain, prinsip-
prinsip hukum harus merupakan refleksi dari prinsip-prinsip
moral. Secara lebih khusus, sebagaimana ditegaskan sendiri oleh
Rawls (2006) bahwa hukum harus dibentuk demi memelihara dan
mendukung keadilan.
71
Dalam pencapaian keadilan, maka hal tersebut bukanlah
hal yang mudah. Jika hukum dan keadilan dipersamakan, maka
hanya tata adil saja yang yang disebut hukum. Kecenderungan
untuk menyamakan hukum dan keadilan adalah kecenderungan
untuk membenarkan suatu tata sosial tertentu. Usaha untuk
memperlakukan hukum dan keadilan sebagai dua bidang masalah
yang berbeda terkena kecurigaan untuk mengesampingkan
seluruh persyaratan bahwa hukum positif harus adil. Kerinduan
akan keadilan adalah kerinduan abadi manusia akan
kebahagiaan. Kebahagiaan inilah yang tidak dapat ditemukan
manusia sebagai seorang individu tersendiri dan oleh sebab itu
berupaya mencarinya di dalam masyarakat. Keadilan adalah
kebahagiaan sosial.
72
Aspek yang tidak kala pentingnya dalam hukum adalah apa
yang dikenal dengan “Kepastian”, ketika kita mengadakan dan
mengakui adanya pranata hukum, lembaga hukum, dituntut
adanya komitmen keras untuk menepatinya. Karena tanpa
kepastian hukum akan berimbas pada terjadinya kekacauan
dalam masyarakat. Itulah sebabnya hukum akan berperan dalam
fungsinya untuk menciptakan keadilan, ketertiban, dan kepastian
dalam masyarakat.
73
mencerminkan nilai-nilai yang tumbuh dan dirasa adil dalam
masyarakat.
74
Peraturan Perundang-undangan bahwa landasan filosofis
merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan
bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan
hidup, kesadaran dan cita hukum yang meliputi suasana
kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari
Pancasila dan Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Selain itu dalam Pasal 14 Undang-Undang
Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan dijelaskan juga bahwa “Materi muatan
Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi
daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus
daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi”.
B. LANDASAN YURIDIS
75
Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950
tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam
Lingkungan Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1950 Nomor 24); Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2013);
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4421); Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2005 - 2025 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4700); Undang-undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4725); Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan (Lembaran Negara Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5234); Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2014 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5492); Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
76
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana
Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 46,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5671);
dan Peraturan Pemerintah Nomor 142 Tahun 2015 tentang
Kawasan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 365, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5806). Dari beberapa peraturan tersebut, yang pada
akhirnya diperkuat pula dengan peraturan daerah pada tingkat
provinsi dan juga kabupaten, sehingga lengkap dan kuat untuk
mengatur tentang rencana pembangundan industri dimana
peraturan daerah tersebut disusun dan diperuntukkan.
C. LANDASAN SOSIOLOGIS
77
Landasan sosiologis dalam kajian naskah akademik ini
menyangkut permasalahan empiris dan kebutuhan yang dialami
oleh masyarakat berkaitan dengan rencana pembangunan industri
Kabupaten Purbalingga. Oleh karena itu penyusunan rancangan
peraturan daerah tentang Rencana Pembangunan Industri
Kabupaten Purbalingga Tahun 2018-2038 ini haruslah
memberikan jawaban dan juga solusi terhadap permasalahan-
permasalahan yang berkaitan dengan penyelenggaraan industri di
Kabupaten Purbalingga.
78
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN
RUANG LINGKUP MATERI MUATAN
PERATURAN DAERAH
79
B. RUANG LINGKUP DAN MATERI MUATAN
1. Ketentuan Umum
80
g. Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan lahan
yang diperuntukkan bagi kegiatan Industri berdasarkan
Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
h. Sentra Industri Kecil dan Industri Menengah (Sentra
IKM) adalah lokasi pemusatan kegiatan industri kecil
dan industri menengah yang menghasilkan produk
sejenis, menggunakan bahan baku sejenis dan atau
mengerjakan proses produksi yang sama, dilengkapi
sarana dan prasarana penunjang yang dirancang
berbasis pada pengembangan potensi sumberdaya
daerah serta dikelola oleh suatu pengurus profesional.
i. Industri Unggulan Kabupaten adalah Industri yang
ditetapkan menjadi Industri unggulan dan utama di
Kabupaten Purbalingga.
j. Rencana Pembangunan Industri Provinsi Jawa Tengah
2017-2037 yang selanjutnya disingkat RPIP adalah
adalah dokumen perencanaan yang menjadi acuan
dalam pembangunan industri di Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2017-2037.
k. Rencana Pembangunan Industri Kabupaten Tahun 2018-
2038 yang selanjutnya disingkat RPIK 2018-2038 adalah
dokumen perencanaan yang menjadi acuan dalam
pembangunan industri di Kabupaten Purbalingga Tahun
2018-2038.
2. Ruang Lingkup
81
unggulan kabupaten; (3) RPIK 2018-2038; (4) pelaksanaan;
dan (5) pembinaan, pengawasan, dan pelaporan.
82
4. Materi yang Akan Diatur
83
c. Pemberian kemudahan data dan informasi pada wilayah
daerah yang diperuntukkan bagi pembangunan/
pengembangan Kawasan Peruntukan Industri;
d. Pelayanan Terpadu Satu Pintu sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
e. Pemberian insentif dan kemudahan lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. Penataan kegiatan Industri untuk berlokasi di Kawasan
Peruntukan Industri; dan
g. Pengawasan pelaksanaan pembangunan Kawasan
Peruntukan Industri.
84
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam
pengembangan industri unggulan kabupaten, yaitu harus
memberi manfaat bagi kesejahteraan masyarakat setempat.
Pemerintah Daerah juga harus menyiapkan sumber daya
manusia untuk masyarakat setempat dalam upaya akses
kesempatan kerja pada Industri Unggulan Kabupaten.
BAB I : PENDAHULUAN
BAB V : PENUTUP
85
Bagian berikutnya adalah mengatur tentang teknis
pelaksanaan RPIK. Pemerintah Daerah bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan program pembangunan industri dalam
RPIK 2018-2038. Dalam melaksanakan program pembangunan
tersebut, Pemerintah Daerah dapat bekerjasama dengan
pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan yang
dimaksud terdiri dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Swasta, Perguruan Tinggi, Lembaga penelitian dan
pengembangan, dan Lembaga kemasyarakatan lainnya.
Penyelenggaraan kerjasama sebagaimana dimaksud di atas
mengacu pada peraturan perundangan-undangan yang
mengatur tentang kerjasama daerah. Ketentuan lebih lanjut
tentang kerjasama antara Pemerintah Daerah dengan para
pemangku kepentingan diatur dengan peraturan Bupati.
86
dalam hal pembiayaan pelaksanaan RPIK 2018-2038
dibebankan pada sumber-sumber keuangan sebagai berikut:
a. anggaran pendapatan dan belanja nasional;
b. anggaran pendapatan dan belanja provinsi;
c. anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan
d. sumber pembiayaan lain yang sah dan tidak mengikat.
5. Ketentuan Penutup
87
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
88
1. Materi muatan rancangan peraturan daerah ini masih bersifat
umum, untuk itu diharapkan secara lebih detil dapat
dijabarkan ke dalam peraturan bupati atau keputusan bupati
pada hal-hal yang diperlukan.
89
DAFTAR PUSTAKA
90
91
LAMPIRAN:
KABUPATEN PURBALINGGA
TENTANG
92
BUPATI PURBALINGGA
PROVINSI JAWA TENGAH
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA
NOMOR .... TAHUN 2018
TENTANG
RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI KABUPATEN
PURBALINGGA
TAHUN 2018-2038
93
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4421);
5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Tahun 2005 - 2025 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
6. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
8. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang
Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5492);
9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
94
Indonesia Nomor 5679);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015
tentang Rencana Induk Pembangunan Industri
Nasional Tahun 2015-2035 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 46,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5671);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 142 Tahun 2015
tentang Kawasan Industri (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 365,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5806);
12. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 3
Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-
2025 (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2008 Nomor 3);
13. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6
Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 – 2029 (Lembaran
Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 Nomor 6);
14. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 10
Tahun 2017 tentang Rencana Pembangunan Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2017-2037 (Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2017 Nomor 10,
Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah
Nomor 94);
15. Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Nomor 1
Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun
2005-2025 (Lembaran Daerah Tahun 2009 Nomor
1);
95
16. Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Nomor 05
Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Purbalingga Tahun 2011-2031
(Lembaran Daerah Tahun 2011 Nomor 05);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA
PEMBANGUNAN INDUSTRI KABUPATEN
PURBALINGGA TAHUN 2018-2038
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Purbalingga.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang
memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah otonom.
3. Bupati adalah Bupati Purbalingga.
4. Perangkat Daerah adalah organisasi atau lembaga
pada Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab
kepada Bupati dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan di Daerah yang terdiri atas
Sekretariat daerah, Dinas Daerah dan Lembaga
96
Teknis Daerah.
5. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi
yang mengolah bahan baku dan/atau
memanfaatkan sumber daya industri sehingga
menghasilkan barang yang mempunyai nilai
tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa
industri.
6. Kawasan Industri adalah kawasan tempat
pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi
dengan sarana prasarana penunjang yang
dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan
Kawasan Industri.
7. Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan
lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan Industri
berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
8. Sentra Industri Kecil dan Industri Menengah
(Sentra IKM) adalah lokasi pemusatan kegiatan
industri kecil dan industri menengah yang
menghasilkan produk sejenis, menggunakan bahan
baku sejenis dan atau mengerjakan proses
produksi yang sama, dilengkapi sarana dan
prasarana penunjang yang dirancang berbasis pada
pengembangan potensi sumberdaya daerah serta
dikelola oleh suatu pengurus profesional.
9. Industri Unggulan Kabupaten adalah Industri yang
ditetapkan menjadi Industri unggulan dan utama di
Kabupaten Purbalingga.
10. Rencana Pembangunan Industri Provinsi Jawa
Tengah 2017-2037 yang selanjutnya disingkat RPIP
adalah adalah dokumen perencanaan yang menjadi
97
acuan dalam pembangunan industri di Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2017-2037.
11. Rencana Pembangunan Industri Kabupaten Tahun
2018-2038 yang selanjutnya disingkat RPIK 2018-
2038 adalah dokumen perencanaan yang menjadi
acuan dalam pembangunan industri di Kabupaten
Purbalingga Tahun 2018-2038.
BAB II
MAKSUD, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP
Pasal 2
Maksud dibentuk Peraturan Daerah ini adalah:
a. pedoman pembangunan Industri bagi Perangkat
Daerah dan pelaku Industri, pengusaha dan/atau
institusi terkait; dan
b. pedoman bagi peran serta masyarakat dalam
pembangunan Industri Unggulan Kabupaten.
Pasal 3
Tujuan Peraturan Daerah ini dibentuk untuk:
a. mewujudkan kebijakan pembangunan Industri
nasional di Daerah;
b. menentukan sasaran, strategi dan rencana aksi
pembangunan Industri Unggulan Kabupaten;
c. mewujudkan Industri Daerah yang mandiri,
berdaya saing, maju dan berwawasan lingkungan;
d. mewujudkan pemerataan pembangunan Industri
Unggulan Kabupaten guna memperkuat dan
memperkukuh ketahanan nasional; dan
e. meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan
masyarakat Daerah secara berkeadilan.
98
Pasal 4
Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Daerah ini
meliputi:
a. Kewenangan Pemerintah Daerah;
b. Industri Unggulan Kabupaten;
c. RPIK 2018-2038;
d. Pelaksanaan; dan
e. Pembinaan, Pengawasan dan Pelaporan.
BAB III
KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 5
1) Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
bertanggung jawab atas pencapaian tujuan
pembangunan industri daerah.
2) Pembangunan Industri Daerah dilaksanakan sesuai
Kawasan Peruntukan Industri yang ditetapkan
dalam Tata Ruang.
3) Kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Perencanaan dan penetapan Kawasan
Peruntukan Industri;
b. Penyediaan infrastruktur Industri;
c. Pemberian kemudahan data dan informasi pada
wilayah daerah yang diperuntukkan bagi
pembangunan/ pengembangan Kawasan
Peruntukan Industri;
d. Pelayanan Terpadu Satu Pintu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. Pemberian insentif dan kemudahan lainnya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
99
undangan;
f. Penataan kegiatan Industri untuk berlokasi di
Kawasan Peruntukan Industri; dan
g. Pengawasan pelaksanaan pembangunan
Kawasan Peruntukan Industri.
4) Pemerintah Daerah dapat
membangun/mengembangkan Kawasan Industri
pada Kawasan Peruntuan Industri sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a sesuai arahan
Pemerintah.
Pasal 6
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
menjamin ketersediaan:
a. Infrastruktur industri; dan
b. Infrastruktur penunjang.
BAB IV
INDUSTRI UNGGULAN KABUPATEN
Pasal 7
(1) Industri Unggulan Kabupaten berdasarkan
Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI)
yaitu :
a) Industri Pangan;
b) Industri Tekstil;
c) Industri Pengolahan Lainnya;
d) Industri Furniture;
e) Industri Alat Angkut Lainnya;
f) Industri Mesin;
g) Industri Barang Logam; dan
h) Aktivitas Produksi Gambar Bergerak, Video dan
Program Televisi, Perekaman Suara dan
100
Penerbitan Musik.
Selain Industri Unggulan Kabupaten sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah dapat
mengembangkan Industri lain yang potensial dan
merupakan prioritas Kabupaten.
Pasal 8
(1) Pengembangan Industri Unggulan Kabupaten harus
memberi manfaat bagi kesejahteraan masyarakat
setempat.
(2) Pemerintah Daerah menyiapkan sumber daya
manusia untuk masyarakat setempat dalam upaya
akses kesempatan kerja pada Industri Unggulan
Kabupaten.
BAB V
SISTEMATIKA
Pasal 9
(1) RPIK 2018-2038 sebagaimana dimaksud memiliki
sistematika sebagai berikut:
a. BAB I : PENDAHULUAN
b. BAB II : GAMBARAN KONDISI INDUSTRI
KABUPATEN PURBALINGGA
c. BAB III : VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
PEMBANGUNAN INDUSTRI
KABUPATEN PURBALINGGA
d. BAB IV : STRATEGI DAN PROGRAM
PEMBANGUNAN INDUSTRI
KABUPATEN PURBALINGGA
e. BAB V : PENUTUP
101
dalam lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
BAB VI
RPIK 2018-2038
Pasal 10
(1) RPIK 2018-2038 ditetapkan untuk jangka waktu 20
(dua puluh) tahun.
(2) RPIK 2018-2038 sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali setiap 5
(lima) tahun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB VII
PELAKSANAAN
Pasal 11
(1) Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan program pembangunan industri
dalam RPIK 2018-2038.
(2) Dalam melaksanakan program pembangunan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat
bekerjasama dengan pemangku kepentingan.
(3) Pemangku kepentingan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) terdiri dari:
a. Pemerintah Pusat;
b. Pemerintah Provinsi;
c. Pemerintah Daerah;
d. Swasta;
e. Perguruan Tinggi;
f. Lembaga penelitian dan pengembangan; dan
102
g. Lembaga kemasyarakatan lainnya.
(4) Penyelenggaraan kerjasama sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) mengacu pada peraturan
perundangan-undangan yang mengatur tentang
kerjasama daerah.
(5) Ketentuan lebih lanjut tentang kerjasama antara
Pemerintah Daerah dengan para pemangku
kepentingan diatur dengan peraturan Bupati.
BAB VIII
PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PELAPORAN
Pasal 12
(1) Bupati melakukan pembinaan, pengawasan,
monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan
Peraturan Daerah tentang RPIK ini.
(2) Bupati membuat laporan kepada Gubernur 1 (satu)
kali dalam setahun atas pelaksanaan RPIK yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari laporan
penyelenggaraan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Laporan pelaksanaan sebagimana dimaksud pada
ayat (1) paling sedikit meliputi pertumbuhan
Industri, kontribusi sektor Industri terhadap PDRB,
penyerapan tenaga kerja sektor Industri, realisasi
investasi sektor Industri dan ekspor produk
Industri termasuk permasalahan dan langkah-
langkah penyelesaian sektor Industri.
BAB IX
103
PEMBIAYAAN
Pasal 13
Pembiayaan dalam pelaksanaan RPIK 2018-2038
dibebankan pada :
a. anggaran pendapatan dan belanja nasional;
b. anggaran pendapatan dan belanja provinsi;
c. anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan
d. sumber pembiayaan lain yang sah dan tidak
mengikat.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 14
Peraturan daerah ini berlaku pada tanggal
diundangkan.
Ditetapkan di Purbalingga
Pada tanggal Desember 2018
BUPATI PURBALINGGA
Diundangkan di Purbalingga
104
Pada tanggal Desember 2018
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN PURBALINGGA
WAHYU KONTARDI
PENJELASAN
ATAS
105
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA
NOMOR : TAHUN 2018
TENTANG
RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI KABUPATEN
PURBALINGGA
TAHUN 2018-2038
I. UMUM
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah telah memberikan otonomi dan
kewenangan yang lebih besar bagi pemerintah daerah untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta
masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah. Dalam
kaitannya dengan sektor industri, adanya pembagian urusan
pemerintahan memberi banyak peluang yang dapat
dimanfaatkan oleh daerah provinsi, kabupaten dan kota untuk
mempercepat pertumbuhan dan pengembangan industri di
daerah serta meminimalkan ketidakmerataan penyebaran
industri di wilayah Indonesia.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang
Perindustrian telah meletakkan industri sebagai salah satu
pilar ekonomi dan memberikan peran yang cukup besar kepada
pemerintah untuk mendorong kemajuan industri nasional
secara terencana. Peran tersebut diperlukan dalam
mengarahkan perekonomian nasional untuk tumbuh lebih
cepat dan mengejar ketinggalan dari negara lain yang lebih
dahulu maju.
Pembangunan sektor industri di Kabupaten Purbalingga
mengacu pada beberapa hal penting diantaranya visi
pembangunan industri nasional yaitu “Indonesia menjadi
Negara Industri Tangguh”, selain itu terdapat visi
106
pembangunan industri Provinsi Jawa Tengah “Terwujudnya
Industri Jawa Tengah yang Berdaya Saing dan
Berkesinambungan”, selanjutnya visi pembangunan
Kabupaten Purbalingga 2005-2025 yang digaungkan sebagai
107
a. Meningkatkan pertumbuhan dan kontribusi sektor industri
terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Kabupaten Purbalingga;
b. Meningkatkan penguasaan pasar dalam dan luar negeri
serta mengurangi ketergantungan terhadap impor;
c. Membangun infrastruktur serta fasilitas industri yang
memadai;
d. Membangun struktur industri yang kuat secara vertikal dan
horizontal;
e. Meningkatkan kualitas dan kompetensi tenaga kerja,
inovasi dan penguasaan teknologi
f. Menumbuhkembangkan kegiatan penelitian dan
pengembangan produk industri;
g. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar lokasi
industri maupun masyarakat secara luas; serta
h. Mencegah terjadinya pemusatan atau penguasaan industri
oleh satu kelompok atau perseorangan yang merugikan
masyarakat.
Penyusunan RPIK Purbalingga Tahun 2018-2038 mengacu
pada Peraturan Menteri Perindustrian Nomor
110/MIND/PER/12/2015 tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Pembangunan Industri Provinsi dan Rencana
Pembangunan Industri Kabupaten /Kota dan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan
Produk Hukum Daerah.
108
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Huruf a
Yang dimaksud dengan “Infrastruktur industri” meliputi
jaringan energi dan kelistrikan, jaringan telekomunikasi,
jaringan sumber daya air dan jaminan pasokan air baku,
sanitasi dan jaringan transportasi
Huruf b
Yang dimaksud dengan “Infrastruktur penunjang” meliputi
perumahan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan
pengembangan, kesehatan, pemadam kebakaran dan tempat
pembuangan sampah.
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
109
Pasal 14
Cukup jelas
110