Anda di halaman 1dari 2

Tela’ah Atas Hasil Survei Indikator

Survei 1 Desember 2023

Indikator Politik baru saja merilis hasil survey politiknya yang dilangsungkan pada 23
Nov sampai 1 Des 2023. Mencermati dokumen survey yang disampaikan oleh
Indikator Politik melalui websitenya, ada beberapa hal yang patut di cermati sebagai
poin yang patut di krusial, antara lain:

1. Wilayah over sampel yang meliputi Jabar, Jateng, Jatim dan beberapa
wilayah di luar Jawa over sampelnya terlalu sedikit, Di ketiga provinsi besar di
Jawa over sampelnya hanya 400 responden dan wilayah DKI, Banten dan
sekitarnya sampelnya hanya , dengan margin of error 5 persen, hal ini potensi
biasnya tinggi.

2. Pertanyaan model berskala dengan tingkatan sangat baik, baik, sedang,


buruk dan sangat buruk cenderung menempatkan responden menaruh
perhatian pada titik moderat dengan berbagai pertimbangan (tidak mau
sepenuhnya terbuka atas pertanyaan surveyor atas isi hatinya), maka di
setiap pertanyaan yang berskala seperti ini jawaban respon terbesar adalah
memilih skala sedang. Mungkin akan lain ceritanya jika skala sedang di
hilangkan dan responden dihadapankan pada pilihan baik atau buruk, hal itu
akan “memaksa” responden untuk lebih artikulatif, karena hanya ada dua opsi
baik atau buruk dan tidak jawab

3. Tingkat kepuasan rakyat terhadap Presiden terungkat di dalam survei


alasannya terbesar karena memberikan bantuan kepada rakyat kecil,
sementara alasan tidak puas karena peningkatan harga kebutuhan pokok.
Apakah lembar jawaban ini terbuka atau tertutup, artinya jika ada lembar
jawaban maka opsi responden dalam memberikan jawaban “tergiring” dalam
opsi yang di sediakan. Jika terbuka, maka tidak ada lembar jawaban yang
dipilih oleh responden. Keduanya akan berpotensi memberikan dampak
jawaban yang berbeda. Terkait hal ini, indikator tidak memberikan penjelasan.

4. Narasi yang luar biasa bertubi tubi di berbagai media massa baik media
massa mainstream maupun media sosial tentang langkah Presiden yang
belakangan ini cenderung di respon negatif mulai soal pencalonan Gibran,
soal penggunaan alat alat negara, soal intervensi hukum, dll seolah tidak
tergambarkan memebrikan efek terhadap approval rating presiden, dan
masih bertahan di 76 persen sejak Oktober 2023. Bisa saja dibantah bahwa
isu negative tersebut hanya konsumsi kelas menangah yang melek informasi,
namun sangat ganjil jika tidak merubah sepersenpun approval rating
presiden, tentu ini patut di cek lebih jauh metoda pewawancara dalam
menggali informasi, semisal tidak di dahulu terlebih dahulu dengan
pertanyaan, apakah responden mengetahui perkembangan informasi terkini
terkait kebijakan dan isu yang menyangkut presiden. Jika tidak ada pengantar
seperti ini tentu saja responden langsung menjawab cepat dalam ingatan
yang pendek, sehingga segala narasi ruang public tidak tertangkap menjadi
preferensi responden dalam menjawab dengan jernih.
5. Logisnya dalam masa kampanye, ada pergerakan partai dan kader kadernya
berkampanye, namun kegiatan kampanye meskipun secara formal baru
dimulai namun substansinya semua partai, terutama PDI Perjuangan sudah
berkempanye, anehnya dari tiga kali survei terakhir indikator menunjukkan
suara PDI Perjuang diperlihatkan menurun dan Gerindra naik sementara
partai lainnya landai. Bisa jadi karena efek ekor jas terhadap Prabowo ada
benarnya, tetapi dalam data survey ini juga menjelaskan ada efek sosialisasi
yang dilakukan oleh partai partai, yang menjelaskan bahwa PDI Perjuangan
sebagai Partai yang banyak tereskpose. Data ini berpeluang menjelaskan
bahwa terdapat kontradiksi intermenes antara penurunan elektabiltas PDI
Perjuangan dengan tingkat eksposure PDI Perjuangan yang tinggi, padahal di
jelaskan pula didalam survey ini bila eksposure makin besar, maka dukungab
terhadap partai tersebut makin besar, tapi khusus ke PDI Perjuangan malah
datanya menurun. Ini sangat kontradiksi.

6. Karena “triki” pertanyaan terhadap approval rating terhadap Presiden yang


kemungkinan besar responden tidak diajak elaborative terhadap isu isu yang
menyangkut sikap, kebijakan dan pemberitaan yang menyangkut presiden
oleh surveyor, maka berpotensi menjadi jalan pintas untuk menyegerakan
responden menjawab. Ini yang menjelaskan approval rating presiden tetap 76
persen tidak goyah meski opini negative terhadap dirinya kian besar di media
massa dan media sosial. Karena itu pulalah yang menjelaskan elektabilitas
Gibran juga tinggi.

7. Andaikan benar approval rating presiden tinggi (76%), namun tingkat


penurunan elektabilitas terhadap Ganjar Pranowo tiba tiba turun drastis dalam
dua survey terakhir indikator politik, padahal hanya dianggap dalam
penjelasan Burhan Muhtadi karena rasponden masih mencintai Presiden
Jokowi, sehingga ketika Ganjar dan PDI Perjuangan menyerang Presiden
mengakibatkan beralihnya pendukung Jokowi ke Prabowo. Pertanyaanya,
apakah didalam survey ada pra kondisi yang menanyakan responden
mengetahuai tentang Ganjar dan PDI Perjuangan menyerang Presiden?
Jangan jangan yang mengetahui hanya sebagian kecil responden. Bukankah
preferensi responden seperti yang di utarakan pda survey ini juga lebih
banyak soal urusan isu bantuan presiden, bukan isu isu politik? Sekali lagi
ada kontradiksi intermenes dalam hal ini.

Anda mungkin juga menyukai